MODUL 5
Peraturan
Perusahaan dan Perjanjian Kerja Bersama
Purbadi Hardjoprajitno, S. H, M. Hum.
Drs. Saefulloh Tiesnawati Wahyuningsih, S.H.
P E N DA H U L U A N
Pada Modul ke-5 ini kita akan
memfokuskan untuk memahami lebih jauh tentang Peraturan Perusahaan dan
Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Perlu diketahui sebelumnya bahwa PKB merupakan
pengganti PP (Peraturan Perusahaan). Artinya bagi perusahaan yang sudah memiliki
PKB (Perjanjian Kerja Bersama) tidak perlu lagi menggunakan Peraturan
Perusahaan (PP). Manfaat mempelajari Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja
Bersama (PKB) adalah untuk memahami aturan perusahaan, menyangkut syarat-syarat
kerja dan tata tertib perusahaan, sistem kerja perusahaan, hubungan pekerja
dengan perusahaan, serta hak-hak dan kewajiban masing-masing pihak.
Jika suatu saat Anda hendak
mendirikan suatu perusahaan, atau Anda menjadi pimpinan di sebuah perusahaan,
atau Anda duduk sebagai pimpinan serikat pekerja, tentu Anda perlu mengetahui
lebih dalam mengenai Peraturan Perusahaan atau PKB. Pengetahuan ini penting,
mengingat misalnya jika terjadi perselisihan di sebuah perusahaan, khususnya
antara pihak pekerja berhadapan dengan pernilik perusahaan atau pengusaha, pada
akhirnya harus dikembalikan sesuai dengan ketentuan PP atau PKB yang telah
dibuatnya.
Untuk mengetahui lebih jauh
tentang PP dan PKB, melalui modul ini Anda akan diperkenalkan keduanya secara
lengkap, dalam satu dua kelompok kegiatan belajar.
Kegiatan Belajar 1 : mengenal peraturan perusahaan Kegiatan
Belajar 2 : mengenal perjanjian kerja bersama
KEGIATAN BELAJAR
1
Mengenal Peraturan Perusahaan
A.
SELAYANG PANDANG PERATURAN PERUSAHAAN
Pada saat seseorang mulai bekerja
di suatu perusahaan lazimnya diikat oleh sebuah perjanjian kerja. Perjanjian
kerja umumnya hanya memuat syarat kerja yang sifatnya sederhana, misalnya
mengenai upah, pekerjaan, jam kerja dan pembagian lain-lain (Emolumenten). Oleh
karena itu, diperlukan peraturan yang memuat syarat-syarat kerja secara
lengkap, yaitu yang disebut Peraturan Perusahaan. Istilah Peraturan Perusahaan iru
ada yang menyebutnya dengan Peraturan Kerja Perusahaan, Peraturan Majikan,
reglemen perusahaan, peraturan karyawan, maupun peraturan kepegawaian.
Karena peraturan perusahaan
memuat syarat-syarat kerja, maka dapat dikatakan bahwa peraturan perusahaan
berisi hak-hak dari buruh. Peraturan perusahaan ini berhubungan erat dengan
perjanjian kerja, oleh karena itu peraturan perusahaan merupakan pasangannya
perjanjian kerja. Peraturan Perusahaan dibuat oleh pengusaha di mana buruh
tidak ikut campur dalam pembuatannya, sehingga ada yang berpendapat bahwa
peraturan perusahaan adalah peraturan yang berdiri sendiri.
Peraturan Perusahaan diatur dalam
Bagian ke enam Bab XI Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
jo. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor: KEP-48/ME/IV/2004 tanggal
8 April 2004 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan
serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama.
Pada awalnya peraturan perusahaan
diatur dalam Pasal 1601 huruf j sampai dengan Pasal 1601 huruf m Buku III KUH Perdata. Peraturan Perusahaan
hanya memuat syarat-syarat kerja tidak termasuk tata tertib perusahaan pada
masa itu. Peraturan Perusahaan tidak merupakan hal yang diwajibkan kepada
perusahaan. Buruh terikat pada peraturan perusahaan jika dalam pembuatan
perjanjian kerja menyetujui secara tertulis mengenai peraturan perusahaan.
Adapun agar peraturan perusahaan yang dibuat pengusaha dapat mengikat buruh,
harus memenuhi beberapa ketentuan sebagai berikut:
1.
Jika buruh secara tertulis telah
menyetujui peraturan perusahaan tersebut;
2.
Satu eksemplar peraturan
perusahaan diberikan secara cuma-cuma kepada buruh;
3.
Satu eksemplar peraturan
perusahaan diserahkan kepada Kementrian Perburuhan yang tersedia untuk dibaca
oleh umum;
4.
Satu eksemplar peraturan
perusahaan ditempelkan di perusahaan agar mudah dibaca oleh buruh atau pekerja.
Selanjutnya pada Tahun 1976 diterbitkan
Peraturan Menteri Tenaga Kerja, Transrnigrasi dan Koperasi Nomor:
PER-02IMEN/1976 tanggal 11 Juli 1976 tentang Peraturan Perusahaan. Yang
dimaksud dengan Peraturan Perusahaan dalam Peraturan Menteri ini adalah suatu
peraturan yang dibuat oleh pimpinan perusahaan yang memuat ketentuan-ketentuan
tentang syarat-syarat kerja yang berlaku pada perusahaan yang bersangkutan.
Selain ketentuan-ketentuan tentang syarat-syarat kerja, peraturan perusahaan
dapat juga memuat ketentuan-ketentuan mengenai tata tertib perusahaan.
Dengan demikian, peraturan
perusahaan tidak hanya memuat syarat-syarat kerja saja, namun juga dapat memuat
ketentuan tentang tata tertib perusahaan.
Perusahaan yang mempekerjakan 50
orang buruh atau lebih dalam ketentuan Peraturan Menteri tersebut (Peraturan
Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi Nomor: PER-02/MEN/1976 tanggal l
Juli 1976) diwajibkan memiliki Peraturan Perusahaan. Peraturan Perusahaan yang
disusun oleh perusahaan sebelum diberlakukan harus disahkan dahulu oleh:
1.
Direktur Jenderal Perlindungan
dan Perawatan Tenaga Kerja Departemen Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi
jika perusahaan itu ada di wilayah beberapa Kantor Daerah Tenaga Kerja.
2.
Kepala Kantor Tenaga Kerja
Departemen Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi, jika perusahaannya hanya
ada di wilayah satu Kantor Daerah Tenaga Kerja.
3.
Setelah peraturan perusahaan
disahkan, punpinan perusahaan mempunyai kewajiban sebagai berikut :
4.
Memberikan peraturan perusahaan
kepada buruh dengan cuma-cuma.
5.
Peraturan perusahaan ditempel di
perusahaan yang mudah dibaca buruh.
6.
Peraturan perusahaan diserahkan
kepada Direktur lenderal Perlindungan dan Perawatan dan Kepala Kantor Daerah
Tenaga Kerja tempat perusahaan itu berada.
Masa berlakunya peraturan
perusahaan paling lama 2 (dua) tahun. lika masa berlakunya peraturan perusahaan
telah berakhir, maka wajib dibuat peraturan perusahaan yang baru atau dibuat
perjanjian perburuhan sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi
Nomor: PER- 02/MEN/1976 tentang Peraturan Perusahaan dicabut oleh Peraturan
Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi Nomor: PER-02/MEN/1978 tentang
Peraturan Perusahaan dan Perundingan Pembuatan Perjanjian Perburuhan.
Pengertian Peraturan Perusahaan
menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi Nomor: PER-02/MEN/1978
tentang Peraturan Perusahaan dan Perundingan Pembuatan Perjanjian
Perburuhan, ialah peraturan yang dibuat secara tertulis yang memuat
ketentuan-ketentuan tentang syarat-syarat kerja serta tata tertib perusahaan.
Adanya kewajiban bagi setiap
perusahaan yang mempekerjakan 25 orang buruh atau lebih untuk membuat peraturan
perusahaan. Peraturan Perusahaan yang dibuat harus disahkan oleh:
a.
Direktur Jenderal Perlindungan
dan Perawatan Tenaga Kerja Departemen Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi,
jika perusahaan itu terdapat dalam daerah beberapa Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Perlindungan dan Perawatan Tenaga Kerja.
b.
Kepala Kantor Wilayah Direktorat
Perlindungan dan Perawatan Tenaga Kerja, jika perusahaan tersebut berada di daerah satu Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Perlindungan dan Perawatan Tenaga Kerja.
Setelah peraturan perusahaan
dinyatakan sah, maka pengusaha mempunyai kewajiban:
c.
Memberitahukan
isi peraturan perusahaan yang telah disahkan kepada buruh-buruhnya di hadapan
pegawai Direktorat Jenderal Perlindungan dan Perawatan Tenaga Kerja.
d.
Memberikan
peraturan perusahaan kepada setiap buruhnya.
e.
Menempelkan
peraturan perusahaan di tempat yang mudah dibaca buruh
Selama berlakunya peraturan
perusahaan, pengusaha tidak boleh menghalang-halangi terbentuknya Serikat Buruh
di perusahaan. Jika peraturan perusahaan telah berakhir masa berlakunya,
pengusaha wajib membuat peraturan perusahaan yang baru. Ketentuan-ketentuan
dalam peraturan perusahaan yang telah berakhir masa berlakunya masih tetap
berlaku sampai disahkannya peraturan perusahaan yang baru atau kalau dibuat
perjanjian perburuhan, sampai di tanda tanganinya perjanjian perburuhan
tersebut.
Dengan diundangkan Undang-undang
No. 13 Tahun 2003, maka Peraturan Perusahaan telah diatur dalam Bagian Keenam
BAB IX Undangundang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
1.
Pengertian
Peraturan Perusahaan Berdasarkan UU No.
13 Tahun 2003
Peraturan perusahaan adalah
peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat
kerja dan tata tertib perusahaan.
Adapun yang dimaksud dengan pengusaha
adalah:
a.
Orang perseorangan, persekutuan
atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan rnilik sendiri;
b.
Orang perseorangan, persekutuan
atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan
miliknya;
c.
Orang perseorangan, persekutuan
atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan serta berkedudukan di wilayah Indonesia.
Pengusaha yang mempekerjakan
pekerja atau buruh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang wajib membuat
Peraturan Perusahaan. Kewajiban membuat Peraturan Perusahaan tidak berlaku bagi
perusahaan yang telah memiliki Perjanjian Kerja Bersama.
Idealnya Peraturan Perusahaan
sekurang-kurangnya harus memuat:
a.
Hak dan kewajiban pengusaha;
b.
Hak dan kewajiban pekerja atau
buruh;
c.
Syarat kerja;
d.
Tata tertib perusahaan;
e.
Jangka waktu berlakunya peraturan
perusahaan.
Sedangkan yang dimaksud dengan
syarat kerja adalah hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja atau buruh yang
belum diatur dalam peraturan perundang-undangan.
2.
Cara Membuat Peraturan Perusahaan
Peraturan Perusahaan disusun oleh
pengusaha dan menjadi tanggung jawab Pengusaha. Pengusaha harus menyampaikan
naskah rencana penyusunan peraturan perusahaan kepada wakil pekerja atau buruh
atau Serikat pekerja atau Serikat buruh untuk mendapatkan saran dan
pertimbangan.
Mengenai wakil pekerja atau buruh
atau serikat pekerja atau serikat buruh sebagai berikut:
a.
wakil pekerja atau buruh dipilih
oleh pekerja atau buruh secara dernokratis mewakili dari setiap unit kerja yang
ada di perusahaan;
b.
dalam hal di perusahaan telah
terbentuk serikat pekerja atau serikat buruh, maka wakil pekerja atau buruh
adalah pengurus serikat pekerja atau Serikat buruh;
c.
dalam hal di perusahaan telah
terbentuk serikat pekerja atau serikat buruh, tetapi keanggotaannya tidak
mewakili mayoritas pekerja atau buruh di perusahaan, maka wakil pekerja atau
buruh adalah pengurus serikat pekerja atau Serikat buruh dan wakil pekerja atau
buruh yang tidak menjadi anggota serikat pekerja atau serikat buruh.
Adapun saran dan pertimbangan
dari wakil pekerja atau buruh atau serikat pekerja atau Serikat buruh terhadap
naskah rancangan Peraturan Perusahaan harus sudah di terima pengusaha dalam
waktu 14 hari kerja sejak tanggal di terimanya naskah rancangan Peraturan
Perusahaan oleh wakil pekerja atau buruh. Dalam hal wakil pekerja atau buruh
telah menyampaikan saran dan pertimbangan maka pengusaha wajib memperhatikan
saran dan pertimbangan dari wakil pekerja atau buruh. Apabila dalarn jangka
waktu 14 hari, wakil pekerja atau buruh tidak memberikan saran dan
pertimbangan, pengusaha dapat langsung meminta pengesahan Peraturan Perusahaan
dengan melampirkan bukti bahwa telah minta saran dan pertimbangan kepada wakil
pekerja atau buruh. Hal ini sesuai dengan ketentuan bahwa wakil pekerja atau
buruh atau serikat pekerja atau serikat buruh dapat tidak memberikan saran dan
pertimbangan terhadap Peraturan Perusahaan yang disampaikan oleh pengusaha.
Dalam satu perusahaan hanya dapat dibuat satu buah Peraturan Perusahaan yang
berlaku bagi seluruh pekerja atau buruh di perusahaan yang bersangkutan.
Dalam hal perusahaan memiliki
cabang maka peraturan perusahaan induk berlaku juga di semua cabang perusahaan
serta dapat dibuat peraturan perusahaan turunan yang berlaku di masing-rnasing
cabang perusahaan. Peraturan Perusahaan induk memuat ketentuan-ketentuan yang
berlaku umum di seluruh cabang perusahaan, sedangkan peraturan perusahaan
turunan memuat pelaksanaan peraturan perusahaan induk yang di sesuaikan dengan
kondisi cabang perusahaan masing-rnasing. Dalam hal peraturan perusahaan induk
telah berlaku di perusahaan tetapi di kehendaki adanya peraturan perusahaan
turunan di setiap cabang perusahaan, maka selama peraturan perusahaan turunan
yang belum disahkan tetap berlaku sebagai peraturan perusahaan induk.
Jika beberapa perusahaan
tergabung dalam satu grup dan masing-masing perusahaan merupakan badan hukum sendiri-sendiri, maka masing-masing
perusahaan harus membuatkan Peraturan Perusahaan sendiri-sendiri.
3.
Jangka Waktu Berlakunya Peraturan
Perusahaan
Masa berlakunya Peraturan
Perusahaan paling lama 2 (dua) tahun dan wajib di perbaharui setelah habis masa
berlakunya. Peraturan Perusahaan mulai berlaku setelah disahkan oleh instansi
yang bertanggung jawab di bidang Ketenagakerjaan.
Dalam hal perusahaan akan
mengadakan perubahan isi peraturan perusahaan dalam tenggang masa berlakunya
peraturan perusahaan, maka perubahan harus berdasarkan kesepakatan antara
pengusaha dan serikat pekerja atau serikat buruh dan atau wakil pekerja atau
buruh apabila di perusahaan tidak ada serikat pekerja atau serikat buruh.
Perubahan peraturan perusahaan harus mendapat pengesahan dari Kepala Instansi
yang bertanggung jawab di bidang Ketenagakerjaan. Apabila pengusaha tidak
mengajukan permohonan pengesahan, perubahan peraturan perusahaan dianggap tidak
ada.
Mengenai pembaruan peraturan
perusahaan, pengusaha wajib mengajukan pembaruan peraturan perusahaan paling
lama 30 hari kerja sebelum berakhir masa berlakunya peraturan perusahaan kepada
Kepala Instansi yang bertanggung jawab dalam bidang Ketenagakerjaan. Apabila pembaruan
peraturan perusahaan mendapat perubahan materi, maka harus di dasarkan atas
kesepakatan pengusaha dengan serikat pekerja atau serikat burub dan atau wakil
pekerja atau buruh apabila di perusabaan tidak terdapat serikat pekerja atau
serikat buruh.
Ketentuan-ketentuan dalam
peraturan perusahaan yang telah berakhir masa berlakunya masih tetap berlaku
sampai disahkannya peraturan perusahaan yang baru.
Selama mas a berlakunya peraturan
perusahaan, apabila serikat pekerja atau buruh menghendaki perundingan
pembuatan perjanjian kerja bersama, maka pengusaha wajib melayani. Dalam hal
perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama tidak mencapai kesepakatan, maka
peraturan perusahaan tetap berlaku sampai habis jangka waktunya. Dalam hal di
perusahaan telah dilakukan perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama
tetapi belum mencapai kesepakatan maka pengusaha wajib mengajukan pengesahan
pembaruan Peraturan Perusahaan.
4.
Pengesahan
Peraturan Perusahaan
Agar dapat berlaku di perusahaan,
Peraturan Perusahaan harus disahkan.
Mengenai prosedur pengesahan
Peraturan Perusahaan sebagai berikut.
1.
Pengusaha
harus mengajukan permohonan pengesahan Peraturan Perusahaan kepada:
-
Kepala
Instansi yang bertanggung jawab di bidang Ketenagakerjaan Kabupaten atau Kota
untuk perusahaan yang terdapat hanya dalam satu wilayah Kabupaten atau Kota.
-
Kepala
Instansi yang bertanggung jawab di bidang Ketenagakerjaan di provinsi untuk
perusahaan yang terdapat pada lebih dari satu kabupaten atau Kota dalam satu
provinsi.
2.
Permohonan
pengesahan harus di lengkapi permohonan tertulis yang harus memuat :
·
Nama dan alamat perusahaan;
·
Nama pimpinan perusahaan;
·
Wilayah operasi perusahaan.
·
Status perusahaan;
·
Jenis bidang usaha;
·
Jumlah pekerja atau buruh menurut
jenis kelamin;
·
Status hubungan kerja;
·
Upah tertinggi dan terendah;
·
Nama dan alamat serikat pekerja
atau serikat buruh (kalau ada);
·
Nomor pencatatan serikat pekerja
atau serikat buruh (kalau ada);
·
Masa berlaku peraturan
perusahaan;
·
Pengesahan peraturan perusahaan
untuk yang ke berapa.
·
Naskah peraturan perusahaan
dibuat rangkap tiga yang telah di tanda tangani oleh pengusaha.
·
Bukti telah di mintakan saran dan
pertimbangan dari serikat pekerja atau serikat buruh dan atau wakil pekerja
atau buruh apabila di perusahaan tidak ada serikat pekerja atau buruh.
Kepala instansi yang bertanggung
jawab di bidang Ketenagakerjaan Kabupaten/Kota setempat harus meneliti
kelengkapan dokumen dan meneliti materi peraturan perusahaan yang diajukan
dengan ketentuan tidak boleh lebih rendah dari peraturan perundangan yang
berlaku. Kepala instansi yang bertanggung jawab di bidang Ketenagakerjaan harus
mengesahkan peraturan perusahaan dengan menerbitkan surat keputusan dalam waktu
paling lama 30 hari kerja sejak tanggal diterimanya permohonan pengesahan.
Dalam hal pengajuan permohonan
pengesahan, peraturan perusahaan tidak memenuhi kelengkapan dan atau terdapat
materi peraturan perusahaan yang bertentangan dengan peraturan perundangan,
maka dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak di terimanya permohonan
pengesahan, maka permohonan pengesahan di kembalikan secara tertulis untuk di
lengkapi atau di perbaiki. Pengusaha wajib menyampaikan peraturan perusahaan
yang telah di lengkapi atau di perbaiki dalam jangka waktu paling lama 14 hari
kerja sejak peraturan perusahaan dikernbalikan. Apabila hal di atas dilanggar,
maka perusahaan dinyatakan tidak mengajukan permohonan pengesahan peraturan
perusahaan. Dengan demikian, dapat dianggap perusahaan tidak memiliki peraturan
perusahaan.
Adapun kewajiban Pengusaha
setelah peraturan perusahaan disahkan oleh Kepala Instansi yang bertanggung
jawab di bidang Ketenagakerjaan adalah memberitahukan isi serta memberikan
naskah peraturan perusahaan atau perubahan kepada pekerja at au buruh.
Pemberitahuan di lakukan dengan cara membagikan salinan peraturan perusahaan
kepada setiap pekerja atau buruh, dan menempelkan di tempat yang mudah dibaca
oleh para pekerja atau buruh atau memberikan penjelasan langsung kepada pekerja
atau buruh.
5.
Kerangka lsi Peraturan Perusahaan
Sisternatika peraturan perusahaan
tidak memiliki standar yang baku, tergantung kepentingan masing-masing
perusahaan. Untuk perusahaan besar yang padat modal dan tenaga kerja, biasanya
peraturan perusahaannya lebih detil. Sedangkan untuk perusahaan dengan jumlah
tenaga kerja yang tidak terlalu banyak, biasanya peraturan perusahaannya tidak
demikian detil dan kompleks. Namun secara umum isi peraturan perusahaan dapat
dijelaskan seperti berikut ini. Kerangka at au sistematika peraturan perusahaan
biasanya disusun seperti umurnnya terlihat dalam daftar isi, meliputi uraian
berupa bab-bab yang terdiri atas:
Bab
I Ketentuan Umum
Pada bagian ini dijelaskan
pengertian-pengertian atau definisi yang terkait dengan ruang lingkup
perusahaan. Misalnya menerangkan apa itu perusahaan, direksi, karyawan, dan
hal-hal teknis lainnya untuk menjadi rujukan utama. Berikut contoh pengertian
istilah-istilah yang dituangkan dalam bagian ketentuan umum:
1.
PERUSAHAAN, iyalah PT. . ....
Dengan anggaran Dasar seperti termaktub dalam Berita Negara RI No…….Akte
Notaris No.............Akte Notaris (Perubahan) No Bulan Tahun;
2.
DIREKSI, iyalah yang sebagaimana
tersebut dalam Anggaran Dasar Perusahaan yaitu Direktur Utama, para Direktur
dan atau pejabat-pejabat lainnya yang mempunyai kedudukan sederajat;
3.
COMMITTEE, iyalah kepanitiaan
yang disusun oleh perusahaan dalam rangka promosi karyawan, yang terdiri dari
sekurang-kurangnya karyawan senior, atasan langsung dan bagian personalia
perusahaan;
4.
KARYAWAN, iyalah tenaga kerja
yang bekerja pada perusahaan dengan menerima gaji atau upah:
5.
KELUARGA, iyalah seorang istri yang
dinikahi secara sah menurut hukum serta anak (anak-anak) yang belum menikah dan
bekerja yang diperoleh dari pernikahan atau yang diangkat secara sah menurut
hukum dengan pengertian terbatas sampai anak ke-3 serta berusia setinggitingginya
21 atau 23 tahun bila yang bersangkutan masih sekolah dan terdaftar pada
perusahaan;
6.
SEHARI, iyalah waktu sehari
semalam terus menerus selama 24 (dua puluh empat) jam penuh.
7.
SEMINGGU, iyalah waktu selama 7
(tujuh) hari terus menerus.
7.
SIANG HARI, iyalah waktu
antarajam 06.00 sampaijam 18.00.
8.
MALAM HARI, iyalah waktu
antarajam 18.00 sampaijam 06.00.
9.
WAKTU KERJA, iyalah waktu yang
ditetapkan oleh perusahaan untuk bekerja bagi karyawannya.
10.
KERJA LEMBUR, iyalah pekerjaan
yang dilakukan karyawan setelah melampaui waktu kerja normalnya (7 jam/1hari atau
40 jam/l minggu maupun 8 jam/1hari atau 40 jam/l rninggu ).
11.
KERJA SHIff, iyalah waktu kerja
bergiliran yang sudah ditentukan at au diatur
waktunya terlebih dahulu sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
12.
CUTI. Waktu tidak bekerja
karyawan dengan seizin perusahaan, sebagai hak karyawan setelah memenuhi
persyaratan yang berlaku sesuai dengan uu tenaga
Kerja.
13.
UIN. Waktu tidak bekerja karyawan
oleh karena sesuatu hal dengan sepengetahuan
dan seizin Perusahaan serta berpedoman pada peraturan yang berlaku di
Perusahaan.
14.
MANGKIR. Bila karyawan tidak
masuk kerja pada waktu wajib bekerja tanpa pemberitahuan ataupun alasan yang
dapat diterirna oleh Perusahaan.
15.
GAJI atau UPAH, penghasilan
karyawan berupa uang yang diterima dari Perusahaan pada tiap-tiap hari atau
akhir bulan sesuai dengan tingkat kepangkatannya. Yang dimaksud gaji pokok
adalah sarna dengan 25 kali gaji sehari atau 173 kali gaji sejam.
Bab II Maksud dan Tujuan
Pada bab ini dijelaskan maksud
dan tujuan dibuatnya Peraturan Perusahaan. Tujuan utarnanya antara lain untuk
menjadi pedoman dan acuan dalam pengelolaan perusahaan, di mana di dalamnya
memaparkan apa yang menjadi hak dan kewajiban an tara pengusaha dan pekerja.
Berikut contoh penjelasan maksud dan tujuan peraturan perusahaan:
"Menjelaskan hak-hak dan kewajiban masing-rnasing pihak yaitu an tara
Perusahaan dan Karyawan atau Pegawai. Menciptakan dan juga sekaligus
mengembangkan suasana kerja serta hubungan kerja yang harmonis antara Direksi
atau Perusahaan dengan karyawan atau pegawai. Menentukan syarat-syarat kerja
karyawan atau pegawai. Dengan dernikian akan tercipta suatu pengertian yang
baik serta terpeliharanya motivasi kerja karyawan guna menunjang seluruh program
dan sasaran perusahaan, yang di dalamnya sudah termasuk peningkatan
kesejahteraan & keterampilan
karyawan.
Bab III Formasi Penerimaan dan
Promosi
Pada bab ini dijelaskan kebijakan
dalam hal penerimaan tenaga kerja baru dan jenjang promosi yang akan diperoleh
para pekerja. Biasanya terbagi ke dalam beberapa Pasal antara lain Pasal yang
menjelaskan promosi, Pasal yang menjelaskan penerimaan karyawan, Pasal
syarat-syarat penerimaan karyawan, Pasal yang menjelaskan status karyawan, dan
kepentingan perusahaan. Contoh isi Pasal tentang persyaratan penerimaan
karyawan misalnya menyebutkan bahwa persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi
oleh calon karyawan ditentukan dan diatur sepenuhnya oleh Perusahaan. Sebelum
dimulainya hubungan kerja kepada calon karyawan akan diberitahukan Peraturan
Perusahaan dan atau Perjanjian Kerja yang harus di tanda tangani oleh calon
karyawan dan Perusahaan (kedua belah pihak).
Bab IV Ketentuan Alih Tugas dan
Mutasi
Pada bab ini diuraikan lebih
detil apa yang menjadi tugas-tugas pokok pekerja dan kebijakan apabila ada
mutasi kerja. Contoh dalarn Peraturan Perusahaan mengenai alih tugas misalnya
disebutkan bahwa setiap karyawan tidak dibenarkan mengalihkan tugasnya kepada
orang lain atau mengambil alih tugas karyawan lainnya tanpa seizin atau
perintah atasannya. Sedang mengenai mutasi, isi Pasalnya menyebutkan bahwa
apabila atas pertimbangan perusahaan, seorang karyawan perlu dimutasikan kepada
jabatan atau temp at yang lain, maka karyawan tersebut harus bersedia
melakukannya. Perusahaan berhak untuk menentukan penempatan dan/atau mutasi
sesuai dengan kemampuan dan keterampilan karyawan menurut hasil penelitian dan
pengamatan Direksi atau pejabat yang ditunjuk.
Bab V Penggajian
Pada bab ini diuraikan kebijakan
mengenai sistem penggajian dan skema kenaikan gaji secara periodik. Namun
ketentuan mengenai gaji ini sangat bergantung pada kondisi perusahaan. Sebab
itu umumnya Pasal yang menjelaskan mengenai penggajian biasanya menggunakan
istilah berikut ini, bahwa sistem penggajian disusun oleh perusahaan atas dasar
golongangolongannya yang ketentuannya diatur berdasarkan keputusan Direksi.
Bab VI Tunjangan-tunjangan dan
Bantuan-bantuan
Pada bab ini terdiri atas
Pasal-Pasal yang menjelaskan mengenai tunjangan kecelakaan kerja, tunjang hari
raya, bonus, makan siang, bantuan duka, dan lain-lain. Pada intinya keragaman
uang tunjangan dijelaskan secara detil dalam bab ini.
Berikut contoh isi PP yang
menjelaskan tunjangan kecelakaan. "Dalam hal terjadinya kecelakaan selama
karyawan menjalankan tugas, Perusahaan akan melaksanakan ketentuan yang berlaku
yang ditetapkan oleh pemerintah mengenai kecelakaan kerja, sebagaimana diatur
dalam UU No.311992 & PP No. 14/1993.
Ganti kerugian atas kecelakaan kerja seperti yang dimaksud dalam
ayat 1 tersebut di atas berupa; Biaya pengangkutan karyawan dari tempat
kecelakaan, Biaya perawatan dan pengobatan karyawan, Biaya penguburan karyawan
dan Tunjangan kecelakaan". Contoh selengkapnya lihat PP terlampir.
Bab VII Penggunaan Kendaraan
Dinas & Peraturan Perjalanan Dinas
Pada bab ini dijelaskan Pasal-Pasal yang menjelaskan mengenai penggunaan
kendaraan dinas, serta peraturan perjalanan dinas. Contohnya sebagai berikut:
1.
Berdasarkan
keputusan Direksi, Perusahaan menyediakan kendaraan dinas bagi karyawan tertentu untuk membantu kelancaran
tugasnya bila dipandang perIu.
2.
Fasilitas penggunaan kendaraan
dinas dapat diberikan dan dicabut sewaktu-waktu oleh Direksi.
3.
Karyawan yang memperoleh
kendaraan dinas milik perusahaan disediakan penggantian bahan bakar, pelumas,
service dan penggantian suku cadang yang aus berdasarkan peraturan pelaksanaan
yang berlaku.
4.
Pajak-pajak dan asuransi atas
kendaraan dinas ditanggung sepenuhnya oleh perusahaan.
5.
Penggunaan kendaraan dinas akan
diatur secara terperinci dalam Petunjuk Pelaksanaan Perusahaan.
6.Penggantian
bahan bakar, biaya service dan suku cadang yang aus terhadap kendaraan pribadi
yang oleh karena sifat kepentingannya dipergunakan untuk dinas, ditentukan oleh
Direksi.
Sedangkan ketentuan mengenai
perjalanan dinas, contohnya sebagai berikut:
Perusahaan berhak menugaskan
karyawan melakukan perjalanan dinas berdasarkan surat tugas dari Direksi atau
Kepala bagian Personalia. Yang dianggap sebagai perjalanan dinas ialah:
1.
Perjalanan yang dilakukan dalam
hubungannya dengan pekerjaan ke tempat atau kota lain yang jaraknya melebihi 80
Km dari tempat kedudukan Perusahaan.
2.
Semua biaya sehubungan dengan
perjalanan dinas tersebut berupa biaya penginapan, makan, transportasi dan uang
saku ditanggung oleh Perusahaan yang besarnya ditentukan berdasarkan Surat
Keputusan Direksi.
3.
Selama melakukan perjalanan dinas
karyawan tidak berhak memperoleh uang lembur, kecuali bagi para pengemudi yang
ketentuannya diatur sesuai dengan peraturan pemerintah yang berlaku.
4.
Karyawan yang akan melakukan
perjalanan dinas harus mengisi formulir Perjalanan Dinas yang harus disetujui
minimal oleh kepala Departemen.
Bab VIII Peraturan Kerja
Pada bab ini terdiri atas
Pasal-Pasal yang menjelaskan rnengenai ketentuan waktu kerja, ketentuan
berbalangan hadir, cuti dan hari istirabat. Berikut contoh ketentuan Pasal
menyangkut waktu kerja dan jam kerja.
1.
Waktu
kerja normal adalah pukul 08.00 - 17.00, Senin sampai dengan Jumat. Dengan masa
istirahat 1 (satu) jam pada pukul 1200- 1300.
2.
Waktu
kerja untuk karyawan operasional dengan sistem shift atau bergilir diatur
berdasarkan keputusan Direksi dan tidak lebih dari 40 jamlminggu.
3.
Melebihi
ketentuan-ketentuan dalam point 2 diperhitungkan sebagai kerja lembur.
4.
Waktu
berangkat dan pulang kerja tidak diperhitungkan sebagai waktu kerja.
5.
Perusahaan
memberikan waktu secukupnya bagi karyawan yang memerlukan waktu untuk
menunaikan ibadah (sholat).
6.
Jam
kerja Perusahaan diatur lebih lanjut oleh Perusahaan dalam ketentuan Direksi
sesuai dengan kebutuhan operasional Perusahaan.
7.
Karyawan tidak akan dipekerjakan pada hari-hari Iibur
resrni yang telah ditentukan
oleh yang berwenang selain karena kepentingan Perusahaan di mana karyawan yang
bersangkutan diwajibkan untuk masuk kerja, yang akan diperhitungkan sebagai
kerja lembur.
8.
Penyimpangan
waktu kerja sehubungan dengan kebutuhan Perusahaan (Lembur, Shift dan malam
hari) akan dirnohonkan izin dari DEPNAKER.
Bab IX Peraturan Lembur
Pada bab ini terdiri atas
Pasal-Pasal yang menjelaskan tentang lembur dan pernbayaran uang lernbur.
Contoh rnengenai ketentuan lernbur rnisalnya sebagai berikut: Setiap karyawan
diminta senantiasa untuk bersedia bekerja lembur menurut kebutuhan Perusahaan,
dalarn hal ini:
1.
Untuk memenuhi rencana kerja
perusahaan.
2.
Suatu pekerjaan yang jika tidak
dilaksanakan akan menimbulkan kerugian bagi perusahaan.
3.
Jika sewaktu ada pekerjaan yang
harus diselesaikan segera, serta tidak dapat ditunda atau ditangguhkan lagi.
4.
Jika seorang pekerja regu harus
melanjutkan pekerjaannya karena penggantinya berhalangan masuk bekerja.
5.
Karyawan yang diminta kerja
lembur, kepadanya diharuskan mengisi formulir lembur yang disetujui oleh
atasannya dan diketahui atau oleh Bagian Personalia.
6.
Kerja lembur ialah pekerjaan yang
dilakukan pada hari-hari libur resmi atau istirahat mingguan atau dalam waktu
yang lebih dari 8 (delapan) jam sehari dan atau 40 (empat puluh) jam dalam
seminggu.
7.
Untuk karyawan yang melakukan
kerja lembur (yang telah mengisi formulir lembur), akan diberikan gaji lembur
kecuali karyawan yang karen a kedudukannya atau jabatannya digolongkan sebagai
karyawan inti atau manajernen staf, sesuai dengan ketentuan Direksi dan Surat
Edaran Dirjen Binawas No. 02/M/BW/1987.
8.
Karyawan dan staf manajemen yang
tidak berhak mendapat penggantian uang lembur, yang bekerja pada hari-hari
libur resmi atau istirahat akan mendapat penggantian hari libur.
9.
Karyawan yang bekerja lembur
melewati jam 20.00 pada hari-hari kerja biasa atau melewati jam 13.00 pada
hari-hari istirahat mingguan atau hari libur resmi, diberikan waktu istirahat
selama maksimurn 1 (satu) jam. Yang bersangkutan akan mendapatkan makan yang
layak dan cukup memenuhi syarat kesehatan atau dapat diganti dengan uang makan
yang sarna nilainya. Waktu istirahat tidak diperhitungkan sebagai jam lembur.
9.
Bagi karyawan atau grup yang
mendapat giliran kerja (shift) berlaku ketentuan jam kerja biasa, kecuali pada
hari-hari libur resmi.
Sedangkan
mengenai perhitungan uang lembur, contohnya sebagai berikut:
a.
Perhitungan uang lembur diatur
sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku yaitu sebagai berikut:
b.
Pada hari kerj a biasa Untuk jam
lembur pertama dibayar 1 ½ X gaji satu jam. Untukjam
lembur selebihnya dibayar 2 x gaji
satu jam.
c.
Pada hari-hari istirahat mingguan
atau hari libur resmi
-
Untuk tiap jam lembur sampai
batas 7 jam dibayar: 2 x gaji 1
jam (atau jam pertama bila hari libur jatuh pada hari kerja terpendek di
an tara 6 hari kerja).
-
Untuk kerja lembur jam ke 8
(delapan) dibayar: 3 x gaji 1 jam (atau jam ketujuh bila hari libur jatuh pada
hari kerja terpendek di antara 6 hari kerja).
-
Untukjam kesembilan dibayar: 4 x gaji 1
jam (atau jam ketujuh bila had libur Jatuh pada hari kerja terpendek di antara 6 hari kerja).
d.
Waktu lembur lebih dari 30 menit
tetapi kurang dari 60 menit dibulatkan menjadi 1 jam.
e.
Gaji ialah jurnlah keseluruhan
yang dibayarkan di dalam satuan waktu yang sarna.
f.
Untuk menghitung gaji 1 jam
adalah sebagai berikut:
-
Gaji satu
jam bagi karyawan bulanan : 11173 x gaji
satu bulan
-
Gaji satu jam bagi karyawan
harian : 3120 x
gaji satu han
-
Gaji satu jam bagi karyawan
borongan: 117 x rata-rata hasil kerja sehari.
Bab
X Waktu Istirahat, Cuti & Lain-lain
Pada bab ini dijelaskan mengenai
waktu istirahat, cuti tabunan, cuti bersalin, gugur kandungan atau haid, cuti
sakit, cuti khusus, cuti besar dan ketentuan libur lain sesuai kondisi
perusahaan. Contoh mengenai isi Pasal yang mengatur waktu istirahat adalah
sebagai berikut:
1.
Dalam seminggu, seorang karyawan
diberikan istirahat untuk tidak bekerja maksimal 2 (dua) hari.
2.
Pada hari-hari Raya atau Hari
Libur resmi yang ditetapkan oleh pemerintah, karyawan diliburkan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Sedangkan contoh cuti tahunan,
adalah sebagai berikut:
1.
Tiap karyawan berhak atas cuti
tahunan selama 12 hari kerja dengan mendapat gaji apabila telah mempunyai masa
kerja 12 bulan berturutturut dalam Perusahaan.
2.
Hak cuti tidak bisa dikumpulkan.
3.
Hak cuti tahunan akan hangus
apabila dalam waktu enam bulan setelah 1 tahun sejak berlakunya hak cuti
tersebut karyawan tidak mempergunakan haknya tanpa mengajukan alasan yang dapat
diterima oleh Perusabaan.
4.
Karyawan yang tidak menggunakan
hak cutinya, maka cuti tahunan tersebut tidak dapat diberikan penggantian uang.
5.
Untuk kepentingan Perusahaan,
Direksi dapat menetapkan cuti tahunan secara mas sal.
6.
Karyawan yang terlambat masuk
kerja dari cuti dengan alasan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan,
kepadanya dapat diambil tindakan disiplin, antara lain dengan teguran Surat
Peringatan serta tindakan disiplin lainnya.
Bab
XI Syarat-syarat Perlindungan, Keselamatan dan Perlengkapan Kerja
Pada bab ini diuraikan
Pasal-Pasal yang menjelaskan tentang peralatan kerja dan perlengkapan kerja.
Berikut ini contoh isi PP menyangkut ketentuan tentang perlengkapan kerja.
1.
Untuk melindungi keselamatan dan
kesehatan kerja karyawan selama dalam menjalankan tugasnya, dalam keadaan dan
oleh karena sifatnya dibutuhkan dan diharuskan menggunakan peralatan
keselamatan kerja, peralatan tersebut akan disediakan oleh Perusabaan.
2.
Karyawan diwajibkan menggunakan,
memelihara, rnenjaga, serta memeriksa alat-alat perlengkapan kerja,
mesin-mesin, dan sebagainya sebelum dimulai dan sewaktu meninggalkan
pekerjaannya.
3.
Kehilangan
atau kerusakan peralatan kerja tersebut harus segera dilaporkan
kepada atasannya atau Direksi.
4.
Pelanggaran atas ketentuan
tersebut di atas dapat dikenakan sangsi hukuman berupa peringatan, skorsing
atau pemecatan.
Sedangkan mengenai perlengkapan
kerja, contoh isi PP adalah sebagai berikut.
1.
Kepada karyawan yang karena sifat
dan tempat kerjanya memerlukan perlengkapan kerja yang lain sifatnya, dari
alat-alat keselamatan kerja, maka perlengkapan tersebut akan disediakan oleh
perusahaan.
2.
Karyawan yang oleh karena sifat
dan tugasnya memerlukan pakaian kerja atau seragam, maka karyawan tersebut
mendapatkannya dari perusahaan dan harus senantiasa dipakai selama jam kerja.
3.
Ketentuan mengenai macam, bentuk,
penggunaan serta jumlah perlengkapan dan pakaian kerja ditemukan oleh Direksi
at au pejabat yang ditunjukkannya.
Bab XII Kesejahteraan Karyawan
Pada bab ini terdiri atas
Pasal-Pasal yang menjelaskan rnengenai kesejahteraan karyawan, antara lain
menyangkut penggantian biaya pengobatan, pengobatan dan perawatan yang tidak
ditanggung, koperasi karyawan, dan lain-lain. Berikut contoh Pasal yang
menjelaskan penggantian biaya pengobatan. Bunyi Pasalnya adalah sebagai
berikut: Setiap karyawan dan keluarganya berhak menerima bantuan pengobatan dan
perawatan kesehatan untuk setiap gangguan kesehatan yang memerlukan pengobatan
atau perawatan dokter, dengan memperhatikan ketentuan batas maksimum yang
berlaku.
a.
Untuk karyawan wanita, tunjangan
pengobatan dan perawatan kesehatan hanya diberikan kepada yang bersangkutan,
kecuali peraturan per Undang-undangan menentukan lain dan kebijaksanaan Khusus
Direksi.
b.
Perawatan kesehatan meliputi
-
Pemeriksaan dan pengobatan dari
dokter yang ditunjuk atau disetujui oleh Perusahaan.
-
Pembelian obat-obatan berdasarkan
resep dokter Pengobatan, perawatan rumah sakit.
-
Perawatan hamil, kelahiran dan
keluarga berencana. Pemeriksaan laboratorium.
-
Perawatan dan pengobatan gigi
-
Perawatan mata dan pembelian
kacamata (khusus karyawan).
-
Frame kacamata dapat diganti 2
tahun sekali, lensa 1 tahun sekali.
-
Kacamata pecah atau rusak dalam
menjalankan tugas atau dinas dan dinyatakan tertulis oleh atasannya bisa dapat
pengecualian.
-
Kecelakaan di luar jam-jam dinas
dan lainnya yang sejenisnya.
-
Perawatan Keguguran gugur kandung
-
General Chek-up (khusus karyawan)
sekali setahun, apabila diperlukan oleh Perusahaan atas saran dokter.
c.
Biaya pengobatan yang dapat
diganti oleh perusahaan adalah sebesar 100% dari bukti-bukti yang eliajukan
atas pengobatan jalan bagi dirinya dan keluarganya dengan pembatasan
penggantian dalam mas a 1 tahun menurut perincian sebagai berikut:
1)
Karyawan kontrak staf atau non
staf yang masih lajang jurnlah pengobatan Rp850.000,- per tahun.
2)
Karyawan Kontrak Staf at au Non
Staf yang sudah berkeluarga jurnlah pengobatannya berjurnlah Rp 1.000.000,- per
tahun.
3)
Karyawan tetap dengan golongan I
- XI jumlah pengobatan Rp1.400.000,-per tahun untuk lajang dan tambahan
masing-rnasing Rp350.000 setiap tanggungannya (maksimum sId anak ke III)
4)
Karyawan tetap dan keluarga
dengan golongan XII -XV jurnlah
pengobatan Rp3.500.000,- per tahun.
d.
Bagi karyawan dan keluarganya
telah ditutup suatu asuransi perawatan eli rumah sakit dan kelahiran anak
ketiga, dengan menunjuk Perusahaan Asuransi yang baik atau dibiayai langsung
oleh Perusahaan.
e.
Apabila seorang karyawan atau
anggota keluarganya memerlukan perawatan di rumah sakit, biaya perawatan akan
dibayar oleh perusahaan Asuransi dengan ketentuan-ketentuan dalam polisnya.
f.
Kuitansi pengobatan dan perawatan
harus segera di klaim ke perusahaan, apabila lebih dari 2 (dua) bulan maka
kuitansi tersebut tidak berlaku dan tidak mendapat penggantian dari perusahaan.
g.
Karyawan dalam masa percobaan dan
karyawan harian tidak berhak mendapatkan penggantian biaya pengobatan dan
perawatan kesehatan kecuali ditentukan lain berdasarkan kebijaksanaan Direksi.
Bab XIII Tata Tertib
Pada bab ini terdiri atas Pasal
yang menjelaskan aturan tata tertib perusahaan. Berikut contoh aturan tata
tertib dalam sebuah perusahaan:
1.
Setiap karyawan diwajibkan
senantiasa memperhatikan kepentingan perusahaan dengan sebaik-baiknya, membaca
dan menaati setiap edaran, pengumuman dan perintah yang dikeluarkan oleh
Direksi.
2.
Setiap karyawan harus berada di
tempat tugas pada waktunya, kecuali melaksanakan tugas-tugas di luar tempat
kerjanya atau atas izin Direksi atau atasannya langsung.
3.
Setiap karyawan diwajibkan untuk
mencatatkan kehadirannya pada mesin pencatat kehadiran pada waktu masuk maupun
pulang kerja dan harus dilakukan oleh karyawan sendiri.
4.
Setiap karyawan akan senantiasa
bersikap sopan, rajin, serta mampu bekerja sama dengan atasannya atau karyawan
lainnya dalam menunaikan tugasnya.
5.
Bersikap aktif, dinamis, cermat
dan teliti dalam tugas serta berusaha menjaga kualitas hasil pekerjaannya
supaya tetap baik.
6.
Turut menjaga dan memelihara
keutuhan milik Perusahaan serta
alat-alat dan perlengkapan-perlengkapan kerja lainnya.
7.
Turut memelihara kebersihan
lingkungan kerja dan menjaga kesehatan diri dari penyakit-penyakit menular.
8.
Memegang teguh rahasia-rahasia
Perusahaan terhadap siapa pun, melakukan dengan baik dan secara pribadi,
tugas-tugas yang diberikan di luar tugas rutin sehari-harinya.
9.
Segera melaporkan bila ada
sesuatu hal yang membahayakan karyawan atau perusahaan dan atau
kejadian-kejadian lainnya yang bisa menimbulkan kerugian perusahaan.
10.
Ikut memberikan cara-cara yang
baik dan efektif atas pekerjaannya demi kemajuan dan perkembangan perusahaan
lebih lanjut.
11.Bila
diperlukan oleh perusahaan, bersedia mematuhi ketentuan pemindahan pekerjaan
atau tugas, sesuai dengan pengalarnan sebelumnya atau setingkat dengan
pekerjaannya yang lalu (tanpa ada penurunan gaji).
12.
setiap karyawan
selarnbat-lambatnya 2 (dua) minggu harus segera melaporkan secara tertulis
kepada perusahaan atau bagian Human Resources setiap perubahan akan status
dirinya, susunan keluarganya, alamat temp at tinggal dsb.
Bab XIV Sanksi Atas Pelanggaran
Pada bab ini terdiri atas Pasal
yang menguraikan tentang sanksi dan jenis pelanggaran. Berikut contoh ketentuan
sanksi dan pelanggaran dalam sebuah perusahaan:
1.
Setiap
karyawan yang melanggar peraturan perusahaan serta peraturan pelaksanaannya,
khususnya mengenai ketentuan tat a tertib dapat dikenakan sanksi berupa:
a.
Peringatan lisan
b.
Sanksi Administrasi (Surat
Pemberitahuan I, II, III)
c.
Pemutusan Hubungan Kerja
2.
Setiap
surat peringatan tertulis berlaku untuk jangka waktu minimal 2 (dua) bulan
maksimal6 (enam) bulan
3.
Setiap
peringatan yang diberikan kepada seorang karyawan tidak selamanya bertabap,
akan tetapi dapat diberikan secara lang sung atau bahkan mungkin surat pemberhentian,
tergantung dari berat ringannya kesalahan atau pelanggaran yang dilakukan
seorang karyawan.
4.
Pada
hari karyawan mangkir maka padanya akan diberikan surat peringatan atau gajinya
dipotong sebanyak hari-hari karyawan mangkir, bila karyawan mangkir 5 (lima)
hari kerja berturut-turut, karyawan dianggap mengundurkan diri, padanya tidak
berlaku pembayaran kompensasi dalam bentuk apapun dan akan diproses sesuai
prosedur UU No. 12 Tahun 1964.
5.
Bagi
karyawan yang mendapat surat peringatan dari perusahaan akibat kesalahan atau
pelanggaran yang dibuatnya, kepada mereka dapat dikenakan pengurangan atas
nilai prestasi kerja,
6.
Pengurangan
atas nilai prestasi kerja karyawan berakibat:
-
Pembebasan tugas sementara
(skorsing)
-
Pemindahan atau pelepasan
jabatan. Penundaan kenaikan gaji.
-
Penundaan kenaikan pangkat atau
jabatan.
-
Pencabutan fasilitas-fasilitas
tertentu.
7.
Perbuatan
atau pelanggaran yang mengakibatkan kerugian bagi perusahaan, maka penggantian
kerugian akan dibebankan kepada karyawan yang bersangkutan, sedapat mungkin
dengan pemotongan gajinya, namun tidak boleh lebih dari 20% dari gaji pokok.
Bab
XV Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) & Pesangon,
Uang Jasa & Ganti Rugi.
Pada bab ini terdiri atas
Pasal-Pasal yang menjelaskan ketentuan PHK, Pesangon, Uang Jasa dan Ganti Rugi.
Untuk lebih jelasnya lihat contoh ketentuan PHK berikut ini.
1)
Pemutusan hubungan kerja dapat
dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku mengenai pemutusan hubungan
kerja pada perusahaan swasta yaitu berdasarkan UU No. 12 Tahun 1964 dengan
pedoman pelaksanaannya PER-03IMENI1996.
2)
Pemutusan hubungan kerja tidak
dapat dilaksanakan jika:
a.
Karyawan berhalangan menjalankan
pekerjaan karen a sakit menurut keterangan dokter dalam waktu yang tidak
melampaui 12 bulan terus menerus.
b.
Karyawan berhalangan menjalankan
pekerjaannya disebabkan memenuhi kewajiban terhadap negara at au ketentuan yang
ditetapkan atau disetujui oleh pernerintah.
c.
Karyawan diberikan izin atau cuti
atau dispensasi lain berdasarkan persetujuan yang diberikan oleh direksi.
3)
Hubungan kerja putus demi hukum
jika karyawan yang bersangkutan telah bekerja untuk suatu jangka waktu tertentu
dan apabila waktu yang ditentukan tersebut telah berakhir. Dalam hal ini
karyawan tersebut tidak berhak atas pesangon atau ganti rugi berupa apapun
juga.
4)
Apabila karyawan bermaksud untuk
memutuskan hubungan kerjanya dengan perusahaan, yang bersangkutan diharuskan
mengajukan permohonan tertulis terlebih dahulu kepada Direksi dengan
memperhatikan tenggang waktu paling sedikit satu bulan sebelumnya.
5)Kepada
karyawan yang mengajukan permohonan pengunduran diri seperti dimaksud di atas
(4.1), akan diberhentikan dengan hormat tanpa uang pesangon, uang jasa maupun
ganti rugi lainnya kecuali apabila karyawan telah bekerja sekurang-kurangnya
lima tahun berturut-turut dan menurut penilaian perusahaan selama waktu
tersebut karyawan mempunyai prestasi kerja yang baik, maka akan diberikan uang
pisah sebagai berikut:
·
Masa kerja 5 - 10 tahun : 2 bulan
gaji.
·
Masa kerja > 10 - 15 tahun : 4
bulan gaji.
·
Masa kerja >15 tahun, dst : 6
bulan gaji.
6)
Apabila perusahaan bermaksud
memutuskan hubungan kerja dengan karyawan karena alasan kemampuan perusahaan
yang tidak mengizinkan dan atau alasan-alasan khusus lainnya, maka Direksi
berhak memutuskan hubungan kerja dengan karyawan yang bersangkutan dan
dilaksanakan sesuai dengan prosedur UU No. 12 Tahun 1964 dengan pedoman pelaksanaan
PER -03/MENIl996.
7)
Kepada karyawan yang
diberhentikan dengan hormat akan diberikan pesangon, uang jasa danJatau ganti
rugi lainnya.
8)
Pada dasarnya perusahaan akan
mencegah timbulnya pemutusan hubungan kerja yang dilakukan tanpa dasar atau
alasan yang kuat. Apabila setelah dilakukan segala usaha ternyata pemutusan
hubungan kerja tidak dapat dihindarkan, maka pemutusan hubungan kerja akan
dilakukan secara musyawarah. Jika musyawarah tidak dapat ditempuh maka
penyelesaiannya akan dilaksanakan melalui izin P4D, dan untuk pemutusan
hubungan kerja secara massal (sepuluh orang lebih) pelaksanaannya akan
dilakukan melalui izin P4D.
9)
Izin-izin tersebut tidak
diperlukan jika:
a.
Pemutusan hubungan kerja untuk
calon karyawan dalam masa percobaan;
b.
Hubungan kerja yang dilakukan
untuk jangka waktu tertentu, apabila waktu yang ditentukan tersebut telah
berakhir;
c.
Karyawan mengundurkan diri atas
permohonan sendiri;
d.
Karyawan telah mencapai batas
usia pensiun yang telah ditetapkan dalam Peraturan Perusahaan.
Bab XVI Keluhan atau Pengaduan Karyawan
Pada bab ini terdiri atas Pasal
yang menjelaskan tentang prosedur keluhan atau pengaduan karyawan. Contoh isi
Pasalnya adalah sebagai berikut:
1.
Apabila karyawan menganggap bahwa
perlakuan terhadapnya dirasa tidak adil atau tidak wajar serta bertentangan
dengan tata tertib Perusahaan, maka yang bersangkutan dapat mengajukan keluhan
atau pengaduan kepada atasan langsung.
2.
Apabila keluhan atau pengaduan
tersebut belum dapat diselesaikan dengan memuaskan, maka keluhan atau pengaduan
tersebut dapat diteruskan kepada Direksi melalui Bagian Personalia. Keputusan
Direksi merupakan keputusan terakhir dalam perusahaan.
Bab
XVII Penutup
Pada bagian penutup isi Pasalnya
menekankan tentang perlunya mengetahui isi PP bagi seluruh karyawan serta masa
berlakunya Peraturan Perusahaan. Berikut contoh isi penutup sebuah PP dalam
sebuah perusahaan:
a.
Peraturan
Perusahaan ini berlaku selama 2 (dua) tahun, terhitung sejak tang gal
ditetapkan dan disahkan dalam surat pengesahan Peraturan Perusahaan ini oleh
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
b.
Segala
peraturan dan ketentuan-ketentuan terdahulu yang bertentangan dengan isi
peraturan perusahaan ini dinyatakan tidak berlaku lagi sejak ditetapkannya
Peraturan Perusahaan ini.
c.
Segala
sesuatu yang tidak atau belum diatur dalam Peraturan Perusahaan im akan diatur dan ditetapkan sewaktu-waktu
kemudian dengan ketentuan bahwa Direksi berhak untuk menambah atau mengurangi
serta merubah ketentuan-ketentuan dalam peraturan-peraturan ini, sepanjang
tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah. Oleh karenanya karyawan harus
tetap tunduk pada peraturan-peraturan ini beserta seluruh perubahan atau
tambahan terlampir.
Demikianlah
tentang ketentuan pembuatan PP. Bagi yang mgm tahu lebih dalam silakan lihat
lamp iran contoh PP.
R A N G K
U M A N
1.
Peraturan Perusahaan merupakan
aturan tertulis yang dibuat oleh pengusaha dan komponen pegawai untuk mengatur
tata tertib, tanggung jawab dan hak-hak karyawan serta tanggung jawab dan
hak-hak pengusaha terhadap karyawan di perusahaan.
2.
Pembuatan Peraturan Perusahaan
dilakukan oleh pihak pengusaba, dengan memperhatikan saran dan pertimbangan
dari wakil pekerja atau buruh.
3.
Ada beberapa syarat yang barus
dipenuhi dalam pembuatan peraturan perusahaan, yaitu:
-
dalam perusahaan telah terbentuk
Serikat Pekerja atau Serikat Buruh maka wakil pekerja atau buruh adalah
pengurus Serikat Pekerja atau Serikat Buruh bersangkutan.
-
Jika belum terbentuk Serikat
Pekerja atau Serikat Burub, maka wakil pekerja atau buruh dipilih secara
demokratis oleh pekerja atau burub agar dapat mewakili kepentingannya.
-
Perusahaan yang mempekerjakan
pekerja atau buruh sekurangkurangnya 10 orang dan belum merniliki Perjanjian
Kerja Bersama, wajib membuat Peraturan Perusahaan. Sesuai dengan Pasal5 ayat
(2) Undang-Undang No. 21 Tahun 2000.
4.
Peraturan Perusahaan yang dibuat
pengusaha sekurang-kurangnya memuat: Hak dan kewajiban pengusaha; Hak dan
kewajiban pekerja atau buruh; Syarat kerja; Tata tertib perusahaan; dan Jangka
waktu berlakunya peraturan perusabaan.
5.Masa
berlaku peraturan perusahaan paling lama 2 (dua) tahun dan wajib diperbaharui
setelab masa berlakunya habis (tidak boleh diperpanjang). Peraturan perusahaan
yang selesai dibuat, harus segera disabkan dalam waktu 30 hari dan diajukan ke
menteri yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan atau pejabat lain yang
ditunjuk untuk dimintakan pengesaban.
KEGIATAN BELAJAR
2
Mengenal Perjanjian Kerja Bersama
A.
SELAYANG
PANDANG TENTANG PERJANJIAN KERJA BERSAMA
Perjanjian kerja bersama diatur
dalam BAB XI Bagian Ketiga Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan. Perjanjian kerja bersama dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun
2003 telah mencabut berlakunya Undang-undang Nomor 21 Tahun 1954 tentang
Perjanjian Perburuhan antara Serikat Buruh dan Majikan. Ketentuan Perjanjian
Kerja Bersama lebih sesuai dengan keadaan sekarang sebab sudah mengatur lebih
dari satu serikat Pekerja atau Serikat Buruh pada satu Perusahaan, sedangkan
perjanjian perburuhan belum mengatur lebih dari satu serikat pekerja atau
serikat buruh pada satu perusahaan. Untuk mengenal lebih jauh perjanjian kerja
bersama perlu diketahui sejarah perjanjian perburuhan terlebih dahulu.
Perjanjian perburuhan adalah perjanjian antara serikat buruh atau serikatserikat
buruh dengan majikan atau majikan-majikan yang berlaku sebagai kebiasaan.
Kemudian pada abad XIX pertengahan kedua, mengikat sebagai Hukum Kebiasaan.
Pengaturan dalam perundang-undangan diadakan oleh Pemerintah Hindia Belanda.
Pada Tahun 1926 yaitu dalam Pasal 1601 n ayat 2 Burgerlijk Wetboek (BW) diatur
sebagai berikut:
"Yang dinamakan Persetujuan
Perburuhan Kolektif adalah suatu Peraturan yang dibuat oleh seorang majikan
atau lebin ataupun suatu Perkumpulan Majikan atau lebih yang berbentuk badan
hukum di satu pihak dan suatu perkumpulan buruli atau lebih yang berbentuk
badan hukum tentang syarat-syarat pekerjaan yang harus di indahkan sewaktu
membuat persetujuan perburuhan".
Dengan adanya Undang-undang Nomor
21 Tahun 1954 tentang Perjanjian Perburuhan, maka Pasal 1601 n ayat (2) KUH
Perdata dianggap tidak berlaku lagi. Pada Tahun 1985 Perjanjian Perburuhan
diubah namanya menjadi Kesepakatan Kerja Bersama (KKB), namun isinya sama
dengan Perjanjian Perburuhan. Hal ini dapat diketahui dari bunyi Pasal 1 huruf
a Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nornor : PER-0I/MEN/1985 tentang pelaksanaan
Tata Cara Pembuatan Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) sebagai berikut.
"Kesepakatan Kerja Bersama
(KKB) adalah Perjanjian Perburuhan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 21 Tahun
1954".
Berhubung Undang-undang Nornor 21
Tahun 1954 tentang Perjanjian Perburuhan belurn rnengatur peri hal perjanjian
kerja bersarna maka undangundang tersebut diganti dengan undang-undang Nomor
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang dalam BAB Xl-nya rnengatur tentang
Perjanjian Kerja Bersama.
B. PENGERTIAN
PERJANJIAN KERJA BERSAMA
Perjanjian Kerja Bersama (PKB)
adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara Serikat Pekerja atau
Serikat Buruh atau beberapa Serikat Pekerja atau Serikat Buruh yang tercatat
pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha
atau perkumpulan pengusaha yang mernuat syarat-syarat kerja, serta hak dan
kewajiban kedua belah pihak. Istilah yang dipergunakan sebelum
berlakunya Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 untuk Perjanjian Kerja Bersama
adalah Kesepakatan Kerja Bersama, sedang Undang-Undang No. 21 Tahun 1954
menggunakan istilah Perjanjian Perburuhan untuk rnenunjuk maksud yang sarna.
Perjanjian Kerja Bersarna rnerupakan hasil perundingan para pihak yang terkait
yaitu Serikat Pekerja atau Serikat Buruh atau beberapa Serikat Pekerja atau
Serikat Buruh dengan pengusaha atau beberapa pengusaha yang rnengatur syaratsyarat
kerja, serta hak dan kewajiban masing-masing pihak. Perjanjian Kerja Bersama
tidak hanya mengikat para pihak yang membuatnya yaitu Serikat Pekerja atau
Serikat Buruh dan pengusaha saja tetapi juga rnengikat pihak ketiga yang tidak
ikut dalam perundingan yaitu pekerja atau buruh, terlepas dari apakah pekerja
atau buruh tersebut menerima atau menolak isi perjanjian kerja bersarna dan
apakah pekerja atau buruh rnenjadi anggota Seikat Pekerja atau Serikat Buruh yang
berunding atau tidak.
Penggunaan istilah bersama dalam
perjanjian kerja bersama ini rnenunjuk pada kekuatan berlakunya perjanjian
yaitu mengikat pengusaha, atau beberapa pengusaha, Serikat Pekerja atau Serikat
Buruh dan pekerja atau buruh itu sendiri. Penggunaan istilah tersebut bukan
menunjuk bersama dalarn arti seluruh pekerja atau buruh ikut berunding dalam
pernbuatan perjanjian kerja bersama karena dalam proses pembuatan perjanjian
kerja bersama pekerja atau buruh bukan merupakan pihak dalam berunding.
Pembuatan perjanjian kerja
bersama dilakukan secara musyawarah an tara para pihak yang berunding. Apabila
musyawarah tidak mencapai Perjanjian tentang suatu hal maka penyelesaiannya
dilakukan melalui mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Perjanjian kerja bersama harus dibuat dalam bentuk tertulis dengan huruf latin
dan menggunakan bahasa Indonesia. Dalam hal perjanjian kerja bersama dibuat
bukan dengan bahasa Indonesia maka harus diterjemahkan dalam bahasa Indonesia
oleh penerjemah resmi yang telah disumpah dan hasil terjemahan tersebut
dianggap sebagai perjanjian kerja bersama yang telah memenuhi syarat
perundang-undangan. Dalam satu perusahaan hanya boleh dibuat 1 (satu)
perjanjian kerja bersama yang berlaku untuk pengusaha dan semua pekerja atau
buruh diperusahakan tersebut.
Definisi
Perjanjian Kerja Bersama
Adalah
perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja atau serikat
buruh atau beberapa serikat pekerja atau serikat buruh yang tercatat pada
instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha,
atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat
keria, hak dan kewajiban kedua belah pihak
C.
DASAR HUKUM PERJANJIAN KERJA BERSAMA
Dasar hukum Perjanjian Kerja
Bersama seperti di bawah ini:
a.
Undang-undang
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
b.
Keputusan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor : KEP- 48/MEN/IV 12004 tanggal 8 April 2004 ten tang Tata
Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan
Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama.
c.
Undang-undang
Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja at au Serikat Buruh.
D.
FUNGSI
DAN MANFAAT PERJANJIAN KERJA BERSAMA
Adapun Fungsi Perjanjian Kerja
Bersama adalah sebagai berikut:
a.
Memudahkan
pekerja atau buruh untuk membuat perjanjian kerja.
Sebelum adanya lembaga perjanjian
kerja bersama, pekerja atau buruh pada waktu membuat perjanjian kerja harus
merumuskan dan menentukan sendiri hak-hak dan kewajiban-kewajibannya dengan
pengusaha. Dengan adanya lembaga perjanjian kerja bersama yang merupakan
pedoman dan peraturan induk mengenai hak dan kewajiban bagi pekerja atau buruh
dan pengusaha yang menyangkut kedudukan hukum pekerja atau buruh sebagai
anggota serikat pekerja atau serikat buruh, maka pekerja atau buruh akan mudah
membuat perjanjian kerja, meskipun sederhana, karena kedudukan hukurnnya telah
terjamin dalarn hubungan kerja yang di timbulkan oleh Perjanjian Kerja. Hal ini
sesuai dengan kenyataan bahwa pekerja atau buruh pada umumnya buta akan hukum
untuk membuat perjanjian kerja, sehingga dengan adanya perjanjian kerja
bersama, kedudukan pekerja atau buruh secara yuridis dapat di
pertanggungjawabkan. Oleh karen a itu, menjadi tugas serikat pekerja atau
serikat buruh kalau perlu dengan ahli hukum untuk merumuskan kedudukan hukum
pekerja atau buruh sebagai anggota serikat pekerja atau serikat buruh di dalam
perjanjian kerja bersama yang diadakan an tara pengusaha dengan serikat pekerja
atau serikat buruh.
b.Sebagai
jalan keluar dalam hal
perundang-undangan Ketenagakerjaan belum mengatur hal-hal yang baru atau
menunjukkan kelemahan-kelemahan di bidang tertentu. Seperti diketahui bahwa
perundang-undangan ketenagakerjaan belum mengatur selengkapnya atau kalau sudab
mengatur keseluruban, ternyata terbelakang dari kemajuan masyarakat, dengan
demikian masyarakat perjanjian kerja bersama dapat melengkapi atau mengaturnya.
c.
Sebagai
sarana untuk menciptakan ketenangan kerja bagi pekerja atau buruh derni
kelangsungan usaha bagi perusahaan.
d.
merupakan
partisipasi pekerja at au buruh dalam penentuan atau pembuatan kebijaksanaan
pengusaha dalam bidang ketenagakerjaan.
Manfaat disusunnya Perjanjian
Kerja Bersama oleh pengusaha adalah
a.
Baik pekerja atau buruh maupun
pengusaha akan lebih mengetahui dan memahami hak dan kewajibannya
masing-masing.
b.
Mengurangi timbulnya perselisihan
industrial atau hubungan ketenagakerjaan sehingga dapat menjamin kelancaran
proses produksi dan peningkatan usaha.
c.
Membantu ketenangan kerja dan
mendorong semangat para pekerja atau buruh sehingga lebih tekun, rajin, dan
produktif dalam bekerja.
d.
Pengusaha dapat menyusun
rencana-rencana pengembangan perusahaan selama masa berlakunya Perjanjian Kerja
Bersama.
e.
Dapat menciptakan suasana
musyawarah dan kekeluargaan dalam perusahaan.
E.
PARA
PIHAK DALAM PEMBUATAN PERJANJIAN KERJA BERSAMA
Perjanjian Kerja Bersama dibuat
dengan cara musyawarah antara pengusaha atau beberapa pengusaha dengan Serikat
Pekerja atau Serikat Buruh atau beberapa Serikat Pekerja atau Serikat Buruh
yang telah tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
Apabila dalam satu perusahaan hanya terdapat 1 (satu) Serikat Pekerja atau
Serikat Buruh maka Serikat Pekerja atau Serikat Buruh tersebut berhak mewakili
pekerja atau buruh dalam pembuatan perjanjian kerja bersama dengan pengusaha
jika memiliki anggota lebih dari 50% dari seluruh pekerja atau buruh yang ada
di perusahaan bersangkutan. Keanggotaan Serikat Pekerja atau Serikat Buruh
tersebut harus dibuktikan dengan kartu anggota. Apabila anggota Serikat Pekerja
atau Serikat Buruh tersebut kurang dari 50% dari seluruh pekerja atau buruh
yang ada di perusahaan maka Serikat Pekerja atau Serikat Buruh dapat mewakili
pekerja atau buruh dalam pembuatan perjanjian kerja bersama jika memperoleh
dukungan lebih dari 50% dari seluruh jumlah pekerja atau buruh yang ada di
perusahaan bersangkutan melalui pemungutan suara. Apabila dukungan sebesar
lebih dari 50% tidak tercapai dalam pemungutan suara maka perundingan pembuatan
perjanjian kerja bersama tidak dapat dilaksanakan.
Setelah melampaui waktu 6 (enam) bulan
sejak pemungutan suara tersebut dilakukan, Serikat Pekerja atau Serikat Buruh
bersangkutan dapat mengajukan kembali permintaan untuk berunding dengan
pengusaha dalam pembuatan perjanjian kerja bersama dengan tetap disyaratkan
memperoleh dukungan lebih dari 50% dari seluruh pekerja atau buruh yang dibuktikan
dalam pemungutan suara ulangan. Pemungutan suara untuk memperoleh dukungan
diselenggarakan oleh panitia yang terdiri wakil-wakil pekerja atau buruh, dan
pengurus Serikat Pekerja atau Serikat Buruh yang disaksikan oleh pengusaha dan
pejabat yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan. Sedangkan apabila di
satu perusahaan terdapat lebih dari 1 (satu) Serikat Pekerja atau Serikat Buruh
maka yang berhak mewakili pekerja atau buruh dalam pembuatan perjanjian kerja
bersama adalah Serikat Pekerja atau Serikat Buruh yang mempunyai anggota lebih
dari 50% dari seluruh pekerja atau buruh yang ada di perusahaan bersangkutan.
Apabila ketentuan keanggotaan minimal ini tidak ada yang memenuhi, maka Serikat
Pekerja atau Serikat Buruh yang ada di perusahaan tersebut dapat melakukan
koalisi sehingga tercapai jumlah dari 50% dari seluruh pekerja atau buruh yang
ada. Apabila dengan kedua prosedur tersebut jumlah keanggotaan sebesar 50%
tidak terpenuhi maka Serikat Pekerja atau Serikat Buruh yang ada membentuk tim perunding
yang keanggotaannya ditentukan secara proporsional berdasarkan jumlah anggota
dari masing-masing Serikat Pekerja atau Serikat B uruh.
F.
MATERI ATAU lSI PERJANJIAN KERJA BERSAMA
Perjanjian Kerja Bersama yang
dibuat oleh para pihak sekurang-kurangnya memuat:
a.
Hak dan kewajiban pengusaha;
b.
Hak dan kewajiban Serikat Pekerja
atau Serikat Buruh serta pekerja atau buruh;
c.
Jangka waktu dan tanggal
berlakunya perjanjian kerja bersama;
d.
Tanda tangan para pihak pembuat
perjanjian kerja bersama.
Apabila ada ketentuan dalam
perjanjian kerja bersama yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, maka ketentuan dalam perjanjian kerja bersama tersebut batal demi
hukum dan yang diberlakukan adalah ketentuan-ketentuan yang ada dalam peraturan
perundang-undangan. Baik, Pengusaha, Serikat Pekerja atau Serikat Buruh dan
pekerja atau buruh wajib melaksanakan semua ketentuan-ketentuan yang ada dalam
perjanjian kerja bersama. Pengusaha diwajibkan untuk mencetak dan membagikan naskah
perjanjian kerja bersama kepada setiap pekerja atau buruh atas biaya
perusahaan. Pelanggaran untuk mencetak dan mernbagi naskah perjanjian kerja
bersama dapat berakibat pengusaha bersangkutan dikenai sanksi administratif.
Pengusaha dan Serikat Pekerja atau Serikat Buruh wajib memberitahukan isi
perjanjian kerja bersama kepada seluruh pekerja atau buruh yang ada di
perusahaan bersangkutan.
151 PERJANJIAN KERJA BER5AMA
·
Mukadimah
·
Ruang lingkup
·
Kewajiban
·
Pengakuan hak-hak
·
Hubungan kerja
·
Han kerja-Jam kerja
·
Kebebasan dan kewajiban bekerja
·
Pengupahan
·
Perawatan dan pengobatan
·
Jaminan sosial dan kesejahteraan
·
Peningkatan keterampilan
·
Tata tertib kerja
·
Penyelesaian keluh kesah
·
PHK
·
Masa berlaku, perubahan perpanjangan
·
Ketentuan penutup
G.
JANGKA WAKTU BERLAKUNYA PERJANJIAN KERJA BERSAMA
Perjanjian Kerja Bersama dibuat
untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang masa
berlakunya untuk paling lama 1 (satu) tahun berdasarkan Perjanjian tertulis
antara pengusaha dan Serikat Pekerja atau Serikat Buruh. Perjanjian Kerja Bersama
mulai berlaku pada tanggal penandatanganan kecuali ditentukan lain dalam
perjanjian kerja bersama tersebut. Setelah ditandatangani oleh para pihak yang
membuatnya, Perjanjian Kerja Bersama didaftarkan oleh pengusaha ke instansi
yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan. Apabila selama masa
berlakunya Perjanjian Kerja Bersama kedua pihak sepakat untuk mengadakan
perubahan maka perubahan tersebut merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
Perjanjian Kerja Bersama yang sedang berlaku. Jika mas a berlaku Perjanjian
Kerja Bersama akan habis maka perundingan kembali untuk membuat Perjanjian
Kerja Bersama berikutnya dapat dimulai paling cepat 3 (tiga) bulan sebelum
berakhirnya Perjanjian Kerja Bersama yang sedang berlaku. Apabila perundingan
ini tidak mencapai Perjanjian sampai batas waktu berlakunya Perjanjian Kerja
Bersama yang sedang berjalan habis, maka Perjanjian Kerja Bersama yang sedang
berlaku tetap berlaku untuk paling lama 1 (satu) tahun berikutnya.
Apabila setelah berakhirnya masa
berlaku Perjanjian Kerja Bersama akan dilakukan perpanjangan atau akan
diperbaharui dan di perusahaan tersebut cuma ada satu Serikat Pekerja atau
Serikat Buruh maka perpanjangan atau pembaharuan tidak perlu mensyaratkan
ketentuan keanggotaan atau dukungan lebih dari 50% dari seluruh jumlah pekerja
atau buruh yang ada diperusahakan tersebut. Akan tetapi jika di perusahaan
tersebut terdapat lebih dari 1 (satu) Serikat Pekerja at au Serikat Buruh dan
Serikat Pekerja atau Serikat Buruh yang dulu berunding tidak lagi memenuhi
persyaratan keanggotaan, maka perpanjangan atau pembaharuan Perjanjian Kerja
Bersama dilakukan oleh Serikat Pekerja atau Serikat Buruh yang anggotanya lebih
dari 50% dari seluruh jumlah pekerja atau buruh bersamasarna dengan Serikat
Pekerja atau Serikat Buruh yang membuat perjanjian kerja bersama terdahulu.
Dalam hal tidak ada satupun Serikat Pekerja atau Serikat Buruh yang memenuhi
syarat keanggotaan minimal, maka dilakukan koalisi Serikat Pekerja atau Serikat
Buruh yang ada hingga mencapai syarat keanggotaan 50% dari seluruh pekerja atau
buruh atau dibentuk tim perunding yang anggotanya ditentukan secara
proporsional berdasarkan jumlah anggota masing-rnasing Serikat Pekerja atau
Serikat Buruh bersangkutan.
Apabila karena satu dan lain hal
terjadi pembubaran Serikat Pekerja atau Serikat Buruh atau terjadi pengalihan
kepernilikan perusahaan maka Perjanjian Kerja Bersama masih tetap berlaku
sampai jangka waktunya habis bila terjadi penggabungan perusahaan (merger) dan
masing-masing perusahaan yang bergabung mempunyai Perjanjian Kerja Bersama maka
perjanjian kerja yang berlaku adalah Perjanjian Kerja Bersama yang lebih
menguntungkan pekerja atau buruh. Jika penggabungan perusahaan tersebut
dilakukan antara perusahaan yang mempunyai Perjanjian Kerja Bersama dengan
perusahaan yang tidak mempunyai Perjanjian Kerja Bersama maka Perjanjian Kerja
Bersama masih tetap berlaku pada perusahaan hasil penggabungan sampai dengan
berakhimya jangka waktu perjanjian kerja bersarna.
Selama di suatu perusahaan masih
ada Serikat Pekerja atau Serikat Buruh maka pengusaha dilarang mengganti
Perjanjian Kerja Bersama dengan peraturan perusahaan. Apabila Serikat Pekerja
atau Serikat Burub tidak ada lagi di dalam perusahaan dan Perjanjian Kerja
Bersama diganti dengan peraturan perusahaan maka ketentuan yang ada di dalam
peraturan perusahaan tidak boleh lebih rendah dari ketentuan yang ada dalam
Perjanjian Kerja Bersama yang digantikan.
H.
TATA CARA PEMBUATAN PERJANJIAN KERJA BERSAMA
Sejak diratifikasinya Konvensi
ILO No. 87 Tahun 1948 melalui Keputusan Presiden No. 83 Tahun 1998 dan
ditetapkannya UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja atau Serikat Buruh
sangat mempengaruhi perkembangan jumlah Serikat atau Serikat Buruh. Dalam suatu
perusahaan dimungkinkan terbentuk lebih dari satu Serikat Pekerja atau Serikat
Buruh, sehingga untuk pembuatan perjanjian kerja bersama mengalarni banyak
perubahan.
Ketentuan yang mengatur tentang
Perjanjian Kerja Bersama (PKB) seperti yang ditetapkan dalam Undang-Undang No.
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pada Bab XI tentang Hubungan Industrial,
Bagian Ketujuh, tentang Perjanjian Kerja Bersama, dari Pasal 116 sampai dengan
Pasal 135 dan ketentuan pelaksanaannya ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kerja
dan Transmigrasi No. : Kep. 48/MEN/IV/2004, yang pengaturannya secara garis
besar dapat disampaikan sebagai berikut:
a.
PKB dibuat oleh SP/SB atau
beberapa SP/SB yang telah tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di
bidang ketenagakerjaan dengan pengusaba atau beberapa pengusaba dan harus
dibuat secara tertulis dengan huruf latin dan menggunakan bahasa Indonesia.
c.
Penyusunan PKB dilaksanakan
secara musyarawarah, dimulai dengan menyepakati tata tertib perundingan yang
sekurang-kurangnya rnernuat, tujuan pembuatan tata tertib, susunan tim
perunding, lamanya masa perundingan, materi perundingan, tata cara perundingan,
cara penyelesaian apabila terjadi perundingan, sahnya perundingan, biaya
perundingan
d.
Dalam menentukan tim perunding
pembuatan PKB disesuaikan dengan kebutuhan, dengan ketentuan masing-masing
paling banyak 9 (sembi Ian) orang. Dalam hal terdapat SP/SB yang tidak
terwakili dalam tim perunding maka SP/SB yang bersangkutan dapat menyampaikan
aspirasinya sebelum dimulai perundingan pembuatan PKB.
e.
Dalam hal perundingan PKB tidak
mencapai kesepakatan dalam waktu yang disepakati dalam tata tertib maka kedua
belah pihak dapat menjadwal kembali perundingan dengan waktu paling lama 30
(tiga puluh) hari. Apabila perundingan masih belum mencapai kesepakatan
walaupun telah dijadwal ulang maka para pihak melaporkan kepada instansi yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan (Disnaker) dengan melampirkan
pernyataan tertulis bahwa perundingan tidak dapat diselesaikan pada waktunya
yang memuat:
1)
materi PKB yang belum dicapai
kesepakatan;
2)
pendirian para pihak;
3)
risalah perundingan;
4)
tempat, tanggal dan tanda tangan
pihak.
Dalam satu perusahaan hanya dapat
dibuat satu buah Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang berlaku bagi seluruh
pekerja atau buruh di perusabaan yang bersangkutan, bila memiliki cabang, maka
dibuat PKB induk yang memuat ketentuan-ketentuan yang berlaku di seluruh
cabang, dan cabang dapat membuat PKB turunan yang memuat pelaksanaan masing-masing.
Dalam hal beberapa perusahaan tergabung dalam satu grup dan rnasingmasing
perusahaan merupakan badan hukum sendiri-sendiri, maka PKB dibuat dan
dirundingkan oleh masing-rnasing perusahaan.
Dalam hal di satu perusahaan
hanya terdapat satu SP/SB, maka yang berhak mewakili pekerja atau buruh dalam
perundingan pembuatan PKB dengan pengusaha apabila memiliki jumlah anggota
lebih 50% dari jumlah seluruh pekerja atau buruh di perusahaan yang
bersangkutan. Tetapi jika memiliki jumlah anggota kurang dari 50% dan jumlah
seluruh pekerja atau burub, maka SP/SB dapat mewakili pekerja atau burub dalam
perundingan dengan pengusaha apabila SP/SB yang bersangkutan telah mendapat
dukungan lebih 50% dari jumlah seluruh pekerja atau buruh di perusahaan melalui
pemungutan suara. Pemungutan suara yang belum menjadi anggota SP/SB
diselenggarakan oleh panitia yang terdiri dari wakil-wakil pekerja atau buruh
dan pengurus SP/SB yang disaksikan oleh pihak pejabat yang bertanggung jawab di
bidang ketenagakerjaan dan pengusaha.
Panitia penyusunan PKB yang telah
terbentuk kemudian mengumumkan tanggal pemungutan suara selambat-lambatnya 24
hari sebelum tanggal pemungutan suara. Sebelum pemungutan SP/SB diberi
kesempatan menjelaskan program PKB dalam waktu 14 hari, dan dilaksanakan 3
(tiga) hari setelah tanggal diumumkannya di luar jam kerja pada tempat yang
disepakati oleb SP/SB dan pengusaha.
Ketentuan pemungutan suara tidak
berlaku apabila dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) bari sebelum dilaksanakan
pemungutan suara ternyata SP/ SB dapat membuktikan keanggotaannya kepada
pengusaha bahwa telah memenubi lebih dari 50% dari jumlah seluruh pekerja atau
buruh.
Bagi SP/SB yang merniliki anggota
kurang dari 0% pelaksanaan pemungutan suara disesuaikan dengan jadwal kerja
para pekerja atau buruh sehingga tidak mengganggu proses produksi dan tempat
pemungutan suara ditetapkan berdasarkan kesepakatan panitia dengan pengusaha.
Hasil pemungutan suara sah
setelah ditandatangani oleh panitia dan saksi-saksi. Tetapi apabila hasil
pemungutan suara dukungan dari pekerja atau buruh tidak tercapai, SP/SB dapat
mengajukan kembali perrnintaan untuk merundingkan PKB setelah melampaui jangka
waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak dilakukan pemungutan suara, dengan
mengikuti prosedur Pasal 119 UU No. 13 Tahun 2003.
Dalam hal di satu perusahaan
terdapat lebih dari satu SP/SB, yang berhak melakukan perundingan dengan
pengusaha adalah SP/SB yang jumlah anggotanya lebih dari 50% dari seluruh
jumlah pekerja at au buruh di perusahaan tersebut. Apabila tidak terpenuhi maka
SP/SB dapat melakukan koalisi sehingga tercapai jurnlah lebih dari 50%. Jika
dengan koalisi tidak terpenuhi maka membentuk tim perunding yang keanggotaannya
ditentukan secara proporsional berdasarkan jumlah anggota masing-masing SP/SB.
Untuk menentukan SP/SB yang
jurnlah anggotanya lebih dari 50% dilakukan melalui verifikasi keanggotaan
SP/SB, maka verifikasi dilakukan oleh panitia yang terdiri dari wakil pengurus
SP/SB yang ada diperusahaan dengan disaksikan oleh instansi yang bertanggung
jawab di bidang ketenagakerjaan dan pengusaha. Verifikasi keanggotaan SP/SB
dilakukan berdasarkan bukti kartu tanda anggota sesuai Pasal 121 UU No. 13
Tahun 2003 dan apabila terdapat kartu anggota lebih dari satu maka kartu tanda
anggota yang sah adalah kartu tanda anggota yang terakhir.
Pelaksanaan verifikasi dilakukan
di tempat-ternpat kerja yang diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu
proses produksi dalam waktu satu hari kerja yang disepakati SP/SB dan hasil
pelaksanaan verifikasi dituangkan dalam bentuk berita acara yang ditandatangani
oleh panitia saksisaksi yang hasilnya mengikat SP/SB di perusahaan.
Pengusaha maupun SP/SB dilarang
melakukan tindakan yang mempengaruhi pelaksanaan verifikasi.
Masa berlakunya PKB paling lama 2
(dua) tahun, berdasarkan kesepakatan tertulis an tara pengusaha dengan SP/SB
dapat diperpanjang masa berlakunya paling 1 tahun.
Perundingan PKB berikutnya dapat
dimulai paling cepat 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya PKB yang sedang
berlaku,. apabila tidak mencapai kesepakatan maka PKB yang sedang berlaku tetap
berlaku untuk paling lama 1 (satu) tahun.
Perjanjian
Kerja Bersama paling sedikit memuat :
a.
hak
dan kewajiban pengusaha;
b.
hak
dan kewajiban SP/SB serta pekerja atau buruh;
c.
jangka
waktu dan tanggal mulai berlakunya PKB; dan tanda tangan para pihak pembuat
PKB.
Ketentuan dalam PKB tidak boleh
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, apabila bertentangan
maka ketentuan yang bertentangan tersebut batal derni hukum dan yang berlaku
adalah ketentuan dalam peraturan perundangan.
Pengusaha, SP/SB dan pekerja atau
buruh wajib melaksanakan ketentuan yang ada dalam PKB.
Publikasi hasil kesepakatan PKB
pengusaha dan SP/SB wajib memberitahukan isi PKB atau perubahannya kepada
seluruh pekerja atau buruh, mencetak dan mernbagikan naskah PKB kepada setiap
pekerja atau buruh atas biaya perusahaan.
Sebagai pemilik pengusaha
dilarang mengganti PKB dengan perusahaan selama di perusahaan yang bersangkutan
masih ada SP/SB. Dalam hal di perusahaan tidak ada lagi SP/SB dan PKB diganti
dengan Peraturan Perusahaan maka ketentuan dalam peraturan perusahaan tidak
boleh lebih rendah dari PKB.
Berakhirnya PKB dalam hal PKB
sudah berakhir masa berlakunya dan akan diperpanjang atau diperbarui dan
diperusahaan tersebut hanya terdapat satu SP/SB, maka perpanjangan atau
pembaharuan PKB tidak mensyaratkan ketentuan dalam Pasal 119 UU Nomor 13 Tahun
2003. PKB sudah berakhir masa berlakunya dan dapat diperpanjang atau diperbarui
yang Perusahaan yang terdapat lebih dari satu SP/SB sedangkan SP/SB yang dulu
berunding (jumlah keanggotaannya lebih dari 50%) tidak lagi memenuhi (jumlah
keanggotaannya 50% atau kurang), maka perpanjangan atau pembaharuan PKB dilakukan
oleh SP/SB yang anggotanya lebih 50% dari jumlah seluruh pekerja atau buruh di
perusahaan, bersama-sama dengan SP/SB yang membuat PKB terdahulu dengan
membentuk tim perunding secara proporsional.
Dalam hal PKB sudah berakhir masa
berlakunya dan akan diperpanjang atau diperbarui dan di perusahaan tersebut
terdapat lebih dari satu SP/SB dan tidak satupun SP/SB yang mempunyai jumlah
keanggotaan lebih dari 50%, maka perpanjangan at au pembaharuan PKB dilakukan
menurut ketentuan Pasal 120 ayat (2) dan ayat (3) UU No. 13 Tahun 2003.
PKB tetap berlaku sampai
berakhirnya jangka waktu PKB walaupun terjadi pembubaran SP/SB atau pengalihan
kepernilikan perusahaan.
Apabila terjadi penggabungan
perusahaan (merger) dan masing-masing perusahaan mempunyai PKB, maka PKB yang
berlaku adalah lebih menguntungkan pekerjalburuh. Sedangkan penggabungan antara
perusahaan yang mempunyai PKB maka PKB tersebut berlaku bagi perusahaan yang
bergabung sampai dengan berakhirnya jangka waktu PKB.
PKB mulai berlaku pada hari
penandatanganan kecuali ditentukan lain dalam PKB tersebut dan selanjutnya
didaftarkan oleh pengusaha pada instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan.
I.
PERUNDINGAN
PEMBUATAN PERJANJIAN KERJA BERSAMA
Dalam proses perundingan
pembuatan perjanjian kerja bersama harus menjunjung tinggi prinsip-prinsip
hubungan industrial, di antaranya:
a.
Pengusaha dan pekerja atau buruh,
sama-sama mempunyai kepentingan atas keberhasilan dan kelangsungan perusahaan.
b.
Pekerja atau buruh adalah mitra
pengusaha untuk membangun dan mengembangkan perusahaan.
c.
Pengusaha dan pekerja atau buruh
mernpunyai fungsional dan masingmasing mempunyai fungsi yang berbeda dengan
adanya pembagian tugas atau pekerjaan.
d.
Pengusaha dan pekerja atau buruh
merupakan anggota keluarga perusahaan.
e.
Tujuan Pembinaan Hubungan
Industrial adalah menciptakan ketenangan berusaha untuk meningkatkan
produktivitas kerja dan produktivitas perusahaan.
f.
Peningkatan Produktivitas
perusahaan harus dapat meningkatkan kesejahteraan bersama, yaitu kesejahteraan
pengusaha dan kesejahteraan pekerja atau buruh.
J.
TAHAP-TAHAP OPERASIONAL PENYUSUNAN PKB
Secara operasional untuk
memperlancar pembuatan perjanjian kerja bersama perlu diperhatikan tahap-tahap
sebagai berikut:
1.
Tahap
Persiapan
Hal-hal yang penting dalam tahap
persiapan ini adalah sebagai berikut:
1)
Serikat Pekerja atau Serikat
Buruh dan pengusaha harus betul-betul siap untuk berunding dalam rangka
pembuatan perjanjian kerja bersama.
2)
Serikat Pekerja atau Serikat
Buruh dan Pengusaha mempersiapkan data dan informasi yang relevan dan berkaitan
dalam perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama.
3)
Serikat Pekerja atau Serikat
Buruh dan Pengusaha mempersiapkan tim perunding dan juru bicara masing-rnasing.
2.
Tahap Pelaksanaan Perundingan
Hal-hal yang dilakukan dalam
tahap ini adalah terutama untuk menyepakati tata tertib perundingan yang
sekurang-kurangnya memuat:
1)
Tujuan pembuatan tata tertib;
susunan tim perunding; lamanya masa perundingan; materi perundingan; tempat
perundingan; tata cara perundingan; cara penyelesaian apabila terjadi kebuntuan
perundingan; sahnya perundingan; - biaya perundingan;
2)
Apabila sebelum perundingan
dimulai, lebih dahulu telah dilakukan pertukaran konsep PKB antara Serikat
Pekerja atau Serikat Buruh dan Pengusaha, maka perundingan selanjutnya sudah
dapat dimulai untuk perundingan materi dari PKB.
3)
Menginventarisir pokok bahasan
yang sudah disepakati dan dirumuskan secara jelas dan hasil rumusan diparaf
oleh tim perundingan Serikat Pekerja atau Serikat Buruh dan Pengusaha.
4)
Dalam merundingkan pokok bahasan
yang belum disepakati sebaiknya dimulai dari hal-hal apabila dimusyawarahkan
segera dapat tercapai kesepakatan, setiap kesepakatan yang telah dicapai segera
diparaf oleh kedua belah pihak .
5)
Dalam merundingkan hal-hal yang
prinsip tetap memelihara suasana keterbukaan dan kekeluargaan agar tidak
terjadi perrnasalahan yang menghambat penyelesaian perundingan PKB.
3.
Tahap
Penyusunan lsi PKB.
1)
Pokok bahasan yang telah selesai
dirundingkan dan telah selesai dirundingkan dan telah diparaf oleh tim
perundingan dari masingmasing pihak, selanjutnya disusun menjadi konsep PKB
yang sudah utuh yang formatnya sesuai dengan kebiasaan yang berlaku.
2)
Untuk penyempurnaan redaksional
materi PKB, hendakinya dibentuk tim kecil yang anggota-anggotanya diambil
Serikat Pekerja atau Serikat Buruh dan pengusaha.
3)
Jika dipandang perlu untuk lebih
menjelaskan maksud dari PasalPasal di dalam PKB, dapat dibuat penjelasan Pasal
demi Pasal yang merupakan lampiran yang tidak terpisahkan dengan PKB.
4)
Hasil dari tim penyempurnaan
dibawa dalam rapat pleno tim perundingan dan
apabila telah ada kesepakatan untuk menyetujui konsep yang diajukan maka
PKB tersebut siap untuk ditandatangani.
6)
Tahap penandatanganan,
Pendaftaran dan Pelaksanaan PKB. Hal-hal yang dilakukan dalam tahap ini harus
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.
R
A N G K U M A N
Istilah
PKB sebagai pengganti istilah Kesepakatan Kerja Bersama yang dipergunakan dalam
Undang-Undang No. 21 Tahun 1954, kemudian diubah menjadi Perjanjian Kerja
Bersama berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003.
Pengertian
Perjanjian Kerja Bersama (PKB) adalah perjanjian yang merupakan hasil
perundingan antara Serikat Pekerja atau Serikat Buruh atau beberapa Serikat
Pekerja atau Serikat Buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di
bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat
syarat-syarat kerja, serta hak dan kewajiban kedua belah pihak.
Fungsi
utama pembuatan PKB adalah:
1.
Sebagai pedoman dan peraturan
induk untuk menghindari perbedaan-perbedaan pendapat an tara pekerja dan
pengusaha.
2.
Sarana untuk menciptakan
ketenangan kerja dan kelangsungan usaha
3.
Partisipasi pekerja dalam
penentuan atau pembuatan kebijakan perusahaan.
4.
Mengisi kekosongan hukum yang
belum diatur dalam peraturan undang -undang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar