Sabtu, 11 April 2020

Hukum Perdata Umum

Hukum Perdata Umum

A. PENGERTIAN HUKUM PERDATA
 Hakikat dari Hukum Dagang adalah Hukum Perdata. Sistem Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia berasal dari sistem hukum Eropa Kontinental, yang diatur dalam KUHPerdata. Untuk membuktikan bahwa Hukum Dagang adalah Hukum Perdata maka harus dipahami dasar Hukum Perdata dan sistematikanya, sebagaimana telah dijelaskan di bagian Pendahuluan. Penting untuk dinyatakan kembali bahwa, Hukum Perdata adalah hubungan pribadi antara manusia dan manusia sebagai subyek hukum karena bersamaan hidup dalam suatu masyarakat. Manusia sebagai subyek hukum adalah pembawa hak dan kewajiban, yang terdiri dari:
1. Orang sebagai manusia menurut kodrat (disebut pula dengan pribadi kodrati). Setiap manusia hidup itu mempunyai wewenang berhak; dan
2. Orang sebagai subyek hukum berbentuk badan hukum adalah subyek hukum yang tidak memiliki wujud jasmani, yang terdiri badan publik misalnya negara dan badan hukum perdata, misalnya Perseroan Terbatas (PT), Yayasan, dan Koperasi.

Sistematika Hukum Perdata dapat dilihat dari sudut ilmu pengetahuan dan dari sudut sistematika yang terdapat dalam KUHPerdata. Jika dilihat dari sudut ilmu pengetahuan, sistematika Hukum Perdata adalah sebagai berikut:
1. Hukum tentang diri seseorang (personnenrecht)
2. Hukum kekeluargaan (familierecht)
3. Hukum kekayaan (vermogensrecht)
4. Hukum warisan (erfrecht)

Jika dilihat dari sudut sistematika yang terdapat dalam KUHPerdata, berikut adalah sistematika Hukum Perdata:
1. Buku I mengatur tentang orang termasuk hukum keluarga (van Personen).
2. Buku II mengatur tentang benda termasuk hukum waris (van Zaken)
3. Buku III tentang Perikatan (van Verbintenissen)
4. Buku IV tentang Pembuktian dan Daluwarsa (van Bewujs en Verjaring)

Apabila diperhatikan, sistematika Hukum Perdata menurut ilmu pengetahuan itu adalah menggambarkan siklus kehidupan manusia yang sifatnya selalu ingin bermasyarakat, yang maksudnya tiap manusia selalu ingin bergaul paling tidak dalam masyarakat paling kecil, yaitu keluarga. Hal yang tercermin dalam hukum kekeluargaan maupun hubungan hukum kekayaan, di mana manusia selalu ingin bergaul yang diwujudkan dengan mengadakan perjanjian-perjanjian perkawinan maupun perjanjian dalam bidang harta kekayaan, baik secara lisan maupun tertulis. Pengaturannya dapat dibaca pada Buku I dan III KUHPerdata, yang semuanya secara lengkap diatur secara sistematis di dalamnya, baik syarat-syarat maupun asasasasnya. Hal tersebut memudahkan bagi setiap orang untuk mengadakan hubungan hukum baik secara otentik maupun di bawah tangan yang bersifat perdata.
Memperhatikan permasalahan-permasalahan yang timbul dalam masyarakat yang berkaitan dengan hubungan antara manusia di bidang perdata, maka setiap masalah akan dapat diselesaikannya, yaitu dengan cara menganalisisnya secara ilmiah yang didasarkan pada peraturan yang terkait, sebagaimana diatur dalam KUHPerdata.
Apa sebetulnya Hukum Perdata? Mengapa Hukum Perdata yang diatur dalam KUHPerdata wajib dipelajari untuk mempelajari Hukum Dagang?

B. HUKUM PERDATA UMUM
Setelah mempelajari dan memahami Hukum Perdata yang meliputi sistematika Hukum Perdata menurut Ilmu pengetahuan dan sistematika Hukum Perdata menurut kodifikasi dalam KUHPerdata maka selanjutnya akan dapat mengetahui tentang Hukum Perdata yang bersifat umum dan Hukum Perdata yang bersifat khusus. Di bawah ini akan diuraikan tentang unsur-unsur dan sifat-sifat yang membedakan antara Hukum Perdata umum dan Hukum Perdata khusus.
Sebagaimana yang sudah diuraikan dalam bagian Pendahuluan bahwa sebenarnya Hukum Dagang adalah merupakan Hukum Perdata tetapi perdata khusus. Mesipun Hukum Perdata bersifat khusus, tetapi penerapan Hukum Perdata khusus tersebut tidak lepas dari Hukum Perdata umum, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 KUHD. Hukum Perdata umum yang dimaksud dalam Pasal 1 KUHD tersebut adalah sebagaimana yang diatur dalam KUHPerdata. KUHPerdata tersebut disusun secara sistematis dimulai dari:
Buku I  : yang mengatur hubungan antara perseorangan yang satu dengan perseorangan yang lain dalam segala usahanya untuk memenuhinya, yang diselenggarakan sesuai dengan hematnya sendiri. Adanya hubungan hukum antara perseorangan atau antara subyek-subyek hukum yaitu yang berkenaan dengan hubungan darah, antara lain perkawinan dan keturunan maka tersangkutlah obyek hukum; dalam bidang hukum harta kekayaan yang dapat berupa barang/benda atau hak yang diatur.
Buku II : yang mengatur tentang hukum harta kekayaan adalah hukum yang mengatur hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang, benda, waris dan segala sesuatu yang dapat dimiliki/dihaki seseorang. Pengertian benda secara yuridis adalah segala sesuatu yang dapat menjadi obyek hak milik. Jika pengertian benda dipakai dalam arti kekayaan seseorang maka istilah itu meliputi benda tidak berwujud yang berupa hak. Ini menjadi obyek dari perjanjian yang bersifat perniagaan, diatur dalam.
Buku III :  KUHPerdata. Buku III mengatur tentang perikatan yang erat hubungannya dengan perjanjian.
Buku IV : mengatur tentang pembuktian dan daluwarsa

Sehubungan dengan pengaturan dalam Buku III KUHPerdata, di dalamnya tidak memberikan definisi “Perikatan”, namun berdasarkan ilmu pengetahuan, Perikatan adalah hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan yang dilakukan antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berhak berkewajiban atas sesuatu. Dari rumusan pengertian Perikatan tersebut di atas, tampak bahwa unsurunsur perikatan adalah:
1. adanya hubungan hukum;
2. adanya kekayaan;
3. adanya para pihak; dan
4. adanya prestasi.  

Perikatan dalam lapangan harta kekayaan dapat bersumber dari perjanjian dan undang-undang.
1. Perikatan yang Bersumber pada Perjanjian
Pasal 1313 KUHPerdata mendefinisikan perikatan yang bersumber dari perjanjian sebagai perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya dengan satu orang atau lebih. Adanya perjanjian timbul hubungan hukum antara yang memberi janji dan yang menerima janji yang disebut dengan Perikatan, namun tidak meliputi semua janji. Sebab, tidak semua janji atau perikatan adalah perbuatan hukum. Ada bahkan banyak janji yang hanya merupakan perikatan moral, sehingga kewajiban yang timbul juga hanya berupa kewajiban moral saja, misalnya janji untuk ngobrol-ngobrol di kafe. Namun demikian, ada janji yang menimbulkan hubungan hukum yaitu dalam perjanjian pinjam-meminjam, ini yang menimbulkan perikatan sehingga para pihak dalam perikatan disebut Kreditur dan Debitur.

2. Perikatan yang Bersumber dari Undang-Undang
Perikatan jenis ini diatur Dalam Pasal 1352 dan Pasal 1353 KUHPerdata yaitu: (a) perikatan yang lahir dari Undang-undang semata-mata, misalnya perikatan untuk memberi nafkah dan (b) perikatan yang lahir dari Undangundang karena perbuatan manusia yang menurut hukum dan yang melawan hukum.
Undang-undang mengatur syarat-syarat sahnya membuat perjanjian, hal itu diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata:
a. Adanya kesepakatan antara mereka yang mengikatkan diri.
b. Adanya kecakapan untuk membuat perikatan, mereka harus sudah dewasa umur 21 tahun dan sehat, namun meskipun belum dewasa tetapi sudah nikah dianggap dewasa
c. Adanya sesuatu hal tertentu yang diperjanjikan yang disebut obyek perjanjian
d. Adanya sesuatu sebab yang diperbolehkan oleh Undang-undang (sesuatu yang halal).

Dalam hukum perjanjian dikenal dua macam Perjanjian:
a. Perjanjian bernama (nominat) adalah perjanjian yang diatur atau dikenal dalam KUHPerdata atau KUHD. Baik pengertiannya maupun syarat-syaratnya dan tatacaranya sudah diatur dalam kedua peraturan tersebut. Contohnya antara lain: perjanjian jual-beli, sewa menyewa, tukar-menukar dan pinjam-meminjam.
b. Perjanjian tidak bernama (innominaat) adalah perjanjian yang tidak diatur dalam KUHPerdata tetapi perjanjian itu tumbuh dan hidup serta dikenal dalam masyarakat, misalnya perjanjian leasing atau sewaguna usaha dan perjanjian waralaba.

Sebenarnya perjanjian apakah bernama atau tidak bernama, dalam arti terutama apakah ia diatur dalam undang-undang atau tidak dan bukan karena ia mempunyai nama tertentu.
a. Leasing
Pengaturan leasing di Indonesia berpegang pada definisi yang termaktub dalam Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No.KEP-122/MK/IV/2/1974, No.32/M/SK/2/1974, No.30/Kpb/I/1974 tanggal 7 Februari 1974 tentang Perizinan Usaha Leasing tersebut. Berdasarkan peraturan dasar mengenai kegiatan usaha leasing, dapat dikemukakan bahwa yang dimaksudkan dengan leasing adalah:
“Setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk suatu jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih (optie) bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa yang telah disepakati bersama”.
Sedangkan definisi umum mengenai leasing adalah perjanjian antara Lessor dan Lessee untuk menyewa suatu jenis barang modal tertentu yang diperoduksi/dijual oleh pabrikan/supplier dan ditentukan/dipilih oleh Lessee. Hak pemilikan barang modal berada pada Lessor sedangkan Lessee berhak memakai/menggunakan barang modal tersebut berdasarkan uang sewa yang telah ditentukan dalam jangka waktu tertentu.
Hak opsi ini bersyarat dan baru menjadi efektif setelah Lessee memenuhi semua kewajiban kepada Lessor sehubungan dengan perjanjian leasing. Lessor berkepentingan, bahwa pada saat adanya peristiwa cidera janji oleh Lessee, Lessor dapat menarik kembali atau memutuskan perjanjian leasing danmengambil disposisi lain tentang barang leasing tanpa hak dari Lessee sehubungan dengan pembelian tersebut atas nilai sisa yang telah disepakati.
Di lain pihak ada suatu aspek yang belum lazim di Indonesia, sudah menjadi kebiasaan bahwa Lessor mensyaratkan jaminan-jaminan tertentu sehubungan dengan kewajiban pembayaran-pembayaran Lessee berdasarkan perjanjian leasing. Para Lessee di Indonesia belum lazim meminta jaminan atas kewajiban Lessor. Tidak ada jaminan bagi Lessee yang telah memenuhi seluruh kewajibannya berdasarkan perjanjian leasing bahwa pada akhir jangka waktu leasing, Lessor bersedia mengalihkan miliknya kepada Lessee berdasarkan opsi pembelian. Pembelian dan pengalihan hak atas barang leasing tidak terjadi secara otomatis, tetapi memerlukan perbuatan hukum tambahan, yaitu jual beli (dan penyerahan). Ada pemikiran-pemikiran tertentu untuk memberikan hak jaminan atas barang leasing kepada Lessee.

b. Franchise/ Waralaba.
Istilah Franchise juga disebut Waralaba adalah cara kerja sama di bidang bisnis antara dua atau lebih perusahaan di mana satu pihak akan bertindak sebagai Franshisor dan pihak yang lain sebagai Franchisee. Dalam perjanjian franchise diatur bahwa pihak franchisor sebagai pemilik suatu merek yang terkenal, memberikan hak kepada franchisee untuk melakukan kegiatan bisnis dari/atas suatu produk barang atau jasa berdasarkan dan sesuai dengan rencana dari waktu ke waktu, baik atas dasar hubungan yang eksklusif ataupun non-eksklusif, dan sebaiknya suatu imbalan tertentu akan dibayarkan kepada franchisor sehubungan dengan hal tersebut.
Waralaba menurut Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan R I No.259/MPP/kep/7/1997 tanggal 30 Juli 1997 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba, yaitu Waralaba adalah perikatan di mana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki oleh pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyartkan dan/atau digunakan oleh pihak lain atau yang ditetapkan dalam rangka menyediakan dan atau penjualan barang dan jasa.
Pengertian Waralaba menurut PP RI No. 42 Tahun 2007 tentang waralaba, (Revisi atas PP No.16 Tahun 1997 tentang ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba) waralaba adalah hak khususyang dimiliki oleh orang perorangan atau badan usaha terhadap sistem dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti hasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba.
Definisi waralaba secara umum dapat diartikan sebagai pengaturan bisnis yang memiliki perusahaan (Pewaralaba atau franchisor) member/menjual hak kepada pihak pembeli atau penerima hak (Terwaralaba atau franchisee) untuk menjual produk dan atau jasa perusahaan pewaralaba tersebut dengan peraturan dan syarat-syarat lain yang telah ditentukan oleh pewaralaba.
Definisi waralaba lainnya adalah Suatu strategi sistem, format bisnis, dan pemasaran yang bertujuan untuk mengembangkan jaringan usaha untuk mengemas suatu produk atau jasa. Waralaba juga dapat pula diartikan sebagai suatu usaha yang bertujuan untuk memenuhi keinginan atau kebutuhan konsumen yang lebih luas. Jenis/ Bentuk Franchise
1. Product Franchise
Adalah bentuk waralaba, di mana penerima waralaba hanya bertindak mendistribusikan produk dari partnernya dengan pembatasan area.
2. Processing or Manufacturing Franchise
Adalah memberikan hak pada suatu badan usaha untuk membuat suatu produk dan menjualnya pada masyarakat, dengan menggunakan merek dagang dan merek franchise. Jenis franchise ini sering ditemukan dalam industri makanan dan minuman. Contoh: PT. Ramako Gerbangmas membeli produk Master franchise yang mengelola Mc Donald’s di Indonesia yang hanya membeli know how pada PT Ramako Gerbangmas tersebut untuk menjalankan waralaba McDonald’s.
3. Bussiness Format atau System Franchise
Franchisor memiliki cara yang unik dalam menyajikan produk dalam satu paket seperti yang dilakukan oleh Mc Donald’s dengan membuat variasi produknya dalam bentuk paket.  
4. Group Trading Franchise 
Bentuk franchise yang menunjuk pada pemberian hak mengelola tokotoko grosir maupun pengecer yang dilakukan toko serba ada.

Franchising juga merupakan strategi perluasan dari suatu usaha yang telah berhasil dan ingin bermitra dengan pihak ketiga yang serasi, yang ingin berusaha, dan memiliki usaha sendiri. Sistem franchise ini mempunyai keunggulan dan juga kerugian-kerugian.
1. Keunggulan system franchise bagi franchisee adalah;
a. Pihak franchisor memiliki akses pada pemodalan dan berbagi biaya dengan franchisee dengan risiko yang relatif lebih rendah.
b. Pihak franchisee mendapat kesempatan untuk memasuki sebuah bisnis dengan cara cepat dan biaya lebih rendah dengan produk atau jasa yang telah teruji dan terbukti kredibilitas mereknya.
c. Lebih dari itu, franchisee secara berkala menerima bantuan manajerial dalam hal pemilihan lokasi bisnis, desain fasilitas, prosedur operasi, pembelian, dan pemasaran.
2. Kerugian system franchise bagi franchisee adalah:
a. Sistem franchise tidak memberikan kebebasan penuh kepada franchisee-nya, franchisee terikat perjanjian dan harus mengikuti sistem dan metode yang telah dibuat franchisor.
b. Sistem franchise bukan jaminan akan keberhasilan, menggunakan merek terkenal belum tentu akan sukses bila tidak diimbangi dengan kecermatan dan kehati-hatian, franchisee dalam memilih usaha, dan mempunyai komitmen dan harus bekerja keras dan tekun.
c. Franchise harus bisa bekerja sama dan berkomunikasi dengan baik dalam hubungannya dengan franchisor.
d. Tidak semua janji Franchisor diterima oleh franchisee.
e. Masih adanya ketidakamanan dalam suatu franchise, karena franchisor dapat memutuskan atau tidak memperbaharui perjanjian.

R A N G K U M A N
Hukum Perdata mengatur hubungan antara subyek hukum yang satu dengan subyek hukum yang lain dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhannya, sesuai dengan kemauan sendiri.
Dalam hubungannya dengan subyek hukum lain, maka yang menjadi obyek hukumnya adalah bidang hukum kebendaan yaitu harta kekayaan yang terdiri dari hukum kebendaan dan hukum perikatan.
Hukum perikatan adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih di mana pihak yang satu menyerahkan sesuatu kepada pihak lain, pihak yang lain tersebut berhak atas suatu prestasi tersebut. Sedang prestasi itu sendiri adalah merupakan sesuatu/ pokok yang diperjanjikan, siapa yang tidak memenuhi prestasi dapat dituntut mengganti kerugian.
Prestasi mana menjadi kewajiban pihak terakhir terhadap pihak pertama. Jadi perikatan yang diuraikan tersebut bersumber dari perjanjian/persetujuan pada umumnya yaitu perbuatan hukum antara dua orang atau lebih yang saling mengikatkan diri satu dengan yang lain. Di sini yang dimaksud perbuatan hukum adalah perbuatan hukum di bidang Hukum Perdata, bukan hukum tata negara atau lainnya. Perikatan juga dapat bersumber dari Undang-undang sebagaimana disebut dalam Pasal 1365 KUHPerdata. Perjanjian adalah berasaskan konsensualisme, pacta sun servanda dan kebebasan berkontrak maksudnya setiap orang dapat membuat perjanjian asal saja tidak bertentangan undang-undang, kebiasaan dan ketertiban umum. Perjanjian yang bernama yaitu perjanjian yang ada namanya atau diatur dalam kodifikasi hukum Indonesia dalam hal ini kodifikasi KUHPerdata dan KUHD misalnya perjanjian jual beli, pinjam meminjam, dan perjanjian sewa menyewa. Perjanjian tidak bernama, yaitu yang tidak dikenal dalam hukum yang diatur dalam kodifikasi KUHPerdata di Indonesia yang antara lain adalah `perjanjian leasing yaitu perjanjian sewa guna usaha dan perjanjian Franchise. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar