MODUL 2
Hukum Adat di
Indonesia
Dr. H. Nandang Alamsah Deliarnoor, S.H., M.Hum
P
E N D A H U L U A N
Latar
belakang mempelajari hukum adat adalah untuk penyelidikan dan pengajaran.
Berdasarkan fakta sejarah para ahli hukum adat begitu sayang terhadap hukum
adat terutama di Universitas Leiden Belanda, sehingga ada usaha untuk
mengkonservasikannya yaitu menjauhkan atau menyembukannya dari modernisasi
supaya tetap dapat terjaga keasliannya.
Pada
mulanya fungsi hukum adat adalah
1.
Ilmu
untuk ilmu
Hal
ini dimaksudkan bahwa hukum adat khusus dipelajari untuk penelitian dan
pengajaran untuk akademis dan universitas
2.
Ilmu
untuk masyarakat
Ilmu hukum adat sebagai salah
satuilmusangat diperlukan untuk pembangunan masyarakat Indonesia. Oleh karena
itu harus ditunjukkan kearah pencarian dan penemuan unsur-unsur kepribadiannya
dalam adat istiadat dan hukum adat sehingga dan dinilai dapat diturut sertakan,
diintegtasikan ke dalam dan disinkronisasikan dengan pembangunan tata tertib
hukum Indonesia yang nasional. Hal ini menjadikan ilmu hukum adat dikemudian
hari bersifat lebih tepat guna dan nasional. Sifat tepat guna dan nasional ini
dapat dipandang dari dua sudut, yaitu :
a.
Sudut
pembinaan hukum nasional
Ada sumbangan dari hukum adat dalam
memenuhi ketertiban hukum yang mencerminkan kepribadian bangsa. Menurut Prof.
Iman, Sudiyat. S.H bahwa dilihat dari sudut pembinaan hukum nasional, peranan
hukum adat dapat memenuhi suatu tuntutan naluri kebangsaan sesuai dengan
falsafah Pancasila.
b.
Sudut
mengembalikan dan metnupuk keprihadian bangsa Indonesia.
3. Pelajaran
hukum adat dapat mempertebal rasa harga diri, kebangsaan rasa dan kebanggaan
pada setiap orang Indonesia. Menurut teori Hertz, bahwa ciri nasionalisme ada
4, yaitu:
a.
persatuan
b.
kemerdekaan
c.
keaslian
d.
harga
diri
Dalam hal
keaslian dan harga diri bangsa Indonesia masih belum memilikinya karena masih
belum mempunyai hukum nasional dan memakai hukum Belanda. Hal ini mengandung
arti bahwa kita masih dijajah masih secara hukum.
Oleh
karena itu dalam modul 2 ini akan dijelaskan berturut-turut:
1. Pengertian
hukum adat
2. Dasar
hukum berlakunya hukum adat:
3. Persekutuan
Hukum Adat dan Lingkaran Hukum Adat:
4. Beberapa
Bagian Hukum Adat Indonesia;
5. Hukum
Adat dalam Sistem Hukum Nasional.
KEGIATAN
BELAJAR 1
Pengertian
Hukum Adat
A.
PENGERTIAN
HUKUM ADAT
Hukum
Adat berasal dari istilah "Adat-Recht"
yang mula-mula dikemukakan oleh Snouck Hurgronje dalam bukunya "De Atjehers" yang berarti orang
Aceh, yang ditujukan untuk menjelaskan hukum yang hidup di masyarakat Acch
Sebelum
Snouck Hurgronje mengungkapkan istilah hukum adat. orang-orang Belanda
mengistilahkan hukum adat itu dengan "Godsdienstige
Wetten" yang artinya perundang-undangan agama. Hal ini bisa dilihat
dari peraturan perundang-undangan Belanda dahulu seperti berikut ini.
1. AB
(Algemene Bepalingen van Wetgeving voor
Indonesia), yaitu ketentuan-ketentuan umum bagi perundang-undangan Indonesia.
2. RR
(Regerings Reglement).
3. IS
(Indische Staatsregeling)
Timbulnya istilah
Godienstige Wetten dalam perundang-undangan Belanda adalah akibat adanya teori
"Receptio in Complexu" (penerimaan dalam keseluruhan) yang
dikemukakan oleh Van Den Berg dan Salmon Keyzer. Menurut teori itu hukum adat
suatu masyarakat tertentu merupakan penerimaan secara keseluruhan/bulat-bulat
dari agama yang dianut oleh masyarakat yang bersangkutan.
Contoh: Masyarakat tersebut menganut Agama Islam,
maka hukum adatnya juga adalah hukum Islam.
Teori ini dibantah oleh
Snouck Hurgronje dan Van Vollenhoven, yang mengatakan bahwa tidak scluruhnya
hukum agama dari masyarakat diterima secara bulat-bulat menjadi hukum adatnya.
Contoh: Di Minangkabau yang mayoritas masyarakatnya
beragama Islam, tetapi ada perbedaan antara hukum Islam dan hukum adatnya
seperti halnya dalam warisan. Menurut hukum Islam anak perempuan mendapat ½ bagian
dari anak laki-laki. Tetapi, menurut hukum adat Minangkabau justru anak
perempuanlah yang mendapat warisan seluruhnya, sedangkan anak laki-laki sama
sekali tidak mendapat ара-ара.
Van Vollenhoven melihat
alur sejarah adanya kompromi masuknya agama Islam dengan adat setempat di
Indonesia. Di sini masalah peribadatan diatur oleh agama sedang masalah
pemerintahan diatur oleh adat. Sehingga, Van Vollenhoven mengambil suatu
kesimpulan bahwa hukum adat itu mengandung 2 unsur yaitu unsure :
1. Agama
2. Asli
Beberapa
pengertian hukum adat diberikan oleh para sarjana hukum berikut ini
1.
Prof. Mr. C. Van Vollenhoven
Dalam bukunya "Het Adatrecht van Nederland Indie",
van Vollenlhoven memberi pengertian hukum adat sebagai keseluruhan aturan
tingkah laku positif yang di satu pihak
mempunyai sanksi (oleh karena itu disebut hukum) dan di lain pihak belum
dikodifikasikan.
2.
Prof. Mr, B. Terhaar Bzn
Terhaar yang terkenal
dengan teori “Besstisingerleer" (teori keputusan), mengatakan bahwa hukum
adat adalah keseluruhan peraturan yang menjelma dalam keputusan-keputusan para
fungsionaris hukum yaitu orang-orang yang mempunyai andil dalam membentuk hukum
(eksekutif, legislatif dan yudikatif) yang mempunyai wibawa (mach/authority)
serta pengaruh dan berlaku secara serta merta/spontan dalarm masyarakat.
3.
Prof.
Dr. Supomo, S.H.
Menurut Supomo. hukum
adat adalah sinonim dari hukum yang tidak tertulis dalam peraturan legislatif
(unstaturor law), hidup sebagai konvensi, putusan-putusan hakim (judge made
law) dan merupakan peraturan-peraturan kebiasaan yang dianut oleh masyarakat
(customary law).
4. Prof.
Dr. Hazairin, S.H.
Hazairin di dalam
pidato inaugurasinya yang berjudul: "Kesusilaan dan Hukum",
menghubungkan hukum adat dengan kesusilaan dan mengatakan bahwa tidak ada satu
pun dari sistem hukum yang tidak ada hubungannya dengan kesusilaan sebab apapun
yang menurut hukum diperintahkan/dilarang itu juga dianjurkan/dilarang oleh
kesusilaan. Masih menurut Hazairin bahwa hukum yang baik itu adalah hukum yang
selaras dengan kesusilaan.
Baik langsung/tidak
langsung seluruh kaidah hukum ada hubungannya dengan kesusilaan, apalagi hukum
adat atau adat yang ada hubungannya dengan kesusilaan secara langsung. Dengan
demikian Hazairin mendefinisikan Hukum Adat sebagai suatu endapan atau renapan
dari kesusilaan. Kaidah adat itu merupakan kaidah kesusilaan yang telah diakui
kebenarannya oleh masyarakat umum.
5. Dr. Sukanto, S.H.
Dalam bukunya "meninjau Hukum Adat Indonesia",
Sukanto mengatakan bahwa Hukum Adat adalah kompleks adat-adat yang kebanyakan
tidak dikitabkan, tidak dikodifikasikan dan bersifat paksaan, mempunyai sanksi,
jadi mempunyai akibat hukum.
6. Prof. Kusumadi Pudjosewodjo, S.H.
Kusumadi
membedakan adat dan hukum adat, yaitu: Adat adalah tingkah laku yang oleh dan
dalam suatu masyarakat sudah, sedang dan akan diundangkan.
Hukum
Adat adalah adat yang dihukumkan melalui suatu peristiwa yang disebut "existential moment" atau saat
lahirnya hukum.
Suatu
adat dijadikan hukum itu tergantung keputusan penguasa adat, apakah akan
dijadikan hukum atau kebiasaan. Tetapi hukum adat itu tidak selalu harus
menjadi adat dulu, sebab apabila suatu tingkah laku/kebiasaan masyarakat akan
dijadikan hukum adat, maka oleh penguasa adat tingkah laku/kebiasaan langsung
dijadikan hukum adat yaitu melalui peristiwa existential moment.
7.
Hasil
Seminar Badan Pembinaan Hukum Nasional Tahun 1975
Hukum adat adalah hukum
yang tidak tertulis di dalam peraturan perundang-undangan Republik Indonesia
yang di sana sini ada unsur agama.
B. HUKUM KEBIASAAN
Hukum kebiasaan
tersebut seluruhnya tidak tertulis karena hukum kebiasaan yang tertulis disebut
hukum undang-undang. Hukum kebiasaan ini merupakan resepsi hukum asing ke dalam
hukum asli menjadi hukum asli Indonesia. Hal-hal yang diatur dalam hukum
kebiasaan juga tidak banyak, di antaranya adalah tentang sewa-beli dan
penyerahan hak milik dengan kepercayaan (fiducia atau komisi). Cara ini
digunakan untuk mengikat (jaminan) benda yang bergerak (fiduciare eigendoms overdracht).
Sistem hukum
adat dan hukum kebiasaan mempunyai konsep yang berlainan. Perbedaan antara
keduanya dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu:
1. Dari segi bentuk
a.
Hukum adat: sebagian besar tidak tertulis dan ada sebagian kecil yang tertulis
b.
Hukum kebiasaan: tidak tertulis.
2. Dari segi asal usul
a.
Hukum adat: merupakan hukum asli Indonesia yang berasal dari tradisi dan agama
nenek moyang Indonesia sepanjang sejarah yang diwariskan kepada generasi-generasi
berikutnya.
b.
Hukum kebiasaan: merupakan hukum asli Indonesia yang diresepsi dari bukum asing
dan menjadi hukum Indonesia asli.
C. SIFAT HUKUM ADAT INDONESIA
Pada intinya bahwa
dalam masyarakat terdapat sifat umum masyarakat adat seperti yang dikemukakan
oleh F.D Holman, seorang Guru Besar UI, yang mengatakan bahwa masyarakat
Indonesia mempunyai 4 sifat umum yaitu :
1. Religio
Magis.
2. Communal,
3. Kontan
4. Konkrit
1.
Religio
Magis
Menurut Iman Sudiyat
religio magis adalah pembulatan atau perpaduan kata yang mengandung unsure prelogika,
animisme, pantangan. ilmu gaib dan sebagainya.
beberapa sifat atau cara berfikir
seperti
2.
Communal
Communal yaitu lebih
mementingkan kepentingan umum dari kepentingan pribadi.
3.
Kontan
Kontan yaitu adanya
prestasi dan kontra prestasi berlainan dilakukan sekaligus atau bersamaan.
4.
Konkrit
Konkrit yaitu transaksi
dalam hukum adat harus disaksikan oleh kepala adat
Contohnya: panjer, misalnya untuk benda
diberi tanda-tanda dan sebagainya.
R
A N G K U M A N
Pengertian hukum adat keseluruhan aturan tingkah
laku positif yang di satu pihak mempunyai sanksi (oleh karena itu disebut
hukum) dan di lain pihak belum dikodifikasikan. Sementara itu menurut Hazairin,
kaidah adat itu merupakan kaidah kesusilaan yang telah diakui kebenarannya oleh
masyarakat umum. Sejalan dengan pernyataan Van Vollenhoven dan Hazairin,
Sukanto mengatakan bahwa Hukum Adat adalah kompleks adat-adat yang kebanyakan
tidak dikitabkan, tidak dikodifikasikan dan bersifat paksaan, mempunyai sanksi.
jadi mempunyai akibat hukum.
Sementara itu proses dari terbentuknya suatu hukum
adat dikemukakan oleh Prof. Kusumadi Pudjosewodjo, S.H yang dimana suatu adat dijadikan
hukum itu tergantung keputusan penguasa adat, apakah akan dijadikan hukum atau kebiasaan.
Tetapi hukum adat itu tidak selalu harus menjadi adat dulu, sebab apabila suatu
tingkah laku/kebiasaan masyarakat akan dijadikan hukum adat, maka oleh penguasa
adat tingkah laku/kebiasaan tersebut akan langsung dijadikan hukum adat yaitu
melalui peristiwa existential moment. Selain itu, menurut FD Holman, seorang Guru
Besar UI yang mengatakan bahwa masyaakat Indonesia mempunyai 4 sifat umum yang
dimana keempat sifat tersebut juga dapat diartikan sebagai sifat dari hukum
adat yang berlaku di Indonesia, yaitu
1.
Religio Magis
2.
Communal,
3.
Kontan.
4.
Konkrit.
KEGIATAN
BELAJAR 2
Dasar Hukum Berlakunya Hukum Adat
A.
SEJARAH
POLITIK HUKUM ADAT
Hukum adat menjadi
masalah politik hukum pada saat pemerintah Hindia-Belanda akan memberlakukan
Hukum Eropa atau hukum yang berlaku di Belanda menjadi hukum positif
Hindia-Belanda (Indonesia) melalui asas konkordansi.
Mengenai hukum adat
timbullah masalah bagi pemerintah kolonial, sampai di mana hukum ini dapat
digunakan bagi tujuan-tujuan Belanda serta kepentingan-kepentingan ekonominya,
dan sampai di mana hukum adat itu dapat dimasukkan dalam rangka politik Belanda
Kepentingan atau kehendak bangsa Indonesia tidak masuk perhitungan pemerintah Kolonial.
Apabila diikuti secara
kronologis usaha-usaha baik pemerintah Belanda di negerinya sendiri maupun
pemerintah kolonial yang ada di Indonesia ini, maka secara ringkas
undang-undang yang bertujuan menetapkan nasib ataupun kedudukan hukum adat
seterusnya di dalam system perundang-undangan di Indonesia, adalah sebagai
berikut :
1. Mr.
Wicher, Presiden Mahkamah Agung, ditugaskan Untuk menyelidiki apakah hukum adat
privat itu tidak dapat diganti dengan hukum kodifikasi Barat. Rencana
Kodifikasi Wichers gagal.
2. Sikar
tahun 1870, van der Putte, Menteri Jajahan Belanda, mengususlkan penggunaan
hukum tanah Eropa bagi Penduduk desa di Indonesia untuk kepentingan agrarian
pengusaha Belanda. Usaha inipun gagal.
3. Pada
tahun 1900, Cremer, Menteri Jajahan, menghendekaki Kodifikasi local untuk
sebagian hukum adat dengan mendahulukan daerah-daerah yang penduduknya telah
memeluk agama Kristen. Usaha ini belum terlaksana.
4. Kabinet
Kuyper pada tahun 1904 mengusulkan suatu rencana undang-undang untuk
menggantikan hukum adat dengan Hukum Eropa. Pemerintah Belanda menghendaki
supaya seluruh penduduk asli tunduk pada unifikasi hukum secara Barat. Usaha
ini gagal, sebab Parlemen Belanda menerima suatu amandemen yakni amandemen Van Idsinga.
5. Pada
tahun 1914 Pemerintah Belanda dengan tidak menghiraukan amandemen Idsinga, mengumumkan
rencana KUH Perdata bagi seluruh golongan penduduk di Indonesia. Ditentang oleh
Van Vollenhoven dan usaha ini gagal.
6. Pada
tahun 1923 Mr. Cowan. Direktur Departemen Justitie di Jakarta membuat rencana
baru KUH Perdata dalam tahun 1920, yang diumumkan Pemerintah Belanda sebagai
rencana unifikasi dalam tahun 1923. Usaha ini gagal karena kritikan Van
Vollenhoven. Pengganti Cowan, yaitu Mr. Rutgers memberitahu bahwa meneruskan
pelaksanaan kitab undang- undang kesatuan itu tidak mungkin.
Dan dalam tahun 1927
Pemerintah Hindia Belanda mengubah haluannya,
menolak penyatuan hukum (unifikasi) Sejak 1927 itu Politik Pemerintah Hindia-Belanda
terhadap adat mulai berganti haluan, yaitu dari unifikasi" ke"kodifikasi".
Selanjutnya
pemberlakuan hukum di Indonesia, baik hukum adat maupun hukum-hukum lainnya
didasarkan pada penggolongan penduduk di Indonesia yang dibuat oleh Belanda
berdasarkan pasal 161 Indische Staatsregeling (IS) yaitu :
Penduduk Indinesia
|
![]()
|
1. Golongan Eropa
|
![]()
|
a. Belanda
|
|||||||
b. Bangsa Eropa
lainnya
|
|||||||||||
c. Orang jepang
|
|||||||||||
d. Orang-orang hasil
perkawinan dengan orang Belanda
|
|||||||||||
|
e. Anak-anak yang
lahir
|
||||||||||
|
|||||||||||
![]()
|
2. Golongan Timur
|
![]()
|
a. Cina/ Tionghoa
|
||||||||
b. Gujarat/ Arab/
Pelistina
|
|||||||||||
|
|||||||||||
![]() |
3. Golongan Bumi Putera
|
||||||||||
Gambar 2. 1
|
|||||||||||
gambaran Penduduk Indonesia berdasarkan Pasal 161 IS
|
1. Golongan Eropa, meliputi
:
a.
orang
Belanda
b.
bangsa
Eropa lainnya
c.
orang
Jepang
d.
orang-orang
yang negara asalnya mempunyai hukum keluarga yang sama dengan hukum Belanda
e.
anak
anak dari No. 1, 2. 3, dan 4 di atas
2.
Golongan
Timur Asing, meliputi:
a. Cina/Tionghoa
b. Gujarat/Arab/Palestina
3. Golongan Bumi Putera
Sesuai dengan
penggolongan penduduk di atas maka pemberlakuan hukumnya diatur dalam pasal 131
IS yang menyatakan bahwa untuk orang Eropa berlaku hukum Eropa dengan asas
konkordansi (asas kesesuaian), apa yang menjadi hukum positif di Belanda
ditetapkan pula di Hindia Belanda tanpa ada perubahan sehingga dengad asas
konkordansi ini berlakulah:
a. BW
b. W. Sraft Recht
(Hukum Pidana).
c. W.U Koefhandel
(Hukum Dagamg)
Golongan
Timur Asing boleh tunduk pada hukum Eropa dan pada hukum mercka sendiri.
Sedangkan untuk golongan Bumi Putera tunduk pada hukum adat mereka sendiri.
Berdasarkan
pasal 131 (2b) IS yang masih berlaku melalui pasal 2 aturan peralihan UUD 1945,
maka bagi orang-orang Indonesia asli berlaku hukum perdata adat yang sinonim dengan
hukum yang tidak tertulis. Jadi berdasarkan peraturan hukum tersebut maka hukum
adat berlaku bagi bangsa Indonesia asli yang menurut Undang-undang disebut
orang Bumi Putera.
Hukum
adat ini selain berlaku bagi orang-orang Bumi Putera/orang Indonesia asli, juga
berlaku bagi orang-orang Indonesia keturunan asing yang meleburkan dirinya
(melakukan asimilasi) ke dalam kehidupan bangsa Indonesia asli, artinya bahwa
mereka telah meleburkan diri atau menyesuaikan diri dengan cara pikir dan
tingkah laku bangsa Indonesia asli.
Terdapat
dua pandangan yang berbeda mengenai hukum adat yang berlaku di Indonesia. Van
den Berg dan Salmon Keyzer mengemukakan konsep receptio in complexu yakni bahwa
hukum adat adalah resepsi dari hukum agama secara bulat. Artinya. pandangan ini
menganggap bahwa hukum adat sama dengan hukum agama. Pandangan ini ditentang
oleh Snouck Hurgronje dalam bukunya "The Ajeher's yang berpendapat bahwa
hukum adat (adatrecht) berbeda dengan hukum agama (godienstige wetten perundangan
agama) sebab hukum adat tidak melulu berasal dari resepsi hukum agama.
Pandangan ini sejalan dengan yang dikemukakan Van Vollenhoven, bahwa hukum adat
juga berasal dari unsur asli ditambah dengan unsur agama. Misalnya hukum adat
di Minangkabau yang mencampurkan hukum Islam dengan hukum daerahnya Selanjutnya
Van Vollenhoven mengatakan bahwa istilah godienstige weten sebenarnya tidak
tepat karena seharusnya istilah tersebut lebih tepat bagi unsur agama sedangkan
hukum adat adalah unsur asli dari hukum bangsa Indonesia. Jadi. hukum bangsa
Indonesia terdiri dari unsur asli (hukum adat) dan unsur agama.
B. DASAR SAH BERLAKUNYA HUKUM ADAT SEKARANG
Setelah kita merdeka
Dalam Batang Tubuh UUD 1945, tidak satupun pasal yang mengatur tentang hukum
adat. Oleh karena itu, aturan untuk berlakunya kembali hukum adat ada pada
Aturan Peralihan UUD 1945 Pasal II, yang berbunyi:
“Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku selama
belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini”
Aturan Peralihan Pasal
II ini menjadi dasar hukum sah berlakunya hukum adat.
Dalam UUDS 1950 Pasal
104 disebutkan bahwa segala keputusan pengadilan harus berisi alasan-alasannya
dan dalam perkara hukuman menyebut aturan-aturan Undang-undang dan aturan adat
yang dijadikan dasar hukuman itu Tetapi UUDS 1950 ini pelaksananya belum ada,
maka kembali ke Aturan Peralihan UUD 945. Aturan peralihan kembali merujuk
Pasal 131 ayat 2 sub. b. I.S menyebutkan bahwa bagi golongan hukum Indonesia
asli dan Timur Asing beriaku hukum adat mereka, tetapi bila kepentingan social mereka
membutuhkannya, maka pembuat Undang-undang dapat menentukan bagi mereka:
1. Hukum
Eropa;
2.
Hukum Eropa yang telah diubah
3.
Hukum bagi beberapa golongan bersama dan
4.
Hukum baru yaitu hukum yang merupakan sintese antara adat dan hukum mereka
yaitu hukum Eropa.
Pasal 131 ini ditujukan
pada Undang-undangnya. bukan pada hakim yang menyelesaikan sengketa Eropa dan
Bumi Putera.
Pasal 131 ayat (6)
menyebutkan bahwa bila terjadi perselisihan sebelum terjadi kodifikasi maka
yang berlaku adalah hukum adat mereka, dengan syarat bila berhubungan dengan Eropa maka yang berlaku
adalah hukum Eropa Selanjutnya keluar UU No 19 tahun 1964 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan
Kehakiman yang dalam Pasal 23 menyebutkan bahwa segala putusan pengadilan
selain harus memuat dasar-dasar dan alasan-alasan putusan itu juga harus memuat
pula pasal-pasal tertentu dari përaturan
yang bersangkutan sumber hukum tidak tertulis yang dijadikan dan untuk
mengadili UU No. 19 tahun 1964 ini direvisi jadi UU No. 14 tahun 1970 tentang
Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman karena dalam uu No. 19 tersebut tersirat adanya
campur tangan presiden yang terlalu besar dalam kekuasaan yudikatif Dalam Bagian
Penjelasan Umum U No. 14 tahun 1970 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan hukum
yang tidak tertulis itu adalah hukum adat.
Dalam UU No. 14 tahun
1970 Pasal 27 (1) ditegaskan bahwa hakim sebagai penegak hukum dan keadilan
wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup di
masyarakat.
Dengan demikian dasar
hukum berlakunya hukum adat sekaligus hukum kebiasaan adalah pasal 2 aturan
peralihan UUD 1945 sebagai landasan politik hukum yang berlaku di Indonesia,
yang selanjutnya dijabarkan dalam Dekrit Presiden 5 Juli 1959 UU No. 14 Tahun
1970 jo. UU No. 35 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman,
khususnya pada pasal 23 dan pasal 27 UU No. 14 Tahun 1970, kemudian diganti
dengan UU No. 4 Tahun 2004 yang berlandaskan Pasal 18 A UUD 1945 hasil
Amandemen.
C. PERBEDAAN SISTEM HUKUM BARAT
DENGAN SISTEM HUKUM ADAT
Menurut Prof. Soepomo
adalah sebagai berikut Dalam sistem hukum barat mengenal adanya zakalijke
rechten dan persoonlijke rechten. Zakalijke rechten adalah suatu hak kebendaan
yang sifatnya mutlak dan dapat berlaku bagi siapapun juga sementara itu persoonlijke
rechten adalah suatu hak relatif alau perorangan dan hanya dapat dipertahankan
kepada perseorangan tertentu saja dalam lingkup perundangan. Zakalijke rechten
terdiri atas;
1.
hak
atas kepribadian
contohnya: hak nama, hak hidup
2.
hak
dalam lapangan hukum keluarga
contohnya: hak untuk mempertahankan
suami-istri
3.
hak
kebendaan
contohnya hak memungut hasil hipotek
Hak kebendaan ini
sifatnya berbeda dengan hukum adat dan mempunyai ciri-ciri – ciri :
1. Droit
de Suite yaitu mengikuti ke mampuan bendanya.
Contohnya hipotek walaupun telah telah dioper, selama belum dicabut maka
pemilik hipotek itu masih tetap yang semula.
2. Droit
de Preferent yaitu mendahulukan seseorang yang
memilikinya terlebih dahulu. Contohnya barang yang sudah dijual kepada yang pertama
lebih didahulukan walaupun sudah dijual lagi kepada pembeli yang kedua.
Dalam hukum adat tidak
mengenal hak-hal tersebut dan apabila terjadi persengketaan di pengadilan, maka
seluruhnya tergantung pada putusan hakim, hakim akan melihat mana yang diputuskan
adil.
1. Hukum
Barat mengenal hukun publik dan hukum privat sedangkan dalam hukum adat tidak
mengenal hal tersebut.
2. Hukum
Barat membedakan pelanggaran-pelanggaran hukum itu menjadi dua golongan yaitu
pelanggaran yang bersifat pidana dan perdata, sedangkan dalam hukum adat tidak
mengenal penggolongan pelanggaran seperti itu.
Beberapa contoh
kongkrit perbedaan sistem bukum adat dan barat seperti adanya beberapa macam
jual beli yaitu:
1.
Jual
sende Jual gadai, setelah ditebus menjadi milik penggadai (pemilik semula)
2.
Jual
lepas jual tanpa ada ikatan apa-apa lagi
3.
Jual
tahunan: jual hanya untuktahun setelah itu kembali lagi pada pemilik semula
Dalam hukum barat yang
berlaku hanya jual lepas saja. yaitu tanpa ada ikatan apa apa lagi.
Perbedaan-perbedaan fundamental dalam sistem ini, pada hakikatnya disebabkan
karena:
1.
corak
serta sifat yang berlainan antara keduanya
2.
pandangan
hidup yang mendukung berlainan
RANGKUMAN
Pada
awalnya pemerintah belanda ingin menerapkan Hukum Belanda di daerah Hindia
Belanda, akan tetapi Hukum Adat didaerah Hindia Belanda menjadi masalah karena
Belanda memiliki keinginan untuk memanfaatkan Hukum Adat sebagai pendukung
berbagai tujuan dan kepentingan Belanda dalam rangka menjalankan politik
ekonominya.
Karena
akibat dari adanya perbedaan pandangan mengenai Hukum Adat yang berlaku di
Indonesia, dimana terdapat pandangan berdasarkan pada konsep "receptio in
comlexu yakni bahwa hukum adat adalah resepsi dari hukum agama secara bulat.
Pandangan tersebut ditentang oleh Snouck Hurgronje dan Van Vollenhoven yang
berpendapat bahwa hukum adat (adatrecht) berbeda dengan hukum agama
(godienstige wetten = perundangan agama) sebab hukum adat tidak melulu berasal
dari resepsi hukum agama, karena didalam hukum adat terdapat unsur asli dan unsure
agama.
Oleh
karena itu. pada 1927 Pemerintah Hindia Belanda mengubah haluannya, menolak
penyatuan hukum (unifikasi) terhadap Hukum Adat mulai berganti haluan kearah
kodifikasi Hukum Adat. Hingga Hukum adat masih berlaku di Indoncsia, yang
menjadi dasar pemberlakuan Hukum Adat adalah Aturan Peralihan UUD 1945 Pasal
yang mengakomodir berlakunya kembali hukum adat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar