Sabtu, 14 September 2019

Sistem Hukum Indonesia. Modul 4


MODUL 4
Hukum Tata Negara Indonesia
Dr. H. Nandang Alamsah Deliarnoor, S.H., M.Hum.

PENDAHULUAN
Hukum Tata Negara merupakan hukum yang pertama-tama berwarna nasional. Hal ini disebabkan fungsinya sebagai hukum pendobrak system hukum yang ada sebelumnya in casu hukum kolonial diganti dengan hukum nasional. Hukum Tata Negara menjadi kran pembuka bagi eksisnya hukum-hukum yang lain.
Pada dasarnya Hukum Tata Negara mengatur organisasi kekuasaan suatu negara dengan berbagai aspek yang berkaitan dengan organisasi kekuasaan negara tersebut. Oleh karena itu. dalam modul ini akan dijelaskan berturut-turut:
1.      Istilah dan Pengertian Hukum Tata Negara:
2.      Sumber Hukum Tata Negara Indonesia;
3.      Asas-Asas Dalam Hukum Tata Negara Indonesia;
4.      Konstitusi:
5.      Kelembagaan Negara.
Pada kegiatan 1 akan dijelaskan istilah yang dipakai beberapa Negara untuk penyebutan Hukum Tata Negara yang dilanjutkan dengan mengetengahkan beberapa definisi Hukum Tata Negara yang diberikan oleh beberapa ahli. Pada kegiatan 1 juga tidak lupa dijelaskan bagaimana kedudukan serta hubungan Hukum Tata Negara ini dengan ilmu yang lain terutama yang memiliki kajian kenegaraan. Pada Kegiatan 2 dijelaskan sumber-sumber Hukum Tata Negara Indonesia. Berhubung sangat besarnya peranan peraturan perundang-undangan sebagai sumber Hukum Tata Negara maka hal ikhwal yang berkaitan dengan pentingnya peraturan perundang- undangan dan fungsinya turut diketengahkan pula dalam Kegiatan Belajar 2 ini. Dalam Kegiatan belajar 3 diuraikan Asas-Asas Dalam Hukum Tata Negara Indonesia. Kegiatan Belajar 4 menguraikan hal ikhwal yang berkaitan dengan konstitusi mulai dari istilah. hakikat. pengertian, materi muatan, klasifikasi konstitusi dan perubahan konstitusi. Dari konstitusi pula kita dapat mengetahui apakah suatu negara memiliki sistem pemerintahan presidensial atau parlementer. Oleh karena itu dalam Kegiatan Belajar 4 ini secara sekilas diuraikan pula tentang mengetengahkan hal ikhwal tentang Lembaga negara yang sekarang eksis sistem pemerintahan. Kegiatan Belajar 5 pasca amandemen UUD 1945.
KEGIATAN BELAJAR 1
Istilah dan Pengertian Hukum Tata Negara

A. ISTILAH HUKUM TATA NEGARA
Hukum Tata Negara erat kaitannya dengan konstitusi suatu negara. Oleh karena itu, ada beberapa istilah yang dipakai di beberapa negara untuk menyebutkan Hukum Tata Negara, antara lain dalam:
1.      Bahasa Inggris                     : constitutional law
2.      Bahasa Belanda                   : staatsrecht
3.      Bahasa Perancis                   : droit constitutionnel
4.      Bahasa Jerman                     : verfassungsrecht
Berdasarkan istilah-istilah di atas nampak bahwa istilah Hukum Tata Negara diidentikan dengan Hukum Konstitusi. Suatu kenyataan bahwa bila ingin mempelajari Hukum Tata Negara suatu negara maka yang menjadi sumber pertama dan utama agar kita memiliki gambaran mengenai Hukum Tata Negara negara yang bersangkutan adalah mempelajari konstitusinya.Oleh karena itu wajar bilamana di negara-negara tertentu istilah Hukum Tata Negara itu identik dengan Hukum Konstitusi.
Di Inggris pemakaian istilah "constitutional law" akan menjadi lebih tepat sebab Inggris terkenal tidak memiliki UUD yang terdokumenkan seperti halnya dengan negara Indonesia ada UUD 1945 yang terdokumenkan. Istilah kontitusi yang menunjukkan adanya hukum dasar baik tertulis dan tidak tertulis akan lebih luas artinya dari sekedar UUD yang hanya diartikan sebagaikonstitusi dalam bentuk tertulis. Sumber hukum ketatanegaraan Inggris terbentang panjang meliputi perjalanan sejarahnya seperti peristiwa Magna Charta, The Bill of Right (1689), The Act of Settlement (1700), The Parliament Act (1911 dan 1949), dan lain-lain yang ditenggarai sebagai konstitusinya Inggris.
Dengan demikian bila akan mempelajari Hukum Tata Negara Inggris maka pelajari dinamika konstitusi Inggris yang tidak hanya meliputi peraturan-peraturan tertulis namun meliputi sejarah sistem ketatanegaraan, kebiasaan-kebiasaan bahkan kelembagaan yang berada di Inggris.
Di Belanda dipakai istilah "staatsrech” yang dibagi menjadi staatsrecht in ruimere zin (dalam arti luas) dan staatsrecht in engere zin (dalam arti sempit). Staatsrecht in rimere zin adalah Hukum Negara. Sedangkan staatsrecht in engere zin adalah hukum yang membedakan Hukum Tata Negara dari Hukum Administrasi Negara Istilah yang digunakan di Perancis adalah "droit constitutionnel" yang dilawankan dengan "droit administrative". Jadi di Perancis kedua istilah ini memang disengaja untuk membedakan antara Hukum Tata Negara dengan Hukum Administrasi Negara, dimana Hukum Administrasi Negara di Perancis berkembang sangat pesat dan salah satu pelopor dalam pengembangan peradilan administrasi di dunia. Sedangkan di Jerman mempergunakan istilah “verfassungsrecht" untuk Hukum Tata Negara dan "verwassungsrecht" untuk Hukum Administrasi Negaranya.

B. DEFINISI HUKUM TATA NEGARA.
Di bawah ini akan disampaikan beberapa definisi dari Hukum Tata Negara  yang diberikan para pakar Hukum Tata Negara.
1.      Van Vollenhoven.
Hukum Tata Negara membicarakan masyarakat hukum atasan dan hubungannya menurut hirakhis serta hak dan kewajibannya masing-masing

2.      Scholten.
Hukum Tata Negara adalah hukum yang mnengatur organisasi daripada Negara.

3.      Van der Pot.
Hukum Tata Negara adalah hukum/peraturan-peraturan yang menentukan badan-badan yang diperlukan serta wewenangnya masing-masing, hubungan satu dengan yang lainnya dan hubungan dengan individu-individu (dalam kegiatannya).

4.      Logemann.
Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur organisasi negara (het staatsrecht als het recht dat betrekking heeft op de strat-die gezagsorganisatie).  
Menurut Logemann jabatan merupakan pengertian yuridis dari fungsi. sedangkan fungsi merupakan pengertian yang bersifat sosiologis.
Oleh karena negara merupakan organisasi yang terdiri atas fungsi-fungsi dalam hubungannya satu dengan yang lain maupun dalam keseluruhannya maka dalam pengertian yuridis negara merupakan organisasi jabatan atau ambtenorganisatie. Dengan demikian menurut Logemann Hukum Tata Negara mempelajari:
a.      susunan dari jabatan-jabatan;
b.      penunjukkan mengenai pejabat-pejabat
c.       tugas dan kewajiban yang melekat pada jabatan itu
d.      kekuasaan dan wewenang yang melekat pada jabatan itu
e.       batas wewenang dan tugas dari jabatan terhadap daerah dan orang-orang yang dikuasainya
f.        hubungan antar jabatan
g.      penggantian jabatan
h.      hubungan antara jabatan dan pejabat

5.      Van Apeldoorn.
Apeldoorn membedakan Hukum Tata Negara dalam arti sempit dan luas.
Hukum Tata Negara dalam arti sempit sama artinya dengan istilah Hukum Tata Negara dalam arti sempit agar berbeda dengan dengan istilah Hukum Tata Negara dalam arti luas yang disebutnya Hukum Negara yang meliputi Hukum Tata Negara (dalam arti sempit) dan Hukum Administrasi Negara.
Hukum Tata Negara dalam arti sempit menurut Apeldoorn adalah menunjukkan orang-orang yang memegang kekuasaan pemerintahan dan batas-batas kekuasaannya.

6.      Wade and Phillip.
Hukum Tata Negara mengatur alat-alat perlengkapan negara. tugas dan hubungan antara alat perlengkapan negara tersebut.

7.      Paton.
Hukum Tata Negara adalah peraturan yang mengatur alat perlengkapan negara, tugas dan wewenangnya.

8.      Wolhoff.
Hukum Tata Negara adalah norma-norma hukum yang mengatur bentuk negära dan organisasi pemerintahannya, susunan dan hak kewajiban organ-organ pemerintahan.

9.      Oppenheim.
Hukum Tata Negara mempelajari negara dalam keadaan diam (staats inrust), yang berbeda dengan hukum administrasi negara yang mempelajari negara dalam keadaan bergerak (staats in beweging), artinya hukum yang diberi kekuasaan mengatur aktivitas penyelenggaraan negara.

10.  J.R. Stellinga.
Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur wewenang dan kewajiban-kewajiban alat-alat perlengkapan Negara. mengatur hak dan kewajiban warga Negara.

11.  Kusumadi Pudjosewojo.
Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur bentuk Negara (kesatuan atau federal). dan bentuk pemerintahan (kerajaan atau republik), yang menunjukkan masyarakat hukum yang atasan maupun yang bawahan, beserta tingkatan-tingkatannya hierarchie), yang selanjutnya mengesahkan wilayah dan lingkungan rakyat dari masyarakat-masyarakat hukum itu dan akhirnya menunjukkan alat-alat perlengkapan (yang memegang kekuasaan penguasa) dari masyarakat hukum itu. beserta susunan (terdiri dari seorang atau sejumlah orang), wewenang ungkatan imbang dari dan antara alat perlengkapan itu.

12.  Utrecht.
Hukum Tata Negara mempelajari kewajiban sosial dan kekuasaan pejabat-pejabat Negara.

13.  A.V.Dicey.
Dalam bukunya yang berjudul An Introduction the study of the Law ofthe Constitution Hukum Tata Negara menurut Dicey adalah hukum yang terletak pada pembagian kekuasaan dalam negara dan pelaksanaan yang tertinggi dalam suatu negara.

14.  Maurice Duverger.
Hukum Tata Negara adalah salah satu cabang dari hukum publik yang mengatur organisasi dan fungsi-fungsi politik suatu lembaga negara.

15.  R. Kranenburg.
Hukum Tata Negara meliputi hukum mengenai susunan hukum dari Negara yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar.
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Hukum Tata Negara adalah salah satu bidang hukum yang mempelajari hukum organisasi negara beserta seluruh keputusan-keputusan yang diambil oleh Negara. Penarikan pengertian di atas didasarkan pula pada hasil kongres Hukum Tata Negara Pada tahun 1972 yang diadakan di Belanda yang khusus membahas objek kajian dari Ilmu Pengetahuan Hukum Tata Negara (Staatsrechtwissenchapobject). Prof. Burken pemrasaran berpendapat bahwa objek kajian Hukum Tata Negara adalah sistem pengambilan keputusan dalam negara yang distrukturkan dalam hukum (“de Staatsrechtswetenschap houdtzich bezig met beslissingssystem de staat zoals deze gestructured is door het recht ). Karena objek penyelidikannya sistem pengambilan keputusan dalam negara maka akan melibatkan berbagai lembaga negara, dimulai dari bagaimana lembaga negara itu diisi dengan anggota-anggotanya. pejabat-pejabatnya, termasuk wewenangnya, bagaimana perhubungan kekuasaan antar pejabat atau lembaga itu.
Dengan demikian Hukum Tata Negara tidak hanya merupakan sebagai recht atau hukum dan apalagi sebagai wet atau norma hukum tertulis saja, namun merupakan sebagai lehre atau teori, sehingga pengertiannya mencakup apa yang disebut sebagai constitutional law (hukum konstitusi) dan juga constitutional theory (teori konstitusi).

C.    KEDUDUKAN  HUKUM  TATA  NEGARA DAN  HUBUNGANNYA DENGAN ILMU LAIN
Hukum Tata Negara menduduki tempat di atas Hukum Perdata, Hukum Administrasi Negara dan Hukum Pidana. Maksud dari gambar di atas adalah bahwa adanya Hukum lain in casu Hukum Perdata, Hukum Administrasi Negara dan Hukum Pidana didahului oleh adanya Hukum Tata Negara.) Sebagai contoh di Indonesia berlakunya hukum perdata, hukum administrasi negara dan hukum pidana beserta hukum-hukum yang lain karena diberlakukan oleh Pasal 2 Aturan Peralihan UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945. UUD 1945 adalah sumber Hukum Tata Negara itu sendiri.
Berdasarkan Pasal 2 Aturan Peralihan UUD 1945, semua badan dan peraturan masih berlaku sepanjang belum dibuat yang baru berdasarkan Undang-Undang Dasar ini. Dengan demikian semua hukum yang berlaku (positif) pada zaman pemerintahan bala tentara Jepang menjadi berlaku saat  itu baik yang berupa hukum perdata, hukum administrasi negara dan hukum pidananya beserta hukum-hukum yang lain.
Hubungan antara Hukum Tata Negara dengan Hukum Administrasi Negara dijelaskan oleh Van Vollenhoven. la memberikan definisi Hukum Tata Negara sebagai suatu gabungan peraturan-peraturan hukum yang mengadakan badan kenegaraan, yang memberi wewenang kepada badan-badan itu, yang membagi pekerjaan pemerintah serta memberi bagian-bagian itu kepada masing-masing badan tersebut yang tinggi maupun yang rendah. Hukum Administrasi Negara sebagai suatu gabungan ketentuan-ketentuan yang mengikat badan-badan yang tinggi maupun yang rendah apabila badan-badan itu menggunakan wewenangnya yang telah diberikan kepadanya oleh Hukum Tata Negara itu.
Van Vollenhoven mengemukakan juga tentang Hukum Administrasi Negara bahwa:
"Hukum Administrasi Negara itu merupakan verlengstuk atau kelanjutan dari Hukum Tata Negara".
Adapun maksud dari Van Vollenhoven dengan verlengstuk atau kelanjutan itu adalah bahwa Hukum Administrasi Negara mewujudkan tugas dari Hukum Tata Negara artinya bahwa. badan kenegaraan yang kemudian berdasarkan wewenangnya itu,masing-masing melakukan pelbagai perbuatan baik perbuatan membentuk peraturan, maupun perbuatan-perbuatan yang menyelesaikan suatu peristiwa konkret tertentu berupa pemberian keputusan-keputusan yang disebut ketetapan-ketetapan (beschikkingen), dan ini semua dilakukannya dalam usaha melaksanakan "bestnurszorg"-nya sebagai tugas pokok dari Administrasi Negara.
Selanjutnya hubungan antara Hukum Tata Negara dengan llmu Negara adalah bahwa Ilmu Negara merupakan dasar dalam penyelenggaraan praktek ketatanegaraan yang diatur dalam Hukum Tata Negara lebih lanjut. Ilmu negara mempelajari konsep, teori tentang negara yang merupakan dasar dalam mempelajari Hukum Tata Negara.
Bagaimana hubungan Hukum Tata Negara derngan Ilmu Politik? Hukum Tata Negara mempelajari peraturan-peraturan hukum yang mengatur organisasi kekuasaan negara, sedangkan Ilmu Politik mempelajari kekuasaan dilihat dari aspek perilaku kekuasaan tersebut. Setiap produk hukum merupakan hasil dari proses politik. Menurut Bareents, Hukum Tata Negara ibarat sebagai kerangka manusia, sedangkan Illmu Politik diibaratkan sebagai daging yang membalut kerangka tersebut.

RANGKUMAN
Hukum tata negara erat kaitannya dengan konstitusi suatu negara. Secara singkat hukum tata negara membahas mengenai beberapa hal yaitu:
1.      lembaga-lembaga negara,
2.      kewenangan lembaga negara;
3.      hubungan antara lembaga negara,
4.      jabatan-jabatan didalam lembaga negara:
5.      tugas. kewajiban, kekuasaan serta kewenangan dari jabatan-jabatan:
6.      hubungan antar jabatan;
7.      penggantian jabatan;
8.      hubungan jabatan dan pejabat.
Kedudukan dari hukum tata negara berada diatas hukum lainnya, karena hukum lainnya hadir akibat diberklakukannya hukum tata negara.











KEGIATAN BELAJAR 2
Sumber Hukum Tata Negara Indonesia

A. SUMBER HUKUM TATA NEGARA INDONESIA
Sumber Hukum Tata Negara Indonesia terdiri dari:
1.      Sumber Hukum Materiil yaitu Pancasila.
2.      Sumber Hukum Formal, yaitu:
a.       Hukum Perundang-undangan, yang berdasarkan Undang-undang No.12 Tahun 2011 Peraturan Perundang-undangan di Indonesia. meliputi:
·         UUD 1945
·         Ketetapan MPR
·         UU/Perpu
·         Peraturan Pemerintah
·         Peraturan Presiden
·         Peraturan Daerah Provinsi
·         Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
b.      Hukum Kebiasaan (Konvensi Ketatanegaraan)
Mengenai konvensi (convention) ini terdapat beberapa pengertian, antara lain:
·         Dalam hukum acara, konvensi merupakan gugatan balik, misalnya terdapat penggugat dan tergugat, di mana penggugat dalam konvensi, kemudian si tergugat menggugat balik maka diaakan menjadi penggugat menurut rekonsesi.
·         Dalam hukum tata negara, konvensi merupakan kebiasaan-kebiasaan yang terpelihara dalam praktik penyelenggaraan negara.
·         Dalam hukum internasional, konvensi merupakan perjanjian yang diadakan oleh dua negara atau lebih.
c.       Traktat yaitu perjanjian antara dua negara atau lebih yang materinya menyangkut Hukum Tata Negara.
d.      Doktrin yaitu pendapat para sarjana hukum yang ternama dalam bidang Hukum Tata Negara mempunyai kekuasaan dan pengaruh dalam pengambilan keputusan oleh Hakim.

Secara khusus untuk memahami pengertian sumber hukum secara lebih rinci dapat membaca kembali Modul 1 Kegiatan Belajar 2.
B. ARTI PENTING MENGETAHUI PERUNDANG-UNDANGAN
Menurut Faried Ali, perundang-undangan sangatlah penting dimengerti bukan saja bagi yang menekuni bidang ilmu hukum tetapi juga yang menekuni bidang studi Ilmu Pemerintahan. Hal ini disebabkan karena dalam studi ini dipelajari adanya keharusan untuk menyelenggarakan pemerintah lewat bentuk-bentuk dan isi yang dikehendaki oleh aturan perundang-undangan itu sendiri. Apalagi bidang perundangan ini menjadi bidang yang dikerjakan oleh pemerintah bukan saja dalam hal pembentukannya tetapi juga menyangkut keberlakuannya, lebih-lebih di dalam perkembangan bidang tugas pemerintahan bukan lagi sebagai pelaksana aturan perundangan tetapi lebih dari itu juga sudah bertindak sebagai pembuat aturan perundangan, atau adanya delegasi perundangan. Belum lagi di dalam kenyataan adanya aparat pemerintah yang telah duduk di lembaga-lembaga legislatif seperti menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat baik di tingkat Pusat maupun di tingkat Daerah.
Jika dihubungkan dengan pembangunan hukum nasional, menurut Bagir Manan dan Kuntana Magnar, dalam bukunya Peranan Peraturan Perundang- undangan dalam Pembinaan Hukum Nasional, maka pembangunan hukum nasional itu dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu melalui peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, dan hukum tidak tertulis. Dari berbagai cara tersebut, peraturan perundang-undangan (akan) menduduki tempat atau peranan utama. Ada berbagai pertimbangan. mengapa peraturan perundang-undangan menjalankan peran utama dan prioritas dalam pembinaan hukum nasional. di antaranya berikut ini.
1.      Ditinjau dari tradisi hukum yang berlaku, Sistem hukum Indonesta termasuk pada tradisi hukum kontinental. Tradisi hukum ini lebih mengutamakan peraturan perundang-undangan (peraturan tertulis) sebagai dasar sistem hukumnya.
2.      Pada saat ini, ada kecenderungan yang umum (baik pada tradisi hukum kontinental maupun anglo saksis) makin pentingnya peranar peraturan perundang-undangan.
3.      Selain sistem hukum dan kecenderungan umum di atas, ada berbagai keadaan khusus yang memberikan peran utama pada peraturan perundang-undangan dalam pembinaan hukum nasional, yaitu berikut ini.
a.       Keanekaragaman hukum yang berlaku (pluralistik). Khusus dalam hukum keperdataan, masih terdapat keanekaragaman hukum. Di samping Hukum Adat, berlaku juga Hukum Perdata Barat (BW). Juga hukum agama, khususnya agama Islam mengenai masalah perkawinan, faraid (sepanjang hal itu diminta oleh semua ahli waris).
b.      Berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku dibuat pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Ada dua macam peraturan perundang-undangan yang dibuat pada masa Hindia Belanda.
Pertama, peraturan perundang-undangan yang dibuat dan ditetapkan di negeri Belanda untuk Hindia Belanda (BW, WvK WyS, dansebagainya).
Kedua. peraturan perundang-undangan yang dibuat dan ditetapkan oleh perangkat pemerintah Hindia Belanda sendiri (di Batavia).
Selain pertimbangan bahwa peraturan perundang-undangan ini adalah produk kolonial (yang tidak dapat lain merupakan cerminan dari politik hukum kolonial), juga telah ketinggalan zaman. Perkembangan masyarakat, ilmu. dan teknologi setclah perang dunia kedua, menumtut diciptakan hukum-hukum baru.
c.       Politik hukum nasional menghendaki hukum berperan sebagai sarana pembaharuan, menunjang pmbangunan dan pemersatu bangsa.
Oleh karena itu, mengetahui proses penyusunan atau pembuatan peraturan (produk hukum tertulis) yang dilakukan oleh pejabat atau lembaga yang berwenang sangatlah penting jika menyimak tradisi hukum negara kita.

C. FUNGSI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Peraturan Perundang-undangan Indonesia baik di Pusat maupun di Daerah meliputi berbagai jenis, yang masing-masing mempunyai karakteristik dan fungsinya masing-masing. Di pusat kita mengenal adanya Undang-undang. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang dan Peraturan Pemerintah yang secara tegas diatur dalam Undang-undang Dasar 1945. Di samping itu juga terdapat Peraturan Presiden dan Peraturan Menteri. Sedangkan di daerah kita mengenal adanya Peraturan Daerah, Peraturan Gubernur dan Bupati/Walikota, Instruksi Gubernur dan Bupati/Walikota serta di desa kita mengenal adanya Peraturan Desa.
Beragamnya jenis peraturan perundang-undangan di Indonesia, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah berdasarkan hirarki lembaga dan pejabat yang membuatnya membawa konsekuensi pada adanya perbedaan fungsi yang diemban oleh masing-masing jenis peraturan perundang-undangan dimaksud. Misalnya fungsi undang-undang berbeda dengan maksud dibuatnya Peraturan Pemerintah. Demikian pula fungsi Ketetapan Majelis Permusyaratan Rakyat berbeda dengan Peraturan Pemerintah.
Undang-undang Dasar 1945 secara eksplisit hanya mengenal Undang-undang, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang, Peraturan Pemerintah, sedangkan Peraturan perundang-undangan lainnya tumbuh dan berkembang dalam praktek ketatanegaraan Indonesia.
Berdasarkan pada teori Hans Nawiasky. A. Hamid S. Attamimi, menyebutkan bahwa Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 merupakan norma fundamental negara, sedangkan Batang Tubuh UUD 1945, Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat, dan hukum dasar yang tidak tertulis berupa Konvensi/Kebiasaan Ketatanegaraan sebagai aturan dasar/aturan pokok negara. maka peraturan perundang-undangan Republik Indonesia yang merupakan “Fornell Gesetz” adalah peraturan-peraturan yang dibentuk oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, yaitu undang-undang' dan perundang-undangan lainnya yang dibentuk oleh lembaga-lembaga pemerintahan.
Pandangan A. Hamid S. Attamimi di atas, beranggapan bahwa yang termasuk dalam jenis Peraturan perundang-undangan adalah undang-undang ke bawah. Sedangkan Undang-undang Dasar dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat tidak termasuk ke dalam jenis-jenis peraturan perundang-undangan.
Pandangan ini berbeda dengan yang diatur oleh Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Nomor XX/MPRS/1966 (Jo Ketetapan MPR Nomor V/MPR/1973) tanggal 5 Juli 1966 tentang Memorandum DPR-GR mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundangan Republik Indonesia, yang menyebutkan tata urutan peraturan perundangan di Indonesia meliputi:
1.      Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945;
2.      Ketetapan MPR;
3.      Undang Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang:
4.      Peraturan Pemerintah;
5.      Keputusan Presiden:
6.      Peraturan-peraturan Pelaksanaan lainnya, seperti:
·         Instruksi Presiden,
·         Instruksi Menteri,
·         dan lain-lainnya.
Sedangkan Maria Farida Indrati, mantan Asisten Prof. Dr. A. Hamid S Attamimi, S.H. menyebutkan jenis-jenis perundang-undangan di Indonesia adalah sebagai berikut.
1.      Perundang-undangan di Tingkat Pusat.
a.      Undang-undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
b.      Peraturan Pemerintah
c.       Keputusan Presiden
d.      Keputusan Menteri
e.       Keputusan Kepala Lembaga Pemerintah Non-Departemen
f.        Keputusan Direktur Jenderal Departemen
g.      Keputusan Kepala Badan Negara

2.      Perundang-undangan di Tingkat Daerah
a.      Peraturan Daerah Propinsi
b.      Keputusan Gubernur Kepala Daerah
c.       Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
d.      Keputusan Bupati/Walikota

D. FUNGSI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DALAM SISTEM HUKUM INDONESIA

Bagaimana arti penting (kedudukan) dan fungsi Peraturan perundang-undangan tidak disebutkan dalam Undang-undang Dasar 1945. Petunjuk tentang arti penting Peraturan perundang-undangan menurut UUD 1945 yaitu dalam Penjelasan Umum ketika membicarakan sistem pemerintahan Negara dengan menyebutkan dianutnya sistem konstitusional. Serta pada bagian lainnya diakuinya Undang-Undang Dasar sebagai hukum dasar (tertulis) di samping hukum dasar lainnya (yang tidak tertulis).
Demikian pentingnya peraturan perundang-undangan sebagai salah satu sumber hukum (tertulis) dalam Undang-undang Dasar1945 dengan ditegaskannya beberapa jenis Peraturan Perundang-undangan menurut system UUD 1945.
Berdasarkan pada susunan dari jenis-jenis perundang-undangan yang telah dibahas sebelumnya, maka fungsi dari masing-masing Peraturan Perundang-undangan tersebut adalah sebagai berikut :
1.    Fungsi Undang-Undang Dasar
Penjelasan Undang-undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa Undang-undang Dasar adalah hukum dasar yang tertulis, di sampingnya itu ada hukum dasar lain yang tidak tertulis. Sebagai hukum dasar, ketentuan dalam Undang-undang Dasar merupakan pedoman, dasar, arah bagi Peraturan Perundang-undangan di tingkat bawahnya.
Hakikat Undang-undang Dasar atau konstitusi secara teoretis dapat dikemukakan. misalnya berdasarkan pandangan E.C.S. Wade sebagaimana dikutip oleh Miriam Budihardjo menyatakan bahwa Undang-undang Dasar sebagai "naskah yang memaparkan rangka darn tugas tugas pokok dari badan-badan pemerintah suatu negara dan menentukan pokok-pokok cara kerja badan-badan tersebut".
Berdasarkan pendapat Wade di atas, tentang hakikat undang-undang dasar, dapat dikemukakan beberapa fungsi Undang-undang Dasar.
a.         Bagi yang memandang negara dari sudut kekuasaan (organisasikekuasaan), maka undang-undang dasar merupakan kumpulan asas yang menetapkan bagaimana kekuasaan dalam negara dibagi. Herman Finner menamakan undang-undang dasar sebagai "riwayat hidup suatu hubungan kekuasaan" (the autobiography of a power relationship).

b.        Sedangkan negara yang mendasarkan diri pada demokrasi konstitusional, undang-undang dasar mempunyai fungsi yang khas. yaitu membatasi kekuasaan pemerintah sehingga penyelenggaraan negara (kekuasaan) tidak berbuat sewenang-wenang. Dengan demikian diharapkan hak-hak warga negara lebih terlindungi. Gagasan atau faham pembatasan kekuasaan melalui Undang-Undang Dasar ini dinamakan Konstitusionalisme.

Menurut Carl J. Friederich, konstitusionalisme merupakan gagasan bahwa pemerintahan merupakan kumpulan kegiatan yang diselenggarakan oleh dan atas nama rakyat, tetapi yang dikenakan beberapa pembatasan yang diharapkan akan menjamin bahwa kekuasaan yang diperlukan untuk pemerintahan itu tidak disalahgunakan oleh mereka yang mendapat tugas untuk memerintah. Cara pembatasan yang  dianggap paling efektif adalah membagi kekuasaan.

c.         Di negara-negara komunis (dulu) gagasan konstitusionalisme tidak dikenal. Undang-undang Dasar di negara komunis mempunyai fungsi ganda, yaitu disatu pihak mencerminkan kemenangan-kemenangan yang telah dicapai dalam menuju masyarakat komunis dan dipihak lain UUD memberikan rangka dan dasar hukum untuk perubahan masyarakat yang dicita-citakan dalam perkembangan tahap berikutnya.
Sedangkan dari sudut waktu (fase) dikenal dua fungsi konstitusi/undang-undang dasar, yaitu: FungsiA-Priori (fungsi sebelum negara dibentuk), pada fungsi ini konstitusi dipandang sebagai hasil perjanjian masyarkat untuk membentuk negara; dan Fungsi A-Posteriori (fungsi setelah Negara dibentuk). pada fungsi ini konstitusi dianggap sebagai akte pendirian sebuah negara. Jadi secara umum, undang-undang dasar berfungsi sebagai hukum dasar bagi pembentukan lembaga-lembaga negara, fungsi. dan hubungannya antara satu dengan yang lain, mengatur hubungan antara negara dengan  warga negara, dan memuat cita-cita serta tujuan negara
2. Fungsi Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Ketetapan MPR pernah tidak tercantum sebagai salah satu bentuk Peraturan Perundang-undangan yaitu dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-undang tersebut Peraturan perundang-undangan hanya meliputi:
a.      UUD 1945
b.      UU/Perpu;
c.       Peraturan Pemerintah,
d.      Peraturan Presiden, dan
e.       Peraturan Daerah.
Namun pasca UU No. 10 tahun 2004 ini direvisi dan diganti dengan UU No. 12 Tahun 2011 Ketetapan MPR sebagai salah satu bentuk Peraturan Perundang-undangan itu muncul kembali. Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Undang-undang tersebut Peraturan Perundang-undangan meliputi:
a.      UUD 1945
b.      Ketetapan MPR
c.       UU/Perpu;
d.      Peraturan Pemerintah;
e.       Peraturan Presiden
f.        Peraturan Daerah Provinsi: dan
g.      Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
Apa fungsi ketetapan MPR? Walaupun dalam UU No. 12 Tahun 2011 disebut sebagai salah satu Peraturan Perundang-undangan namun UU ini tidak menjelaskan apa fungsi atau materi muatan dari Ketetapan MPR. Sebelum amandemen UUD 1945 Ketetapan MPR merupakan produk hukum dari MPR sebagai Lembaga Negara Tertinggi pemegang kedaulatan rakyat. Beberapa pasal dalam Undang-undang Dasar sebelum diamandemen menyebutkan, beberapa hal yang harus dilakukan oleh MPR sebagai pelaksanaan tugas dan wewenangnya, yaitu:
Majelis Permusyawaratan Rakyat mempunyai tugas, yang diatur dalam pasal 3 dan Pasal 6 UUD 1945 serta oleh Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1999 tentang Tata Tertib MPR. yang meliputi:
a.      menetapkan Undang-undang Dasar;
b.      menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara;
c.       memilih (dan mengangkat Presiden dan Wakil Presiden).
Sedangkan dalam pasal 4 Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1999, menyebutkan ada 9 (sembilan) wewenang Majelis, yaitu:
a.      membuat putusan-putusan yang tidak dapat dibatalkan oleh Lembaga Negara yang lain, termasuk penetapan Garis-garis Besar Haluan Negara yang pelaksanaannya ditugaskan kepada Presiden/Mandataris;
b.      memberikan penjelasan yang bersifat penafsiran terhadap putusan-putusan Majelis;
c.        menyelesaikan pemilihan dan selanjutnya mengangkat Presiden dan Wakil Presiden;
d.      meminta pertanggung jawaban dari Presiden/Mandataris mengenai pelaksanaan Garis-garis Besar Haluan Negara dan menilai  pertanggungjawaban tersebut;
e.       mencabut kekuasaan dan memberhentikan Presiden dalam jabatannya apabila Presiden sungguh-sungguh melanggar Haluan Negara dan/atau Undang-undang Dasar;
f.         mengubah Undang-undang Dasar; 
g.      menetapkan Peraturan Tata Tertib Majelis;
h.       menetapkan Pimpinan Majelis yang dipilih dari dan oleh anggota;
i.        mengambil dan/atau memberi keputusanterhadap anggota yang melanggar sumpah/janji anggota
Selanjutnya ketentuan (dasar hukum) tentang bentuk produk hukum yang memuat tentang tugas dan wewenang Majelis didasarkan pada ketentuan-ketentuan dalam:
a.      Undang-undang Dasar 1945;
b.      Ketetapan MPRS Nomor III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan dan;
c.       Ketetapan MPR Nomor I MPR/2000 tentang Perubahan Pertama atas Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1999 tentang Peraturan Tata Tertib MPR;
d.      Ketetapan MPR Nomor II/MPR/2000 tentang Peraturan Tata Tertib MPR.
Sedangkan bentuk (jenis/macam) produk hukum yang dibuat MPR adalah:
a.       Undang-undang Dasar (berdasarkan pasal 3 UUD 1945).
b.      Perubahan Undang-undang Dasar (berdasarkan pasal 37 UUD 1945 jo pasal 90 (1) Ketetapan MPR Nomor II/MPR/2000).
c.       Ketetapan MPR (berdasarkan pasal 3 UUD 1945 jo Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000 jo Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2000 jo Ketetapan MPR Nomor II/MPR/2000).
d.      Keputusan MPR (berdasarkan Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000 jo Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2000 jo Ketetapan MPR No. II/MPR/2000).
Jadi berdasarkan uraian di atas Ketetapan MPR setelah amandemen UUD 1945 berfungsi mengatur tugas dan wewenang Majelis Permusyawaratan Rakyat berdasarkan Undang-undang Dasar 1945
3.    Fungsi Undang-undang
Fungsi undang-undang adalah sebagai berikut.
a.       Menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam Undang-undang Dasar 1945 yang tegas-tegas menyebutnya. Fungsi yang pertama ini terlihat jelas di dalam pasal UUD 1945 (sebelum perubahan pertama dan kedua), dimana dalam pasal-pasal tersebut dinyatakan secara tegas-tegas tentang I7 masalah yang harus diatur dengan Undang-undang, Masalah tersebut adalah sebagai berikut :
1)      tentang Susunan Majelis Permusyawaratan Rakyat (pasal 2 ayat [1]),
2)      tentang Syarat-syarat dan akibat Keadaan Bahaya (pasal 12),
3)      tentang Pemerintahan di Daerah (pasal 18),
4)      tentang Susunan Dewan Perwakilan Rakyat (pasal 19 [1]).
5)      tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (pasal 23 ayat [1]).
6)      tentang Pajak (pasal 23 ayat [2).
7)      tentang Macam dan Harga Mata Uang (pasal 23 ayat [3]),
8)      tentang hal Keuangan Negara (pasal 23 ayat [4]),
9)      tentang Badan Pemeriksa Keuangan (pasal 23 ayat [5]).
10)  tentang Kekuasaan Kehakiman (pasal 24 ayat [1]),
11)  tentang Susunan dan Kekuasaan Badan-badan Kehakiman (pasal 24 ayat [2]).
12)  tentang Syarat-syarat untuk Hakim dan syarat untuk diberhentikan menjadi Hakim (pasal 25),
13)  tentang Warga Negara (pasal 26 ayat 1).
14)  tentang Kewarganegaraan (pasal 26 ayat 2),
15)  tentang kemerdekaan Berserikat dan Berkumpul. Mengeluarkan Pikiran dan tulisan dan sebagainya (pasal 28),
16)  tentang Syarat-syarat Pembelaan Negara (pasal 30 ayat [2]),
17)  tentang Sistem Pengajaran Nasional (pasal 31 ayat [2).
b.      Pengaturan lebih lanjut dari Ketetapan MPR yang tegas-tegas menyebutkan.
Fungsi undang-undang di sini adalah sesuai dengan TAP MPR Nomor III/MPRS/2000 yang menyebutkan dalam pasal 3 angka 3. bahwa fungsi dari undang-undang adalah untuk melaksanakan Undang-undang Dasar 1945 serta Ketetapan MPR. Pengaturan lebih lanjut dari ketentuan dalam Tap MPR yang tegas-tegas menyebutnya ini maksudnya adalah. Apabila suatu masalah disebut secara tegas dalam suatu Tap MPR untuk diatur dengan undang-undang, maka harus diatur dengan undang-undang. Contohnya: Ketetapan MPR Nomor III/MPR/1983 tentang Pemilihan Umum yang menetapkan secara tegas bahwa pelaksanaan Tap MPR tersebut diatur dalam Undang-undang.
c.       Pengaturan di bidang materi Konstitusi, seperti:
·         Organisasi, Tugas dan Susunan Lembaga Negara
·         Tata Hubungan antara Negara dan Warga Negara, dan antara warga Negara/Penduduk timbal balik.

Dalam Pasal 10 ayat (1) Undang-undang No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dinyatakan bahwa:
1.    Materi muatan yang harus diatur dengan Undang-Undang berisi:
·         pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
·         perintah suatu Undang-Undang untuk diatur dengan Undang-Undang:
·         pengesahan perjanjian internasional tertentu;
·         tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi; dan/atau
·         pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat.

2.    Dalam Pasal 18 Undang-undang No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dinyatakan bahwa dalam penyusunan Prolegnas (Program Legislasi Nasional) penyusunan daftar Rancangan Undang-Undang didasarkan atas
·         perintah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
·         perintah Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
·         perintah Undang-Undang lainnya:
·         sistem perencanaan pembangunan nasional;
·         rencana pembangunan jangka panjang nasional:
·         rencana pembangunan jangka menengah:
·         rencana kerja pemerintah dan rencana strategis DPR: dan
·         aspirasi dan kebutuhan hukum masyarakat.
4. Fungsi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (PERPU)
Fungsi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang--undang (PERPU) pada dasarnya sama dengan fungsi dari undang-undang (Pasal 11 UU No. 12 Tahun  2011). Perbedaannya keduanya terletak pada pembuatnya jika undang-undang dibual oleh Presiden bersama-sama dengarn DPR dalam keadaan normal, maka PERPU dibuat oleh Presiden. Perbedaan lainnya adalah jika Undang-undang dibuat dalam suasana (keadaan) normal, maka Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang dibuat dalam keadaan kegentingan yang memaksa.
5. Fungsi Peraturan Pemerintah (PP)
Fungsi Peraturan Pemerintah adalah:
a.       Pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam undang-undang yang tegas-tegas menyebutnya.
b.      Fungsi ini adalah sesuai dengan ketentuan pasal 5 ayat (2) UUD 1945 "Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya".
c.       Menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut, ketentuan lain dalam undang-undang yang mengatur meskipun tidak tegas-tegas menyebutnya

6.Fungsi Peraturan Presiden
Fungsi Peraturan Presiden adalah:
a.      Menyelenggarakan pengaturan secara umum dalam rangka penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan. (sesuai Pasal 4 ayat 1 UUD 1945);
b.      menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam Peraturan Pemerintah yang tegas-tegas menyebutnya.
c.       menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan lain dalam Peraturan Pemerintah meskipun tidak tegas-tegas menyebutkannya.
7. Fungsi Keputusan Menteri
Fungsi Keputusan Menteri adalah sebagai berikut :
a.      menyelenggarakan pengaturan secara umum dalam rangka penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan di bidangnya (sesuai dengan pasal 17 ayat 1 UUD 1945). Misalnya Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mempunyai kewenangan mengatur bidang-bidang pekerjaannya. Seperti Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan perihal Tunjangan Gaji Staf Pengajar di Perguruan Tinggi.
b.      menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam Keputusan Presiden. Fungsi ini merupakan delegasi berdasarkan ketentuan pasal 17 ayat (1) UUD 1945 yang menentukan bahwa "presiden dibantu oleh menteri-menteri Negara"
c.       Menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam undang-undang yang tegas-tegas menyebutnya. Fungsi ini dalam praktek ketatanegaraan Indonesia sekarang banyak dijumpai. Banyak sekali Pasal dalam undang-undang yang secara tegas memberikan delegasi untuk pengaturan lebih lanjut melalui Keputusan Menteri,
d.      menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam Peraturan Pemerintah yang tegas-tegas menyebutnya
8. Fungsi Keputusan Kepala Lembaga Pemerintah Non-Departemen
Fungsi Keputusan Kepala Lembaga Pemerintah Non-Departemen adalah:
a.      menyelenggarakan pengaturan secara umum dalam rangka menyelenggaraan kekuasaan pemerintah dibidangnya.  Penyelenggaraan fungsi ini berdasar pada pasal 17 UUD 1945 dan kebiasaan yang ada. Misalnya Kepala BAKN mempunyai kekuasaan mengatur segala hal yang berhubungan dengan administrasi negara di bidang kepegawaian.
b.      menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam Keputusan Presiden. Merupakan delegasian berdasarkan Pasal 17 ayat (1) UUD 1945.
9. Fungsi Keputusan Direktur Jenderal Departemen
Fungsi Keputusan Direktur Jenderal Departemen:
a.      menyelenggarakan perumusan kebijakan teknis Keputusan Menteri. Fungsi ini dilaksanakan berdasarkan pada ketentuan pasal 13 dan 14 Keputusan Presiden Nomor 44 Fahun 1974. dimana Direktur Jenderal Departemen dapat membentuk suatu peraturan atas namanya sendiri, tetapi hanya merupakan peraturan yang bersifat teknis dari kebijaksanaan pelaksanaan di bidang pemerintahan yang ditentukan oleh Menterinya dalam Keputusan Menteri.
b.      menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam Keputusan Menteri. Fungsi ini dilaksanakan berdasarkan kebiasaan yang ada bila Keputusan Menteri memerlukan pengaturan lebih lanjut.
10. Fungsi Peraturan Daerah
Berdasarkan sumber wewenangnya fungsi Peraturan Daerah meliputi dua hal yaitu : fungsi yang bersifat atribusi berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dan fungsi yang bersifat delegasi dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Dengan demikian fungsi Peraturan Daerah akan meliputi:
a.      menyelenggarakan otonomi daerah;
b.      sebagai penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi:
c.       menyelenggarakan pengaturan hal-hal yang tidak bertentangan dengan kepentingan umum:
d.      menyelenggarakan pengaturan hal-hal yang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah lain;
e.       menyelenggarakan pengaturan hal-hal yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi;
f.        memuat ketentuan tentang pembebanan biaya paksaan penegakan hukum, seluruhnya atau sebagian kepada pelanggar;
g.      memuat ancaman pidana kurungan atau denda;
h.      mengatur penunjukkan pejabat yang diberi tĂĽgas untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran atas ketentuan Peraturan Daerah.
11. Fungsi Peraturan Desa
Peraturan Desa berfungs1 untuk mengatur semua persoalan yang dipandang perlu untuk penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Peraturan Desa dibuat oleh Badan Permusyawaratan Desa bersama dengan Kepala Desa
RANGKUMAN
Hukum tata negara erat kaitannya dengan konstitusi suatu Negara. Dalam hukum tata berkaitan dengan lembaga negara serta menjadi dasar berbagai  asas-asas, aturan-aturan, dan norma-norma lain vang berlaku dalam suatau negara, karena itu dalam lingup hukum tata negara tidak hanya membahas mengenai konstitusi atau Undang-Undang Dasar, tapi juga berkaitan dengan berbagai peraturan perundang-undangan lain yang berada dibawahnya. Hukum tata negara berangkat dari falsafah hidup bangsa yang salah satunya tercermin didalam Pancasila yang juga menjadi sumber hukum materil dari hukum tata negara. Karena itu, hukum tata negara menjadi dasar bagi hukum lain yang berada dibawahnya.








KEGIATAN BELAJAR 3
Asas-asas dalam Hukum Tata Negara
Indonesia
1. Asas Negara Kesatuan
Asas ini tercantum dalam Pasal 1 ayat(1) UUD 1945. bahwa Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik.Asas ini sesuai dengan Pancasila yang tercantum dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945, yang merupakan satu kesatuan dengan undang-undang dasarnya.
2. Sistem Pemerintahan Negara
Setelah amandemen UUD  1945 baik lagislatif (DPR) mnaupun eksekutif (Presiden) dipilih langsung oleh rakyat yang menandakan diri-ciri dari system pemerintahan presidensial.
3. Asas Demokrasi Konstitusional
Sebelum diamandemen UUD 1945 menyatakan bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat dan sepenuhnya dilaksanakan oleh satu badan yang bernama MPR sebagai penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia. MPR mengangkat kepala negara dan wakil kepala negara.Majelis memegang kekuasaan tertinggi sedangkan presiden harus menjalankan haluan negara menurut garis-garis besar yang ditetapkan oleh MPR. Setelah diamandemen UUD 1945 menyatakan bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat dan dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Dasar (Pasal 1 ayat (2)). Pernyataan ini menandakan babak baru asas demokrasi konstitusional yang memiliki arti bahwa kedaulatan rakyat harus selaras atau seiring sejalan dengan konsep negara hukum. Sebelumnya pernyataan bahwa Indonesia sebagai Negara hukum juga hanya terdapat dalam Penjelasan UUD 1945 yang berbunyi Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechsstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machstaat). Pasca amandemen UUD 1945 pernyataan Indonesia sebagai Negara Hukum tertuang dalam batang tubuh UUD 1945 Pasal 1 ayat (3). Sebagai ilustrasi walaupun umpamanya pemilihan umum itu merupakan kehendak rakyat namun bilamana cara-caranya bertentangan dengan hukum maka hukum akan membatalkannya melalui satu lembaga yang lahir pasca amandemen UD 1945 yaitu Mahkamah Konstitusi.

4. Presiden ialah Penyelenggara Pemerintahan Negara
Presiden adalah menyelenggarakan pemerintahan negara, kekuasaan dan tanggung jawab ada pada presiden sesuai dengan bunyi Pasal 4 ayat (1) UUD 1945. penyelenggara pemerintahan tertinggi. Dalam
5. Presiden Tidak Bertanggung Jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Di samping presiden adalah DPR. Presiden bersama-sama dengan DPR membentuk undang-undang dan untuk menetapkan anggaran pendapatan dan belanja negara. Oleh karena itu presiden harus dapat bekerja dan artinya kedudukan presiden tidak tergantung pada DPR. dengan DPR sama
6.Kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat adalah Kuat
Dewan perwakilan tidak dapat dibubarkan oleh Presiden, keeuali itu anggota DPR juga merupakan anggota MPR.Oleh karena itu, DPR dapat senantiasa mengawasi tindakan-tindakan presiden. Pascaamandemen UUD 1945 pernyataan presiden tidak dapat membubarkan DPR terpatri dalam Pasal 7C.
7. Menteri-menteri Negara Bukan Pegawai Negeri Biasa
Meskipun menteri diangkat oleh presiden tapi mereka bukan pegawai negeri biasa oleh karena menteri-menteri inilah yang terutama menjalankan pemerintahan dalam praktiknya.Sebagai pimpinan menteri harus mengetahui seluk beluk dari pekerjaannya.
8. Asas Multi Tugas Presiden
Asas ini tercantum dalam pasal 4, pasal 5, pasal 14, UUD 1945.Menurut pasal-pasal ini tugas presiden sebagai kepala kekuasaan eksekutif dalam negaranya, sebagai pembuat undang-undang bersama dengan DPR dan sebagait pengawas badan yudikatif.
9.    Asas Kabinet Presidentil
Asas ini tercantum dalam pasal I7 UUD 1945, bahwa presiden dibantu oleh menteri-menteri negara Menteri-menteri ini diangkat dan diberhentikan oleh presiden. Asas kabinet presidentil adalah asas yang diikuti oleh UUD 1945, yang berbeda dengan asas kabinet parlementer yang menjadi asas pada UUD Sementara 1950. Perbedaannya terletak pada kepada siapa kabinet tersebut bertanggung jawab mengenai pekerjaannya. Jika menteri tersebut bertanggung jawab kepada parlemen maka disebut kabinet parlementer dan jika kabinet bertanggung jawab kepada presiden maka disebut dengan kabinet presidentil.
10. Asas Otonomi Daerah
Asas ini tereantum dalam pasal 18 UUD 1945. yang maksudnya adalah karena negara Indonesia itu suatu eenheids-staat, maka Indonesia tidak akan mempunyai daerah-daerah di dalam lingkungannya yang bersifat staat juga. Daerah Indonesia dibagi atas propinsi dan daerah propinsi juga akan dibagi ke dalam daerah yang lebih kecil seperti Kabupaten atau Kota. Daerah-daerah bersifat otonom, yang sermuanya akan diselenggarakan menurut aturan yang ditetapkan oleh undang-undang
11. Asas Saling Mengawasi antara Kekuasaan Eksekutif dengan Kekuasaan Legislatif
Asas ini tercantum dalam pasal 20 ayat 1 dan 2, pasal 21 ayat 1 dan 2, pasal 22 ayat 1, 2, 3 serta pasal 23 UUD 1945. Menurut pasal-pasal tersebut, pada pokoknya DPR/badan legislatif mengawasi penggunaan keuangan Negara oleh pemerintah dan DPR mempunyai hak untuk tidak menyetujui rancangan undang-undang yang diajukan oleh pemerintah. Presiden juga dapat tidak menyetujui rancangan Undang-undang yang diajukan DPR. Namun bila sudahdisetujui bersama walaupun tidak disahkan Presiden UU akan berlaku setelah 30 hari.
Presiden dapat mengeluarkan Peraturan Pemerintah Sebagai Pengganti UU kalau dalam keadaan darurat. Namun DPR mempunyai hak untuk tidak mengesahkan peraturan pemerintah pengganti UU tersebut menjadi undang-undang.
12. Asas Saling Mengawasi antara Kekuasaan Eksekutif dengan Kekuasaan Yudikatif
Asas ini ada yang tertulis karena tercantum dalam pasal 14 UUD 1945.Ditentukan bahwa presiden memberikan grasi. amnesti. abolisi, dan rehabilitasi.Ini berarti presiden mempunyai hak/wewenang untuk mengawasi pekerjaan dari Mahkamah Agung. yaitu atas keputusan Mahkamah Agung siterhukum dapat mengajukan grasi kepada presiden. Pemberian grasi ini diatur dengan UU Grasi Tahun 1950 LN 1950 – 40 dan beberapa peraturan otentik lainnya.Pemberian grasi ini merupakan hak prerogatif presiden. Namun peradilan juga dapat melakukaan asas pengawasan tidak tertulis yang timbul apabila terjadi penyalahgunaan wewenang yang oleh badan peradilan dapat dianggap sebagai perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh pemerintah. Demikian pula dalam proses pemakzulan (impeachment) Peradilan dalam hal ini Mahkamah Konstitusi dapat memeriksa Presiden dan/atau Wakil Presiden atas permintaan DPR (Pasal 7a dan 7b UUD 1945 pascaamandemen).
13. Asas Negara Hukum
Menurut Pontang Moerad yang dimaksud negara hukum adalah Negara berdiri di bawah hukum. Artinya, kekuasaan negara berada dalam ruang lingkup dan dibatasi oleh hukum, yang didalamnya tercakup segala sikap, tingkah laku. atau perbuatan yang dilakukan oleh penguasa maupun yang dilakukan oleh para warga negaranya harus berdasarkan hukum. Dengan demikian, dalam suatu negara hukum, hukumlah yang memegang peranan Adapun unsur-unsur negara hukum adalah:
a.      Supremasi hukum atau legalitas;
b.      Pemisahan Kekuasaan;
c.       Pemencaran Kekuasaan;
d.      Perlindungan hak asasi;
e.       Peradilan Bebas.
14. Asas Pancasila
Pancasila di Indonesia dijadikan sebagai sumber dari segala sumber hukum. Hal ini termuat dalam Pasal 2 Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 Tentang konsekwensinya maka setiap isi peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan Pancasila Sebagai Pembentukan Perundang-undangan.

RANGKUMAN
Asas-asas hukum tata negara merupakan asas pokok yang digunakan dalam proses penyelenggaraan tata negara. Beberapa diantaranya adalah:
1.      Asas negara kesatuan
2.      Sistem pemerintahan Negara
3.      Asas demokrasi konstitusional
4.      Presiden ialah penyelenggara pemerintahan Negara
5.      Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat
6.      Kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat adalah kuat
7.      Menteri-menteri negara bukan pegawai negeri biasa
8.      Asas multi tugas Presiden
9.      Asas kabinet presidential
10.  Asas otonomi daerah
11.  Asas saling mengawasi antara kekuasaan eksekutif dengan kekuasaan legislative
12.  Asas saling mengawasi antara kekuasaan eksekutif dengan kekuasaan yudikatif
13.  Asas Negara Hukum
14.  Asas Pancasila

.







KEGIATAN BELAJAR 4
KONSTITUSI
A. KONSTITUSI
1. Istilah Konstitusi
Istilah konstitusi telah dikenal sejak Zaman Yunani Purba, hanya konstitusi masih diartikan materiil karena konstitusi itu belum diletakkan dalam suatt naskali yang tertulis. Istilah konstitusi berasal dari bahasa latin cum dan stattere.
·         Cum artinya bersama dengan.
·         Statuere artinya membuat sesuatu agar berdiri atau mendirikan/menetapkan.
·         Jadi Constitiuo (bentuk tunggal) atau constitusiones (bentuk jamak) adalah menetapkan sesuatu secara bersama-sama atau segala sesuatu yang telah ditetapkan.

Menurut Sri Soemantri, negara adalah satu organisasi kekuasaan. Dalam setiap negara, betapapun kecilnya, selalu terdapat bermacam-macam lingkungan kekuasaan, baik yang berada dalam suprastruktur politik maupun yang berada dalam infrastruktur politik. Lingkungan kekuasaan yang berada dalam suprastruktur politik ialah berbagai macam alat perlengkapan Negara atau lembaga-lembaga. sedang yang berada dalam infrastruktur politik komponen-komponen politik. seperti partai politik, golongan kepentingan. golongan penekan, alat komunikasi politik, dan tokoh politik. Baik lingkungan kekuasaan yang berada dalam suprastruktur politik maupun yang berada dalam infrastruktur politik mempunyai lingkungan kekuasaan. Adapun yang dimaksud dengan kekuasaan adalah kemampuan untuk memaksakan kehendak kepada pihak lain atau kemampuan untuk mengendalikan keinginan atau kehendak orang lain. Dengan demikian orang atau badan yang berkemampuan seperti dikemukakan di atas mempunyai kekuasaan.
Lebih jauh Sri Soemantri menyatakan bahwa sebagai pengertian yang netral, kekuasaan (power) seperti dikatakan oleh Lord Acton,”…..tends to corrupt". Sedangkan “absolute power corrupts absolutely" Artinya kekuasaan cenderung disalahgunakan, sedangkan kekuasaan yang mutlak cenderung disalah gunakan dapat dihilangkan, dicegah atau dibatasi.
Terbentuknya negara tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat yang ada sebelum negara itu eksis. Artinya, negara sebagai organisasi didirikan oleh manusia-manusia dalam usahanya mencapai tujuan bersama, kesejahteraan dan kebahagian bersama. Dalam hal negara Indonesia. hal itu dilakukan oleh wakil-wakil bangsa Indonesia yang duduk dalam Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan kemudian Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Menyadari bahwa negara yang akan dibangun bersama adalah organisasi kekuasaan. Yang di dalamnya akan duduk orang atau kelompok yang akan diberi dan mempunyai kekuasaan. maka dengan akalnya dicari upaya atau jalan keluar untuk mencegah terjadinya penyalah gunaan kekuasaan itu, Hasil karya akal manusia-manusia itu dituangkan dalam bentuk hukum yang diberi nama konstitusi atau Undang-undang Dasar, Oleh karena itu kekuasaan dan hukum merupakan dua institusi yang tidak dapat dipisahkan. Dengan perkataan lain hukum tanpa kekuasaan adalah steril, sedangkan kekuasaan tanpa hukum dapat menimbulkan tindakan yang sewenang-wenang.
2. Hakekat Konstitusi
Menurut Bagir Manan hakikat konstitusi tidak lain dari perwujudan paham tentang konstitusi atau konstitusionalisme yaitu pembatasan terhadap kekuasaan pemerintah di satu pihak dan jaminan terhadap hak-hak warganegara maupun setiap penduduk di pihak lain. Hak-hak ini mencakup hak-hak dasar seperti hak untuk hidup, mempunyai milik. Kesejahteraan (health) dan kebebasan.
Jadi pada asasnya tujuan diadakannya konstitusi menurut Rukmanai Amanwinata adalah untuk membuat awal yang baik dari sistem pemerintahan, membatasi kekuasaan pemerintahan, menjamin hak-hak yang diperintah, merumuskanpelaksanaan kekuasaan yang keseimbangan antara ketertiban., kekuasaan dan kebebasan dalam konteks manusia hidup bernegara.
3. Pengertian Konstitusi
Pengertian konstitusi menurut James Brice adalah "A frame of political society. organised through and by law, that is to say one in which law has established permanent institutions with recognised functions and definite rights (Kerangka negara yang diorganisir dengan dan melalui hukum, dalam hal mana hukum menetapkan pendirian lembaga-lembaga yang permanen.fungsi dari alat-alat kelengkapan negara dan hak-hak tertentu yang telah ditetapkan).
Pengertian konstitusi menurut C.F. Strong adalah "Constitution is a collection of principles according to which the power of the government, the rights of the governed, and the relations between the wo are adjusted" (Konstitusi adalah suatu kumpulan kekuasaan pemerintahan. hak-hak dari yang diperintah, dan hubungan antara pemerintah dan yang diperintah).
Pengertian konstitusi menurut Henk van Maarseven dan van der Tang adalah:
a.      a constitution is the basic law of the state
b.      a constitution is the basic collection of rules establishing the principle institutions offthe state;
c.       a constitution regulates the most important of the state 's institutions, their powers and their mutual relations;
d.      a constitution regulates the fiundamental rights and duties of the citizens and government, both separately and as regards one another;
e.       a constitution regulates and limits of the state and its institutions
f.        a constitution establish the ideology of the existing power elite in rules;
g.      a constitution determines the material relations of states and societv
K.C. Wheare mengartikan konstitusi ke dalam dua pengertian.
a. Dalam arti luas, konstitusi adalah keseluruhan sistem pemerintahan dari suatu negara (the whole system of government of  the country) berupa kumpulan aturan yang menerapkan dan mengatur tentang pemerintahan.
b. Dalam arti sempit, konstitusı adalah suatu kumpulan aturan yang disusun atau terjelma dalam suatu dokumen formal atau suatu naskah. Tentu saja kumpulan aturan yang dimaksud di sini adalah aturan pemerintah.
Herman Heller juga membagi pengertian konstitusi dalam dua bagian, yaitu:
a.      dalam arti luas, mencakup arti sosiologis. politis, dan yuridis.
b.      dalam arti sempit, hanya arti yuridis.
Sedangkan menurut Dahlan Thaib, Jazim Hamidi dan Ni'matul Huda pengertian konstitusi itu adalah:
a.      suatu kumpulan kaidah yang memberikan pembatasan-pembarasan kekuasaan kepada para penguasa.
b.      suatu dokumen tentang pembagian tugas dan sekaligus petugasnya dari suatu sistem politik.
c.       suatu deskripsi dari lembaga-lembaga Negara
d.      suatu deskripsi yang menyangkut masalah hak-hak asasi manusia Jadi konstitusi merupakan:
e.       dokumen nasional (a national document) yang berisikan identitas negara;
f.        dokumen politik dan hukum (a political-legal document) yang berisikan pembentukan sistem politik dan sistem hukum negara: dan
g.      piagam kelahiran negara (a birth certificate)
4. Materi Muatan Konstitusi
K.C. Wheare, dengan mengutip pendapat Podsnap menguraikan isi (contain) dari konstitusi sebagai berikut:
a. a sorr of manifesto:
b. a eonfession of faith
c. a statement of ideals
d. a charter of the land

Sri Soemantri dengan menyitir pendapat Steenbeek, mengemukakan tiga hal pokok isi suatu konstitusi, yaitu:
"Pertama, adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warganegara;
Kedua, ditetapkannya susunan ketatanegaraan suatu negara yang bersifat fundamental;
Ketiga, adanya pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan yang juga bersifat fundamental. Dengan demikian menurut Sri Soemantri apa yang diatur dalam setiap konstitusi merupakan penjabaran dari ketiga masalah pokok tersebut".

Materi muatan konstitusi menurut Struycken.
a.      Hasil perjuangan politik bangsa di waktu yang lampau.
b.      Tingkat-tingkat tertinggi perkembangan ketatanegaraan bangsa.
c.       Pandangan tokoh-tokoh bangsa yang hendak diwujudkan. baik untuk waktu sckarang maupun untuk masa yang akan datang.
d.      Suatu keinginan. dengan mana perkembangan kehidupan ketatanegaraan bangsa hendak dipimpin.

Dengan melihat pengertian serta materi muatan konstitusi seperti yang diuraikan di atas maka menurut penulis pertanggungjawaban adalah salah satu bentuk perwujudan dari adanya pembatasan kekuasaan (tugas ketatanegaraan) sebagai fungsi utamia konstitusi. Jika suatu kekuasaan itu tidak diharuskan ada pertanggungjawabannya maka tends to corrupt absolutely.
Menurut Bagir Manan dan Kuntana Magnar jabatan apapun yang memiliki kekuasaan, sebaiknya dilengkapi dengan pertanggungjawaban. Bahkan menurut penulis harus dipegang satu prinsip "kekiuasaan apa pun harus dipertanggungjawabkan". Hal ini sesuai dengan Al-Qur'an Surat Al Muddassir ayat 38, yang artinya tiap-tiap diri bertanggung jawab terhadap apa yang telah diperbuatnya. Dengan demikian antara konstitusi dan pertanggungjawaban penulis ibaratkan "garam dengan rasa asinnya, dan gula dengan rasa manisnya.
5. Klasifikasi Konstitusi
K.C. Wheare berpendapat tentang macam-macam konstitusi atau Undang-Undang Dasar sebagai berikut:
a. Konstitusi tertulis dan bukan tertulis
b. Konstitusi fleksibel dan rijid;
c. Konstitusi derajat tinggi dan tidak derajat tinggi:
d. Konstitusi serikat dan kesatuan
e. Konstitusi sistem pemerintahan presidensial dan parlementer

B. MACAM-MACAM SISTEM PEMERINTAHAN
1. Parlementer
Dalam sistem parlementer murni ada kekuasaan eksekutif dan legislatif Eksekutif bertanggung jawab kepada legislatif atau parlemen dan parlemen inilah yang membentuk eksekutif.Sedangkan anggota legislatif atau parlemen dipilih oleh rakyat melalui pemilihan umum.
Jadi, ciri-ciri sistem pemerintahan parlementer adalah sebagai berikut.
a.      Kabinet dibentuk berdasarkan kekuatan yang menguasai parlemen dipilih oleh Perdana Menteri.
b.      Anggota kabinet mungkin seluruhnya atau sebagian adalah anggota parlemen.
c.       Perdana Menteri bersama kabinet bertanggung jawab kepada parlemen.
d.      Kepala negara dengan saran Perdana Menteri  dapat membubarkan Parlemen.
2. Presidensial
Dalam sistem pemerintahan presidensial murni, eksekutif (presiden) tidak bertanggung jawab kepada legislatif atau parlemen.Dengan demikian presiden tidak dapat dijatuhkan oleh legislatif dan demikian pula presiden tidak dapat membubarkan parlemen. Keanggotaan parlemen dipilih oleh rakyat.

Dengan demikian, sistem pemerintahan presidential jika memiliki ciri-ciri berikut ini.
a.      Di samping mempunyai kekuasaan nominal" sebagai Kepala Negara, Presiden juga sebagai Kepala Pemerintahan.
b.      Presiden tidak dipilih oleh pemegang kekuasaan legislatif tapi langsung oleh rakyat.
c.       Presiden tidak termasuk pemegang kekuasaan legislatif.
d.      Presiden tidak dapat membubarkan pemegang kekuasaan legislatif.
3. Kuasi, yang terbagi dua yaitu kuasi parlementer dan kuasi presidensial
Dalam sistem ini, presiden mempunyai kekuasaan untuk membubarkan legislatif jika bertentangan dengan konstitusi.Sebaliknya bila presiden melanggar UUD, legislatif pun dapat menjatuhkan presiden.
Menurut Prof. Padmo Wahyono, sebelum amandemen UUD 1945 sistem peinerintahan negara Indonesia adalah sistem MPR karena alasan-alasan scbagai berikut.
a.      Penyelenggara negara berdasarkan kedaulatan rakyat adalah MPR.
b.      Penyelenggara pemerintahan negara adalah kepala negara selaku mandataris MPR
c.       Penyelenggara negara pembentuk peraturan perundangan ialah mandataris MPR bersama-sama dengan DPR sebagai bagian dari MPR
d.      Penentu terakhir dalam hal pengawasan jalannya pemerintahan ialah MPR.
e.       Setelah dilakukani amandemen UUD 1945 maka sistem pemerintahan NKRI sekarang ini lebih banyak memiliki ciri-ciri sistem pemerintahan presidensil seperti yang telah dijelaskan di atas.

C. PERUBAHAN KONSTITUSI

1.      Arti Amandemen

Dalam bahasa Inggris perkataan to amend berarti mengubah. Dari kata to amend dapat ditimbulkan istilah amendment yang berarti perubahan atau amandemen. Dalam bahasa Belanda terdapat istilah wyzigen, veranderen. herzien, yang merupakan kata kerja. Dalam kaitannya "mengubah konstitusi (undang-undang dasar)" ditemukan bagian kalimat yang berbunyi "lo amend the constitution" sedangkan perubahan undang-undang dasar adalah constitutional amendmem".
Yang dimaksud dengan "mengubah undang-undang dasar" adalah sebagai berikut:
a.      menjadikan lain bunyi atau rumusan yang terdapat dalam konstitusi (undang-undang dasar);
b.      menambahkan sesuatu yang tidak (belum) terdapat dalam konstitusi (undang-undang dasar);
c.       yang tercantum dalanm konstitusi: karena faktor-faktor tertentu dilaksanakan berbeda (dengain Nang tercantum di dalammnya
Dengan demikian mengamandemen undang-undang dasar," sama dengan "mengubah undang-undang dasar.
2. Permasalahan yang berkaitan dengan perubahan Konstitusi
Ada tiga hal yang berkenaan dengan perubahan Konstitusi. ketiga hal tersebut adalah:
a.      Prosedur dan mekanismenya;
b.      Sistem perubahan; dan
c.       Substansi yang akan diubah.
Sistem yang dipergunakan oleh negara-negara dalam mengubah konstitusi pada asasnya dapat dikemukakan dengan dua macam sistem. Pertama apabila konstitusi diubah maka yang berlaku adalah konstitusi yang baru secara keseluruhan. Kedua apabila konstitusi yang diubah maka konstitusi yang asli tetap berlaku. Perubahan terhadap konstitusi tersebut merupakan amandemen dari konstitusi yang asli tadi. Dengan perkataaan lain. amandemen terscbut merupakan bagian dari konstitusinya.
Menurut K.C. Wheare ada empat macam cara untuk mengubah konstitusi
a.       Same Primary Forces : bahwa pertumbuhan dan perkembangan konstitusi suatu negara tidak terlepas dari peran yang dimainkan oleh kekuatan-kekuatan yang dominan dalam negara tersebut sebagai suatu some primary forces. Pertama, kekuatan-kekuatan tersebut menciptakan perubahan keadaan. Kata-kata dalam konsitusinya sendiri tidak diadakan perubahan, tetapi akan terjadi perubahan makna sehingga berbeda dari maksud yang sebenarnya. Kedua. kekuatan-kekuatan tersebut menciptakan keadaan yang akan membawa perubahan terhadap bunyi konstitusi itu sendiri. Perubahan ini dapat terjadi melalui perubahan formal (formal amandement) atau melalui putusan peradilan, atau dengan cara menumbuhkan/membangun konvensi.
b.      Perubahan yang diatur dalam konstitusi (formal Amandemen)
c.       Judicial Interpretation : Interpretasi oleh kekuasaan kehakiman lazim disebut judicial interpretation. Dalam sejarah ketatanegaraan Amerika Serikat, pertumbuhan dan perkembangan konstitusi melaui judicial interpretation antara lain dapat dilihat pada doktrin judicial review Judicial revicew di Amerika Serikat adalah kekuasaan pengadilan untuk menyatakan batal (null and void) suatu perundang-undangan yang bertentangan dengan konstitusi. Indonesia, meskipun mengakui adanya judicial review tetapi terbatas. Pengadilan yang berwenang menafsirkan hanya ada pada MA terhadap peraturan perundang-undangan di bawah UU, dan Mahkamah konstitusi terhadap undang-undang yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945. Sedangkan kewenangan menafsirkan UUD 1945 hanya ada pada MPR, sebagaimana dapat ditemukan dalam salah satu kewenangan MPR
d.      Usage and Convention: Perubahan ini dapat pula terjadi melalui suatu kebiasaan ketatanegaraan (Convention) yang mempunyai kekuatan mengikat secara hukum apabila dipenuhi syarat opinio necessitates (pengakuan bahwa kebiasaan itu mempunyai kekuatan mengikat, dan karena itu wajib ditaati. Contoh-contoh Konvensi:
·         Raja harus mensahkan RUU
·         Majelis tinggi tidak akan mengajukan RUU keuangan,
·         Menteri-menteri meletakan jabatan,
·         Pidato 16 Agustus.
·         Musyawarah di MPR,
·         GBHN dari Presiden.
·         Minggu pertama bulan Januari Penjelasan RUU APBN,
·         Menteri Non Departemen,
·         Presiden selalu mengesahkan RUU.

Sedangkan menurut C.F. Strong, prosedur perubahan konstitusi ada empat macam.
a.       Perubahan konstitusi yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan legislatif, akan tetapi menurut pembatasan-pembatasan tertentu:
b.      Perubahan konstitusi yang dilakukan oleh rakyat melalui suatu referendum; Perubahan dilakukan melalui prosedur pernyataan pendapat rakyat secara langsung. Pelaksanaan referendum ini dapat dilakukan melalui dua cara, pertama lembaga yang berwenang melakukan perubahan terlebih dahulu telah menyusun draft (rancangan) perubahan tentang pasal-pasal mana saja yang akan diubah dan sekaligus dengan rumusarn pasal perubahannya Kemudian darft perubahan ini dimintakan pendapat rakyat, apakah setuju atau tidak dengan usulan rancangan tersebut. Cara ini dianut oleh Indonesia melalui Tap MPR No. I/MPR/1983 jis Tap MPR No. VIII/MPR 1983 dan UU No. 5/1985 tentang Referendum. Cara kedua, adalah rakyat menentukan langsung substansi apa saja yang hendak diubah, kemudian oleh komisi konstitusi dirumuskan perubahan tersebut dalam bentuk norma konstitusi.
c.       Perubahan konstitusi yang berlaku dalam negara serikat yang dilakukan oleh sejumlah negara-negara bagian
d.      Perubahan konstitusi yang dilakukan dalam suatu konvensi atau dilakukan oleh suatu lembaga negara khusus yang dibentuk hanya untuk keperluan perubahan.
Terdapat empat sasaran yang hendak dituju dalam usaha mempertahankan konstitusi dengan jalan mempersulit perubahannya
a.       Agar perubahan konstitusi dilakukan dengan pertimbangan yang masak
b.      Agar rakyat mendapat kesempatan untuk menyampaikan pandangannya.
c.       Untuk negara serikat agar kekuasaan negara serikat dan kekuasaan Negara negara bagian tidak diubah semata-mata oleh perbuatan-perbuatan masing-masing pihak secara tersebndiri
d.      Agar hak-hak perseorangan atau kelompok minoritas (bahasan, agama atau kebudayaan) mendapat jaminan.
Menurut George Jellinek, ada dua cara perubahan UUD atau konstitusi yaitu:
a.       Verfaasungsanderung, yaitu cara perubahan konstitusi (UUD) yang dilakukan dengan sengaja menurut cara yang disebutkan dalam UUD itu sendiri.
b.      Verfaasungswandlung, yaitu perubahan konstitusi (UUD) yang dilakukan tidak berdasarkan cara yang terdapat dalam UUD tersebut melainkan melalui cara-cara istimewa, seperti revolusi. coup d'etat, convention, dan sebagainya.
3. Perubahan Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia
Seperti diketahui pengaturan tentang mengubah LUD 1945 tercantum dalam pasal 37. Ada tiga kaidah hukum yang terdapat di dalamnya
a.       tentang lembaga yang berwenang mengubah UUD1945:
b.      tentang sahnya sidang-sidang (MPR) (kuorum/quorum) yang mempunyai mengubah UUD 1945:
c.       tentang sahnya keputusan mengenai perubahan UUD 1945.
UUD 1945 berhasil diamandemen sebanyak 4 kali yaitu pada tahun 1999 2000, 2001 dan 2002.






KEGIATAN BELAJAR 5
Kelembagaan Negara

A. PENGERTIAN KELEMBAGAAN PEMERINTAHAN
Dalam praktek ketatanegaraan selama ini, istilah yang sering didengar untuk menyebut "Kelembagaan Pemerintahan" adalah istilah Lembaga Tertinggi Negara" dan/atau Lembaga Tinggi Negara".Istilah-istilah ini seolah-olah sudah melckat dalam benak setiap orang. Kemudian orang akan ingat lagi bahwa yang dikatakan Lembaga Tertinggi Negara itu adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Sedangkan yang disebut dengan Lembaga Tinggi Negara itu adalah Presiden. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Mahkamah Agung (MA), Dewan Pertimbangan Agung (DPA), dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
Menurut Rukmana Amanwinata, secara  diamandemen tidak menyebutkan dan pemaknaan tentang kelembaganegaraan atau lembaga negara, berbeda dengan Konstitusi RIS (KRIS) 1949 dan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950 menyebutkan hal ini, istilah atau penyebutan lembaga negara di bawah UUD 1945 pertama-tama dapat dibaca dalam Ketetapan MPRS No. X/MPRS/1966 tentang Kedudukan Semua Lembaga-Lembaga Negara Tingkat Pusat dan Daerah Pada Posisi dan Fungsi Yang Diatur Dalam UUD 1945. Kemudian ada Ketetapan MPR No. III/MPR/1978 tentang Hubungan Tata Kerja Antara Lembaga Tertinggi Negara dan Lembaga -Lembaga Tinggi Negara.
Menurut Sri Soemantrit, istilah atau namma temukan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun eksplisit UUD 1945 sebelum yang jelas-jelas lembaga negara tidak kita 1945 (maksudnya sebelum diamandemen, penulis). Untuk pertama kali istilah lembaga negara, kita temukan dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia No. XIV/MPRS/1966 Tentang Pembentukan Panitia-panitia Ad Hoc MPRS yang bertugas melakukan penelitian Lembaga-lembaga negara, penyusunan bagan pembagian kekuasaan di antara lembag-lembaga negara menurut sistem UUD 1945, penyusunan rencana penjelasan pelengkap UUD 1945 dan penyusunan perincian hak-hak asasi manusia.
Walaupun dalam Ketetapan MPR Sementara disebut "lembaga-lembaga negara". namnun kita tidak menemukan ketentuan tentang apa yang dimaksud dengan lembaga-lembaga tersebut. Barulah kita dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan lembaga negara setelah keluarnya Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia No. VI/MPR/1973 tentang Kedudukan dan Hubungan Tata Kerja Lembaga Tertinggi Negara dengan/atau antar Lembaga-lembaga Tinggi Negara.
Lebih jauh Sri Soemantri menyebutkan, dalam pada itu, UUDS 1950 tidak mengenal istilah lembaga negara melainkan alat-alat perlengkapan Negara yang juga merupakan judul Bab II. Bab II terdiri dari ketentuan umum bagian I sampai dengan bagian VI. Ketentuan umum hanya terdiri atas satu pasal yaitu Pasal 44. Dalam Pasal 44 yang dimaksud dengan alat-alat perlengakapan negara ialah:
1.      Presiden dan Wakil Presiden.
2.      Menteri-menteri.
3.      Dewan Perwakilan Rakyat.
4.      Mahkamah Agung.
5.      Dewan Pengawas Keuangan.
Akhirnya menurut Sri Soemantri, dengan merujuk pada ketentuan yang tercantum dalam Pasal 44, kelima alat perlengkapan negara di atas adalah juga lembaga negara, yang setelah terjadinya Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdiri atas
1.      Majelis Permusyawaratan Rakyat:
2.      Dewan Perwakilan Rakyat:
3.      Dewan Perwakilan Daerah;
4.      Presiden dan Wakil Presiden
5.      Mahkamah Agung;
6.      Mahkamah Konstitusi:
7.      Komisi Yudisial; dan
8.      Badan Pemeriksa Keuangan.
Sekarang setelah amandemen UUD 1945 tidak ada lembaga tinggi dan tertinggi tetapi yang muncul setelah amandemen UUD 1945 itu adalah istilah lembaga negara seperti termuat calam Pasal 24 ayat (1)y dan Pasal II Aturan Peralihan ULD 1945 setelah diamandemen yang berbunyi:
Pasal 24 C ayat (1):
Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-undang Dasar, Lembaga negara yang Kewenangannya diberikan oleh Undang-undang Dasar, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. (huruf miring dan tebal dari pen)
Pasal II Aturan Peralihan:
"Semua lembaga negara yang masih ada tetap berfungsi sepanjang untuk melaksanakan ketentuan Undang-undang Dasar dan belum diadakan yang baru menurut Undang-undang Dasar ini. (huruf miring dan tebal dari pen)
Selanjutnya Arief  Hidayat menyatakan bahwa dalam khasanah ketatanegaraan dikenal dua bagian besar mengenai keberadaan suatu organ/lembaga negara, yaitu:
1.      Organ/tembaga negara yang langsung disebut oleh kanstitusi (UN MITTEBARE ORGAN), dan
2.      Organ/lembaga negara yang tidak langsung disebut oleh konstitusi (MITTEBARE ORGAN).
Adapun yang menjadi kriteria dua macam organ ini yaitu berkenaan eksplisit di dengan apakah organ itu pembentukannya langsung disebut secara dalam konstitusi atau tidak. Untuk organ yang disebut pertama. menurut Ariel Hidayat konstitusi secara tegas menyebutnya, sebagai misal Undang-Undang Dasar 1945 pasca amandemen menyebut MPR, DPR, DPD, Presidern, MA. MK, BPK. Kementerian Negara, Bank Sentral, Komisi Yudisial, KPU, Pemda, TNI, POLRI dan Dewan Pertimbangan Presiden. Sedangkan organ yang disebut kedua adalah organ yang pembentukannya dibentuk tergantung pada organ yang disebut pertama. misalnya Komnas HAM, Komnas Anak, Dewan Pers, Komisi Penyiaran Indonesia, Komisi Pemberantasan Korupsi, dan sebagainya.
Sebenarnya yang dimaksud dengan “Kelembagaan Pemerintahan” lebih luas pengertiannya dari sekedar Lembaga Tertinggi Negara dan Lembaga Tinggi Negara. Apalagi setelah UUD 1945 di Amandemen, cksistensi Lembaga Tertinggi Negara itu ditiadakan. Tidak ada lagi satu lembaga yang kedudukkannya paling tinggi dibandingkan dengan lembaga yang lain. Oleh karena itu yang dimaksud dengan Kelembagaan Pemerintahan adalah semua lembaga yang eksistensinya tercantum dalam konstitusi negara atau peraturan perundang-undangan yang lebih rendah baik tersirat maupun tersurat dalam rangka menjalankan roda pemerintahan atau mempunyai fungsi pemerintahan.
Dari batasan kelembagaan pemerintah di atas, dapat diperinci hal-hal sebagai berikut :
1.      Semua lembaga-lembaga yang disebut dalam konstitusi Negara merupakan kelembagaan pemerintahan dan disebut dengan istilah lembaga Negara.
2.      Terdapat juga kelembagaan pemerintahan yang tidak disebut dalam konstitusi tetapi diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah dari konstitusi. Seperti Badan Pertanahan Nasional (BPN), Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), Pemerintahan Desa (Pasal 94 UU 22/ 1999), dan lain-lain.
3.      Kelembagaan yang tidak mempunyai fungsi pemerintahan walaupun disebut dan/ atau diatur dalam konstitusi atau peraturan perundang-undangan dibawahnya, seperti Kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat (Pasal 18 B ayat (2), Amandemen Kedua UUD 1945), Yayasan (UU 16/ 2001, dan lain-lain adalah bukan yang dimaksud dengan kelembagaan pemerintahan karena tidak mempunyai fungsi pemerintahan.
4.      Dengan demikian terdapat dua macam kelembagaan pemerintahan Pertama, kelembagaan pemerintahan dalam arti luas yaitu seluruh kelembagaan yang berfungsi pemerintahan baik diatur oleh konstitusi dan/atau diatur oleh peraturan perundang-undangan yang lebih rendah dari konstitusi. Kedua, kelembagaan pemerintahan dalam arti sempit yaitu kelembagaan yang berfungsi pemerintahan serta jelas-jelas tercantum dalam konstitusi negara. Kelembagaan pemerintahan dalam arti sempit inilah yang disebut dengan istilah lembaga-lembaga negara.
Menurut Jimly Asshiddigie,  lembaga-lembaga negara yang namanya tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 sekarang ini adalah:
1.      Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR),
2.      Presiden (dan Wakil Presiden),
3.      Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
4.      Dewan Perwakilan Daerah (DPD),
5.      Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
6.      Mahkamah Agung (MA),
7.      Mahkamah Konstitusi (MK),
8.      Pemerintah Daerah Propinsi dan Kabupaten/Kota.
9.      Bank Sentral,
10.  Komisi Pemilihan Umum (KPU).
11.  Komisi Yudisial
12.  DPRD Propinsi dan Kota/Kabupaten,
13.  TNI dan Polri.
Dengan demikian semua lembaga-lembaga yang keberadaannya disebut-sebut atau tercantum dalam UUD 1945 (hasil Amandemen) seperti yang telah disebutkan di atas itulah yang disebut kelembagaan pemerintahan dalam arti sempit. Tulisan inipun ruarng lingkupnya mermbatasi diri hanya pada pembahasan kelembagaan pemeriniahan dalam arti sempit yaitu fenubaga-lormbaga negara yang tercantum dalam UUD 1945

B. MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT (MPR)
Sebelum UUD 1945 di amandemen, menurut Penjelasan Pasal 3 UUD 1945, MPR merupakan pemegang kedaulatan Negara. Oleh karena MPR memegang kedaulatan negara maka menurut Penjelasan Pasal 3 UUD 1945 tersebut, kekuasaannya tidak terbatas. Begitu pula menurut Pasal 3 ayat (1) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia No.III/MPR/1978 Tentang Kedudukan Dan Hubungan Tata Kerja Lembaga Tertinggi Negara Dengan/Atau Antar Lembaga Tinggi Negara disebutkan bahwa Majelis sebagai penjelmaan seluruh Rakyat Indonesia adalah pemegang kekuasaan Negara tertinggi dan pelaksana dari kedaulatan Rakyat.
Dalam praktek, sebutan Lembaga Tertinggi dengan kekuasaan tidak terbatas ini telah dipergunakan sebagai alat kekuasaan Presiden dengan alasan demi pembangunan. Demikian pula kekuasaan tidak terbatas telah diperguanan untuk membuat berbagai ketetapan antara lain- memperbesar di luar wewenang MPR di luar materi muatan dan tata cara yang ditentukan dalam UUD seperti pengangkatan Presiden seumur hidup pada masa Orde Lama. Praktek-praktek di atas menyebabkan MPR (masa reformasi) memutuskan meniadakan Pasal 1 ayat (2) lama dan diganti menjadi  Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilakukan menurut UUD (Perubahan Ketiga)
Oleh karena itu sehubungan dengan eksistensi MPR pasca amandemen ini, beberapa pertanyaan yang harus dijawab adalah sebagai berikut.
1.      Bagaimana kedudukan MPR ini dalam sistem pemerintahan Indonesia?
2.      Bagaimana cara pengisian angota-anggota?
3.      Apa tugas dan wewenangnya?
4.      Bagaimana perhubungan kekuasaannya dengan lembaga negara yang lain?

C. PRESIDEN (DAN WAKIL PRESIDEN)
Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa "Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-undang Dasar” Dalam menjalankan tugasnya itu Presiden dibantu seorang Wakil Presiden (pasal 6 ayat 2) Kemudian persyaratan Presiden menurut UUD 1945 pasal 6 hanya diharuskan orang Indonesia asli. Menurut J.C.T. Simorangkir  pasal 6 itu dapat kita baca : Presiden ialah orang Indonesia asli, pria atau wanita.
Menurut Sri Soemantri. berbeda dengan Konstitusi Republik Indonesia Serikat dan Undang-Undang Dasar Sementara 1950. Pemerintah yang menjalankan kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar 1945 hanya terdiri dari satu unsur yaitu Presiden saja. Dalam pasal 68 ayat (I) Konstitusi Republik Indonesia Serikat dikatakan, bahwa Presiden dan Dewan Menteri bersama-sama merupakan Pemerintah. Walaupun Undang Undang Dasar Sementara 1950 tidak dengan tegas mengatakan demikian. akan tetapi apabila kita pelajari pasal 45 sampai dengan pasal 55 yang merupakan bagian dari Bab II Bagian I dengan judul Pemerintah, maka apa yang terdapat dalam Konstitusi 1949 juga terdapat di dalamnya dengan tambahan Wakil Presiden. Jadi Pemerintah menurut Undang-Uncdang Dasar 1950 terdiri atas unsur-unsur Presiden, Wakil Presiden dan Menteri atau Menteri-menteri.
Lebih jauh Sri Soemantri mengatakan bahwa kedudukan Wakil Presiden menurut UUD 1945 adalah lebih tinggi dari Menteri-menteri. Wakil Presiden seperti halnya Presiden dipilih oleh MPR dengan syarat-syarat yang sama. Di lain pihak Menteri-menteri Negara diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Malah seperti ditentukan oleh pasal 8 Undang-Undang Dasar 1945 Wakil Presiden dapat menggantikan kedudukan Presiden apabila yang terakhir ini meninggal dunia, berhenti atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam jabatannya. Di samping itu Wakil Presiden hanya dapat diberhentikan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, sedangkan Menteri-menteri setiap waktu dapat diberhentikan oleh Presiden.Hal ini berarti pula, bahwa Menteri-menteri tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat,melainkan bertanggung jawab kepada Presiden.
Mengenai tugas dan wewenang Presiden, UUD 1945 dalam beberapa pasalnya mengatur:
1.      Menjalankan Undang-undang
2.      Mengangkat Menteri-menteri Negara:
3.      Membentuk (menyusun) Undang-undang bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat;
4.      Membentuk (menyusun) Peraturan Pemerintah untuk menjalan Undang-undang:
5.      Menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
6.      Mengajukan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara:
7.      Memegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Perang Republik Indonesia;
9.      Menyatakan Perang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat;
10.       Mengangkat Duta dan Konsul serta menerima Duta dari Negara lain;
11.       Memberi gelar dan tanda jasa:
D. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT (DPR)
Badan politik yang kita kenal sebagai Dewan Perwakilan Rakvat (DPR) dalam bahasa Eropa dikenal sebagai parliament. di Amerika DPR disebut sebagai legislature. Perbedaan istilah ini mengandung makna yang cukup dalam dan strategis. Dalam kasus Eropa istilah Parlemen mengandung makna "pembicaraan” masalah-masalah kenegaraan. sedangkan di Amerika legislature mengandung makna hadan pembuat undang-undang (badan legislatif atau law making body)
Menurut Muchtar Pakpahan, kalau diikuti secara seksama pasal-pasal yang mengatur DPR di dalam UUD 1945, dapat dikatakan DPR mempunyai tugas yang sangat penting dalam kehidupan ketatanegaraan Indonesia. Tugas (sekaligus fungsi) itu secara garis besar dapat dibagi tiga legislative function ( fungsi legislatif), controlling function (fungsi pengawasan), dan budgeting function (fungsi budget atau anggaran).
Philipus M. Hadjon. menyebut tiga fungsi di atas dengan: a  medewetgeving: b. fungsi "begrooting", dan c. fungsi  “control”. Dikatakan fungsi “medewetgeving" (ikut serta membuat undang-undang) dan bukan fungsi “wetgeving" karena Undang-undang" merupakan produk bersama Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat (Pasal 5 ayat I. pasal 20 ayat 1).
Mengenai tugas dan wewenang Dewan Perwakilan Rakyat yang diatur dalam UUD 1945 sebelum amandemen adalah sebagai berikut.
1.      Pasal 5 ayat (1) persctujuan Dewan Perwakilan Rakyat atas Rancangan Undang-undang dari Presiden.
2.      Pasal 11, persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat terhadap kehendak pernyataan Perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan Negara lain.
3.      Pasal 20, persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat terhadap tiap undang-undang
4.      Pasal 22, persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
5.      Pasal 23, persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat terhadap anggaran yang diusulkan
6.      Pemerintah asal 23. menerima pemberitahuan hasil Pemeriksaan dari Badan Pemeriksa Keuangan.
Setelah amandemen UUD 1945 tugas dan wewenang DPR semakin besar. Berdasarkan Pasal 20 ayat (1) Perubahan Pertama UUD 1945 DPR memegang kekuasaan membentuk Undang-undang. Sebelum amandemen UUD 1945 kekuasaan membentuk Undang-undang itu ada pada Presiden.

E. DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD)
Sejalan dengan tuntutan demokrasi guna memenuhi rasa keadilan masyarakat di daerah, memperluas serta meningkatkan semangat dan kapasitas partisipasi daerah dalam kehidupan nasional: serta memperkuat Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka dalam rangka pembaharuan konstitusi. MPR RI membentuk sebuah lembaga perwakilan baru. yakni Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI). Pembentukan DPD RI ini dilakukan melalui perubahan ketiga Undang-Undang Dasar Negara Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) pada bulan November 2001.
Sejak perubahan itu, maka sistem perwakilan dan parlemen di Indonesia berubah dari sistem unikameral menjadi sistem bikameral. Perubahan tersebut tidak terjadi seketika, tetapi melalui tahap pembahasan yang cukup panjang baik di masyarakat maupun di MPR RI, khususnya di Panitia Ad Hoc I. Proses perubahan di MPR RI selain memperhatikan tuntutan politik dan pandangan pandangan yang berkembang bersama reformasi, juga melibatkan pembahasan yang bersifat akademis, dengan mempelajari sistem pemerintahan yang berlaku di negara-negara lain khususnya di negara yang menganut paham demokrasi.
Dalam proses pembahasan tersebut, berkembang kuat pandangan tentang perlu adanya lembaga yang dapat mewakili kepentingan-kepentingan daerah, serta untuk menjaga keseimbangan antar daerah dan antara pusat dengan daerah, secara adil dan serasi. Gagasan dasar pembentukan DPD RI adalah keinginan untuk lebih mengakomodasi aspirasi daerah dan sekaligus member peran yang lebih besar kepada daerah dalam proses pengambilan keputusan politik untuk hal-hal terutama yang berkaitan langsung dengan kepentingan daerah. Keinginan tersebut berangkat dari indikasi yang nyata bahwa pengambilan keputusan yang bersifat sentralistik pada masa lalu ternyata telah mengakibatkan ketimpangan dan rasa ketidakadilan, dan diantaranya juga memberikan indikasi ancaman keutuhan wilayah negara dan persatuan nasional.Keberadaan unsur Utusan Daerah dalam keanggotaan MPR RI selama ini (sebelum dilakukan perubahan terhadap Undang-Undang Dasar 1945) dianggap tidak memadai untuk menjawab tantangan-tantangan tersebut.
Tugas dan wewenang DPD diantaranya berikut ini.
1.      DPD dapat mengajukan kepada DPR rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
2.      DPD mengusulkan rancangan undang-undang kepada DPR dan DPR mengundang DPD untuk membahas sesuai tata tertib DPR
3.      DPD memberikan pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-undang APBN dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.
4.      Pertimbangan diberikan dalam bentuk tertulis sebelum memasuki tahapan pembahasan antara DPR dan pemerintah.
5.      Pertimbangan menjadi bahan bagi DPR dalam melakukan pembahasan dengan pemerintah.
6.      Pembahasan rancangan undang-undang dilakukan sebelum DPR membahas rancangan undang-undang dengan pemerintah.
Eksistensi DPD dimunculkan pertama kali dalam Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 tahun 2001. Ketentuan-ketentuan yang mengatur DPD itu secara berurutan adalah sebagai berikut.
1.      Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum ( Pasal 22 C ayat (1)).
2.      Anggota Dewan Perwakilan Dacrah dari setiap provinsi jumlahnya sama dan jumlah seluruh anggota Dewan Perwakilan Daerah itu tidak lebih dari sepertiga (Pasal 22 C ayat (2)).
3.      Dewan Perwakilan Daerah bersidang sedikitnya sekali dalam setahun (Pasal 22 C ayat (3)).
4.      Susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Daerah diatur dengan undang-undang (Pasal 22 C ayat (4)).
5.      Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah. pembentukan dan pemekaran serta pengembangan dacrah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ckonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan dacrah (Pasal 22 D ayat (1).
6.      Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan dacrah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, seperti perimbangan keuangan pusat dan daerah, serta memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama (Pasal 22 D ayat (2)).
7.      Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai: otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak. pendidikan, dan agama serta menyampaikan nasil pengawasannya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk dirindaklanjuti (Pasal 22 D ayat (31),
8.      Anggota Dewan Perwakilan Daerah dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam undang-undang (Pasal 22 Dayat (4)).

Mencermati untaian ketentuan di atas, nampak terlihat jelas, seperti yang telah penulis beri tanda dengan garis bawah dan huruf miring, DPD itu hanya "kepanjangan tangan DPR". DPD tidak utuh" (kalau kata tidak" saja dirasa terlalu berlebihan) memiliki fungsi-fungsi keparlemenan pada umumnya seperti fungsi legislasi, kontrol. budgeting dan/atau bahkan rekrutmen.
Ketidakutuhan fungsi legislasi dapat terlihat dari ketentuan Pasal 22 D ayat (1). dimana DPD hanya dapat mengajukan RUU kepada DPR. Walaupun menurut Pasal 22 D ayat (2) nya menyebut dapat ikut membahas RUU untuk bidang-bidang tertentu, tapi berdasarkan Pasal 20 ayat (I) jo Pasal 5UUD 1945 itu sendiri, DPR lah badan pemegang kekuasaan membentuk Undang-undang itu bersama-sama dengan Pemerintah (tanpa ada perubahan apapun walaupun sudah muncul DPD). Dengan demikian DPD tidak mempunyai hak memutuskan atau pun menolak suatu RUU seperti halnya DPR dan/atau Pemerintah.
Jadi berdasarkan konstuksi beberapa ketentuan di atas kalau DPD mau mengusulkan RUU (tidak juga tidak apa-apa karena bukan merupakan kewajiban) mekanismenya adalah sebagai berikut:
1.      DPD menyusun RUU;
2.      RUU diajukan kepada DPR;
3.      DPR beserta Pemerintahlah penentu gol tidaknya RUU itu tanpa keikutsertaan DPD.
Bagan Tentang Legislasi dan Pengawasan
Wewenang DPD melakukan legislasi tertera di dalam UUD 1945 Pasal 22D ayat (1). (2) dan UU No. 22/2003 tentang Pasal 42, 43, dan 44. Atas dasar itu ada 3 bagan berikut ini yang menunjukan tentang sistematika kewenangan melakukan legislasi.
A. LEGISLASI I
Dapat mengajukan RUU yang berkaitan dengan


. Otonomi Daerah
. Hub. Pusat dan Daerah
. Pembentukan, pemekaran dan    Penggabungan daerah
. Pengelolaan SDA dan SDE lainnya
. Perimbangan keuangan pusat dan daerah
1 Usul RUU

2 Mengundang

DPD
DPR



3 Bahas
DPR + DPD
. UUD 1945
4 Bahas
- Pasal 23E ayat (2)

. UUD No. 22 tahun 2003
DPR + Pemerintah
- Pasal 47
Gambar 4.4
Pengajuan RUU

B. LEGISLASI II


Ikut membahas RUU yang berkaitan dengan


. Otonomi Daerah

. Hub. Pusat dan Daerah

. Pembentukan, pemekaran dan    Penggabungan daerah
Yang di ajukan DPR + Pemerintah

. Pengelolaan SDA dan SDE lainnya

. Perimbangan keuangan pusat dan daerah


Undang

DPR
------------------------
----------------------------------
DPD


Bahas

DPR + Pemerintah + DPD (awal pembicaraan tingkat 1



Pandangan + Pendapat DPD atas RUU



Tanggapan DPR + Pemerintah







. UUD 1945


- Pasal 22 D ayat (2)

Masukan untuk
. UUD No. 22 tahun 2003
DPR + Pemerintah
- Pasal 43
gambar 4.5
RUU yang Diajukan Oleh DPR dan Pemerintah

C. LEGISLASI III
Meberikan Pertimbangan kepada DPR atas RUU
. APBN;





. Pajak;
. Pendidikan;
. Agama
DPR
Pertimbangan Tertulis
DPR
Pembahasan DPR + Pemerintah

Gambar 4.6
Pengajuan RUU Melalui DPD
Sedangkan wewenang DPD tentang pengawasan tertera di dalam UUD 1945 Pasal 23 F (1) dan UU No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah  Pasal 45, di dalam sistematikanya dilukiskan seperti terlampir. (Sumber : DPD dalam system ketatanegaraan Indonesia Pasca Perubahan UUD 1945, Ginanjar Kartasasmita 22 Juni 2004).
D. PENGAWASAN I
Dapat melakukan Pengawasan atas pelaksanaan UU
. Otonomi Daerah






. Hub. Pusat dan daerah
. Pembentukan, pemekaran dan
Penggabungan daerah
. Pengelolaan SDA dan SDE
lainnya
. Pertimbangan keuangan pusat
dan daerah
. Pelaksanaan APBN, Pajak
Pendidikan, dan Agama
DPR
Hasil Pengawasan
DPR
Bahan Pertimbangan

Tindak Lanjut
Gambar 4.7
Pengawasan Oleh DPD

E. PENGAWASAN II
Menerima Hasil Pemeriksaan keuangan negara dari BPK
DPR
Hasil Pemeriksaan
DPR
Pertimbangan

DPR
. Uud 1945
-Pasal 23E ayat (2)
. UUD No. 22 tahun 2003
-Pasal 47
Gambar 4.7
Pengawasan Oleh Pemerintah

Demikian pula untuk fungsi kontrol, walaupun menurut Pasal 22 D ayat (3) DPD (lagi-lagi) dapat melakukan pengawasan, namun hasil pengawasan DPD itu ternyata tidak dapat ditindaklanjuti oleh DPD sendiri tapi DPR lah yang menentukan akan ditindaklanjuti atau tidak hasil pengawasan DPD tersebut.
Begitu juga untuk fungsi budgeting, DPD ini hanya "memberikan pertimbangan" kepada DPR atas RUU APBN. Apalagi untuk fungsi rekrutmen seperti halnya dengan fungsi senat di Amerika dimana DPD ini disebut-sebut sebagai senatnya Indonesia yang mempunyai wewenang memberikan pertimbangan dan persetujuan dalam pengangkatan duta, konsul. menteri, hakim federal dan pejabat-pejabat lain yang ditentukan dalam undang-undang. sama sekali tidak dimiliki oleh DPD.
Analisis penulis di atas, diakui pula oleh ketua DPD periode 2004-2009 Ginanjar Kartasasmita yang menyatakan bahwa wewenang DPD terbatas, baik di bidang legislasi, pengawasan, maupun anggaran. Itu pun hanya bisa dilaksanakan melalui "pintu" DPR sehingga DPD akan terus bergantung kepada DPR dalam bekerja. Kondisi ini menyebabkan DPD memiliki ruang gerak dan medan perjuangan terbatas dan dibatasi, baik oleh konstitusi maupun sikap politik DPR. Gambaran ini sangat paradoks dengan tingkat legitimasi anggotanya yang jauh melebihi anggota DPR, baik karena anggota DPD itu dipilih langsung oleh rakyat maupun karena jumlah pemilihnya yang jauh melampaui jumlah pemilih anggota DPR. Sebagai contoh terdapat 1I orang anggota DPD dipilih oleh masing-masing lebih dari satu juta, sedangkan dari 550 anggota DPR hanya ada dua orang yang memenuhi BPP yang jumlahnya berkisar 200.000 suara.

Padahal menurut Bagir Manan, dibalik kelahiran DPD ini terdapat dua gagasan.Pertama, untuk mengubah sistem perwakilan menjadi sistem dua kamar (bicameral). DPD dan DPR digambarkan serupa dengan system perwakilan seperti di Amerika Serikat yang terdiri dari Senate sebagi Perwakilan negara bagian (DPD). dan House of Representatives sebagai perwakilan seluruh rakyat DPR) keikutsertaan daerah terhadap jalannya politik dan pengelolaan negara.

F. BADAN PEMERIKSA KEUANGAN (BPK)
Sebelum amandemen UUD 1945, menurut Pasal 23 ayat (5) UUD 1945 menyebutkan bahwa untuk memeriksa tanggung jawab tentang keuangan Negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang peraturannya ditetapkan dengan Undang-undang, hasil pemeriksaan itu diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Setelah amandemen, lembaga negara yang namanya tetap BPK ini menempati Bab tersendiri terpisah dari Bab tentang Keuangan yaitu di Bab VIII A Pasal 23 E. Pasal 23F, dan Pasal 23G. Sejak berlakunya UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945 hingga tanggal 10 Desember 1946  BPK belum terbentuk. Baru pada tanggal 10 Desember 1946 Menteri Keuangan mengirimkan surat kepada sekalian kementerian yang ada serta sekalian jawaban dalam lingkungan masing-masing kementerian yang isinya bahwa tidak lama lagi pemerintah akan mendirikan BPK scbagaimana diharuskan dalam UUD. Pada tanggal I Januari 1947 berdasarkan Penetapan Pemerintah Tahun 1946 No. 11/Um Presiden RI menetapkan berdirinya BPK.
Sejak 2003 setidaknya ada empat UU yang dapat dijadikan landasan hukum dan landasan operasional BPK: UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara; UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara; serta terakhir UU No. 15 Tahun 2006 tentang BPK yang merupakan UU pengganti UU No. 5 Tahun 1973 tentang BPK.
Tugas pokok Badan Pemeriksa Keuangan adalah memeriksa tanggung jawab keuangan Negara. Dalam menjalankan tugas pokoknya itu, Badan Pemeriksa Keuangan mempunyai 3 (tiga) fungsi.
1.      Fungsi Operatif. yaitu melakukan pemeriksaan, pengawasan dan penelitian atas penguasaan dan pengurusan keuangan negara.
2.      Fungsi Yudikatif, yaitu melakukan tuntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi terhadap Bendaharawan dan Pegawai Negeri Bukan Bendaharawan yang karena perbuatannya melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya, menimbulkan kerugian besar bagi Negara.
3.      Fungsi memberi Rekomendasi, yaitu memberi pertimbangan kepada Pemerintah tentang pengurusan keuangan Negara.
4.      Dalam menjalankan tiga fungsinya di atas Badan Pemeriksa Keuangan mempunyai wewenang.
5.      Meminta, memeriksa. meneliti, pertanggungjawaban atas penguasaan dan pengurusan keuangan negara serta mengusahakan keseragaman baik dalam tata cara Pemeriksaan dan pengawasan keuangan maupun dalam penatausahaan keuangan Negara
6.      Mengadakan dan menetapkan tuntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi.
7.      Melakukan penelitian. penganalisaan terhadap pelaksanaan peraturan perundangan di bidang keuangan.

G. MAHKAMAH AGUNG (MA)
Berdasarkan Pasal 24 A UUD 1945 Ayat (1), Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.
Tugas dan wewenangnya diatur dalam Pasal 28 UU Nomor 14 Tahun 1985, yaitu: Mahkamah Agung bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus:
1.      permohonan kasasi:
2.      sengketa tentang kewenangan mengadili:
3.      permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Berdasarkan Pasal 5 ayat (2) Ketetapan MPR RI No.III /MPR/2000 Tentang Sumber Hukum Dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan, Mahkamah Agung berwenang menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang. Pengujian ini bersifat aktif dan dapat dilaksanakan tanpa melalui proses peradilan kasasi. Sebelum keluar Tap MPR ini pengujian atau istilahnya "Judicial Reriew” baru dapat dilaksanakan jika ada peradilan terlebih dahulu.
Berdasarkan Pasal 31 UU 5/2004 tentang Mahkamah Agung dinyatakan:
1.      Mahkamah Agung mempunyai wewenang menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang.
2.      Mahkamah Agung menyatakan tidak sah peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang atas alasan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau pembentukannya tidak memenuhi ketentuan yang berlaku.
3.      Putusan mengenai tidaksahnya peraturan perundang-undangan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) dapat diambil baik berhubungan dengan pemeriksaan pada tingkat kasasi berdasarkan permohonan langsung pada Mahkamah Agung.
4.      Peraturan perundang-undangan yang dinyatakan tidak sah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak mempunyai kekuataaihukum mengikat
5.      Putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak keputusan diucapkan.
Berdasarkan Pasal 31A UU 5/2004 Tentang MA dinyatakan pula:
1.      Permohonan pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang diajukan langsung oleh pemohon atau kuasanya kepada Mahkamah Agung, dan dibuat secara tertulis dalam bahasa Indonesia.
2.      Permohonan sekurang-kurangnya harus memuat:
a.      Nama dan alamat pemohon;
b.      Uraian mengenai perihal yang menjadi dasar permohonan dan wajib menguraikan dengan jelas bahwa
1)      Materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian peraturan perundang-undangan dianggap bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, dan /atau
2)      Pembentukan peraturan perundang-undangan tidak memenuhi ketentuan yang berlaku.
c.       Hal-hal yang diminta untuk diputus.
3.      Dalam hal Mahkamah Agung berpendapat bahwa pemohon atau permohonannya tidak memenuhi syarat, amar putusan menyatakan permohonan tidak diterima
4.      Dalam hal Mahkamah Agung berpendapat bahwa permohonan beralasan, amar putusan menyatakan permohonan dikabulkan.
5.      Dalam hal permohonan dikabulkan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), amar putusan menyatakan dengan tegas materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dari peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
6.      Dalam hal peraturan perundang-undangan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, dan/atau tidak bertentangan dalam pembentukannya. Amar putusan menyatakan permohonan ditolak.
7.      Ketentuan lebih lanjut mengenai pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang diatur oleh Mahkamah Agung.

MA juga berwenang dan bertugas mengawasi terhadap penyelenggaraan peradilan di semua lingkungan peradilan, memberi nasihat kepada Presiden selaku Kepala Negara dalam ranga pemberian dan penolakan grasi, memberi pertimbangan hukum kepada Lembaga Tinggi Negara lainnya. Semua tugas di atas merupakan tugas MA di bidang yudisil.
Mahkamah Agung berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik Indonesia. Mahkamah Agung yang berkedudukan di Ibu Kota Negara itu, terdiri atas seorang Ketua, seorang Wakil Ketua, beberapa orang Ketua Muda dan beberapa Hakim Anggota (pasal 5 ayat dan 2 UU No. 14/1985). Dari ketentuan ini menurut Sri Soemantri, kita tidak dapat mengetahui berapa banyak sesungguhnya jumlah anggota Mahkamah Agung itu, penjelasan atas pasal 5 UU. No. 14/1985 juga tidak menyebut soal itu selain dikatakan cukup jclas.
Siapa yang mempunyai kewenangan untuk mengangkat Hakim Agung? Sebelum adanya amandemen UUD 1945, ketentuan pasal 8 UU No. 14/1985 menyebutkan:
1.      Hakim Agung diangkat oleh Presiden selaku Kepala Negara dari daftar nama calon yang diusulkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
2.      Daftar nama calon sebagaimana dimaksud di atas, diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Presiden selaku Kepala Negara setelah Dewan Perwakilan Rakyat mendengar pendapat Mahkamah Agung dan Pemerintah.
3.      Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Agung diangkat oleh Presiden selaku Kepala Negara di antara Hakim Agung yang diusulkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
4.      Ketua Muda Mahkamah Agung diangkat oleh Presiden selaku Kepala Negara di antara Hakim Agung yang diusulkan oleh Ketua Mahikamah Agung.
5.      Untuk mnengisi lowongan jabatan Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda dan Hakim anggota, diusulkan masing-masing 2 calon.
Menurut Bintan R. Saragih, memang melalui pengangkatan Hakim-hakim Agung Presiden sebagai Kepala Eksekutif  ingin juga mempengaruhi kekuasaan kehakiman dengan menempatkan orang-orangnya (teman temannya) dilembaga Judikatif, berdasarkan ketentuan yang berlaku. Di Amerika Serikat misalnya ditentukan bahwa hakim-hakim Agung diangkat oleh kongres dari calon yang diajukan oleh Presiden. Bekas Presiden Amerika Serikat Nixon pernah menggunakan hak ini karena ada lowongan untuk dua orang Hakim Agung. Tetapi di Negara manapun kecuali Negara demokrasi rakyat, jabatan Hakim Agung adalah langgeng. Sekali dia diangkat sulit untuk memberhentikannya. Indonesiapun sebagai Negara yang menganut system Presidensil Kabinet menganut asas seperti Amerika Serikat, hanya caranya dibalik yaitu Hakim-hakim agung diangkat oleh Presiden dari calon-calon yang diajukan oleh DPR. Penggunaan ketentuan itu tentu tidak akan dilewatkan begitu saja oleh seorang Presiden. Bekas presiden Sukarno. mengangkat Suryadi SH menjadi Hakim Agung mempromosikan menjadi Ketua Mahkamah Agung, Dan muncul reaksi dari masyarakat serta Hakim-hakim Agung lainnya, akhirnya Suryadi S.H mengundurkan diri. Presiden Suharto juga mempergunakan hak yang diberikan oleh ketentuan perundangan tersebut. Dengan adanya lowongan Hakim-hakim Agung menempatkan beberapa orang orangnya (kepercayaannya) termasuk tiga orang anggota ABRI. Malah salah satu vang diangkatnya adalah bekas Menter kehakinan yang selanjutnya dipromosikan menjadi Ketua Mahkamah Agung.
Sekarang setelah amandemen UUD 1945, muncul lembaga baru yang namanya Komisi Yudisial yang mempunyai wewenang sebagai berikut.
1.      Mengusulkan pengangkatan hakim agung.
2.      Calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden.
3.      Mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.

Namun sayang sampai selesainya pembuatan diktat ini Lembaga yang namanya Komisi Yudisial ini belum terbentuk. Sehingga cara pengisian Hakim Agung masih menggunakan cara yang lama seperti yang telah dijelaskan di atas.

H. MAHKAMAH KONSTITUSI (MK)
Berbicara tentang eksistensi lembaga yang namanya Mahkamah Konstitusi ini maka terdapat pertanyaan-pertanyaan yang cukup mendasar seperti berikut ini.
1.      Bagaimana cara pengisian jabatan pada lembaga Mahkamah Konstitusi ini?
2.      Bagaimana kedudukannya dalam sistem ketatanegaraan Indonesia?
3.      Apa tugas dan wewenangnya?
4.      Bagaimana perhubungan kekuasaan antara Mahkamah Konstitusi ini dengan lembaga negara yang lain?
5.      Bagaimana eksistensi Mahkamah Konstitusi ini di negara-negara lain?

1.Komposisi dan Cara Pengisian Jabatan Hakim Mahkamah Konstitusi
Berdasarkan Pasal 24 C ayat 3 dan ayat 4 dapat diuraikan hal-hal sebagar berikut.Mahkamah Konstitusi mempunyai 9 (sembilan) hakim konstitusi Kesembilan hakim ini ditetapkan oleh Presiden berdasarkarn usulan dari
·         Mahkamah Agung                  : tiga orang
·         DPR                                          : tiga orang
·         Presiden                                    : tiga orang
Untuk pertama kali pengangkatan hakim konstitusi dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia dilakukan berdasarkan Keppres No. 147/M Tahun 2003 Tanggal 17 Agustus 2003.
Ketua dan Wakil Ketua MK dipilih dari dan oleh hakim konstitusi.Untuk pertama kali juga dalam sejarah telah dipilih ketua MK pada tanggal 20 Agustus 2003 yaitu Prof. Dr. H. Jimmly Assidiqie, S.H.
Prasyarat hakim MK
1.      Menurut UUD 1945 Pasal 24 C ayat 5
a.       memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela:
b.      adil
c.       negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan;
d.      tidak merangkap sebagai pejabat negara.

2.      Menurut UU No. 24 Tahun 2003 tentang MK (Pasal I6):
a.       WNI:
b.      pendidikan sarjana hukum
c.       usia minimal 40 tahun
d.      tidak pernah dipidana penjara yang ancanman hukuman > 5 Tahun:
e.       tidak sedang dinyatakan pailit oleh putusan pengadilan
f.       punya pengalaman kerja di bidang hukum mninimal 10 tahun;
g.      wajib membuat surat pernyataan kesediaan
Masa jabatan hakim MK adalah 5 (lima) tahun dan hanya dapat dipilih kembali satu periode lagi (Pasal 22 UU No. 24 Tahun 2003). Batas usia hakim MK adalah 67 tahun (Pasal 23 huruf c UU No. 24 Tahun 2003). Hakim MK dilarang:
·         merangkap pejabat negara lainnya (DPR, DPD, DPRD, MA, Menteri, dll)
·         merangkap anggota partai politik;
·         merangkap pengusaha (direksi atau komisaris):
·         merangkap advokat (tak boleh praktek);
·         merangkap PNS (statusnya diberhentikan sementara).

2.Keberadaan dan Kedudukan Mahkamah Konstitusi
Keberadaannya diatur dalam UUD 1945 Perubahan Ketiga dan Keempat: Pasal 7B, 24 ayat (2), 24 C ayat (l) s/d (5). Pasal III Aturan Peralihan. Kemudian lahir UU No. 24 Tahun 2003 LN Tahun 2003 No. 98 tentang Mahkamah Konstitusi.
Kedudukannya adalah sebagai bagian dari Kekuasaan Kehakiman yang posisinya sejajar dengan Mahkamah Agung (MA) (Pasal 24 ayat 2 UUD 1945).Disamping itu juga merupakan salah satu Lembaga Negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan (Pasal 2 UU MK) Mahkamah Konstitusi berkedudukan di Ibukota Negara RT ( Pasal 3 UU MK).
3.    Kewenangan Mahkamah Konstitusi
Berdasarkan beberapa ketentuan yang terdapat pada Amandemen ke-3 Undang-Undang Dasar 1945 Mahkamah Konstitusi itu adalah sebuah lembaga negara yang mempunyai wewenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk :
a.        menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar;
b.      memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar;
c.       memutus pembubaran partai politik;
d.      memutus perselisihan tentang hasil pemilihan Umum.
Keempat kewenangan Mahkamah Konstitusi di atas jelas tersurat secara limitatif dalam Pasal 24 C ayat (1) UUD 1945. Selain keempat kewenangan di atas, oleh Pasal 24 C ayat (2) UUD 1945 ditambahkan lagi bahwa Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar.
Berdasarkan Pasal 24 C UUD 1945 Ayat (1) dinyatakan bahwa:
“ Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutuskan pembubaran partai politik, dan memutuskan perselisihan tentang hasil pemilihan umum".

Menurut Pasal 50 UU 24/2003 Tentang Mahkamah Konstitusi (MK), Undang-undang yang dapat dimohonkan untuk diuji adalah undang-undang yang diundangkan setelah perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Siapa yang bisa memohon hak uji ke Mahkamah Konstitusi? Menurut Pasal 51 UU 24/2003 tentang MK.
a.       Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu
1)      Perorangan warga negara Indonesia
2)      Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang:
3)      Badan hukum publik atau privat: atau
4)      Lembaga negara.
b.      Pemohon wajib menguraikan dengan jelas dalam permohonannya tentang hak dan atau kewenangan konstitusionalnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
c.       Dalam permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemohon wajib menguraikan dengan jelas bahwa:
1)      Pembentukan undang-undang tidak memenuhi ketentuan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dan/atau
2)      Materi muatan dalam ayat. pasal, dan/atau bagian undang-undang dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Berdasarkan Pasal 57 UU 24/2003 MK.
a.       Putusan Mahkamah Konstitusi yang amar putusannya menyatakan bahwa materi muatan ayat. pasal, dan/atau bagian undang-undang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, materi muatan ayat, pasal. dan/atau bagian undang-undang tersebut tidak mempunyai kekuataan hukum tmengikat.
b.      Putusan Mahkamah Konstitusi yang amar putusannya menyatakan bahwa pembentukan undang-undang dimaksud tidak memenuhi ketentuan pembentukan undang-undang berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, undang-undang tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
c.       Putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan permohonan wajib dimuat dalam Berita Acara Negara dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sjak putusan diucapkan..
Berdasarkan Pasal 58 UU 24/2003 MK. Undang-undang yang diuji oleh Mahkamah Konstitusi tetap berlaku. sebelum ada putusan yang menyatakan bahwa undang-undang tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
4.    Perhubungan Kekuasaan Dengan Lembaga Lain
Ketentuan Pasal 24 C ayat (2) UUD 1945 di atas, menegasulangkan ketentuan-ketentuan tentang proses pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana telah diatur dalam Pasal dan Pasal 7B UUD 1945. Berikut ini akan diuraikan bagaimana proses pemberhentian 7A Presiden dan/atau Wakil Presiden itu serta keterkaitannya dengan Mahkamah Konstitusi.
Berdasarkan Pasal 7A UUD 1945 Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya. atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Selanjutnya dijelaskan olch Pasal 7B ayat (1) UUD 1945 bahwa usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat) bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara. korupsi. penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbualan lercela. dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Pengajuan permintaan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Mahkamah Konstitusi hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang hadir dalam siding paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat (Pasal 7B ayat (3) UUD 1945).
Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan mermutus dengan seadil-adilnya terhadap pendapat Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lama sembilan puluh hari setelah permintaan Dewan Perwakilan Rakyat itu diferima oleh Mahkamah Konstitusi (Pasal 7B ayat (4) UUD 1945).
Apabila Mahkamah Kenstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. Dewan Perwakilan Rakyat menyelenggarakan sidang paripurna urntuk meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (Pasal 7B ayat (5) ULD 1945).
Berdasarkan pada uraian-uraian di atas jelas terlihat bagaimana peranan Mahkamah Konstitusi itu dalam proses pemberhentian. Presiden dan/atau Wakil Presiden begitu besar. Memang dalam praktek ketatanegaraan selama ini ada suatu kesulitan untuk mengadili pejabat setingkat Presiden. Jika Presiden diadili oleh penyidik biasa jelas mereka adalah bawahannya. Sehingga selama ini tidak ada kejelasan apakah Presiden yang dicabut mandatnya oleh MPR itu benar-benar bersalah atau tidak seperti yang terjadi dengan mantan Presiden Sockamo dan K Abdurrahnman Wahid Oleh karena itu dengan adanya lembaga Mahkamuh Noustitust ini diharapkan Presiden dan/atau Wakil Presiden yang diberhentikn itu memang benar-benar bersalah.
5. Perbandingan dengan Negara Lain
Mahkamah Konstitusi lahir karena beralihnya paradigma dari supremasi MPR ke system Checks and balances. Selain itu juga sebagai konsekuensi dari demokrasi yang menganut negara hukum dan Negara hukum yang demokratis.Tak kalah pentingnya juga adalah dilatarbelakangi oleh adanya konflik konstitusional yang tidak pas diselesaikan oleh pengadilan yang ada.
Di Negara Amerika Serikat fungsi MK dilaksanakan oleh MA.Model Austria MK berdampingan dengan MA. Model Perancis adanya Dewan (counci) konstitusi selain MA, yang melakukan judicial review. Model Belgia ada Constitutional Arbitrage. Model Venezuela MK merupakan salah satu kamar dari MA. Sedangkan Inggris. Belanda, dan Negara Komunis yang tidak mengenal MK karena dianut supremasi parlemen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar