MODUL 5
LANDREFORM
Seperti kita ketahui, Landreform merupakan usaha untuk
memperbaiki hubungan antara manusia dengan tanah. Indonesia sebagai daerah
berkembang mengadakan landreform ini sebagai upaya untuk memajukan Negara
dengan melakukan perombakan hubungan manusia dengan tanah. Sebagi definisi
praktis dari istilah landreform adalah penataan kembali hubungan manusia dengan
tanah. Ketentuan mengenai landreform ini banyak diatur dalam UUPA yaitu mulai
dari konsideran sapai pasal 19 UUPA sehingga dapat dikatakan bahwa UUPA
merupakan induk dari landreform Indonesia.
Secara idealis tujuan landreform adalah agar masyarakat Indonesia adil, makmur
dan terselenggara serta khususnya taraf hidup petani meninggi dan taraf hidup
rakyat meningkat. Berdasarkan Undang-undang No 56 (prp) Tahun 1960 dan
peraturan pelaksanaannya yaitu PP No. 224 Tahun 1961 jo PP No. 41 Tahun 1964
landreform itu pada dasarnya menetapkan :
1. Luas maksimum tanah pertanian yang dapat dimiliki atau
dikuasai seseorang.
2. Luas minimum tanah pertanian yang dapat dimiliki atau
dikuasai seseorang.
3. Pencegahan terjadinya pemecahan luas tanah pertanian
menjadi bidang-bidang yang kecil.
4. Pengusahaan pengembalian tanah-tanah yang dikuasai dengan
hak gadai.
KEGIATAN BELAJAR I
Pengertian, Tujuan, dan
Ketentuan –
Ketentuan Landreform di
Indonesia
Landreform dalam arti sempit berupa penataan ulang struktur penguasaan dan
pemilikan tanah, merupakan bagian pokok dalam konsep reforma agraria (agraria
reform), menurut Cohen (1928) landreform
adalah “.........Chance in land tenur,
especialiy the distribution of land ownership, thereby, achieving the objektif
of more equality”. Jadi inti dari kegiatan landreform adalah redistribusi
tanah sebagai upaya memperbaiki struktur penguasaan dan pemilikan tanah
ditengah masyarakat, sihingga kemajuan ekonomi dapat diraih dan lebih menjamin
keadilan.
Sedangkan menurut Effendi Perangin dalam bukunya Hukum
agraria di Indonesia suatu telaah dari sudut pandang praktisi hukum, agrarian
reform Indonesia mengikuti 5 program, yaitu :
1. Pembaharuan hukum agraria;
2. Penghapusan hak-hak asing dan konsesi-konsesi kolonial
atas tanah;
3. Mengakhiri penghisapan feodal secara berangsur-angsur;
4. Perombakan mengenai pemilikan dan penguasaan tanah serta
hubungan-hubungan hukum yang bersangkutan dengan penguasaan tanah, dan
5. Perencanaan persedian, peruntukan dan penggunaan bumi,
air dan kekayaan alam yang terkandung didalmnya secara berencana sesuai dengan
daya kesanggupan dan kemampuan.
A.
TUJUAN
LANDREFORM
Menurut Effendi Perangin (1986:122), tujuan landreform yang diselenggarakan
di Indonesia adalah untuk mempertinggi penghasilan dan taraf hidup para petani
penggarap tanah, sebagai landasan atau prasyarat untuk menyelenggarakan
pembangunan ekonomi menuju masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan
pancasila.
Menurut Eddy Ruchiyat dalam bukunya Pelaksanaan landreform dan jual gadai
Tanah berdasarkan Undang-undang No. 56 Tahun 1960 (1983:15-19), mengutip
berbagai pernyataan tentang tujuan landreform dari berbagai kalangan yang
melatar belakangi lahirnya UUPA. Berikut ini akan dikutip kembali pernyataan
tentang tujuan landreform tersebut.
1.
Dewan
Pertimbangan Agung didalam usulnya tentang “Perombakan hak tanah dan penggunaan
tanah” menyatakan, bahwa landreform bertujuan : “ agar masyarakat adil dan
makmur dapat terselenggara khususnya
taraf hidup petani meninggi dan taraf hidup seluruh rakyat jelata meningkat”.
Selanjutnya landreform bertujuan untuk memperkuat dan memeperluas pemilikan
tanah untuk seluruh rakyat Indonesia, terutama kaum tani.
2.
Menteri
Agraria Sadjarwo didalam pidatonya tanggal 12 September 1960 yang mengantarkan
RUUPA dimuka sidang pleno DPR-GR antara lain menyatakan :
“perjuangan
perombakan hukum agraria kolonial dan penyususnan hukum agraria nasional
terjalin erat dengan sejarah perjuangan bangsa Indonesia untuk melepaskan diri
dari cengkraman, pengaruh dan sisa-sisa penjajahan; khususnya perjuangan rakyat
tani untuk membebaskan diri dari kekangan-kekangan sistem feodal atas tanah dan
pemerasan kaum modal asing. Itulah sebabnya landreform di Indonesia tidak dapat
dipisahkan dengan Revolusi Nasional Indonesia.
3.
Presiden
Soekarno dalam pidatonya menyambut landreform menyatakan bahwa “ Melaksanakan
landreform bearti melaksanakan satu bagian yang mutlak dari Revolusi Indonesia.
Revolusi Indonesiatampa landreform sama saja dengan gedung tampa alas, sama
saja dengan pohon tampa batang, sama saja dengan omong besar tampa isi”
4.
Majelis
Permusyawaratan Rakyat sementara (MPRS) didalam ketetapan No. 11/ MPRS/1960
tentang Garis-garis Besar Pola
Pembangunan Nasional Semesta Berencana Tahapan Pertama 1961-1969 menyatakan
didalam bagian pertimbangan
5.
Wakil
Perdana Menteri Bidang Ekuubang, Sri Sultan Hamengku Buwono IX di dalam
pernyataan tanggal 12 April 1966 tentang politik Ekonomi dalam Negeri antara
lain menyatakan :
“Dalam rangka meningkatkan pertanian rakyat, maka soal
landreform merupakan suatu hal yang sangat penting untuk memperbesar
rechzekerheid mengenai pemilikan tanah buat para petani dan dengan demikian
untuk memperbesar kegairahan bekerja baginya”.
B. PROGRAM
LANDREFORM
Program
landreform meliputi :
1.
Larangan
untuk menguasai tanah pertanian yang melampaui batas;
2.
Larangan
memiliki tanah secara absentee;
3.
Redistribusi
tanah-tanah kelebihan dari batas maksimum, tanah-tanah yang terkena absentee,
tanah bekas swapraja dan tanah negara lainnya;
4.
Pengatur
soal pengembalian dan penebusan tanah-tanah pertanian yang digadaikan;
5.
Pengaturan
kembali perjanjian bagi hasil tanah pertanian;
6.
Penetapan
batas minimum pemilikan tanah pertanian, disertai larangan untuk melakukan
perbuatan-perbuatan yang mengakibatkan pemecahan pemilikan tanah-tanah
pertanian menjadi bagian-bagian yang terlampau kecil.
C. APARATUR
PENYELENGGARA LANDREFORM
Selain Departemen Agraria aparatur landreform yang pernah ada dalam
penyelenggaraan landreform adalah :
1.
Panitia
landreform;
2.
Yayasan
Dana Landreform; dan
3.
Pengadilan
Landreform.
1.
Panitia
Landreform
Penyelenggara landreform dianggap bukan hanya tugas departemen Agraria
saja, melainkan menyangkut pula bidang berbagai instansi lain. Pelaksanaannya
pun memerlukan ikut serta masyarakat, khususnya dari kalangan tani. Oleh karena
itu, perlu adanya koordinasi, yang diwujudkan dalam bentuk Panitia-panitia
Landreform mulai dari tingkat Pusat sampai Desa.
Dengan Keputusan Presiden No. 131 tahun 1961 dibentuklah Panitia-panitia
Landreform Pusat, daerah Tingkat I, Daerah Tingkat I, daerah Tingkat II,
Kecamatan dan desa
2.
Yayasan
Landreform
Untuk memperlancar pembiayaan landreform dan mempermudah pemberian
fasilitas-fasilitas kredit para Petani, Peraturan Pemerintah No. 224 tahun 1961
(Pasal 16) mewajibkan dibentuknya suatu Yayasan yang berkedudukan sebagai badan
hukum yang otonom, dengan nama Yayasan Landreform. Yayasan ini wajib menaati
petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh Panitia Landreform dan Menteri.
3.
Pengadilan
Landreform
Perkara yang timbul dalam pelaksanaan peraturan-peraturan landreform perlu
mendapat penyelesaian cepat, agar pelaksanaan landreform tidak menjadi
terhambat, oleh karenanya perkara-perkara landreform mempunyai sifat-sifat
khusus.
Pengadilan
Landreform berwenang mengadili “perkara-perkara landreform” yaitu
perkara-perkara perdata, pidana maupun administratif yang timbul dalam
melaksanakan peraturan-peraturan landreform (Pasal 2 ayat 1)
D. KETENTUAN-KETENTUAN
LANDREFORM INDONESIA
Ketentuan pokok untuk melaksanakan landreform di Indonesia adalah UUPA
(Undang-undang Poko Agraria, UU No. 5 Tahun 1960), UUPBH (Undang-Undang
Perjanjian Bagi Hasil UU No. 2 tahun 1960), Undang-undang No. 56 tahun 1960 dan
peraturan pelaksanaannya yang lebih rendah yaitu Peraturan Pemerintah No. 224
Tahun 1961 jo Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1964.
KEGIATAN
BELAJAT 2
Pelaksanaan
Landreform di Indonesia
Dalam
pelaksanaan ketentuan Pasal 17 UUPA, keluar Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
(Perpu) No. 56 tahun 1960, oleh Pemerintah tanggal 29 Desember 1960 yang mulai
berlaku tanggal 1 januri 1961. Perpu no.
56 tahun 1960 kemudian ditetapkan menjadi Undang-undang No. 56 tahun 1960.
Undang-undang No. 56 Prp tahun 1960 terkenal sebagai Undang-undang Landreform
Ada tiga hal yang diatur dalam Undang-undang tersebut :
1.
Penetapan
Luas maksimum pemilikan dan penguasaan tanah pertanian.
2.
Penetapan
luas maksimum pemilikan tanah pertanian dan larangan untuk melakukan perbuatan
yang mengakibatkan yang mengakibatkan pemecahan pemilikan tanah-tanah itu
menjadi bagian-bagian yang terlampau kecil serta soal pengembalian.
3.
Penebusan
tanah-tanah pertanian yang digadaikan
Landreform
Indonesia bertujuan memperluas pemilikan tanah para petani kecil, petani
penggarap dan buruh tani. Landreform Indonesia berbeda dengan Landreform yang
terjadi di Negara Komunis seperti Rusia yang menghapuskan hak milik perorangan
atas tanah, sedangkan UUPA tetap mengakui hak milik itu.
Indonesia
pernah melaksanakan landreform dalam kurun waktu 1961 sampai 1965, namun kurang
berhasil. Saat program Landreform tersebut diluncurkan, kondisi politik di
Indonesia sedang tidak stabil. Pada masa itu dikenal dengan pendekatan “Politik
sebagai Panglima” dimana setiap kebijakan pemerintah dimaknai dalam kontek
politik.
Selama
Era Pemerintahan Orde Baru, untuk menghindari kerawanan sosial politik yang
besar maka landreform diimflementasikan dengan bentuk yang sangat berbeda.
Peningkatan akses Petani kepada tanah yang dilakukan melalui kebijakan berupa
penyimpangan sebaran penduduk dengan luas tanah, dengan cara memindahkan
penduduk kedaerah-daerah ayng tanahnya luas melalui transmigrasi, program ini
kemudian dibarengi dengan pengembangan PIR. Luas tanah yang diberikan kepada Petani
plasma mengikuti ketentuan batas minimum penguasaan yaitu 2 Hektar lahan
garapan perkeluarga.
Semenjak
era Reformasi, telah terjadi perkembangan yang mengembirakan, dimana telah
cukup banyak pihak yang masih terbatas pada wacana. Namun demikian, sampai
sekarang belum berhasil disepakati bagaimana landreform dan agrarian reform/
pembaruan agraria tersebut sebaiknya untuk kondisi Indonesia.
Glosarium
Landreform : Perombakan mengenai pemilikan dan penguasaan tanah serta
hubungan-hubungan hukum yang bersangkutan dengan tanah.
Larangan latifundia/ Hacienda : Larangan memiliki tanah yang luas sehingga
menguasai hidup orang banyak.
Ceiling : batas maksimum seseorang
boleh mempunyai tanah pertanian
Land of the tiller : Jawaban atas ketentuan larangan menguasai tanah
luas, artinya tanah hanya untuk petani dan para petani dilindungi haknya dan
diberikan suatu upaya umtuk mempertahankan hak dan dibekali dengan ketentuan
politik bahwa mereka adalah salah satu sokoguru ekonomi Indonesia.
Larangan Absentee : Jawaban untuk mengarahkan para petani harus mengerjakan
sendiri dan harus pula bertempat tinggal dikecamatan dimana tanah pertaniannya
terdapat, sehingga harus secara aktif mengerjakan sendiri.
Larangan Fragmentasi : Berkaitan bahwa
tanah itu merupakan aset ekonomi negara, dan memberikan kesejahteraan bagi diri
dan keluarganya dan bagi masyarakat maka tanah tidak dapat lagi dipecah-pecah
sehingga tidak lagi ekonomis.
Groot Grondbezut :
larangan Pemilikan tanah yang melampaui batas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar