Minggu, 01 September 2019

Hukum Ketenagakerjaan. Modul 9


MODUL 9
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Purbadi Hardjoprajitno, S.H, M.Hum.
Drs. Saefulloh Tiesnawati Wahyuningsih, S.H.
      P E N D A H U L U A N
Pada modul sebelumnya telah diuraikan tentang jaminan sosial tenaga kerja. Untuk melengkapi pengetahuan yang langsung terkait dengan jaminan sosial tenaga kerja, pada modul ini akan diuraikan tentang keselamatan dan kesehatan kerja yang terbagi atas 2 kelompok kegiatan belajar.
Pada Kegiatan Belajar 1 akan di jabarkan tentang Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Sedangkan pada Kegiatan Belajar 2 akan dipelajari Syarat-syarat, Pengawasan dan Pembinaan Keselamatan Kerja serta pentingnya pengamanan keselamatan kerja dalam perusahaan.
Satu hal yang penting untuk dicatat dan barangkali ini bisa menjadi inspirasi bagi mahasiswa bahwa satu bidang keprofesian yang ban yak dicari oleh perusahaan-perusahaan khususnya perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi, pengeboran minyak di lepas pantai, pengolahan dan berbagai industri manufaktur lainnya adalah profesi bidang safety. Sebab itu bagi mahasiswa yang berminat dan ingin berprofesi menjadi tenaga ahli di bidang safety (keselamatan kerja), sangat terbuka peluangnya.
Pembahasan ini tentu bisa dijadikan langkah awal untuk mengetahui seluk beluk aspek keselamatan dan kesehatan kerja. Selanjutnya untuk menempa diri menjadi tenaga ahli di bidang keselamatan dan kesehatan kerja, mahasiswa bisa mencari informasi di berbagai lembaga pelatihan. Khusus untuk bidang konstruksi, pelatihan bidang safety bisa dicari informasinya di Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) atau Badan Sertifikasi Nasional.
  
KEGIATAN BELAJAR 1
Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja
A. KESELAMATAN KERJA
Suatu hari di bulan Februari 2006, karyawan yang bekerja di Menara Batavia Jakarta sempat di buat kaget dan panik akibat munculnya ledakan yang keras dari bagian bawah gedung. Semua mengira ledakan keras itu berasal dari born yang sengaja diledakan oleh sekelompok teroris. Mendengar dentuman keras itu banyak karyawan yang panik dan segera berlari meninggalkan temp at kerja. Namun setelah diteliti, ledakan itu datang dati sebuah basement yang letaknya tidak jauh dari lobby Menara Batavia. Di basement itu terdapat sejumlah generator dan mesin-mesin yang bekerja mengoperasikan AC yang ada di gedung tersebut. Ledakan keras itu, rupanya akibat sistern mekanik AC yang sedang di perbaiki tidak berjalan dengan baik. Boleh jadi karena korsleting yang menimbulkan hubungan pendek, membuat sistem generator terbakar dan meledak. Akibat ledakan itu, dua petugas AC yang sedang memperbaiki sistem generator di basement tewas seketika.
Peristiwa tragis yang menelan korban dua orang petugas AC itu kemudian mengisi lembaran berita di berbagai media. Pada intinya peristiwa itu menjadi catatan penting tentang pentingnya aspek safety di tempat kerja. Banyak dugaan muncul berkaitan dengan meledaknya generator AC itu. Sebagian menduga, dua pekerja yang memperbaiki AC itu diyakini belum cukup pengaJaman dalam memperbaiki sistem generator. Sebagian lain menduga, bahwa sistem Mekanikal-Elektrikal (ME) di gedung itu bekerja dengan tidak sempurna. Penyelidikan dari sejumlah ahli bidang ME maupun dari pihak kepolisian terus dilakukan untuk mengetahui duduk perkara mengapa bisa meledak.
Peristiwa ledakan itu juga sekaligus menjadi sumber penyadaran bahwa dalam perencanaan pembangunan gedung bertingkat tinggi, sistem ME perlu mendapat perhatian khusus. Apalagi di Jakarta, bangunan jangkung terus tumbuh seperti maraknya pembangunan gedung perkantoran, hotel dan apartemen. Bahkan kini terdapat apartemen yang tingginya di atas 50 lantai, Tentu ini mernbutuhkan sistem safety yang sempuma.
Selain persoalan ledakan seperti yang terjadi pada Menara Batavia, persoalan lainnya yang kemudian menjadi perhatian utama bagi keselamatan kerja adalah terjadinya kebakaran pada gedung-gedung bertingkat tinggi. Di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya kebakaran pada gedung-gedung bertingkat tinggi sering terjadi. Di Jakarta misalnya pemah terjadi kebakaran pada gedung Bank Indonesia, Gedung PLN dan selanjutnya pada area pertokoan Blok M dan area perdagangan Tanah Abang. Kebakaran ini juga rawan terjadi di pabrik-pabrik atau industri manufaktur yang banyak menggunakan pemanasan hingga 1000 derajat celcius, seperti misalnya pada industri sanitar yang menggunakan pembakaran antara 850-1000 derajat celcius, juga pada pengolahan baja dan kaca. Pemanasan itu bahkan tidak pemah berhenti di sepanjang hari. Untuk industri sanitar seperti perusahaan TOTO yang terletak di Tangerang, pemanasan hingga 1000 derajat celicius tidak pernah berhenti selama 24 jam. Karyawan dipekerjakan dengan sistem shift. Tentu saja dengan pemanasan yang terus berlangsung itu, para pekerja di tuntut untuk selalu wasoada dan hati-hati. Mereka tidak boleh lalai, seperti ngantuk atau kehilangan konsentrasi. Jika itu terjadi maka akan fatal akibatnya. Sebab itu, di bagian produksi banyak diperingatkan aturan-aturan kerja yang harus ditaati oleh pekerja demi keselamatan pekerja maupun keselamatan perusahaan secara umum. Pol a aturan di pabrik-pabrik, selain tertulis juga biasanya diekspresikan melalui layout lantai di bagian produksi. Misalnya lantai tersebut di cat dengan beragam warna. Tiap warn a merniliki simbol tertentu. Misalnya untuk warna kuning, merupakan petunjuk garis batas yang tidak boleh dilewati oleh pekerja pada saat berjalan atau mendorong bahan-bahan material di area tersebut.
Pekerjaan yang menuntut kewaspadaan ekstra tinggi an tara lain pekerjaan yang berhubungan dengan mesin-mesin berat, listrik dengan tegangan tinggi, pemanasan hingga mencapai 1000 derajat celcius, pengolahan zat-zat kimia yang mudah meledak, pengeboran min yak di lepas pantai, dan pekerjaan lainnya yang memiliki fisiko tinggi. Pada bidang pekerjaan seperti inilah masalah keselamatan dan kesehatan kerja sangat penting untuk diperhatikan baik bagi pengusaha maupun pihak pekerja terkait.

1.             Pengertian Keselamatan Kerja
Keselamatan kerja pada mulanya diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Ketentuan yang terdapat dalam KUH Perdata tersebut berisi tentang kewajiban pengusaha untuk mengatur dan memelihara ruangan, alat dan perkakas, serta memberikan panduan kerja bagi pekerja dalam melakukan pekerjaan, sehingga pekerja terlindung dari bahaya yang mengancam jiwa raga, kehormat.an dan harta bendanya.
Peraturan yang memuat ketentuan-kerentuan yang bertujuan menjaga keamanan pekerja (keselamatan pekerja) dari bahaya kecelakaan kerja, disebut peraturan keamanan kerja. Peraturan keamanan kerja tersebut antara lain Reglement houdende bepalingan tot beveiliging bij het verblijven in fanrieken en werkplaatsen (Peraturan ten tang Pengamanan dalam Pabrik dan temp at kerja) atau disingkat Yeiligheidsreglement (Stbl. 1905 No. 521). Reglement tersebut pada tahun 1910 dig anti dengan peraturan baru dengan nama VeilegheidsregLement (Stbl. 1910 No. 406), dan peraturan inipun akhirnya diganti pula dengan peraturan Nasional kita sendiri, yaitu Undang­Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Ketja. Diterbitkannya Undang-undang No. 1 Tahun 1970 ini karena ternyata dalam banyak hal v eiligheidsregiement itu dirasakan sudah terbelakang dan perlu diperbaharui sesuai dengan perkembangan peraturan perlindungan tenaga kerja dan perkembangan serta kemajuan teknik, teknologi dan industrialisasi yang berkembang dewasa ini dan di masa depan. Pengoperasian pabrik yang menggunakan mesin-rnesin yang serba pelik, modern dan canggih, serta terjadinya peningkatan intensitas kerja operasional, telah menimbulkan pengerahan tenaga kerja secara intensif pula. Kemungkinan terjadinya ke1elahan, kurang perhatian terhadap pekerjaan, kehilangan keseimbangan kerap menjadi sebab terjadinya kecelakaan yang dapat mengancam keselamatan pekerja.
Dalam perkembangan terkini, untuk menjamin terlaksananya sistem kerja yang aman dan membawa keselamatan bagi pekerja, telah ditetapkan berbagai aturan baku berupa standar operasional bekerja berupa penerapan sistem manajemen mutu. Misalnya untuk menjamin kualitas produk dan kualitas proses penanganan operasional, telah diterbitkan ISO 9001: 2000. Ketentuan ISO 9001 ini yang berorientasi menjaga kualitas produk, di dalamnya memuat standar operasional kerja yang memberi jaminan bagi keselamatan kerja. Selain ISO 9001, juga terdapat ISO 1400 yang mengatur tentang standar lingkungan kerja agar tercipta suasana kerja yang aman di tempat kerja, terutama menyangkut penanganan limbah beracun, dll.
Sebab itu, untuk menjamin keselamatan Iingkungan baik di Iuar maupun di dalam pabrik, jauh hari sebelum pabrik didirikan harus didahului studi AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan). Studi ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran tentang kemungkinan terburuk bagi lingkungan terutama menyangkut polusi dan cara mengatasinya apabila pabrik itu didirikan.
2.             Sanksi bagi Pengusaha
Apabila pengusaha tidak memperhatikan atau tidak memenuhi kewajiban dalam menjaga keselamatan kerja, maka pengusaha wajib mengganti kerugian yang rnenimpa pekerja dalam menjalankan pekerjaannya. Misalnya, akibat tidak dipenuhinya kewajiban itu oleh pengusaha, pekerja dalam melakukan pekerjaannya mendapat lukalkecelakaan sehingga ia meninggal duma, pengusaha wajib memberi ganti rugi (tunjangan) kepada istri atau suarni pekerja yang ditinggalkannya, anak atau orang pekerja yang meninggal dunia yang menjadi tanggungannya, kecuali apabiia pengusaha dapat membuktikan bahwa tidak terpenuhinya kewajiban itu disebabkan oleh keadaan yang memaksa atau disebabkan karen a kesalahan pekerja sendiri.
Kewajiban pengusaha untuk rnengganti kerugian kepada pekerja dan memberi tunjangan kepada keluarga pekerja yang ditinggalkan itu, diatur dalam Ongenvallen-regeling 1939 (Peraturan tentang Ganti-Rugi Kecelakaan 1939) yang kemudian diganti dengan Undang-undang Kecelakaan No. 33 Tahun 1947 junto Undang-undang No.2 Tahun 1951 tentang pernyataan berlakunya Undang-undang Kecelakaan NO. 33 Tahun 1947.
3.             Kesehatan kerja
Perlindungan kesehatan kerja bagi pekerja, bertujuan agar pekerja terhindar dari pemerasan (eksploitasi) oleh pengusaha maupun dari dampak buruk di tempat kerja yang menirnbulkan gangguan kesehatan. Dalam hal eksploitasi, misalnya untuk mendapat tenaga kerja yang murah, pengusaha mempekerjakan budak, pekerja rodi, pekerja anak-anak, dan wanita untuk pekerjaan yang berat dan untuk waktu yang tidak terbatas. Kejadian semacam ini rnisalnya terjadi pada masa penjajahan Belanda tempo dulu. Sebab itu perundang-undangan yang pertama-tama diadakan di Indonesia adalah untuk meringankan pekerjaan yang dilakukan oleh para budak dan para pekerja rodi. Undang-undang pertama di bidang kesehatan kerja ini pada mulanya diadakan pada tahun 1802 di Inggris, yaitu The Health and Morals of Apprentices Act, terutama bermaksud membatasi waktu kerja bagi anak sampai 12 jam sehari. Kemudian berlaku di Nederland dan daerah jajahannya. Di Nederland dimulai dengan Undang-undang tentang Pekerja Anak (kinderwetje - van Houten) yang melarang mernpekerjakan anak di bawah umur 12 tahun. Perlindungan kesehatan kerja ini merupakan penjagaan agar buruh melakukan pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan dan tidak hanya ditujukan terhadap pihak pengusaha yang hendak memeras tenaga pekerja, tetapi juga di tujukan terhadap pihak pekerja itu sendiri, di mana dan bilamana pekerja misalnya hendak memboroskan tenaganya dengan tidak mengindahkan kondisi jasmani dan rohaninya.
Ketentuan mengenai Kesehatan Kerja terdapat dalam Undang-undang Kerja No. 12 Tahun 1948 junto Undang-undang No. 1 Tahun 1951 sebagaimana dijelaskan dalam penjelasannya memuat aturan-aturan dasar mengenai pekerjaan anak, pekerjaan orang muda dan orang wanita, waktu kerja, waktu istirahat dan temp at kerja. Sesuai dengan tujuan mengadakan perlindungan, maka sifat aturan-aturan dalam undang-undang No. 1 Tahun 1951 tersebut adalah memaksa dengan ancaman pi dana. Undang-undang ini hanya berlaku terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja, yaitu orang yang bekerja pada orang lain atau badan dengan menerirna upah atau pekerjaan yang diatur berdasarkan hubungan kerja.
Larangan melakukan pekerjaan bagi anak menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1951, adalah karen a kondisi fisik anak masih lemah untuk menjalankan pekerjaan, apalagi pekerjaan yang berat. Pekerjaan yang ringan pun kemungkinan akan merugikan kemajuan kecerdasan anak, apalagi sifatnya rutin sehingga menyebabkan tingkat pertumbuhan kecerdasan anak terhambatlterganggu. Jadi maksud larangan pekerjaan anak itu adalah untuk menjaga kesehatan dan pendidikannya bagi masa depan anak yang bersangkutan. Demikian juga pembatasan-pernbatasan melakukan pekerjaan bagi orang muda dan wanita, serta pengaturan mengenai waktu kerja dan waktu istirahat, cuti haid dan bersalin termasuk gugur kandungan bagi wanita. Hal-hal yang menyangkut keselarnatan dan kesehatan kerja ini kemudian diatur lebih lanjut dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, dalam kaitannya dengan tempat kerja.

B.            PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
1.             Pengertian-pengertian
Di dalam undang-undang keselamatan kerja, terdapat berbagai pengertian pokok dengan tujuan untuk memperjelas istilah-istilah penting dalam undang-undang tersebut, an tara lain: Tempat kerja, Pengurus, Pengusaha, Direktur dan Ahli Keselamatan Kerja.
Apa yang dimaksud tempat kerja dalam undang-undang keselamatan kerja ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap di mana tenaga kerja (pekerja) bekerja, atau sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha. Termasuk temp at kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian­bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja tersebut. Tidak selalu tenaga kerja harus diam di tempat kerja, tetapi sering pula mereka untuk waktu-waktu tertentu harus rnemasuki ruangan-ruangan untuk rnengontrol, menyetel, dan menjalankan instalasi-instalasi. Instalasi-instalasi itu bisa menjadi sumber-sumber bahaya, dan dengan demikian haruslah memenuhi syarat-syarat keselamatan kerja yang berlaku, agar setiap orang dan juga tenaga kerja (pekerja) yang memasuki tempat tersebut dan atau untuk mengerjakan suatu pekerjaan walaupun untuk waktu pendek, terjarnin keselamatannya.
Sedangkan pengurus ialah orang yang mempunyai tugas memimpin langsung sesuatu tempat kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri. Sementara pengusaha dalam undang-undang tersebut ialah orang atau badan hukum yang menjalankan sesuatu usaha milik sendiri dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat kerja.
Sedangkan apa yang dimaksud direktur pengawasan dalam undang­undang keselamatan kerja ialah pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk melaksanakan undang-undang tersebut, yang dibantu oleh pega wai pengawas dan ahli keselamatan kerja. Pegawai pengawas ialah pegawai teknis berkeahlian khusus dari Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transrnigrasi. Sedangkan ahli keselamatan kerja ialah tenaga teknis berkeahlian khusus dari luar Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk mengawasi ditaatinya undang­undang keselamatan kerja. Untuk ahli keselamatan kerja ini tidak saja diperlukan keahlian dan penguasaan teoritis bidang-bidang spesialisasi yang beraneka ragam, tetapi mereka harus pula mempunyai ban yak pengalaman di bidangnya. Staf yang demikian tidak didapatkan dan sukar dihasilkan di Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Karena itu Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dapat menunjuk tenaga-tenaga ahli yang ada di Instansi-instansi Pemerintah dan atau swasta.
2.              Ruang Lingkup Berlakunya UU Keselamatan Kerja
Ruang lingkup berlakunya undang-undang keselamatan dan kesehatan kerja adalah berlaku di segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di udara, yang berada didalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia. Ruang lingkup berlakunya undang­undang keselamatan kerja meliputi pekerjaan-pekerjaan yang kondisinya adalah sebagai berikut:
a.              Pekerjaan yang mempergunakan mesin, pesawat, alat perkakas, peralatan atau instalasi yang berbabaya atau dapat menimbulkan kecelakaan, kebakaran atau peledakan;
b.              Pekerjaan yang menyimpan, mengangkut, memperdagangkan bahan at au barang, yang dapat meledak, mudah terbakar, menggigit, beracun, menimbulkan infeksi, bersubu tinggi;
c.              Pekerjaan berupa pembangunan perbaikan, perawatan, pembersihan atau pembongkaran rumah, gedung atau bangunan lainnya termasuk bangunan pengairan, saluran atau terowongan di bawah tanah dan sebagainya atau di mana dilakukan pekerjaan-pekerjaan persiapan yang membahayakan.
d.              Pekerjaan di bidang usaha: pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengerjaan hutan, pengolahan kayu atau hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan dan lapangan kesehatan;
e.                Pekerjaan di bidang usaha pertambangan dan pengolahan : emas, perak, logam atau biji logam lainnya, batu-batuan, gas, minyak atau mineral lainnya, baik dipermukaan atau di dalam bumi, maupun di dasar perairan;
f.                Pekerjaan pengangkutan barang, binatang atau manusia, baik di daratan, melalui terowongan, dipermukaan air, di dalam air maupun di udara.
g.              Pekerjaan bongkar muat barang muatan kapal, perahu, dermaga, dok, stasiun atau gudang;
h.              Pekerjaan penyelaman, pengambilan benda dan pekerjaan lain di dalam air;
i.                Pekerjaan dalam ketinggian di atas permukaan tanah atau perairan;
j.                Pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi atau rendah;
k.               Pekerjaan yang mengandung bahaya timbunan tanah, kejatuhan, terkena pelantingan benda, terjatuh atau terperosok, hanyut atau terpelanting;
l.                Pekerjaan dalam tangki, sumur atau lobang;
m.            Pekerjaan dalam kondisi terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, debu, kotoran, api, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran;
n.              Pekerjaan pembuangan atau pemusnahan sampah atau limbah;
o.              Pekerjaan pemancaran, penyinaran atau penerimaan radio, radar, televisi, atau telepon;
p.              Pekerjaan di bidang pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan atau riset (penelitian) yang menggunakan alat teknis.
Sebagai catatan, untuk pekerjaan-pekerjaan yang berhubungan dengan bidang konstruksi, aspek keselamatan kerja lebih lanjut diatur dalam UU Jasa Konstruksi No. 18 Tahun 1999. Sedangkan untuk pertambangan telah diatur dalam UU No. 11 Tahun 1967 dan untuk kelistrikan diatur dalam UU No. 20 Tahun 2003.
R A N G K U M A N

1.        Istilah Keselamatan Kerja muncul pertama kali Kitab Undang­Undang Hukum Perdata yang mewajibkan pengusaha untuk mengatur dan memelihara ruangan, alat dan perkakas di mana ia menyurub pekerja melakukan pekerjaan. Kemudian pada tahun 1939 melalui "Ongenvallen-regeling 1939" (Peraturan tentang Ganti-Rugi Kecelakaan 1939) yang kemudian diganti dengan Undang-undang Kecelakaan No. 33 Tahun 1947 junto Undang­undang No.2 Tahun 1951 tentang pernyataan berlakunya Undang­undang Kecelakaan Tahun 1947 NO. 33 dari Republik Indonesia untuk Seluruh Indonesia diatur kewajiban pengusaha untuk mengganti kerugian kepada pekerja dan memberi tunjangan kepada keluarga pekerja yang menjadi korban.
2.        Peraturan yang merupakan perlindungan terhadap eksploitasi tenaga kerja oleh pengusaha untuk mendapatkan tenaga yang rnurah. Dengan penerbitan perundang-undangan pad a tahun 1802 di Inggris, diikuti oleb Belanda dan Indonesia pada tabun 1948 mempunyai tujuan untuk meringankan pekerjaan yang dilakukan oleh para budak dan para pekerja rodi.
3.        Penerbitan Undang-undang No. 1 Tahun 1951 adalah untuk memaksa dengan ancaman pidana terhadap pengusaha yang melanggar dengan mempekerjakan anak-anak karen a kondisi fisik anak masih lemah untuk menjalankan pekerjaan, apalagi pekerjaan yang berat.
KEGIATAN BELAJAR 2
Syarat-syarat Pengawasan, dan Pembinaan Keselamatan Kerja
A. SYARAT-SYARAT KESELAMATAN KERJA
1.              Syarat-syarat
Apa yang dimaksud syarat-syarat keselamatan kerja adalah suatu kondisi yang apabila ditaati oleh pekerja, atau sekelompok pekerja atau bahkan oleh perusahaan terkait akan tercipta sebuah kondisi di mana keselamatan kerja benar-benar dapat dikendalikan. Syarat-syarat tersebut mencakup bidang perencanaan, pembuatan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang, produk teknis dan peralatan produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
Syarat-syarat keselamatan kerja pada dasarnya memuat prinsip-prinsip teknis ilmiah, jelas dan praktis yang mencakup bidang konstruksi, bahan, pengolahan dan pembuatan, perlengkapan alat-alat perlindungan, pengujian dan pengesahan, pengepakan atau pembungkusan, pemberian tanda-tanda pengenal atas bahan, barang, produk teknis dan peralatan produksi guna menjadi petunjuk agar tercipta keselamatan bagi barang-barang terkait, serta terciptanya keselamatan tenaga kerja yang melakukan pekerjaan tersebut dan juga berdampak pada keselamatan secara umum.
Tujuan diberlakukannya syarat-syarat keselamatan kerja adalah untuk:
a.       Mencegah dan mengurangi kecelakaan;
b.      Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran;
c.      Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;
d.      Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya;
e.      Memberi pertolongan pada kecelakaan;
f.        Memberi alat-alat pelindung diri pada para pekerja;
g.      Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar radiasi, suara dan getaran;
h.      Mencegah dan mengendalikan tirnbulnya penyakit akibat kerja baik fisik maupun psykhis, keracunan, infeksi dan penularan;
i.        Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;
j.        Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik;
k.      Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;
l.        Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;
m.    Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerja;
n.      Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang. tanaman atau barang;
o.      Mengamankan dan mernelihara segala jenis bangunan;
p.      Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan penyimpanan barang;
q.      Mencegah terkena aliran listrik;
r.       Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan agar bahaya kecelakaannya tidak bertambah tinggi;
2.      Pengawasan dan Pembinaan.
Dalam kaitannya dengan pengawasan dan pembinaan, pimpinan perusahaan diwajibkan menjelaskan kepada setiap tenaga kerja baru tentang :
a.               Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya yang dapat timbul dalam tempat kerja.
b.               Semua pengamanan dan alat-alat pelindung diri yang diharuskan dalam tempat kerja.
c.               Alat-alat pelindung diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan.
d.              Cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaan.
Pimpinan perusahaan baru diperbolehkan mempekerjakan tenaga kerja setelah yakin bahwa tenaga kerja tersebut telah mernahami syarat-syarat tersebut di atas. Pemimpin perusahaan diwajibkan pula menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya, dalam mencegah kecelakaan dan pemberantasanlpenanggulangan kebakaran serta peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja, juga dalam pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan.

3.             Kewaspadaan dan Pengamanan dalam Perusahaan
Untuk menjaga efek negatif di perusahaan yang ditimbulkan oleh para pekerja, pengusaha atau pimpinan perusahaan biasanya menerapkan sistem pengendalian manajemen untuk melakukan antisipasi terhadap kemungkinan­kemungkinan yang kontra produktif, seperti:
a.              Instalasi / mesin / material dirusak.
b.              Moral pekerja dilumpuhkan.
c.              Keterangan-keterangan berharga di salah gunakan.
d.             Kekayaan perusahaan diselewengkan.
e.              Alat-alat produksi di gunakan dengan tidak sewajarnya.
f.              J alan produksi terganggu.
Untuk menghindari terjadinya hal-hal yang kontra produktif tersebut, pimpinan perusahaan perlu menanamkan corporate culture atau budaya perusahaan yang bersifat positif. Misalnya pimpinan perusahaan mengadakan pe1atihan untuk tujuan menanam kewaspadaan dalam diri setiap pekerja, Melatih mereka agar menjadi loyal dengan perusahaan. Lebih lanjut, pimpinan perusahaan juga perlu melakukan riset atau penelitian tentang tindakan-tindakan pengamanan apa yang dibutuhkan oleh perusahaan agar bersifat efektif. Dalam sistern manajemen modem, untuk menghindari hal­hal buruk pada pekerja diberlakukan sistern rewards and punishment (penghargaan dan hukuman). Cara ini dipandang bersifat obyektif dan karen any a banyak perusahaan menerapkan kebijakan ini dalam upaya rnengendalikan perusahaan dari efek buruk yang ditirnbulkan oleh pekerja yang tidak puas.
4.             Pengamanan Perusahaan
Tugas utama pengamanan perusahaan adalah pimpinan perusahaan.
Pemimpin Perusahaan adalah penanggung jawab penuh tentang keamanan dalam perusahaan. Tetapi pengusaha seorang diri tidak akan mampu mengamankan perusahaan. Pengamanan perusahaan yang penuh dan sempuma hanya dapat terwujud jika setiap pekerja ikut mengamankan perusahaan. Kewaspadaan berdasarkan pengintegrasian pekerja pengusaha, kerja sarna saling rnenghargai dan saling rnernbantu ditujukan untuk bersarna membasmi dan menghancurkan setiap perongrongan yang dapat membahayakan perusahaan merupakan cara yang efektif. Kewaspadaan dengan rnengintegrasikan perusahaan dengan penduduk sekitar perusahaan itu, guna memupuk kerja sama dan dengan demikian menumbuhkan social support dari penduduk sekitar yang dapat memperluas landasan pengamanan, juga merupakan eara yang efektif pula.
Apa yang dimaksud dengan perongrongan yang berhubungan dengan ekonomi, antara lain perongrongan terhadap alat-alat produksi, satuan-satuan produksi, juga terhadap perusahaan-perusahaan, misalnya dengan adanya gejala: sembrono, kurang hati-hati, kealpaan, kurang pengalaman, kurang keahlian, kenakalan, peneurian, penyelewengan alat-alat, dan material.
Lantas apa yang urgent untuk diamankan di perusahaan? Tentu saja instalasi perusahaan serta bagian dari instalasi terkait. Instalasi perusahaan itu meliputi alat-alat produksi (mesin-rnesin), bahan material serta seluruh benda fisik dan uang. Tujuan pengamanan dimaksudkan untuk menjaga dari kemungkinan adanya bahaya misalnya penyelewengan besar atau keeil, kurang keahlian, kurang pengalaman, bahaya kebakaran, beneana alamo
Selain itu pimpinan perusahaan juga perlu tanggap untuk menjaga moral para pekerjanya. Mengingat telah banyak propaganda politik yang merusak, kabar bohong yang menyesatkan para pekerja serta usaha-usaha lainnya yang bertujuan mematahkan dan melumpuhkan semangat kerja.
Pimpinan perusahaan juga diingatkan untuk menjaga keterangan­keterangan rahasia, surat-surat dan dokurnen-dokumen rahasia terhadap kernungkinan adanya bahaya penyalahgunaan terhadap informasi rahasia tersebut.
Berikut ini terdapat daftar tindakan-tindakan yang umumnya dilakukan pengusaha/pimpinan perusahaan untuk mengamankan Instalasi, Alat-alat Produksi, Material dan Benda Fisik lainnya, antara lain
1)             Pengusaha melakukan penyaringan personal menurut kornpetensi berdasarkan kebutuhan di tempat ketja. Pengusaha akan selalu mernperhitungkan bahwa sernakin vital pekerjaan sernakin keras penyaringan personal. Hanya personal yang dapat dipereaya dapat diserahi pekerjaan vital tersebut.
2)             Pengusaha umumnya menggunakan ukuran-ukuran yang obyektif dan merumuskan persyaratan teknis. Dan hanya personal yang mempunyai persyaratan teknis yang dipekerjakan.
3)             Pengusaha juga rnembuat pengelompokan pekerjaan berdasarkan vitalnya bagian, dan menentukan daerah-daerah terlarang, Selanjutnya mengatur penjagaan keamanan, seperti larangan untuk orang asing mernasuki area tersebut. Pada perusahaan modern, akan menggunakan sistem pas sesuai dengan derajat klasifikasi bagian-bagian kompleks yang telah di tetapkan.
4)             Untuk kepentingan pengendalian, biasanya pengusaha mengadakan klasifikasi material dan mengatur penjagaan keamanan sesuai dengan tingkat klasifikasinya. Serta mencegah jangan sampai ada orang yang tidak berkepentingan mengetahui, di mana jenis dan jumlah material yang di simpan di gudang. Juga melakukan kontrol sewaktu-waktu mengenai stock dan kualitet material.
5)             Pengusaha untuk menjamin perusahaannya terkontrol dengan baik, umumnya menyusun sistem administrasi yang rapi menurut ketentuan­ketentuan yang berlaku.
6)             Pengusaha pada umumnya telah memiliki standar baku untuk menjaga kemungkinan terjadinya:
1.      Kebakaran.
2.      Banjir.
3.      Hujan lebat.
4.      Panas yang luar biasa.
5.      Angin ribut.
6.      Bencana alam lainnya.
5.             Menjaga Moral Personal/Pekerja
Berikut ini merupakan daftar pekerjaan yang umumnya dikerjakan oleh pimpinan perusahaan dalam upaya menjaga moral personal agar tetap loyal dengan perusahaannya, antara lain:
a.             Pengusaha memberi pengertian tentang cara-cara dan akibat-akibat yang dapat ditimbulkan oleh provokasi dari pihak luar menyangkut keselamatan dan kelangsungan perusahaan. Sebab tidak jarang demonstrasi atau mogok kerja yang terjadi di berbagai perusahaan terkadang di sulut oleh provokasi yang berlebihan. Untuk itu maka pengusaha kerap melakukan usaha-usaha untuk mengebalkan pekerja terhadap setiap bentuk propaganda/kegiatan yang membahayakan keutuhan moral pekerja.
b.             Pengusaha juga kerap mengadakan ceramah-ceramah pada waktu tertentu dan menggunakan kejadian/peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi di perusahaan atau peristiwa-peristiwa yang diketahui oleh para pekerja sebagai pokok perbincangan. Pendekatan semacam ini umumnya bersifat efektif.
c.              Pengusaha juga mengusahakan buku-buku bacaan mengenai soal-soal pengamanan pekerja. Tujuannya untuk meningkatkan keinsafan para pekerja akan tanggung jawabnya terhadap perusahaan.
d.             Dalam keadaan mendesak, pengusaha sering kali bersifat tegas, membasmi bila terjadi peristiwa desas-desus yang membahayakan. Dan berusaha menunjukkan ketidakbenaran dari desas-desus itu. Lebih lanjut pengusaha akan melakukan penyelidikan dari mana munculnya desas­desus tersebut dan membuat hasil pemeriksaan sebagai bahan untuk membuat pekerja jadi kebal terhadap kegiatan-kegiatan yang serupa. Langkah berikutnya, pengusaha berusaha meyakinkan para pekerja untuk hanya mempercayai berita-berita yang datangnya dari sumber resmi,
e.              Untuk menjaga lingkungan kerja, pengusaha umumnya memperhatikan kebersihan lingkungan kerja. Serta menentukan syarat-syarat kerja yang dibutuhkan secara rrurumum oleh pekerja (penerangan, ventilasi, keselamatan kerja).
f.               Pengusaha yang memiliki pandangan jauh, akan berusaha memperhatikan kondisi peru mahan pekerja, pengangkutan, distribusi, jaminan sosial dan lain-lain. Keadaan fisik para pekerja amat erat hubungannya dengan moral. Serta berusaha menjauhkan / meniadakan hal-hal at au tindakan-tindakan yang dapat menimbulkan perasaan tidak senang di kalangan para pekerja.
g.             Pengusaha pada masa kini mengembangkan pola kemitraan dengan menganggap pekerja sebagai partner dan menghargai kedudukan pekerja . Dengan begitu pekerja akan menimbulkan rasa harga diri yang penuh dan akan membawa serta kegairahan kerja.
h.             Bagi perusahaan yang mengedepankan kernitraan antara pekerja dan pengusaha, sering kali mengadakan musyawarah untuk mendapatkan umpan balik bagi kemajuan perusahaan. Pengusaha yang berpandangan jauh menyadari pada hakikatnya kekuasaan perusahaan tidaklah terletak pada alat-alat perlengkapan yang modem, melainkan pad a mereka yang menjalankan alat-alat perlengkapan itu. Dan tiap peraturan pengamanan alat-alat produksi sebagai hasil musyawarah, akan mendapat dukungan penuh dari pada pekerja-pekerja itu sendiri dan akan menimbulkan rasa tanggung jawab bersama di kalangan pekerja-pekerja itu sendiri.
i.               Pengusaha yang berwawasan kebangsaan akan menganggap bahwa segala usaha dan tindakan dalam hubungan ketenagakerjaan tidak akan melupakan kepentingan Nasiona1. Pengusaha yang berwawasan kebangsaan menyadari pentingnya membangun seman gat berkeadilan sosial yang mengandung pengertian bahwa perusahaan itu pada hakikatnya mempunyai "fungsi sosial" yang mengandung pengertian bahwa segala tindakan dan us aha bendaknya ditujukan untuk kemakmuran bersama menuju masyarakat adil dan makmur. Oleh karenanya pengusaha yang demikian akan memberi perhatian terhadap kehidupan pekerja sehari-hari, baik dalarn perusahaan maupun dalam kehidupan keluarga, karena perhatian pimpinan perusahaan kepada kehidupan pekerja akan menimbulkan "sense of belonging".
6.              Tindakan-tindakan untuk mengamankan rahasia perusahaan.
Setiap perusahaan memiliki dokumen rahasia dan keterangan-keterangan yang bersifat rahasia. Termasuk surat-surat penting, yang kerahasiaannya tidak saja penting untuk perusahaan itu tetapi menyangkut pula kepentingan nasional misalnya : Keterangan-keterangan/dokumen-dokumen perminyakan, pertambangan dan lain-lainnya. Keterangan-keterangan yang bernilai ini harus diamankan kerahasiaannya. Rahasia berarti hanya boleh diketahui oleh petugas-petugas yang oleh karena kedudukan, fungsi dan tugasnya memerlukan dan berhak mengetahui keterangan-keterangan itu. Jadi keterangan-keterangan itu tidak boleh diketahui (dirahasiakan) oleh petugas­petugas/para personal yang tidak memerlukan dan tidak berhak mengetahuinya.
Untuk menjaga keterangan-keterangan penting atau rahasia-rahasia perusahaan, perlu dilakukan antara lain sebagai berikut:
a.              Jangan membicarakan hal-hal/rahasia di dekat orang-orang yang tidak di kenaI.
b.              Jangan membicarakan hal-hal rahasia di dekat orang yang dikenal dan tugas kewajibannya tidak perlu mengetahui kerahasiaan itu.
c.              Jangan membicarakan soal-soal rahasia melalui telepon atau menulisnya melalui surat-surat pribadi.
d.              Hindarilah nafsu ingin dipuji/disanjung dan keinginan memperlihatkan kepada orang lainikawanlkhalayakJramai, bahwa anda adalah orang penting dalam perusahaan yang mengetahui segala-galanya.
e.              Telitilah kepercayaan yang dapat diberikan kepada yang hadir jika membicarakan hal-hal kerahasiaan dan teliti pulalah derajat kepercayaan yang dapat diberikan kepada petugas-petugas yang memperlakukan dokumen-dokumen rahasia.
f.                Aturlah klasifikasi dokumen-dokumen/surat-surat rahasia.
1.      Sangat rahasia.
2.      Rabasia.
3.      Confidential terbatas.
g.              Aturlah pengamanan dan perlakuan dokumen-dokumen sesuai dengan klasifikasi yang telah ditetapkan.
h.              Aturlah keamanan kantor:
i.                Kuncilab ruangan, lemari, meja tulis dan temp at penyimpanan surat­surat berharga.
1)              Pakailah lemari dan peti-peti yang kuat.
2)              Masukkan secara sempurna dokumen-dokumen, stensilan-stensilan, kertas-kertas, karbon-karbon, yang tidak lagi diperlukan.
3)              Pisahkan penyimpanan ruang dengan dokumen.
4)              Hindarilah kesempatan baca buat orang yang tidak berhak membacanya.

7.               Strategi pengamanan dalam tiap-tiap Perusahaan
Pengamanan dalam tiap-tiap perusahaan adalah perlu dan mutlak.
Pengusaha seorang diri tidak akan mampu mengamankan perusahaan. Keikutsertaan para pekerja dalam kegiatan pengamanan perusahaan perlu mendapat saluran dan diatur. Untuk itu harus ditunjuk petugas pengamanan yang bertanggung jawab kepada pimpinan, dibantu oleh satu tim dari perusahaan itu yang representative sesuai dengan keadaan perusahaan dan kebutuhan, dengan tugas-tugas sebagai berikut:
a.               Mengatur kebijakan pengamanan perusahaan.
b.              Merumuskan kebutuhan pengamanan yang diperlukan oleh perusahaan.
c.               Mengatur pelaksanaan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk pengamanan.
d.              Mengadakan latihan-latihan, pembinaan-pembinaan mengenai soal-soal pengamanan kepada para pekerja.
e.               Mengumpulkan dan mengolah semua laporan-laporan yang disampaikan oleh semua pihak (pekerja) mengenai soal-soal pengamanan.
f.               Mewajibkan lapor berkala di kalangan pekerja perusahaan.  Prosedur untuk melakukan pengamanan adalah sebagai berikut:
a.        Mempelajari keadaan lingkungan temp at kerja dan daerah perusahaan dari segi berbagai kemungkinan bahaya.
b.        Merumuskan kemungkinan-kemungkinan bahaya apa yang dapat mengancam keamanan perusahaan, termasuk kemungkinan bahaya yang di timbulkan oleh bencana alam.
c.         Kemudian menggunakan analisa "Jika orang jahat ingin mengacaukan perusahaan ini, hal-hal apakah yang mungkin di lakukan untuk mencapai tujuan itu"
Berdasarkan perunjauan di atas, kemudian di susun tabel tentang kemungkinan bahaya-bahaya dan gangguan keamanan yang mungkin dihadapi dan disusun tindakan-tindakan pencegahan pengamanan yang akan dilakukan, termasuk latihan-latihan yang diperlukan dan peraturan-peraturan pengamanan yang bersifat tetap. Kemudian membuat aturan agar peraturan­peraturan dan tindakan-tindakan pengamanan yang telah ditetapkan, dilaksanakan oleh para pekerja sebagaimana mestinya.

R A N G K U M A N
1.             Ketentuan Syarat-syarat Keselamatan Kerja, terdiri dari a) Syarat­syarat pokok Keselamatan kerja; b) Pengawasan; c) Pembinaan; d)
2.             Kewaspadaan dan Pengamanan dalam Perusahaan, terdiri dari a) fungsi manajemen; b) apa yang terjadi dalam Perusahaan; c) Bagaimana mencegahnya; d) Pengertian pengamanan Perusahaan; d) Bahaya-bahaya apa yang dapat dan mungkin dihadapi oleh Perusahaan; e) Apa yang harus diamankan; t) Tindakan-tindakan apa yang dapat dilakukan untuk Pengamanan Instalasi, Alat-alat Produksi, Material dan Benda Fisik Jainnya; g) Tindakan-tindakan apa yang dapat dilakukan untuk mengamankan Moral Personal/pekerja; h)
3.             Tindakan-tindakan dalam mengamankan Keterangan-keterangan Penting
4.             Cara mencegah Kebocoran
5.             Strategi pengamanan dalam tiap-tiap Perusahaan


Daftar Pustaka
Undang-Undang Dasar 1945
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Undang-Undang No. 21 Tahun 2000 ten tang Serikat PekerjaiBuruh
Undang-Undang No. 20 tentang Pengesahan Konvensi ILO 138
Peraturan Pemerintah No. 28 ten tang Perubahan ke-3 Atas PP No. 14 Tahun 1993.
Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2003 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Yang Diterima Pekerja s.d Sebesar UMP
Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 150/Men/2000
Penetapan Upah Minimum Propinsi (UMP) dan Data ebutuhan Hidup Minimum (KHM) Propinsi
Konvensi ILO No. 87 Tahun 1948 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi
Konvensi ILO No. 98 Tahun 1949 tentang Berlakunya Dasar-dasar dari pada Hak untuk Berorganisasi dan untuk Berunding Bersama (UU No. 18 Tahun 1956)
Haridjan Rusli, Hukum Ketenagakerjaan 2003, Penerbita Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004
Lalu Husni. (2001). Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. PT. Raya Grafindo Persada.
Manulang, H. Sendjun. (1990). Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta,
Purbadi Hardjoprajitno. (2001). Kebebasan Berserikat dan lmplikasinya. Purbadi Publisher.
Purbadi Hardjoprajitno, Langkah Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan Terhadap Wanita, dalam Diskusi Panel Tentang Langkah Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan Terhadap Wanita, Hotel Indonesia, 8 J uli 1997.
Purbadi Hardjoprajitno, Tinjauan Sosio Juridis Aspek Ketenagakerjaan Pasca Deregulasi UU Bidang Ketenagakerjaan dalam Era Eforia Kebebasan Berserikat dan Antisipasi Otonomi Daerah dalam Pengelolaan Sumber Daya Manusia, dalam workshop PT. Gramedia Multi Utama, Hotel Santika, 24 Agustus 2000.
Purbadi Hardjoprajitno, Antisipasi Mengbadapi Problema Ketenagakerjaan di Era Reformasi, dalam acara Temu Konsultasi di Gramedia Group, 3 Juli 1998.
Purbadi Hardjoprajitno, Dampak Pelaksanaan Program Produktivitas Nakerwan bagi Perusabaan, dalam acara Temu Karya Perluasan Program Mandiri Peningkatan, Oktober 1995.
Purbadi Hardjoprajitno, Kesepakatan Kerja Bersama, dalam acara Pertemuan Informal Financial Club Jakarta, 17 April 2001.
Purbadi Hardjoprajitno, Peranan Apindo di Lembaga-lembaga Hubungan  Industrial, dalam acara pelatihan, Wisma PHI Cempaka Putih 4 September 1996
Aspek Hukum UU No.13 Tahun 2003, dalam acara pelatihan Stamco Consulting, Binasentra Bidakara, 12 Juni 2003.
Purbadi Hardjoprajitno, Pemutusan Hubungan Kerja sesuai UU No. 13 Tahun 2003, dalam pelatihan di PT. Kimia Farma, 10 Juni 2003.
Purbadi Hardjoprajitno. Litigasi Peradilan Bidang Perburuhan, pada Program Pendidikan Lanjutan Ilmu Hukum Universitas Indonesia, 16 Agustus 2002.
Purbadi Hardjoprajitno, Antisipasi Kehadiran Organisasi Pekerja di Perusahaan sebagai Mitra Pengusaha sesuai Konvensi ILO No. 87 Tahun 1948 di Indonesia, dalam satu seminar nasional di Jakarta, September 1999.
Purbadi Hardjoprajitno, Kesiapan Pengusaha menghadapi pelaksanaan UU tentang Serikat Pekerja, dalam acara Seminar di Hotel Santika, 22 Juli 2000.
Purbadi Hardjoprajitno, Hak-hak Dasar Pekerja di Tempat Kerja, pada program Pendidikan Lanjutan Ilmu Hukum Bidang Ketenagakerjaan Universitas Indonesia, 2002.
Purbadi Hardjoprajitno, Dasar dan Aspek Hukum Hubungan Kerja, pada program Pendidikan Lanjutan Ilmu Hukum Bidang Ketenagakerjaan Universitas Indonesia, 2002.
Purbadi Hardjoprajitno, Menciptakan Hubungan Industrial Yang harmonis dalam rangka meningkatkan kinerja perusahaan, pada Pendidikan Calon Pegawai Utama BRI Angkatan XII, 2001.
Purbadi Hardjoprajitno, Dasar dan Aspek Hubungan Kerja, pada acara Training HR Manager PT. BNI, 13 Agustus 2005.
Purbadi Hardjoprajitno, Aspek Hukum Ketenagakerjaan Dalam Penyusunan KKB, pada acara workshop PT. Bakri Building Industries, 5 Juni 2002.
Purbadi Hardjoprajitno, Outsourcing, pada seminar di Lembaga Pendidikan Pengembangan PPM, 27 Mei 2004.
Purbadi Hardjoprajitno, PHK Tanpa Gejolak sebuah konsep dan syarat, dalam acara Seminar di Hotel Kartika Chandra, 22 Des 2005.
Purbadi Hardjoprajitno, Ketentuan UU No. 2 Tahun 2004 yang harus diperhatikan, dalam diskusi terbatas di Indonesia Legal Center Publishing, 17 Sept 2004.
Purbadi Hardjoprajitno, Teknik dan Cara Penyelesaian kasus di Pengadilan Negeri dengan hakim Ad Hoc, dalam acara Panduan sehari RUU PPHI, 30 J uli 2002.
Purbadi Hardjoprajitno, Kiat Berperkara di Pengadilan Negeri, daIam acara seminar Bina Sumber Daya Manusia, Hotel Cempaka, 10 Agustus 2004
Purbadi Hardjoprajitno, Pembahasan PKWT dan PHK Menurut UU No. 13 Tahun 2003, pada pelatihan karyawan Bank Bukopin, 13 Peb 2004.
Purbadi Hardjoprajitno, Hubungan Industrial bagi manajer dalam mengantisipasi terjadinya gejolak maupun perselisihan, dalam acara pelatiban di PT. Dankos Laboratories, 13 Desember 2003 .
Purbadi Hardjoprajitno, Pembahasan UU No. 13 Tahun 2003 Perbedaan dan Penjelasannya, di PT. Krakatau Steel, Cilegon, 3 Juni 2003 .



Tidak ada komentar:

Posting Komentar