MODUL 4
Hak-hak atas tanah
KEGIATAN BELAJAR 1
Hak-hak atas Tanah
(Hak-hak Atas Tanah dalam Dimendi UUPA)
A.
HAK-HAK
ATAS TANAH SEBELUM BERLAKUNYA UUPA
Sebelum
berlakunya UUPA terdapat dua kelompok hak-hak atas tanah. Pertama hak-hak atas
tanah yang tunduk pada Hukum Barat dan Kedua, hak-hak atas Tanah berdasarkan
pada hukum adat. Walaupun sudah tidak berlaku lagi namun pemahaman hak-hak atas
tanah sebelum berlakunya UUPA kadang-kadang masih perlu.
Hak-hak atas
tanah pada zaman kolonial menurut Eddy
Ruchiyat dikenal dengan hak-hak Barat, diatur dalam Burgerlijk Wetboek (BW),
hak-hak atas tanah berdasarkan pada hukum barat yang pernah berlaku meliputi :
1. Hak
Eigendom, yaitu hak dengan bebas mempergunakan suatu benda sepenuhnya dan
menguasai seluas-luasnya asal saja tidak bertentangan dengan undang-undang atau
peraturan-peraturan umum yang ditetapkan oleh instansi (kekuasan) yang berhak menetapkannya
serta tidak mengganggu hak-hak orang lain. Diatur berdasarkan Pasal 570 BW.
2. Hak
opstal, yaitu hak untuk mempunyai rumah, bangunan atau tanaman-tanaman diatas
tanah orang lain, hak ini diberikan berdasarkan S.1872 Nomor 124 untuk paling
lama 30 tahun.
3. Hak
erfpacht, adalah hak benda yang paling luas yang dapat dibebankan atas benda
orang lain. Pasal 720 BW menyebutkan bahwa pemegang erpact mempunyai hak untuk
mengusahan dan merasakan hasil benda itu dengan penuh.
4. Hak
Sewa, Gubernur Jenderal berwenang untuk menyewakan tanah negara bagi
kepentingan perkebunan untuk masa 20 tahun
5. Hak
Pakai, Hak ini diberikan kepada gereja-gereja atau badan-badan sosial untuk
jangka waktu tertentu. Diatur oleh pasal 821 BW.
6. Hak
Pinjam, Diatur oleh S. 1940 Nomor 427 seperti untuk keperluan rumah sakit yang
mendapat subsidi.
Selain hak-hak barat tersebut, hak atas tanah yang
exis sebelum berlakunya UUPA adalah hak adat. Dalam hukum adat, tanah dianggap
memiliki kedudukan yang sangat penting dikarenakan :
1. Sifatnya,
yakni merupakan satu-satunya benda kekayaan yang meski mengalami keadaan yang
bagaimanapun juga masih masih bersifat tetap dalam keadaannya, bahkan
kadang-kadang malah menjadi lebih menguntungkan.
2. Fakta,
yaitu suatu kenyataan bahwa tanah itu :
a. Merupakan
tempat tinggal persekutuan;
b. Memberikan
penghidupan pada persekutuan;
c. Merupakan
tempat tinggal kepada dayang-dayang pelingdung persekutuan kepada roh leluhur
para leluhur persekutuan;
d. Merupan
tempat dimana para warga persekutuan yang meninggal dunia dikuburkan
Yang menjadi hak ulayat atau objek ulayat terdiri dari :
1. Tanah.
2. Air.
3. Tumbuh-tumbuhan
yang hidup secara liar.
4. Binatang
yang liar.
B.
ARTI
DAN TEMPAT HAK ATAS TANAH DALAM ADMINISTRASI PERTANAHAN
UUPA dilahirkan
untuk mengakhiri dualisme hukum yang mengatur tentang hak-hak tanah dan
menciptakan hukum tanah nasional yang tunggal yang didasarkan pada hukum adat.
Dasar hukum hak-hak atas tanah dalam UUPA diatur dalam Pasal 4 ayat (1), yaitu
“ Atas hak menguasai dari Negara atas tanah sebagai yang dimaksud dalam pasal 2
detentukan adanya macam-macam hak atas sebagian maksud pasal 2 ditentukan
adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat
diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang lain serta badan hukum”.
Menurut Soedikno
Mertokusumo, wewenang yang dipunyai oleh pemegang hak atas tanah terhadap
tanahnya dibagi menjadi 2, yaitu sebagai berikut :
1. Wewenang
umum
Yaitu pemegang
hak atas tanah mempunyai wewenang untuk menggunakan tanahnya, termasuk juga tubuh bumi atau air dan ruang
yang ada diatasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung
berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut UUPA dan
peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi (Pasal 4 ayat (2) UUPA).
2. Wewenang
Khusus
Yaitu pemegang
hak atas tanah mempunyai wewenang hak atas tanah untuk menggunakan tanahnya
sesuai dengan hak atas tanahnya, misalnya wewenang pada tanah Hak milik adalah
dapat untuk kepentingan pertanian dan atau mendirikan bangunan, wewenang pada
tanah Hak Guna Bangunan adalah menggunakan tanah hanya untuk mendirikan dan
mempunyai bangunan diatas tanah yang bukan miliknya, wewenang pada tanah Hak
Guna Usaha adalah menggunakan tanah hanya untuk kepentingan perusahaan dibidang
pertanian, perikanan, peternakan, atau perkebunan.
Pasal 4 ayat (1) menyebutkan :
(1) Atas
dasar hak menguasai dari Negara sebagai dimaksud dalam pasal 2, ditentukan
adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat
diberikan dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama dengan
orang-orang lain serta badan-badan hukum.
(2) Hak-hak
atas tanah yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini memberikan wewenang untuk
mempergunakan tanah yang bersangkutan, demikian pula tubuh bumi dan air serta
ruang yang ada diatasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung
berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut undang-undang
ini dan peraturan-peraturan hukum yang lebih tinggi.
Hak-hak atas tanah yang dimaksud
dalam pasal 4 ditentukan dalam pasal 16 ayat (1) yang bunyinya sebagai berikut
:
(1) Hak-hak
atas tanah sebagimana dimaksud pasal 4 ayat (1) ialah :
a. Hak
Milik,
b. Hak
Guna Usaha,
c. Hak
Guna Bangunan,
d. Hak
Guna Pakai,
e. Hak
Sewa,
f. Hak
Membuka Tanah,
g. Hak
Memungut Hasil hutan
h. Hak-hak
lain yang tidak termasuk hak tersebut yang akan ditetapkan oleh undang-undang
serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagaimna disebut Pasal 53
Hak-hak atas tanah yang sifatnya
sementara dan diatur dalam pasal 53 berbunyi :
(1) Hak-hak
yang sifatnya sementara sebagaimana dimaksud pasal 16 ayat 1 huruf h, ialah hak
gadai, hak usaha bagi hasil, hak menumpang dan hak sewa tanah pertanian diatur
untuk membatasi sifat-sifatnya yang bertentangan dengan undang-undang ini dan
hak-hak tersebut diusakan hapusnya dalam waktu singkat.
(2) Ketentuan
dalam pasal 52 ayat (2) dan (3) berlaku terhadap peraturan yang dimaksud ayait
(1) pasal ini.
Maka berdasarkan bunyi pasal 4 ayat (1) dapat
ditarik satu pengertian bahwa : hak atas tanah adalah hak-hak yang dapat
diberikan dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama dengan
orang-orang lain serta badab-badan hukum, yang berasal dari hak menguasai
Negara atas tanah, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung
didalamnya.
Untuk lebih lengkapnya Catur Tertib Pertanahan ini
meliputi hal-hal sebagai berikut :
(1) Tertib
Hukum Pertanahan
(2) Tertib
Administrasi Pertanahan
(3) Tertib
Penggunaan Tanah
(4) Tertib
Pemeliharaan Tanah dan Lingkungan
Menurut Rusmadi Murad, berdasarkan hak-hak tersebut
maka setiap langkah dan gerakan pemerintah dalam bidang pertanahan senantiasa
memperhatikan catur tertib pertanahan sebagai lingkaran (cyrcle) kebijaksanaan
pemerintah dengan “administrasi pertanahan”
C.
HAK-HAK
PENGUASAAN ATAS TANAH DAN HAK-HAK TANAH MENURUT UUPA
MENURUT Budi
Haersono, berdasarakn UUPA dalam hukum tanah Nasional dikenal bermacam-macam
hak penguasaan atas tanah, yang meliputi :
1. Hak
Bangsa Indonesia (diatur dalam pasal 1);
2. Hak
Menguasai dari Negara (diatur dalam pasal 2);
3. Hak
Ulayat Masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada (pasal
3);
4. Hak-hak
Individual :
a. Hak-hak
Tanah (pasal 4)
(1) Primer
: hak milik, hak guna usaha, hak guna
bangunan yang diberikan oleh Negara dan hak pakai yang diberikan oleh Negara
(Pasal 16)
(2) Sekunder
: hak guna bangunan dan hak pakai yang diberikan oleh pemilik tanah, hak gadai,
hak usaha bagi hasil, hak menumpang, hak sewa dan lain-lainnya (Pasal 37, 41
dan 53)
b. Wakaf
(pasal 49)
c. Hak
Jaminan atas Tanah : hak tanggungan (pasal 23,33,39,51 dan Undang-undang Nomor.
4 Tahun 1996)
Dibawah
ini uraian macam-macam hak penguasaan atas tanah, yaitu :
1. Hak
Bangsa Indonesia
Hak bangsa
sebagai hak penguasaan atas tanah yang tertinggi, diatur dalam pasal 1 ayat (10
sampai dengan (3), yang berbunyi :
(1) Seluruh
wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia yang
bersatu sebagai bangsa Indonesia;
(2) Seluruh
bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya
dalam wilayah Republik Indonesia sebagai Karunia Tuhan Yang Maha Esa, adalah
bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan Nasional;
(3) Hubungan
hukum antara bangsa Indonesia dengan bumi, air, dan ruang angkasa termasuk
dalam ayat 2 pasal ini adalah hubungan yang bersifat abadi.
2. Hak
menguasai dari Negara diatur dalam pasal 2 yang berbunyi sebagai berikut :
(1) Atas
dasar ketentuan dari pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan hal-hal sebagaimana
dimaksud dalam pasal 1 : Bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam
yang terkandung didalamnya itu, pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara,
sebagai organisasi seluruh Rakyat;
(2) Hak
menguasai dari Negara termasuk dalam ayat 1 pasal ini memberikan wewenang untuk
:
a. Mengatur
dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persedian dan pemeliharaannya;
b. Menetukan
dan mengatur hak-hak yang dapat dipunyai atas (bagaian dari) bumi, air, dan
ruang angkasa;
c. Menetukan
dan mengatur hubungan - hubungan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang
angkasa.
(3) Wewenang
yang bersumber pada hak menguasai dari Negara tersebut pada ayat 2 pasal ini
digunakan untuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dalam arti kebangsaan,
kesejahteraan dan kemerdekaan, dalam masyarakat dan negara hukum Indonesia yang
merdeka, berdaulat, adil dan makmur;
(4) Hak
menguasai dari Negara tersebut diatas pelaksanaannya dapat dikuasakan pada
daerah-daerah swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar
diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut
ketentuan-ketentuan pemerintah.
3. Hak
Ulayat
Hak Ulayat
diatur dalam pasal 3 UUPA yang berbunyi:”dengan mengingat ketentuan-ketentuan
dalam pasal 1 dan 2, pelaksana hak ulayat dan hak-hak yang serupa dari
masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedekian
rupa, sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan
atas persatuan bangsa, serta tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan
peraturan-peraturan yang lebih tinggi.
4. Hak-hak
Individu
KEGIATAN
BELAJAR 2
Hak
– hak Atas Tanah
(Macam-macam
hak atas Tanah dalam
Praktek
dan Cara Permohonannya)
A. MACAM-MCAM
HAK ATAS TANAH MENURUT UUPA
1.
Hak – hak atas tanah yang bersifat tetap, yaitu :
a. Hak
Milik,
b. Hak
Guna Usaha,
c. Hak
Guna Bangunan,
d. Hak
Guna Pakai,
e. Hak
Sewa,
f.
Hak membuka Tanah,
g. Hak
Memungut Hasil Hutan,
h. Hak
– hak lain yang tidak termasuk hak tersebut yang akan ditetapkan oleh Undang
–undang.
2.
Hak – hak tanah yang bersifat sementara meliputi :
a.
Hak
Gadai,
b.
Hak
Usaha Hasil,
c.
Hak
menumpang dan Sewa tanah pertanian.
3.
Hak-hak lain yang berhubungan dengan tanah, misalnya : hak membuka tanah dan memungut hasil hutan,
hak guna air, hak pemeliharaan dan penangkapan ikan, hak guna ruang angkasa dan
hak-hak tanah untuk keperluan tempat suci dan sosial.
Boedi Harsono membedakan hak-hak atas tanah yang bersifat primer dan
hak-hak tanah yang bersifat sekunder, yang dimaksud dengan :
Hak-hak
tanah yang bersifat primer adalah hak-hak
atas tanah yang berasal atau diperoleh dari Negara, yaitu hak milik, hak guna
usaha, hak guna bangunan yang diberikan oleh Negara dan hak pakai yang
diberikan oleh negara (pasal 16 UUPA).
Hak-hak tanah yang bersifat
sekunder adalah hak-hak atas tanah yang berasal atau diperoleh dari pemilik tanah,
yaitu hak guna bangunan dan hak pakai yang diberikan oleh pemilik tanah, hak
gadai, hak usaha bagi hasil, hak menumpang, hak sewa dan lain-lain (pasal
37,41, dan 53).
Macam-macam hak atas tanah dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Hak
Milik
a.
Definisi/
Pengertian
Pengertian hak
milik dapat dijumpai dalam Pasal 20 ayat (1) yang selengkapnya berbunyi : “Hak milik adalah hak turun temurun,
terkuat, dan terpenuh ayng dapat dipunyai orang atas tanah dengan mengingat
ketentuan dalam pasal 6”
Sedangkan
dalam ayat (2) disebutrkan bahwa hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada
pihak lain.
b. Subjek
( dapat)memiliki hak milik
Yang dapat mempunyai hak milik diatur dalam Pasal 21 Ayat :
(1)
hanya
Warga Negara Indonesia dapat mempunyai hak milik.
(2)
Oleh
Pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik dan
syarat-syaratnya.
(3)
Orang
asing sesudah berlakunya undang-undang ini memperoleh hak milik karena
pewarisan tampa wasiat atau pencampuran harta perkawina.
c. Pendaftaran
Hak Milik
Pasal 23 Ayat
:
(1)
Hak
Milik, demikian pula setiap peralihan, hapusnya dan pembebanannya dengan
hak-hak lain harus didaftarkan menurut
ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam pasal 19.
(2)
Pendaftaran
yang dimaksud dengan ayat 1 merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai
hapusnya hak milik serta sahnya peralihan serta pembebanan hak tersebut.
d. Jaminan
Utang.
Hak milik
dapat dijadikan utang dengan dibebani hak tanggungan (pasal 25)
Hak Milik
Hapus bila :
1)
Tanahnya Jatuh Pada Negara :
1. Pencabutan Hak berdasarkan Pasal 18;
2. Penyerahan dengan Sukarela oleh Pemiliknya;
3. Diterlantarkan;
4. Ketentuan Pasal 21 ayat 3 dan 26 ayat 2
2)
Tanahnya Musnah.
e. Peralihan
Hak Milik
Peralihan Hak
Milik atas tanah diatur dalam Pasal 20 ayat (2) UUPA, Hak Milik dapat beralih
atau dialihkan kepada pihak lain. Dua Peralihan Hak Milik atas Tanah dapat
dijelaskan sebagai berikut :
1) Beralih
artinya berpindahnya hak Milik atas
tanah dari Pemilinya kepada pihak lain dikarenakan suatu peristiwa Hukum.
2) Di
Alihkan/ Pemindahan hak artinya berpindahnya hak milik atas tanah dari
pemiliknya kepada pihak lain dikarenakan
adanya status perbuatan hukum.
f. Terjadinya
hak Milik
Hak milik atas
tanah dapat terjadi melalui 3 cara sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 22
UUPA yaitu :
1) Hak
milik atas tanah yang terjadi menurut hukum adat.
2) Hak
tanah yang terjadi karena penetapan dari pemerintah.
3)
Hak tanah yang terjadi karena ketentuan undang-undang.
g. Penggunaan
hak milik oleh bukan pemiliknya
Beberapa
bentuk penggunaan atau pengusahaan tanah hak milik oleh bukan pemiliknya, yaitu
:
1) Hak
Milik Tanah dibebani dengan hak guna
bangunan;
2) Hak
milik tanah dibebani dengan hak pakai;
3) Hak
Sewa untuk Bangunan;
4) Hak
Gadai;
5) Hak
Usaha bagi Hasil (Perjanjian bagi hasil);
6) Hak
menumpang;
7) Hak
Sewa Tanah Pertanian.
h. Pembebanan
hak milik dengan hak tanggungan
Menurut pasal
25 UUPA, Hak Milik atas Tanah dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak
Tanggungan.
Syarat Sah
terjadinya Hak Tanggungan harus memenuhi 3 unsur yang bersifat kumulatif :
a. Adanya
perjanjian Hutang piutang sebagai perjanjian pokok.
b. Adanya
Akta pemberian hak Tanggungan sebagai perjanjian ikutan/ tambahan.
c.
Adanya pendaftaran akta pemberian hak tanggungan.
i.
Hapusnya Hak Milik, yaitu :
a. Pencabutan
hak berdasarkan pasal 18;
b. Penyerahan
dengan sukarela oleh Pemiliknya;
c. Diterlantarkan;
d. Subjek
haknya tidak memenuhi syarat sebagai Subjek Hak Milik atas Tanah;
e. Peralihan
hak yang mengakibatkan tanahnya berpindah kepada pihak lain tidak memenuhi
syarat sebagai subjek Hak Milik atas Tanah.
Hak milik atas tanah bisa hapus karena tanahnya Musnah,
misalnya karena adanya bencana alam.
2. Hak
Guna Usaha
a. Definisi
Yang dimaksud
dengan HGU adalah hak untuk mengusahakan
tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, dalam jangka waktu sebagaimana
tersebut dalam pasal 29, guna Perusahaan, pertanian, perikanan atau peternakan.
(Pasal 28 ayat 1).
b. Jumlah
luas dan jangka waktu
Luasnya paling
sedikit 5 Hectar, dengan ketentuan bahwa jika luasnya 25 Hektar atau lebih
harus memakai imvestasi modal yang layak dan teknik perusahaan yang baik,
sesuai dengan perkembangan zaman. (Pasal 28 ayat 2). HGU dapat beralih dan
dialihkan.
c.
Subjek
(yang dapat) memiliki hak guna usaha
Yang dapat
mempunyai hak guna usaha diatur dalam pasal 30 yaitu :
1) Warga
Negara Indonesia;
2)
Badan Hukum yang didirikan menurut Hukum Indonesia dan
berkedudukan di Indonesia.
d. Pendaftaran
hak Guna Usaha
Pasal 32 ayat
:
1. Hak Guna Usaha, termasuk syarat-syarat
pembagiannya, demikian juga setiap peralihan dan penghapusan hak tersebut harus
didaftarkan menurut ketentuanketentuan yang dimaksud dalam pasal 19
2.
Pendaftaran yang dimaksud ayat 1 merupakan alat
pembuktian yang kuat mengenai peralihan serta hapusnya hak guna usaha, kecuali
dalam hal itu karena jangka waktu berakhir.
e.
Jaminan
Utang
Hak Guna dapat
dijadikan jaminan Utang dengan dibebani hak tanggungan (pasal 33)
Hak Guna Usaha
Hapus karena :
1.
Jangka
waktu berakhir;
2.
Dihentikan
sebelum jangka waktu berakhir karena sesuatu syarat yang tidak terpenuhi;
3.
Dilepaskan
oleh pemegang hak sebelum jangka waktunya berakhir;
4.
Dicabut
untuk kepentingan umum;
5.
Diterlantarkan;
6.
Tanahnya
musnah;
7.
Ketentuan
dalam pasal 30 ayat 2;
f.
Asal
tanah HGU
Asal tanah HGU
adalah tanah Negara, kalau asal tanah HGU berupa tanah hak, maka tanah hak
tersebut harus dilakuka pelepasan atau
penyerahan hak oleh pemegang hak dengan pemberian ganti kerugian oleh calon
pemegang HGU.
g.
Terjadinya
HGU
HGU terjadi
dengan penetapan pemerintah. HGU ini terjadi ini terjadi melalui permohonan
pemberian HGU oleh pemohon BPN.
h.
Jangka
Waktu HGU
Untuk pertama
kali paling lama 3tahun dan dapat diperpanjang
untuk jangka waktu paling lama 25 tahun (Pasal 29 UUPA). Pasal 8 PP
Nomor 40 Tahun 1996 mengatur jangka waktu HGU adalah pertama kali paling lama
35 tahun, diperpanjang paling lama 25 tahun dan diperbarui paling lama 35
tahun.
Perpanjang
maupun pembaharuan HGU diajukan selambat-lambatnya 2 tahun sebelum berakhir
jangka waktu HGU, persyaratan yang harus dipenuhi :
1)
Tanahnya
masih diusahakan dengan hak sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan pemberian
hak tersebut;
2)
Syarat-syarat
pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak; dan
3)
Pemegang
hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak.
3.
Hak
Guna Bangunan (HGB)
a.
Definisi/
Pengertian
Yang dimaksud
HGB adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang
bukan miliknya sendiri dalam jangka waktu paling lama 30 tahun. (pasal 35 ayat
1).
b.
Jumlah
Luas dan Jangka Waktu,
UUPA hanya
membatasi jamgka waktu HGB paling lama 30 tahun dan dapat diperpanjang paling lama 20 Tahun, HGB dapat beralih dan
dialihkan (pasal 35 ayat 3).
c.
Subjek
(yang dapat) memiliki HGB
Yang dapat
mempunyai HGB diatur dalam Pasal 36 :
Dalam Ayat 1 :
diatur bahwa yang dapat mempunyai HGB ialah :
1.
Warga
Negara Indonesia;
2.
Badan
Hukum yang didirikan menurut Hukum
Indonesia dan berkedudukan di Indonesia
Dalam Ayat 2 dijelaskan bahwa orang atau badan Hukum yang
mempunyai HGB dan tidak lagi memenuhi syarat-syarat sebagaimana tersebut dalam
ayat 1 maka dalam jangka waktu satu tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak
itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat.
d.
Pendaftaran
HGB
Dalam pasal 38 ayat 1 dijelaskan bahwa HGB , termasuk syarat-syarat
pemberian, demikian juga setiap peralihan dan penghapusan hak tersebut harus
didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud pasal 19.
Dalam ayat 2
dikatakan bahwa Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 merupakan alat
pembuktian yang kuat mengenai peralihan serta hapusnya HGB, kecuali dalam hal
itu hapus karena waktunya berakhir.
e.
Jaminan
Utang
HGB dapat diajdikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan (pasal
39).
HGB hapus
karena :
1)
Jangka
waktunya berakhir;
2)
Dihentikan
sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuai syarat tidak dipenuhi;
3)
Dilepaskan
oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir;
4)
Dicabut
untuk kepentingan umum;
5)
Diterlantarkan;
6)
Tanahnya
musnah;
7)
Ketentuan
dalam pasal 36 ayat 2.
f.
Asak
Tanah HGB
Pasal 37 UUPA menegaskan bahwa HGB HGB terjadi pada tanah yang dikuasai
oleh Negara atau tanah milik orang lain. Sedangkan Pasal 21 PP Nomor 40 Tahun1996 menegaskan bahwa tanah
yang dapat diberikan HGB adalah tanah Negara, tanah hak pengolahan, atau tanh
hak milik
g.
Hak
Pegang HGB
Berdasarkan
Pasal 32 PP Nomor 40 Tahun 1996, pemegang HGB berhak :
1)
Menguasai
dan mempergunakan tanah selama waktu tertentu;
2)
Mendirikan
dan mempunyai bangunan untuk keperluan pribadi atau usahanya;
3)
Mengalihkan
hak tersebut kepada pihak lain; dan
4)
Membebani
hak tanggungan.
h. Hapusnya
HGB
Berdasarkan
pasal 40 UUPA, HGB hapus karena :
1.
Jangka
waktunya berakhir;
2.
Dihentikan
sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat yang tidak terpenuhi;
3.
Dilepaskan
oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir
4.
Dicabut
untuk kepentingan umum;
5.
Diterlantarkan;
6.
Tanahnya
musnah;
7.
Ketentuan
dalam Pasal 39 ayat 2.
4. Hak
Pakai
a. Definisi/
Pengertian
Menurut ketentuan Pasal 41 hak pakai adalah hak untuk menggunakan/ dan atau
memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik
orang lain, aymg memberi wewenang atau kewajiban yang ditentukan dalam
keputusan pemberiannya oleh Pejabat yang berwenang.
Dalam ayat 2
dikatakan bahwa hak pakai dapat diberikan :
1)
Selama
jangka waktu tertentu atau selama tanahnya dipergunakan untuk kepentingan
tertentu;
2)
Denagn
Cuma-Cuma, dengan pembayaran atau pemberian jasa apapun.
Dalam ayat 3 ditegaskan bahwa
pemberian hak pakai tidak boleh disertai syarat-syarat yang mengandung
unsur-unsur pemerasan.
b. Subjek
(yang dapat) memiliki hak pakai
Sebagaimana
yang diatur oleh pasal 42 meliputi :
1.
Warga
negara Indonesia;
2.
Orang
asing yang berkedudukan di Indonesia;
3.
Badan
Hukum yang didirikan menurut Hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia;
4.
Badan
Hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia
Dalam Pasal 39 PP Nomor 40 tahun 1996, subjek hak pakai
bertambah dengan :
5.
Departemen,
Lembaga Pemerintah Nondepartemen, dan pemerintah daerah;
6.
Nadan-badan
keagamaan sosial
7.
Perwakilan
Negara Asing dan perwakilan badan Internasional.
c. Mengenai
terjadi dan peralihan
Sepanjang tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, maka hak pakai hanya
dapat dialihkan kepada pihak lain dengan izin pejabat yang berwenang. Sedangkan
hak pakai atas tanah pemilik, hanya
dapat dialihkan kepada pihak lain jika hal ini dimungkinkan dalam perjanjian
yang bersangkutan
Perbedaan
berdasarkan PP Nomor 40 tahun 1996 adalah, bahwa hak pakai atas tanah Negara
disamping dapat dialihkan (dengan izin), juga dapat beralih (pasal 54).
d. Pendaftaran
hak pakai
Tidak ada ketentuan yang mengatur pendaftaran hak pakai dalam UUPA,
sedangkan dalam Pasal 43 PP Nomor 40 tahun 1996, hak pakai wajib didaftarkan.
e. Jaminan
Utang
Dalam UUPA juga tidak diatur apakah hak pakai bisa dapat dijadikan jaminan
utang dengan dibebani hak tanggungan atau tidak. Sedangkan Pasal 53 PP Nomor 40
Tahun 1996 memungkinkan hak pakai atas tanah Negara dan hak Pengelolahan
dijadikan jaminan Utang.
f.
Jangka waktu
Dalam PP Nomor 40 tahun 1996, pasal 45 disebutkan bahwa hak pakai atas
tanah negara, dapat diberikan jangka waktu 20 tahun dan dapat diperpanjang
dalam waktu 20 tahun. Untuk keperluan tertentu seperto Apartemen, nadan
keagamaan, dan perwakilan negara asing, hak pakai dapat diberikan selama
tanahnya digunakan.
Hak pakai
dapat diperpanjang dan diperbarui, untuk penanaman modal, perpanjangan dan
pembaruan dapat dimintakan sekaligus (Pasal 48 PP Nomor0 tahun 1996).
g. Kewajiban
pemegang hak pakai
Berdasarkan Pasal 50 dan 51 PP Nomor 40 tahun 1996, pemegang hak Pakai
berkewajiban :
1)
Membayar
uang pemasukan yang jumlah dan cara pembayarannya ditetapkan dalam keputusan
pemberian haknya, perjanjian penggunaan tanah Hak Pengolahan atau hak
perjanjian pemberian hak pakai atas tanah hak Milik;
2)
Menggunakan
tanah sesuai dengan peruntukannya sebagaimana ditetapkan oleh keputusan
pemberiannya atau perjanjian penggunaan tanah hak pengolahan atau perjanjian
pemberian hak pakai atas tanah hak milik;
3)
Mmelihara
dengan dengan baik tanah dan bangunan yang ada diatasnya serta menjaga
kelestarian lingkungan hidup;
4)
Menyerahkan
kembali tanah yang diberikan dengan hak pakai kepada Negara, pemegang hak
pengolahan atau pemilik atnah sesudah hak pakai tersebut hapus.
5)
Menyerahkan
kembali sertifiakat hak pakai yang telah hapus kepada kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten/ Kota setempat; dan
6)
Memberikan
jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi perkarangan atau bidang
tanah yang terkurung oleh tanah hak pakai.
h. Hak
pemegang hak pakai
Berdasarkan Pasal 52 PP Nomor 40 Tahun 1996, pemegang hak pakai berhak :
1)
Menguasai
dan mempergunakan tanah selama waktu tertentu untuk keperluan pribadi atau
usahanya;
2)
Memindahkan
hak pakai kepada pihak lain;
3)
Membebaninya
dengan hak tanggungan;
4)
Menguasai
dan mempergunakan tanah untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama
tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu.
i.
Hapusnya hak pakai
Berdasarkan pasal 55 PP Nomor 40 tahun 1996, faktor-faktor penyebab
hapusnya Hak pakai, yaitu :
1)
Berakhirnya
jangka waktu
2)
Dibatalkan
oleh pejabat yang berwenang, pemegang hak pengelolaan atau pemilik tanah
sebelum jangka waktunya berakhir, karena :
a.
Tidak
dipenuhi kewajiban-kewajiban pemegang hak pakai dan atau dilanggarnya
ketentuan-ketentuan dalam hak pakai;
b.
Tidak
dipenuhi syarat-syarat atau kewajiban-kewajiban yang tertuang dalam
perjanjian-perjanjian hak pakai antara pemegang hak pakai dengan pemilik tanah
atau perjanjian pergunaan hak pengelolaan; atau
c.
Putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
3)
Dilepaskan
secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir;
4)
Hak
pakainya dicabut;
5)
Diterlantarkan;
6)
Tanahnya
musnah;
7)
Pemegang
hak pakai tidak memenuhi syarat sebagai pemegang hak pakai.
5.
Hak Sewa untuk bangunan.
Hak sewa untuk bangunan adalah hak sewa atas tanah orang lain yang
digunakan untuk keperluan bangunan dengan membayar kepada pemiliknya sejumlah
uang sewa. (Pasal 44 ayat 1).
Pembayaran
sewa itu dapat dilakukan :
a.
Satu
kali atau pada tiap-tiap waktu tertentu.
b.
Sebelum
atau sesudah tanahnya dipergunakan.
Subjek (Pemegang)hak sewa untuk bangunan diatur dalam
pasal 45 yaitu :
a.
Warga
Negara Indonesia;
b.
Orang-orang
asing yang berkedudukan di Indonesia;
c.
Badan
hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia;
d.
Badan
hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.
6. Hak
membuka tanah dan memungut Hasil Hutan
Pasal 46 hanya menyebutkan bahwa hak membuka tanah dan memungut hasil hutan
diatur oleh pemerintah.
7. Hak
Guna air, Pemeliharaan dan penangkapan ikan.
Dalam pasal 47 ayat 1 disebutkan bahwa hak guna air ialah hak untuk
memperolah air untuk keperluan tertentu dan/ atau mengalirkan air itu atas tanh
orang lain.
8. Hak
Guna Ruang Angkasa
Pasal 48 ayat 1 menyebutkan Hak Guna Ruang angkasa memberi kewenangan untuk mempergunakan tenaga
dan unsur-unsur dalam ruang angkasa guna usaha-usahamemelihara dan
memperkembangkan kesuburan tanah, air, serta kekayaan alam yang terkandung
didalamnya dan hal-hal lain yang bersangkutan dengan itu.
9. Hak-hak
untuk Keperluan Tempat Suci dan Sosial
Hak milik tanah badan-badan keagamaan dan sosial sepanjang dipergunakan
untuk usaha dalam bidang keagamaan dan sosial diakui dan dilindungi. (pasal 49)
B. PROSEDUR
ADMINISTRASI PERMOHONAN HAK ATAS TANAH
UUPA tidak mengatur bagaimana prosedur permohonan hak-hak atas tanah
dilakukan. Untuk kebutuhan ini, dikeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 5 Tahun 1973 tentang Ketentuan-ketentuan menegenai Tata cara Pemberian
Hak atas Tanah. Peraturan ini dikeluarkan untuk melaksanakan Permendagri Nomor
6 Tahun 1972 tentang Pelimpahan wewenang Pemberian Hak atas Tanah dan Keputusan
Menteri Dalam Negeri Nomor 88 tahun 1972 tentang Susunan Organisasi Direktorat
Agraria Provinsi dan Susunan Organisasi Agraria Kabupaten/ Kotamadya.
Menurut pasal 1 Permendagri Nomor 5 tahun 1973, yang dimaksud dalam
peraturan ini dengan “Hak atas Tanah” adalah HAK MILIK, HAK GUNA USAHA, HAK
GUNA BANGUNAN, HAK PAKAI DAN HAK PENGELOLAAN.
Mengenai siapa yang berhak memohon hak atas tanah, maka tergantung hak atas
tanah apa yang dimohonkan.
1.
Bagi
warga negara Indonesia perorangan maka ia dapat memojon :
a.
Hak
Milik.
b.
HGB
atau
c.
Hak
Pakai.
2.
Bagi
Warga Asing yang bertempat tinggal di Indonesia dapat memohon HAK PAKAI.
3.
Bila
pemohon adalah badan hukum yang ditunjuk pemerintah sebagai pemegang hak milik atas
tanah, maka sama seperti Warga Negara Indonesia tunggal ia dapat memohon,
a.
Hak
milik, atau
b.
HGB,
atau
c.
Hak
Pakai
4.
Bila
pemohon adalah badan Hukum yang tidak ditunjuk pemerintah sebagai pemegang hak
atas tanah, sama seperti Perseroan Terbatas (PT) dan Yayasan yang dapat memohon
:
a.
HGU
atau
b.
HGB,
atau
c.
Hak
Pakai
5.
Khusus
untuk Departemen/ Jawatan Pemerintah atau Perusahaan atau Perusahaan tanah
Industri yang ditunjuk oleh Pemerintah secara Khusus dapat memohon hak
pengelolaan.
6.
Untuk
usaha pertanian, perkebunan dan perikanan yang cukup luas lebih dari 5 Hektar
yang dimohon biasanya ialah HGU dengan tidak bergantung pada subjeknya apakah
orang atau badan hukum.
Tahap demi tahap prosedur permohonan Hak atas Tanah :
1. Surat
permohonan
Berdasarkan
Permendagri Nomor 5 tahun 1973, permohonan dibuat rangkap 6. Permohonan memuat
keterangan :
a.
Pemohon
:
1)
Jika
pemojon perorangan : Nama, Umur, Kewarganegaraan, tempat tinggal, pekerjaan
serta jumlah istri dan anak, jika seorang isteri disebutkan pula tentang
suaminya.
2)
Jika
Pemohon badan Hukum : Nama, tempat kedudukan, akta atau peraturan Pendiriannya,
tanggal dan Nomor Surat Keputusan Mendagri tentang Penunjukan sebagai badan
Hukum ayng boleh mempunyai tanah dengan hak milik.
b.
Tanahnya
:
1)
Letaknya,
2)
Statusnya,
3)
4)
Jenisnya
5)
Penguasaannya,
6)
Penggunaannya,
c.
Lain-lain
2.
Permohonan dilampiri dengan :
a.
Mengenai
diri pemohon
1)
Perorangan
(Surat Kewarganegaraan)
2)
Badan
Hukum (Akta pendirian dan salinan surat keputusan sebagai badan hukum yang
dapat mempunyai hak milik )
b.
Mengenai
tanahnya : jika telah ada dibuatkan turunan sertifikat/ akta Pejabat Balik
Nama, Surat Ukur/ gambar situasi, Petuk Pajak Hasil bumi/ Verponding Indonesia
atau Surat keterangan pendaftaran tanah. Jika belum ada surat ukur/ gambar
situasinya, maka dilampirkan gambar situasi yang dibuat oleh pemohon sendiri.
c.
Turunan
dari surat-surat bukti perolehan hak secara beruntun.
Rangkuman
Sedikitnya ada tiga pasal yang
mengatur tentang hak-hak atas tanah dalam UUPA, yaitu pasal 4, Pasal 16 dan
Pasal 53, hak-hak atas tanah yang diatur oleh UUPA meliputi :
1. Hak-hak
Tanah yang bersifat Tetap, yaitu :
a. Hak
milik,
b. HGU,
c. HGB,
d. Hak
Guna Pakai,
e. Hak
Sewa,
f.
Hak mebuka Tanah,
g. Hak
memungut Hasil hutan,
h. Hak-hak
lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang akan ditetapkan
oleh undang-undang.
2. Hak-hak
atas tanah yang Bersifat sementara, meliputi :
a. Hak
gadai,
b. Hak
Usaha bagi hasil,
c.
Hak menumpang dan sewa tanah pertanian.
3. Hak-hak
lain yang berhubungan dengan tanah, misalnya : hak membuka tanah dan memungut hasil hutan, hak guna air, hak pemeliharaan
dan penangkapan ikan, hak guna ruang angkasa, dan hak-hak tanah untuk keperluan
tempat suci dan sosial.
Hak
tanah adalah
: hak yang melekat pada tanah
Hak-hak atas tanah yang bersifat primer : hak-hak atas tanah yang berasal atau diperoleh dari Negara
Hak tanah yang bersifat
sekunder : hak-hak atas
tanah yang berasal atau diperoleh dari pemilik tanah.
Hak Domei
: tanah sebagai hak milik Negara yang dianut oleh penjajah belanda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar