Minggu, 01 September 2019

Hukum Agraria. Modul 5 UT


MODUL 5
LANDREFORM
Seperti kita ketahui, Landreform merupakan usaha untuk memperbaiki hubungan antara manusia dengan tanah. Indonesia sebagai daerah berkembang mengadakan landreform ini sebagai upaya untuk memajukan Negara dengan melakukan perombakan hubungan manusia dengan tanah. Sebagi definisi praktis dari istilah landreform adalah penataan kembali hubungan manusia dengan tanah. Ketentuan mengenai landreform ini banyak diatur dalam UUPA yaitu mulai dari konsideran sapai pasal 19 UUPA sehingga dapat dikatakan bahwa UUPA merupakan induk dari landreform Indonesia.
Secara idealis tujuan landreform  adalah agar masyarakat Indonesia adil, makmur dan terselenggara serta khususnya taraf hidup petani meninggi dan taraf hidup rakyat meningkat. Berdasarkan Undang-undang No 56 (prp) Tahun 1960 dan peraturan pelaksanaannya yaitu PP No. 224 Tahun 1961 jo PP No. 41 Tahun 1964 landreform itu pada dasarnya menetapkan :
1.      Luas maksimum tanah pertanian yang dapat dimiliki atau dikuasai seseorang.
2.      Luas minimum tanah pertanian yang dapat dimiliki atau dikuasai seseorang.
3.      Pencegahan terjadinya pemecahan luas tanah pertanian menjadi bidang-bidang yang kecil.
4.      Pengusahaan pengembalian tanah-tanah yang dikuasai dengan hak gadai.



KEGIATAN BELAJAR I
Pengertian, Tujuan, dan Ketentuan –
Ketentuan Landreform di Indonesia
Landreform dalam arti sempit  berupa penataan ulang struktur penguasaan dan pemilikan tanah, merupakan bagian pokok dalam konsep reforma agraria (agraria reform),  menurut Cohen (1928) landreform adalah “.........Chance in land tenur, especialiy the distribution of land ownership, thereby, achieving the objektif of more equality”. Jadi inti dari kegiatan landreform adalah redistribusi tanah sebagai upaya memperbaiki struktur penguasaan dan pemilikan tanah ditengah masyarakat, sihingga kemajuan ekonomi dapat diraih dan lebih menjamin keadilan.
Sedangkan menurut Effendi Perangin dalam bukunya Hukum agraria di Indonesia suatu telaah dari sudut pandang praktisi hukum, agrarian reform Indonesia mengikuti 5 program, yaitu :
1.      Pembaharuan hukum agraria;
2.      Penghapusan hak-hak asing dan konsesi-konsesi kolonial atas tanah;
3.      Mengakhiri penghisapan feodal secara berangsur-angsur;
4.      Perombakan mengenai pemilikan dan penguasaan tanah serta hubungan-hubungan hukum yang bersangkutan dengan penguasaan tanah, dan
5.      Perencanaan persedian, peruntukan dan penggunaan bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalmnya secara berencana sesuai dengan daya kesanggupan dan kemampuan.

A.      TUJUAN LANDREFORM
Menurut Effendi Perangin (1986:122), tujuan landreform yang diselenggarakan di Indonesia adalah untuk mempertinggi penghasilan dan taraf hidup para petani penggarap tanah, sebagai landasan atau prasyarat untuk menyelenggarakan pembangunan ekonomi menuju masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan pancasila.
Menurut Eddy Ruchiyat dalam bukunya Pelaksanaan landreform dan jual gadai Tanah berdasarkan Undang-undang No. 56 Tahun 1960 (1983:15-19), mengutip berbagai pernyataan tentang tujuan landreform dari berbagai kalangan yang melatar belakangi lahirnya UUPA. Berikut ini akan dikutip kembali pernyataan tentang tujuan landreform tersebut.
1.      Dewan Pertimbangan Agung didalam usulnya tentang “Perombakan hak tanah dan penggunaan tanah” menyatakan, bahwa landreform bertujuan : “ agar masyarakat adil dan makmur dapat terselenggara  khususnya taraf hidup petani meninggi dan taraf hidup seluruh rakyat jelata meningkat”. Selanjutnya landreform bertujuan untuk memperkuat dan memeperluas pemilikan tanah untuk seluruh rakyat Indonesia, terutama kaum tani.
2.      Menteri Agraria Sadjarwo didalam pidatonya tanggal 12 September 1960 yang mengantarkan RUUPA dimuka sidang pleno DPR-GR antara lain menyatakan :
“perjuangan perombakan hukum agraria kolonial dan penyususnan hukum agraria nasional terjalin erat dengan sejarah perjuangan bangsa Indonesia untuk melepaskan diri dari cengkraman, pengaruh dan sisa-sisa penjajahan; khususnya perjuangan rakyat tani untuk membebaskan diri dari kekangan-kekangan sistem feodal atas tanah dan pemerasan kaum modal asing. Itulah sebabnya landreform di Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan Revolusi Nasional Indonesia.
3.      Presiden Soekarno dalam pidatonya menyambut landreform menyatakan bahwa “ Melaksanakan landreform bearti melaksanakan satu bagian yang mutlak dari Revolusi Indonesia. Revolusi Indonesiatampa landreform sama saja dengan gedung tampa alas, sama saja dengan pohon tampa batang, sama saja dengan omong besar tampa isi”
4.      Majelis Permusyawaratan Rakyat sementara (MPRS) didalam ketetapan No. 11/ MPRS/1960 tentang Garis-garis Besar  Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana Tahapan Pertama 1961-1969 menyatakan didalam bagian pertimbangan
5.      Wakil Perdana Menteri Bidang Ekuubang, Sri Sultan Hamengku Buwono IX di dalam pernyataan tanggal 12 April 1966 tentang politik Ekonomi dalam Negeri antara lain menyatakan :
“Dalam rangka meningkatkan pertanian rakyat, maka soal landreform merupakan suatu hal yang sangat penting untuk memperbesar rechzekerheid mengenai pemilikan tanah buat para petani dan dengan demikian untuk memperbesar kegairahan bekerja baginya”.
B.       PROGRAM LANDREFORM
Program landreform meliputi :
1.      Larangan untuk menguasai tanah pertanian yang melampaui batas;
2.      Larangan memiliki tanah secara absentee;
3.      Redistribusi tanah-tanah kelebihan dari batas maksimum, tanah-tanah yang terkena absentee, tanah bekas swapraja dan tanah negara lainnya;
4.      Pengatur soal pengembalian dan penebusan tanah-tanah pertanian yang digadaikan;
5.      Pengaturan kembali perjanjian bagi hasil tanah pertanian;
6.      Penetapan batas minimum pemilikan tanah pertanian, disertai larangan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang mengakibatkan pemecahan pemilikan tanah-tanah pertanian menjadi bagian-bagian yang terlampau kecil.
C.      APARATUR PENYELENGGARA LANDREFORM
Selain Departemen Agraria aparatur landreform yang pernah ada dalam penyelenggaraan landreform adalah :
1.      Panitia landreform;
2.      Yayasan Dana Landreform; dan
3.      Pengadilan Landreform.
1.      Panitia Landreform
Penyelenggara landreform dianggap bukan hanya tugas departemen Agraria saja, melainkan menyangkut pula bidang berbagai instansi lain. Pelaksanaannya pun memerlukan ikut serta masyarakat, khususnya dari kalangan tani. Oleh karena itu, perlu adanya koordinasi, yang diwujudkan dalam bentuk Panitia-panitia Landreform mulai dari tingkat Pusat sampai Desa.
Dengan Keputusan Presiden No. 131 tahun 1961 dibentuklah Panitia-panitia Landreform Pusat, daerah Tingkat I, Daerah Tingkat I, daerah Tingkat II, Kecamatan dan desa
2.      Yayasan Landreform
Untuk memperlancar pembiayaan landreform dan mempermudah pemberian fasilitas-fasilitas kredit para Petani, Peraturan Pemerintah No. 224 tahun 1961 (Pasal 16) mewajibkan dibentuknya suatu Yayasan yang berkedudukan sebagai badan hukum yang otonom, dengan nama Yayasan Landreform. Yayasan ini wajib menaati petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh Panitia Landreform dan Menteri.
3.      Pengadilan Landreform
Perkara yang timbul dalam pelaksanaan peraturan-peraturan landreform perlu mendapat penyelesaian cepat, agar pelaksanaan landreform tidak menjadi terhambat, oleh karenanya perkara-perkara landreform mempunyai sifat-sifat khusus.
Pengadilan Landreform berwenang mengadili “perkara-perkara landreform” yaitu perkara-perkara perdata, pidana maupun administratif yang timbul dalam melaksanakan peraturan-peraturan landreform (Pasal 2 ayat 1)

D.      KETENTUAN-KETENTUAN LANDREFORM INDONESIA
Ketentuan pokok untuk melaksanakan landreform di Indonesia adalah UUPA (Undang-undang Poko Agraria, UU No. 5 Tahun 1960), UUPBH (Undang-Undang Perjanjian Bagi Hasil UU No. 2 tahun 1960), Undang-undang No. 56 tahun 1960 dan peraturan pelaksanaannya yang lebih rendah yaitu Peraturan Pemerintah No. 224 Tahun 1961 jo Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1964.

KEGIATAN BELAJAT 2
Pelaksanaan Landreform di Indonesia

Dalam pelaksanaan ketentuan Pasal 17 UUPA, keluar Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) No. 56 tahun 1960, oleh Pemerintah tanggal 29 Desember 1960 yang mulai berlaku tanggal 1 januri 1961. Perpu  no. 56 tahun 1960 kemudian ditetapkan menjadi Undang-undang No. 56 tahun 1960. Undang-undang No. 56 Prp tahun 1960 terkenal sebagai Undang-undang Landreform

Ada tiga hal yang diatur dalam Undang-undang tersebut :

1.      Penetapan Luas maksimum pemilikan dan penguasaan tanah pertanian.
2.      Penetapan luas maksimum pemilikan tanah pertanian dan larangan untuk melakukan perbuatan yang mengakibatkan yang mengakibatkan pemecahan pemilikan tanah-tanah itu menjadi bagian-bagian yang terlampau kecil serta soal pengembalian.
3.      Penebusan tanah-tanah pertanian yang digadaikan

Landreform Indonesia bertujuan memperluas pemilikan tanah para petani kecil, petani penggarap dan buruh tani. Landreform Indonesia berbeda dengan Landreform yang terjadi di Negara Komunis seperti Rusia yang menghapuskan hak milik perorangan atas tanah, sedangkan UUPA tetap mengakui hak milik itu.
Indonesia pernah melaksanakan landreform dalam kurun waktu 1961 sampai 1965, namun kurang berhasil. Saat program Landreform tersebut diluncurkan, kondisi politik di Indonesia sedang tidak stabil. Pada masa itu dikenal dengan pendekatan “Politik sebagai Panglima” dimana setiap kebijakan pemerintah dimaknai dalam kontek politik.
Selama Era Pemerintahan Orde Baru, untuk menghindari kerawanan sosial politik yang besar maka landreform diimflementasikan dengan bentuk yang sangat berbeda. Peningkatan akses Petani kepada tanah yang dilakukan melalui kebijakan berupa penyimpangan sebaran penduduk dengan luas tanah, dengan cara memindahkan penduduk kedaerah-daerah ayng tanahnya luas melalui transmigrasi, program ini kemudian dibarengi dengan pengembangan PIR. Luas tanah yang diberikan kepada Petani plasma mengikuti ketentuan batas minimum penguasaan yaitu 2 Hektar lahan garapan perkeluarga.
Semenjak era Reformasi, telah terjadi perkembangan yang mengembirakan, dimana telah cukup banyak pihak yang masih terbatas pada wacana. Namun demikian, sampai sekarang belum berhasil disepakati bagaimana landreform dan agrarian reform/ pembaruan agraria tersebut sebaiknya untuk kondisi Indonesia.
Glosarium
Landreform : Perombakan mengenai pemilikan dan penguasaan tanah serta hubungan-hubungan hukum yang bersangkutan dengan tanah.
Larangan latifundia/ Hacienda : Larangan memiliki tanah yang luas sehingga menguasai hidup orang banyak.
Ceiling : batas maksimum seseorang boleh mempunyai tanah pertanian
Land of the tiller         :  Jawaban atas ketentuan larangan menguasai tanah luas, artinya tanah hanya untuk petani dan para petani dilindungi haknya dan diberikan suatu upaya umtuk mempertahankan hak dan dibekali dengan ketentuan politik bahwa mereka adalah salah satu sokoguru ekonomi Indonesia.
Larangan Absentee : Jawaban untuk mengarahkan para petani harus mengerjakan sendiri dan harus pula bertempat tinggal dikecamatan dimana tanah pertaniannya terdapat, sehingga harus secara aktif mengerjakan sendiri.
Larangan Fragmentasi : Berkaitan bahwa tanah itu merupakan aset ekonomi negara, dan memberikan kesejahteraan bagi diri dan keluarganya dan bagi masyarakat maka tanah tidak dapat lagi dipecah-pecah sehingga tidak lagi ekonomis.
Groot Grondbezut    : larangan Pemilikan tanah yang melampaui batas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar