MODUL 3
Pendaftaran Tanah di Indonesia
Tanah
merupakan benda yang mempunyai arti sangat penting bagi kehidupan manusia.
Tanah air, tanah tumpah darah, merupakan istilah-istilah yang menggambarkan
bahwa tanah sangat penting artinya dalam kehidupan masyarakat indonesia, arti
penting tanah dapat diliat dari beberapa sudut :
1. Sudut
sosiologi, memepunyai arti sangat besar karna sebagai tempat berpijak dan
berjalan (beraktifitas).
2. Dari
sudut magis-religius, tanah memepunyai arti penting karena manusia sebagai
makhluk Tuhan.
3. Dari
sudut ekonomi, tanah mempunyai arti
sangat besar karena tanah merupakan tempat dilakukan berbagai kegiatan ekonomi
masyarakat.
Pendaftaran
tanah, menempati posisi penting dalam sistem administrasi pertanahan di
Indonesia, hal ini dapat diliat dari diaturnya ketentuan tentang pendaftaran
tanah dalam satu pasal khusus di UUPA. Pasal 19 UUPA menyebutkan “untuk
menjamin kepastian Hukum dari hak-hak atas tanah Undang-undang Pokok Agraria
mengharuskan pemerintah untuk mengadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia”
Demikian
pentingnya pendaftaran tanah di Indonesia, sehingga pemerintah mengeluarkan
Peraturan Pendaftaran Tanah tidak lama setelah UUPA diundangkan, yaitu melalui
PP No 10 tahun 1961, pada tanggal 23 Maret 1961.
Pada
perkembangannya PP N0 10 tahun 1961 dipandang tidak sesuai lagi dengan
perkembangan zaman, sehingga Pemerintah mengeluarkan PP No 24 Tahun 1997
Tentang Pendaftaran Tanah pada tanggal 8 Juli 1997, yang mulai berlaku 8
Oktober 1997
KEGIATAN BELAJAR 1
Pendaftran Tanah di Indonesia :
Pengertian, Sistem, Asas, dan Tujuan
A. PENDAFTARAN TANAH PADA
UMUMNYA
Secara ekonomis
pendaftaran tanah mempunyai arti penting bagi kepastian pemilik tanah, harga
jual tanah, dan kepastian jual beli, dari segi hukum, pendaftaran tanah
mempunyai arti bagi kepastian hak atas tanah, sedangkan secara administratif
pendaftaran tanah (baik pendaftaran untuk pertama kali, maupun pendaftaran
lanjutan) bermamfaat sebagai upaya penertiban demi tercapainya tertib manajemen
pertanahan.
Dalam pasal 19
ayat (2) UUPA ditentukan bahwa pendaftaran tanah itu harus meliputi dua hal
yaitu :
a. Pengukuran
dan pemetaan tanah serta penyelenggaraan tata usahanya;
b. Pendaftaran
hak serta peralihannya dan pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku
sebagai alat pembuktian yang kuat
B.
BADAN
PENYELENGGARA PENDAFTARAN TANAH
Menurut pasal 1
PP nomor 10 Tahun 1961 tugas penyelenggaraaan pendaftaran tanah dilakukan oleh
Jawatan Pendaftaran Tanah, sebelum ada PP No 10 tahun 1961 penyelenggaraan
pendaftaran tanah dilakukan oleh suatu lembaga yang dikenal dengan sebutan
kadaster, sampai dengan tahun 1947 tugas kadaster hanya menyangkut pengukuran
dan pemetaan serta penyelenggaraan tata usaha dari hak-hak yang telah diukur
dan dipeta sejak tahun 1947, pendaftaran tanah serta peralihannya yang semula
diatur “Overschrijvingsordonnantie” (S.1834 No.27) menjadi tugas Jawatan
Pendaftaran Tanah juga.
C.
PENGERTIAN
PENDAFTARAN TANAH
Pendaftaran
tanah secara bahasa (lughot, etimologis)
berasal dari kata daftar dan kata tanah; Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
istilah pendaftaran bearti : Pencatan nama, alamat dan sebagainya dalam sebua
daftar
Dari segi
istilah Pendaftaran tanah berasal dari istilah asing (land kadaster, Bahasa
Belanda) dan Land Registry (Bahasa Inggris)
Boedi Harsono mengartikan sbb :
“suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah/ Negara secara
terus menerus dan teratus; berupa pengumpulan keterangan atau data tertentu
mengenai tanah-tanah tertentu yang ada diwilayah tertentu, pengolahan,
penyimpanan, dan penyajiannya bagi kepentingan rakyat, dalam rangka memberikan
jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan, termasuk penerbitan tanda buktinya
dan pemeliharaannya”.
Sedangkan
menurut Pasal 1 PP No 24 tahun 1997 yang dimaksud dengan Pendaftaran Tanah
adalah :
“Rangkaian
kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus-menerus, berkesinambungan
dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta
pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan gambar,
mengenai bidang-bidang tanah dan
satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberan sertifikat sebagai surat tanda
bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas
rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya”
D.
TUJUAN
PENDAFTARAN TANAH
Dalam UUPA pasal
19 dijelaskan bahwa Tujuan pendaftaran tanah adalah untuk menjamin kepastian
Hukum, sedangkan didalam penjelasan umum PP Nomor 10 tahun 1961 disebutkan
bahwa tujuan pendaftaran tanah adalah untuk menjamin kepastian hukum hak-hak
atas tanah.
Dalam PP No 24
Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah lebih tegas lagi disebutkan bahwa
pendaftaran tanah bertujuan :
1. Untuk
memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas
suatu bidang tanah, satuan rumah susun, dan hak-hak lain yang terdaftar agar
dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan;
2. Untuk
menyediakan imformasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah
agar dengan mudah untuk dapat memeperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan
perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun yang sudah
terdaftar;
3. Untuk
terselnggaranya tertib administrasi pertanahan
E.
SISTEM
PUBLIKASI PENDAFTARAN TANAH
Sistem
Publikasi Pendaftaran tanah meliputi sebagai berikut :
1.
Sistem
Positif
Sistem ini
misalnya dianut Jerman dan Swiss, menurut sistem posistif sertifikat merupakan
tanda bukti hak atas tanah ayng mutlak dan merupakan satu-satunya tanda bukti hak
atas tanah.
Sistem positif menjamin dengan
sempurna nama yang terdaftar dalam buku tanah, ia tidak dapat dibantah, kendati
bukan pemilik yang berhak, sistem ini memberikan kepercayaan yang mutlak pada
buku tanah. Pejabat-pejabat pendaftaran tanah (balik nama) memainkan peranan
aktif.
Kebaikan Sistem Positif
a. Kepastian
dari buku tanah.
b. Peran
aktif dari pejabat pendaftaran Tanah dan hak-hak atas Tanah.
c. Mekanisme
kerja dalam penerbitan sertifikat tanah mudah dimengerti oleh orang awam.
Kelemahan
:
a. Peran
aktif dari pejabat pendaftaran Tanah dan hak-hak atas tanah (balik nama)
memerlukan waktu yang lama.
b. Pemilik
tanah yang sebenarnya berhak akan kehilangan haknya karena kepastian dari buku
tanah.
c. Wewenang
pengadilan diletakkan dalam wewenang administratif.
2.
Sistem
Negatif
Segala apa yang
tercantum dalam Sertifikat tanah dianggap benar sampai dapat dibuktikan suatu
keadaan sebaliknya (tidak benar) dimuka Hakim Persidangan. Asas memo Plus Yuris
yaitu melindungi pemegang hak atas tanah yang sebenarnya dari tindakan orang
lain yang mengalihkan hak tampa diketahui oleh pemegang hak yang sebenarnya.
Kebaikannya :
adanya perlindungan bagi pemegang hak yang sebenarnya.
Kelemahannya :
a. Peran
pasif pejabat pendaftaran Tanah dan pejabat balik nama sehingga menyebabkan tumpang
tindihnya sertifikat.
b. Mekanisme
kerja (proses) penerbitan sering kali kurang dimengerti orang awam.
3.
Sistem
Torrens
Sistem ini
pertama kali diperkenalkan oleh Sir Robert Torrens, seorang pejabat di
Australia selatan, sistem ini mulai berlaku 1 juli 7858 dengan nama “The Real
Property Act” atau “Torren Act”, sistem ini dipakai di kepulauan Fiji, Canada,
Negara bagian Lowa Amerika serikat,
Jamaika, Trinidad, Brazil, Aljazair, Tunisia, Conggo, Spanyol, Denmark, Norwegia,
dan Malaysia, tentunya setelah dilakukan penyesuain dengan sistem hukumnya;
Menurut penciptanya sistem ini
mempunya kelebihan dibandingkan dengan sistem Negatif, yakni :
a. Lebih
menjamin kepastian Hukum.
b. Lebih
menghemat waktu dan biaya.
c. Lebih
singkat dan jelas.
d. Lebih
sederhana sehingga setiap orang dapat mengurus sendiri.
e. Menghalangi
usaha penipuan.
f. Hak-hak
milik atas tanah dapat meningkat harganya karena ada kepastian hukum.
g. Sejumlah
prosedur sudah dikurangi
Sistem publikasi pendaftaran tanah yang dianut oleh
UUPA, sebagaimana diatur dalam pasal 19 ayat 2 huruf c adalah Sistem Negatif
terlihat dari kata-kata “......berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat”
demikian pula dalam penjelasan Umum PP No 10 Tahun 1961 yang menyebutkan bahwa
:
“Pembukuan sesuatu hak
dalam daftar buku tanah atas nama seseorang tidak mengakibatkan, bahwa orang
yang sebenarnya berhak atas tanah itu akan kehilangan haknya, orang tersebut
masih dapat menggugat hak dari orang yang terdaftar dalam buku tanah sebagai
orang yang berhak. Jadi cara pendaftaran hak yang diatur dalam peraturan
pemerintah ini tidaklah positif, tetapi negatif”
F.
SISTEM
PENDAFTARAN TANAH
Disamping sistim
publikasi pendaftaran tanah, dalam kepustakaan dikenal pula sistem pendaftaran
tanah, dalam arti cara pendaftarannya, yang dibedakan dalam pendaftaran tanah
yang dilakukan terhadap haknya (registration of titles) dan pendaftaran
terhadap akta (registration of deeds)
Dalam sistem
pendaftaran akta, akta-akta itulah yang didaftarkan oleh pejabat Pendaftaran
Tanah. Dalam sistem akta Pejabat Pendaftaran tanah bersifat pasif, ia tidak
menguji kebenaran akta, tiap kali terjadi perubahan wajib dibuatkan akta,
sebagai bukti haknya.
G.
ASAS-ASAS
PENDAFTARAN TANAH.
Di Indonesia asas-asas pendaftaran tanah diatur
dalam PP No. 24 Tahun 1997 yang terdiri dari asas :
1. Sederhana,
2. Aman,
3. Terjangkau,
4. Mutakhir,
5. Terbuka
H.
PENDAFTARAN
TANAH SEBELUM DIBERLAKUKAN UUPA
1. PERIODE
BERLAKUNYA Overschrijvings Ordonnantie (Stbl. 1834 :27), hingga 17 Agustus
1945.
2. Periode
17 Agustus 1945 hingga 24 September 1960
Rangkuman
Pendaftaran tanah menempati posisi yang penting
dalam sistem Administrasi pertanahan di Indonesia. Hal ini dapat diliat dari
diaturnya ketentuan tentang pendaftaran tanah dalam satu pasal khusus di UUPA.
Pasal 19 UUPA menyebutkan bahwa “unruk menjamin kepastian hukum dari hak-hak
atas tanah, UUPA mengharuskan pemerintah untuk mengadakan pendaftaran tanah
diseluruh wilayah Republik Indonesia”
Demikian pentingnya pendaftaran tanah di Indonesia,
sehingga pemerintah mengeluarkan PP Pendaftaran tanah tidak lama setelah UUPA
diundangkan, yaitu melalui PP Nomor 10 tahun 1961, pada tanggal 23 Maret 1961.
Pada perkembangannya kemudian PP Nomor 10 tahun 1961 dipandang tidak lagi
sesuai dengan dengan perkembangan zaman, maka Pemerintah mengeluarkan PP No 24
tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah pada tanggal 8 Juli 1997, yang mulai
berlaku pada tanggal 8 Oktober 1997.
Yang dimaksud pendaftaran tanah adalah : rangkaian
kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan
dan teratus, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta
pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan gambar,
mengenai bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun, termasuk pemberian
sertifikat sebagi surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah
ada haknya dan hak milik atas rumah susun serta hak-hak tertentu yang
membebaninya.
Dalam UUPA pasal 19 dijelaskan bahwa tujuan
pendaftaran tanah adalah untuk menjamin kepastian hukum. Sedangkan didalam PP
Nomor 10 tahun 1961 Tentang pendaftaran tanah, tujuan pendaftaran tanah
disebutkan dalam penjelasan umumnya yaitu untuk menjamin kepastian hukum dari
hak-hak atas tanah.
PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran Tanah lebih tegas lagi menyebutkan bahwa
pendaftaran tanah bertujuan :
a. Untuk
memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas
suatu bidang tanah, satuan rumah sususn dan hak-hak lain yang terdaftar agar
dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan;
b. Untuk
menyediakan imformasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk
pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam
mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah
susun yang sudah terdaftar
c. Untuk
penyelenggaraan tertib administrasi pertanahan.
Lembaga pendaftarn tanah baru pertama kali dikenal
dalam sejarah admninistrasi pertanahan Indonesia sejak diterbitkan PP Nomor 10
Tahun 1961 tentang pendaftaran Tanah. Peraturan Pemerintah ini merupakan
realisasi dari pasal 19 UUPA yang menyebutkan bahwa “untuk menjamin kepastian
hukum dari hak-hak atas tanah, UUPA mengharuskan pemerintah untuk mengadakan
pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia”
Dalam UUPA Pasal 19 dijelaskan bahwa tujuan
pendaftaran tanah adalah untuk menjamin kepastian hukum. Sedangkan didal PP
Nomor 10 tahun 1961 Tentang Pendaftaran Tanah, tujuan pendaftaran tanah
disebutkan dalam penjelasan umumnya yaitu
untuk menjamin kepastian hukum dari hak-hak atas tanah
PP Nomor 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah
lebih tegas lagi menyebutkan bahwa pendaftaran tanah bertujuan :
a. Untuk
memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas
suatu bidang tanah, satuan rumah susun, dan hak-hak lain yang redaftar, agar
dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan.
b. Untuk
menyediakan imformasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk
pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam
mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah
susun yang sudah terdaftar.
c. Untuk
terselenggaranya tertib administrasi pertanahan
Menurut pasal 19 ayat 2 huruf c, sistem yang dianut
oleh UUPA adalah Sistem Negatif terlihat dari kata-kata “....berlaku sebagai
alat pembuktian yang kuat”. Demikian pula
dalam penjelasan Umum PP Nomor 10 tahun 1961, yang menyebutkan bahwa
pembukuan sesuatu hak dalam daftar buku tanah atas nama seseorang tidak
mengakibatkan, bahwa orang yang sebenarnya berhak atas tanah itu akan
kehilangan haknya, orang tersebut masih
dapat menggugat hak dari orang yang terdaftar dalam buku tanah sebagai orang
yang berhak.
KEGIATAN BELAJAR 2
PENDAFTARAN TANAH MENURUT SISTEM UUPA
Setelah
berlakunya UUPA maka sistem dan prosedur pendaftran tanah di Indonesia
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam UUPA. Pasal-pasal yang berhubungan
dengan pendaftaran tanah adalah pasal 19,23,32 dan 38 UUPA.
A.
PENDAFTARAN
TANAH BERDASARKAN PP NOMOR 10 TAHUN 1961
Menurut A.P.
Parlindungan, dengan ditetapkannya PP Nomor 10 Tahun 1961, bearti bangsa
Indonesia memasuki sejarah baru dalam hukum Agraria, karena baru pertama kali
sepanjang sejarah memiliki peraturan pendaftaran tanah tersendiri. Tanggal 23 Maret 1961 diundangkan PP Nomor 10
Tahun 1961 dengan mencabut segala peraturan terdahulu sehingga PP ini
menjadi satu-satunya ketentuan pendaftaran tanah, disusul dengan peraturan
menteri Agraria Nomor 7 Tahun 1961
Tentang Penyelenggaraan Tata Usaha
Pendaftaran Tanah dan Peraturan Menteri Agraria Nomor 8 tahun 1961 tentang
Tanda-tanda batas hak.
Dalam pasal 11
PP Nomor 10 Tahun 1961 pelaksanaan pendaftaran tanah meliputi kegiatan
pendaftaran tanah untuk pertama kali (maintenance), melalui pendaftaran tanah
secara sistematik dan sporadik.
1. Pendaftaran
tanah secara Sistemati adalah kegiatan pendaftaran tanah yang pertama kali
dilakukan secara serentak yang meliputi semua objek pendaftaran tanah yang
belum didaftar dalam wilayah dan bagian wilayah suatu desa/ kelurahan.
Diselenggarakan atas prakarsa pemerintah berdasarkansuatu rencana kerja jangka
panjang dan tahunan serta dilaksanakan diwilayah-wilayah yang ditetapkan oleh
Menteri Negara Agraria/ Kepala BPN.
2. Pendaftaran
tanah secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali
mengenai satu atau beberapa objek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagain
wilayah suatu desa/ kelurahan secara individu atau massal. Pendaftaran tanah
secara sporadik dilakukan atas permintaan pihak yang berkepentingan, yaitu
pihak yang berhak atas objek pendaftaran tanah yang bersangkutan atas kuasanya.
PP
nomor 10 Tahun 1961 juga mengatur hal-hal sebagai berikut :
1. Penyelenggara
Pendaftaran.
2. Satua
Wilayah Pendaftaran.
3. Kegiatan
atau langkah-langkah pendaftaran tanah.
4. Buku-buku
Tanah (Daftar Umum0
5. Pelaksanaan
Pendaftaran Tanah.
6. Sistem
Pendaftaran Tanah.
7. Sistem
Publikasi
8. Biaya
Pendaftaran Tanah
B.
PENDAFTARAN
TANAH BERDASARKAN PP NOMOR 24 TAHUN 1997
PP No 24 tahun
1997 diundangkan pada tanggal 8 Oktober 1997, PP ini merupakan pengganti PP
Nomor 10 Tahun 1961
Beberapa hal
yang berkaitan dengan Pendaftaran Tanah berdasarkan PP Nomor 24 tahun 1997
sebagai berikut :
1. Asas
dan tujuan Pendaftaran Tanah, pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan asas
sederhana, aman, terjangkau, mutakhir dan terbuka, dengan tujuan :
a. Untuk
memberikan kepastian hukum.
b. Untuk
menyediakan imformasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk
pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam
mengadakan perbuatan hukum.
PPAT mempunyai kewajiban sebelum
mebuat AKTA.
1) Peta
Pendaftaran Tanah.
2) Daftar
tanah yang memuat identitas bidang tanah dengan suatu sistem penomoran.
3) Surat
ukur adalah dokumen yang memuat data fifik suatu bidang Tanah dalam bentuk peta
dan uraian, yang diambil datanya dari peta pendaftaran.
4) Daftar
tanah adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat keterangan keterangan
mengenai penguasaan tanah dengan suatu hak atas tanah.
c. Untuk
terlaksananya tertib administrasi
2. Penyelenggara
dan pelaksana Pendaftaran Tanah
Penyelenggara Pendaftaran tanah
adalah pemerintah, dalam hal ini BPN, yang dilakukan oleh Kantor Pandaftaran
Tanah (Pasal 5) dengan dibantu PPAT dan pejabat lain (Pasal 6).
3. Objek
Pendaftaran Tanah.
Meliputi :
a. Bidang
– bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna
bangunan, dan hak pakai.
b. Tanah
hak pengelolaan,
c. Tanah
wakaf,
d. Hak
milik atas satuan rumah susun,
e. Hak
tanggungan
f. Tanah
Negara (pasal 9 ayat (1) PP Nomor 24 tahun 1997).
4. Satuan
wilayah Tata Usaha Pendaftaran.
5. Pelaksanaan
Pendaftaran Tanah meliputi :
a. Kegiatan
pendaftaran tanah untuk yang pertama kalinya.
b. Pemeliharaan
data pendaftaran tanah.
c. Kegiatan
atau langka-langka pendaftaran tanah
6. Panitia
Ajudikasi
Panitia
Ajudikasi merupakan lembaga hukum baru yang ditemukan dalam PP Nomor 24 tahun
1997, Panitia Ajudi hampir mirip dengan panitia tanah seperti yang dimaksud
dalam ketentuan Pasal 3 ayat (3) PP Nomor 10 Tahun 1961 namun dengan kewenangan
yang lebih diperluas dan semakin besar.
Panitia Ajudi terdiri dari seorang
ketua merangkap anggota yang dijabat oleh seorang Pegawai BPN dan 3 atau 4
orang anggota, yaitu :
a. Seorang
Pegawai BPN yang mempunyai kemampuan dan pengetahuan dibidang pertanahan.
b. Seorang
pegawai BPN yang mempunyai kemampuan pengetahuan dibidang hak-hak atas tanah.
c. Kepala
Desa/ Kelurahan.
d. Seorang
Pamong Desa/ Kelurahan.
e. Keanggotaan
dapat ditambah dengan seorang anggota yang diperlukan dalam penilaian kepastian
data yuridis mengenai bidang-bidang tanah diwilayah desa/ kelurahan yang
bersangkutan.
7. Biaya
pendaftaran Tanah
Biaya
pendaftaran tanah diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala BPN
Nomor 2 tahun 1192 tentang biaya pendaftaran tanah.
8. Pemeliharaan
Data Pendaftaran Tanah, diatur dalam pasal 37
a. Pemeliharaan
data karena pemindahan hak yang tidak melalui lelang
Hanya dapat didaftarkan jika
dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
b. Pemeliharaan
data karena pemindahan hak melalui lelang, diatur dalam pasal 41 ketentuan
lebih lanjut dalam pasal 107 sampai 110 Peraturan Menteri agraria Nomor 3 tahun
1997. Peralihan hak dengan lelang hanya dapat di daftarkan jika dibuktikan
dengan kutipan risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat lelang, baik dalam
lelang eksekusi maupun lelang sukarela.
Lelang eksekusi harus dilaksanakan
oleh Kantor Lelang Negara, berdasarkan Vendu reglement (S.1908-189 jo 1940-56).
Lelang Sukarela dapat dilaksanakan oleh Kantor Lelang Negara atau Balai Lelang
Swasta menurut ketentuan Keputusan Menteri Keuangan tanggal 25 Januari 1996
Nomor 47/ KMK.01/1996 tentang balai lelang.
Untuk Keperluan pendaftaran peralihan hak yang
diperoleh melalui lelang disampaikan
oleh Kepala kantor Lelang kepada Kepala Kantor Pertanahan.
1) Kutipan
risalah lelang yang bersangkutan;
2) Sertifikat
Hak milik;
3) Bukti
Identitas Pembeli Lelang;
4) Bukti
Pelunasan Harga Pembelian;
5) Bukti
pelunasan pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan bangunan, sebagai mana
dimaksud oleh Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997, dalam hal bea tersebut
terhutang;
6) Bukti
pelunasan pembayaran PPH sebagaimana diamksud dalam PP Nomor 48 Tahun 1994 jo
Nomor 27 tahun 1996, dalam hal pajak tersebut terhutang
c. Pemeliharaan
data disebabkan peralihan hak karena pewarisan
d. Pemeliharan
data disebabkan peralihan hak karena penggabungan atau peleburan perseroan atau
koperasi
e. Pemeliharaan
data karena pembebanan hak
f. Pemeliharaan
data karena perpanjangan jangka waktu hak atas tanah
g. Pemeliharaan
data karena pembagian hak bersama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar