Minggu, 01 September 2019

Hukum Agraria. Modul 3 UT


MODUL 3
Pendaftaran Tanah di Indonesia
Tanah merupakan benda yang mempunyai arti sangat penting bagi kehidupan manusia. Tanah air, tanah tumpah darah, merupakan istilah-istilah yang menggambarkan bahwa tanah sangat penting artinya dalam kehidupan masyarakat indonesia, arti penting tanah dapat diliat dari beberapa sudut :
1.      Sudut sosiologi, memepunyai arti sangat besar karna sebagai tempat berpijak dan berjalan (beraktifitas).
2.      Dari sudut magis-religius, tanah memepunyai arti penting karena manusia sebagai makhluk Tuhan.
3.      Dari sudut ekonomi,  tanah mempunyai arti sangat besar karena tanah merupakan tempat dilakukan berbagai kegiatan ekonomi masyarakat.
Pendaftaran tanah, menempati posisi penting dalam sistem administrasi pertanahan di Indonesia, hal ini dapat diliat dari diaturnya ketentuan tentang pendaftaran tanah dalam satu pasal khusus di UUPA. Pasal 19 UUPA menyebutkan “untuk menjamin kepastian Hukum dari hak-hak atas tanah Undang-undang Pokok Agraria mengharuskan pemerintah untuk mengadakan pendaftaran tanah  diseluruh wilayah Republik Indonesia”
Demikian pentingnya pendaftaran tanah di Indonesia, sehingga pemerintah mengeluarkan Peraturan Pendaftaran Tanah tidak lama setelah UUPA diundangkan, yaitu melalui PP No 10 tahun 1961, pada tanggal 23 Maret 1961.
Pada perkembangannya PP N0 10 tahun 1961 dipandang tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman, sehingga Pemerintah mengeluarkan PP No 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah pada tanggal 8 Juli 1997, yang mulai berlaku 8 Oktober 1997

  

KEGIATAN BELAJAR 1
Pendaftran Tanah di Indonesia :
Pengertian, Sistem, Asas, dan Tujuan
A.      PENDAFTARAN TANAH PADA UMUMNYA

Secara ekonomis pendaftaran tanah mempunyai arti penting bagi kepastian pemilik tanah, harga jual tanah, dan kepastian jual beli, dari segi hukum, pendaftaran tanah mempunyai arti bagi kepastian hak atas tanah, sedangkan secara administratif pendaftaran tanah (baik pendaftaran untuk pertama kali, maupun pendaftaran lanjutan) bermamfaat sebagai upaya penertiban demi tercapainya tertib manajemen pertanahan.
Dalam pasal 19 ayat (2) UUPA ditentukan bahwa pendaftaran tanah itu harus meliputi dua hal yaitu :
a.       Pengukuran dan pemetaan tanah serta penyelenggaraan tata usahanya;
b.      Pendaftaran hak serta peralihannya dan pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat

B.       BADAN PENYELENGGARA PENDAFTARAN TANAH

Menurut pasal 1 PP nomor 10 Tahun 1961 tugas penyelenggaraaan pendaftaran tanah dilakukan oleh Jawatan Pendaftaran Tanah, sebelum ada PP No 10 tahun 1961 penyelenggaraan pendaftaran tanah dilakukan oleh suatu lembaga yang dikenal dengan sebutan kadaster, sampai dengan tahun 1947 tugas kadaster hanya menyangkut pengukuran dan pemetaan serta penyelenggaraan tata usaha dari hak-hak yang telah diukur dan dipeta sejak tahun 1947, pendaftaran tanah serta peralihannya yang semula diatur “Overschrijvingsordonnantie” (S.1834 No.27) menjadi tugas Jawatan Pendaftaran Tanah juga.

C.      PENGERTIAN PENDAFTARAN TANAH

Pendaftaran tanah secara  bahasa (lughot, etimologis) berasal dari kata daftar dan kata tanah; Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah pendaftaran bearti : Pencatan nama, alamat dan sebagainya dalam sebua daftar
Dari segi istilah Pendaftaran tanah berasal dari istilah asing (land kadaster, Bahasa Belanda) dan Land Registry (Bahasa Inggris)
Boedi Harsono mengartikan sbb :
suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah/ Negara secara terus menerus dan teratus; berupa pengumpulan keterangan atau data tertentu mengenai tanah-tanah tertentu yang ada diwilayah tertentu, pengolahan, penyimpanan, dan penyajiannya bagi kepentingan rakyat, dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan, termasuk penerbitan tanda buktinya dan pemeliharaannya”.
Sedangkan menurut Pasal 1 PP No 24 tahun 1997 yang dimaksud dengan Pendaftaran Tanah adalah :
“Rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus-menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan gambar, mengenai bidang-bidang tanah  dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberan sertifikat sebagai surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya”

D.      TUJUAN PENDAFTARAN TANAH

Dalam UUPA pasal 19 dijelaskan bahwa Tujuan pendaftaran tanah adalah untuk menjamin kepastian Hukum, sedangkan didalam penjelasan umum PP Nomor 10 tahun 1961 disebutkan bahwa tujuan pendaftaran tanah adalah untuk menjamin kepastian hukum hak-hak atas tanah.
Dalam PP No 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah lebih tegas lagi disebutkan bahwa pendaftaran tanah bertujuan :
1.      Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun, dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan;
2.      Untuk menyediakan imformasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah untuk dapat memeperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun yang sudah terdaftar;
3.      Untuk terselnggaranya tertib administrasi pertanahan

E.       SISTEM PUBLIKASI PENDAFTARAN TANAH

Sistem Publikasi Pendaftaran tanah meliputi sebagai berikut :
1.         Sistem Positif
Sistem ini misalnya dianut Jerman dan Swiss, menurut sistem posistif sertifikat merupakan tanda bukti hak atas tanah ayng mutlak dan merupakan satu-satunya tanda bukti hak atas tanah.
Sistem positif menjamin dengan sempurna nama yang terdaftar dalam buku tanah, ia tidak dapat dibantah, kendati bukan pemilik yang berhak, sistem ini memberikan kepercayaan yang mutlak pada buku tanah. Pejabat-pejabat pendaftaran tanah (balik nama) memainkan peranan aktif.
Kebaikan Sistem Positif
a.       Kepastian dari buku tanah.
b.      Peran aktif dari pejabat pendaftaran Tanah dan hak-hak atas Tanah.
c.       Mekanisme kerja dalam penerbitan sertifikat tanah mudah dimengerti oleh orang awam.
Kelemahan :
a.       Peran aktif dari pejabat pendaftaran Tanah dan hak-hak atas tanah (balik nama) memerlukan waktu yang lama.
b.      Pemilik tanah yang sebenarnya berhak akan kehilangan haknya karena kepastian dari buku tanah.
c.       Wewenang pengadilan diletakkan dalam wewenang administratif.
2.         Sistem Negatif
Segala apa yang tercantum dalam Sertifikat tanah dianggap benar sampai dapat dibuktikan suatu keadaan sebaliknya (tidak benar) dimuka Hakim Persidangan. Asas memo Plus Yuris yaitu melindungi pemegang hak atas tanah yang sebenarnya dari tindakan orang lain yang mengalihkan hak tampa diketahui oleh pemegang hak yang sebenarnya.
Kebaikannya : adanya perlindungan bagi pemegang hak yang sebenarnya.
Kelemahannya :
a.       Peran pasif pejabat pendaftaran Tanah dan pejabat balik nama sehingga menyebabkan tumpang tindihnya sertifikat.
b.      Mekanisme kerja (proses) penerbitan sering kali kurang dimengerti orang awam.
3.         Sistem Torrens
Sistem ini pertama kali diperkenalkan oleh Sir Robert Torrens, seorang pejabat di Australia selatan, sistem ini mulai berlaku 1 juli 7858 dengan nama “The Real Property Act” atau “Torren Act”, sistem ini dipakai di kepulauan Fiji, Canada, Negara bagian  Lowa Amerika serikat, Jamaika, Trinidad, Brazil, Aljazair, Tunisia, Conggo, Spanyol, Denmark, Norwegia, dan Malaysia, tentunya setelah dilakukan penyesuain dengan sistem hukumnya;
Menurut penciptanya sistem ini mempunya kelebihan dibandingkan dengan sistem Negatif, yakni :
a.       Lebih menjamin kepastian Hukum.
b.      Lebih menghemat waktu dan biaya.
c.       Lebih singkat dan jelas.
d.      Lebih sederhana sehingga setiap orang dapat mengurus sendiri.
e.       Menghalangi usaha penipuan.
f.       Hak-hak milik atas tanah dapat meningkat harganya karena ada kepastian hukum.
g.      Sejumlah prosedur sudah dikurangi
Sistem publikasi pendaftaran tanah yang dianut oleh UUPA, sebagaimana diatur dalam pasal 19 ayat 2 huruf c adalah Sistem Negatif terlihat dari kata-kata “......berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat” demikian pula dalam penjelasan Umum PP No 10 Tahun 1961 yang menyebutkan bahwa :
“Pembukuan sesuatu hak dalam daftar buku tanah atas nama seseorang tidak mengakibatkan, bahwa orang yang sebenarnya berhak atas tanah itu akan kehilangan haknya, orang tersebut masih dapat menggugat hak dari orang yang terdaftar dalam buku tanah sebagai orang yang berhak. Jadi cara pendaftaran hak yang diatur dalam peraturan pemerintah ini tidaklah positif, tetapi negatif”
F.       SISTEM PENDAFTARAN TANAH
Disamping sistim publikasi pendaftaran tanah, dalam kepustakaan dikenal pula sistem pendaftaran tanah, dalam arti cara pendaftarannya, yang dibedakan dalam pendaftaran tanah yang dilakukan terhadap haknya (registration of titles) dan pendaftaran terhadap akta (registration of deeds)
Dalam sistem pendaftaran akta, akta-akta itulah yang didaftarkan oleh pejabat Pendaftaran Tanah. Dalam sistem akta Pejabat Pendaftaran tanah bersifat pasif, ia tidak menguji kebenaran akta, tiap kali terjadi perubahan wajib dibuatkan akta, sebagai bukti haknya.
G.      ASAS-ASAS PENDAFTARAN TANAH.
Di Indonesia asas-asas pendaftaran tanah diatur dalam PP No. 24 Tahun 1997 yang terdiri dari asas :
1.      Sederhana,
2.      Aman,
3.      Terjangkau,
4.      Mutakhir,
5.      Terbuka
H.      PENDAFTARAN TANAH SEBELUM DIBERLAKUKAN UUPA
1.      PERIODE BERLAKUNYA Overschrijvings Ordonnantie (Stbl. 1834 :27), hingga 17 Agustus 1945.
2.      Periode 17 Agustus 1945 hingga 24 September 1960
Rangkuman
Pendaftaran tanah menempati posisi yang penting dalam sistem Administrasi pertanahan di Indonesia. Hal ini dapat diliat dari diaturnya ketentuan tentang pendaftaran tanah dalam satu pasal khusus di UUPA. Pasal 19 UUPA menyebutkan bahwa “unruk menjamin kepastian hukum dari hak-hak atas tanah, UUPA mengharuskan pemerintah untuk mengadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia”
Demikian pentingnya pendaftaran tanah di Indonesia, sehingga pemerintah mengeluarkan PP Pendaftaran tanah tidak lama setelah UUPA diundangkan, yaitu melalui PP Nomor 10 tahun 1961, pada tanggal 23 Maret 1961. Pada perkembangannya kemudian PP Nomor 10 tahun 1961 dipandang tidak lagi sesuai dengan dengan perkembangan zaman, maka Pemerintah mengeluarkan PP No 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah pada tanggal 8 Juli 1997, yang mulai berlaku pada tanggal 8 Oktober 1997.
Yang dimaksud pendaftaran tanah adalah : rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratus, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan gambar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun, termasuk pemberian sertifikat sebagi surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.
Dalam UUPA pasal 19 dijelaskan bahwa tujuan pendaftaran tanah adalah untuk menjamin kepastian hukum. Sedangkan didalam PP Nomor 10 tahun 1961 Tentang pendaftaran tanah, tujuan pendaftaran tanah disebutkan dalam penjelasan umumnya yaitu untuk menjamin kepastian hukum dari hak-hak atas tanah.
PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran  Tanah lebih tegas lagi menyebutkan bahwa pendaftaran tanah bertujuan :
a.       Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah sususn dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan;
b.      Untuk menyediakan imformasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar
c.       Untuk penyelenggaraan tertib administrasi pertanahan.
Lembaga pendaftarn tanah baru pertama kali dikenal dalam sejarah admninistrasi pertanahan Indonesia sejak diterbitkan PP Nomor 10 Tahun 1961 tentang pendaftaran Tanah. Peraturan Pemerintah ini merupakan realisasi dari pasal 19 UUPA yang menyebutkan bahwa “untuk menjamin kepastian hukum dari hak-hak atas tanah, UUPA mengharuskan pemerintah untuk mengadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia”
Dalam UUPA Pasal 19 dijelaskan bahwa tujuan pendaftaran tanah adalah untuk menjamin kepastian hukum. Sedangkan didal PP Nomor 10 tahun 1961 Tentang Pendaftaran Tanah, tujuan pendaftaran tanah disebutkan dalam penjelasan umumnya yaitu  untuk menjamin kepastian hukum dari hak-hak atas tanah
PP Nomor 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah lebih tegas lagi menyebutkan bahwa pendaftaran tanah bertujuan :
a.       Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun, dan hak-hak lain yang redaftar, agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan.
b.      Untuk menyediakan imformasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar.
c.       Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan
Menurut pasal 19 ayat 2 huruf c, sistem yang dianut oleh UUPA adalah Sistem Negatif terlihat dari kata-kata “....berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat”. Demikian pula  dalam penjelasan Umum PP Nomor 10 tahun 1961, yang menyebutkan bahwa pembukuan sesuatu hak dalam daftar buku tanah atas nama seseorang tidak mengakibatkan, bahwa orang yang sebenarnya berhak atas tanah itu akan kehilangan haknya, orang  tersebut masih dapat menggugat hak dari orang yang terdaftar dalam buku tanah sebagai orang yang berhak.

  

KEGIATAN BELAJAR 2
PENDAFTARAN TANAH MENURUT SISTEM UUPA
Setelah berlakunya UUPA maka sistem dan prosedur pendaftran tanah di Indonesia dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam UUPA. Pasal-pasal yang berhubungan dengan pendaftaran tanah adalah pasal 19,23,32 dan 38 UUPA.
A.      PENDAFTARAN TANAH BERDASARKAN PP NOMOR 10 TAHUN 1961

Menurut A.P. Parlindungan, dengan ditetapkannya PP Nomor 10 Tahun 1961, bearti bangsa Indonesia memasuki sejarah baru dalam hukum Agraria, karena baru pertama kali sepanjang sejarah memiliki peraturan pendaftaran tanah  tersendiri. Tanggal 23 Maret 1961 diundangkan  PP Nomor 10  Tahun 1961 dengan mencabut segala peraturan terdahulu sehingga PP ini menjadi satu-satunya ketentuan pendaftaran tanah, disusul dengan peraturan menteri  Agraria Nomor 7 Tahun 1961 Tentang Penyelenggaraan  Tata Usaha Pendaftaran Tanah dan Peraturan Menteri Agraria Nomor 8 tahun 1961 tentang Tanda-tanda batas hak.
Dalam pasal 11 PP Nomor 10 Tahun 1961 pelaksanaan pendaftaran tanah meliputi kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali (maintenance), melalui pendaftaran tanah secara sistematik dan sporadik.
1.      Pendaftaran tanah secara Sistemati adalah kegiatan pendaftaran tanah yang pertama kali dilakukan secara serentak yang meliputi semua objek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah dan bagian wilayah suatu desa/ kelurahan. Diselenggarakan atas prakarsa pemerintah berdasarkansuatu rencana kerja jangka panjang dan tahunan serta dilaksanakan diwilayah-wilayah yang ditetapkan oleh Menteri Negara Agraria/ Kepala BPN.
2.      Pendaftaran tanah secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa objek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagain wilayah suatu desa/ kelurahan secara individu atau massal. Pendaftaran tanah secara sporadik dilakukan atas permintaan pihak yang berkepentingan, yaitu pihak yang berhak atas objek pendaftaran tanah yang bersangkutan atas kuasanya.
PP nomor 10 Tahun 1961 juga mengatur hal-hal sebagai berikut :
1.      Penyelenggara Pendaftaran.
2.      Satua Wilayah Pendaftaran.
3.      Kegiatan atau langkah-langkah pendaftaran tanah.
4.      Buku-buku Tanah (Daftar Umum0
5.      Pelaksanaan Pendaftaran Tanah.
6.      Sistem Pendaftaran Tanah.
7.      Sistem Publikasi
8.      Biaya Pendaftaran Tanah
B.       PENDAFTARAN TANAH BERDASARKAN PP NOMOR 24 TAHUN 1997

PP No 24 tahun 1997 diundangkan pada tanggal 8 Oktober 1997, PP ini merupakan pengganti PP Nomor 10 Tahun 1961
Beberapa hal yang berkaitan dengan Pendaftaran Tanah berdasarkan PP Nomor 24 tahun 1997 sebagai berikut :
1.      Asas dan tujuan Pendaftaran Tanah, pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan asas sederhana, aman, terjangkau, mutakhir dan terbuka, dengan tujuan :
a.       Untuk memberikan kepastian hukum.
b.      Untuk menyediakan imformasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum.
PPAT mempunyai kewajiban sebelum mebuat AKTA.
1)      Peta Pendaftaran Tanah.
2)      Daftar tanah yang memuat identitas bidang tanah dengan suatu sistem penomoran.
3)      Surat ukur adalah dokumen yang memuat data fifik suatu bidang Tanah dalam bentuk peta dan uraian, yang diambil datanya dari peta pendaftaran.
4)      Daftar tanah adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat keterangan keterangan mengenai penguasaan tanah dengan suatu hak atas tanah.
c.       Untuk terlaksananya tertib administrasi
2.      Penyelenggara dan pelaksana Pendaftaran Tanah
Penyelenggara Pendaftaran tanah adalah pemerintah, dalam hal ini BPN, yang dilakukan oleh Kantor Pandaftaran Tanah (Pasal 5) dengan dibantu PPAT dan pejabat lain (Pasal 6).
3.      Objek Pendaftaran Tanah.
Meliputi :
a.       Bidang – bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, dan hak pakai.
b.      Tanah hak pengelolaan,
c.       Tanah wakaf,
d.      Hak milik atas satuan rumah susun,
e.       Hak tanggungan
f.       Tanah Negara (pasal 9 ayat (1) PP Nomor 24 tahun 1997).
4.      Satuan wilayah Tata Usaha Pendaftaran.
5.      Pelaksanaan Pendaftaran Tanah meliputi :
a.       Kegiatan pendaftaran tanah untuk yang pertama kalinya.
b.      Pemeliharaan data pendaftaran tanah.
c.       Kegiatan atau langka-langka pendaftaran tanah
6.      Panitia Ajudikasi
Panitia Ajudikasi merupakan lembaga hukum baru yang ditemukan dalam PP Nomor 24 tahun 1997, Panitia Ajudi hampir mirip dengan panitia tanah seperti yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 3 ayat (3) PP Nomor 10 Tahun 1961 namun dengan kewenangan yang lebih diperluas dan semakin besar.
Panitia Ajudi terdiri dari seorang ketua merangkap anggota yang dijabat oleh seorang Pegawai BPN dan 3 atau 4 orang anggota, yaitu :
a.       Seorang Pegawai BPN yang mempunyai kemampuan dan pengetahuan dibidang pertanahan.
b.      Seorang pegawai BPN yang mempunyai kemampuan pengetahuan dibidang hak-hak atas tanah.
c.       Kepala Desa/ Kelurahan.
d.      Seorang Pamong Desa/ Kelurahan.
e.       Keanggotaan dapat ditambah dengan seorang anggota yang diperlukan dalam penilaian kepastian data yuridis mengenai bidang-bidang tanah diwilayah desa/ kelurahan yang bersangkutan.
7.      Biaya pendaftaran Tanah
Biaya pendaftaran tanah diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala BPN Nomor 2 tahun 1192 tentang biaya pendaftaran tanah.
8.      Pemeliharaan Data Pendaftaran Tanah, diatur dalam pasal 37
a.       Pemeliharaan data karena pemindahan hak yang tidak melalui lelang
Hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
b.      Pemeliharaan data karena pemindahan hak melalui lelang, diatur dalam pasal 41 ketentuan lebih lanjut dalam pasal 107 sampai 110 Peraturan Menteri agraria Nomor 3 tahun 1997. Peralihan hak dengan lelang hanya dapat di daftarkan jika dibuktikan dengan kutipan risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat lelang, baik dalam lelang eksekusi maupun lelang sukarela.
Lelang eksekusi harus dilaksanakan oleh Kantor Lelang Negara, berdasarkan Vendu reglement (S.1908-189 jo 1940-56). Lelang Sukarela dapat dilaksanakan oleh Kantor Lelang Negara atau Balai Lelang Swasta menurut ketentuan Keputusan Menteri Keuangan tanggal 25 Januari 1996 Nomor 47/ KMK.01/1996 tentang balai lelang.
Untuk  Keperluan pendaftaran peralihan hak yang diperoleh melalui lelang  disampaikan oleh Kepala kantor Lelang kepada Kepala Kantor Pertanahan.
1)      Kutipan risalah lelang yang bersangkutan;
2)      Sertifikat Hak milik;
3)      Bukti Identitas Pembeli Lelang;
4)      Bukti Pelunasan Harga Pembelian;
5)      Bukti pelunasan pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan bangunan, sebagai mana dimaksud oleh Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997, dalam hal bea tersebut terhutang;
6)      Bukti pelunasan pembayaran PPH sebagaimana diamksud dalam PP Nomor 48 Tahun 1994 jo Nomor 27 tahun 1996, dalam hal pajak tersebut terhutang
c.       Pemeliharaan data disebabkan peralihan hak karena pewarisan
d.      Pemeliharan data disebabkan peralihan hak karena penggabungan atau peleburan perseroan atau koperasi
e.       Pemeliharaan data karena pembebanan hak
f.       Pemeliharaan data karena perpanjangan jangka waktu hak atas tanah
g.      Pemeliharaan data karena pembagian hak bersama

Tidak ada komentar:

Posting Komentar