Minggu, 25 Agustus 2019

Hukum Ketenagakerjaan. Modul 5


MODUL 5
Peraturan Perusahaan dan Perjanjian Kerja Bersama
Purbadi Hardjoprajitno, S. H, M. Hum.
Drs. Saefulloh Tiesnawati Wahyuningsih, S.H.
                                                                                                                                                                          P E N DA H U L U A N
Pada Modul ke-5 ini kita akan memfokuskan untuk memahami lebih jauh tentang Peraturan Perusahaan dan Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Perlu diketahui sebelumnya bahwa PKB merupakan pengganti PP (Peraturan Perusahaan). Artinya bagi perusahaan yang sudah memiliki PKB (Perjanjian Kerja Bersama) tidak perlu lagi menggunakan Peraturan Perusahaan (PP). Manfaat mempelajari Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB) adalah untuk memahami aturan perusahaan, menyangkut syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan, sistem kerja perusahaan, hubungan pekerja dengan perusahaan, serta hak-hak dan kewajiban masing-masing pihak.
Jika suatu saat Anda hendak mendirikan suatu perusahaan, atau Anda menjadi pimpinan di sebuah perusahaan, atau Anda duduk sebagai pimpinan serikat pekerja, tentu Anda perlu mengetahui lebih dalam mengenai Peraturan Perusahaan atau PKB. Pengetahuan ini penting, mengingat misalnya jika terjadi perselisihan di sebuah perusahaan, khususnya antara pihak pekerja berhadapan dengan pernilik perusahaan atau pengusaha, pada akhirnya harus dikembalikan sesuai dengan ketentuan PP atau PKB yang telah dibuatnya.
Untuk mengetahui lebih jauh tentang PP dan PKB, melalui modul ini Anda akan diperkenalkan keduanya secara lengkap, dalam satu dua kelompok kegiatan belajar.

Kegiatan Belajar 1      : mengenal peraturan perusahaan Kegiatan Belajar 2 :     mengenal perjanjian kerja bersama


KEGIATAN BELAJAR 1
Mengenal Peraturan Perusahaan
A. SELAYANG PANDANG PERATURAN PERUSAHAAN
Pada saat seseorang mulai bekerja di suatu perusahaan lazimnya diikat oleh sebuah perjanjian kerja. Perjanjian kerja umumnya hanya memuat syarat kerja yang sifatnya sederhana, misalnya mengenai upah, pekerjaan, jam kerja dan pembagian lain-lain (Emolumenten). Oleh karena itu, diperlukan peraturan yang memuat syarat-syarat kerja secara lengkap, yaitu yang disebut Peraturan Perusahaan. Istilah Peraturan Perusahaan iru ada yang menyebutnya dengan Peraturan Kerja Perusahaan, Peraturan Majikan, reglemen perusahaan, peraturan karyawan, maupun peraturan kepegawaian.
Karena peraturan perusahaan memuat syarat-syarat kerja, maka dapat dikatakan bahwa peraturan perusahaan berisi hak-hak dari buruh. Peraturan perusahaan ini berhubungan erat dengan perjanjian kerja, oleh karena itu peraturan perusahaan merupakan pasangannya perjanjian kerja. Peraturan Perusahaan dibuat oleh pengusaha di mana buruh tidak ikut campur dalam pembuatannya, sehingga ada yang berpendapat bahwa peraturan perusahaan adalah peraturan yang berdiri sendiri.
Peraturan Perusahaan diatur dalam Bagian ke enam Bab XI Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan jo. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor: KEP-48/ME/IV/2004 tanggal 8 April 2004 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama.
Pada awalnya peraturan perusahaan diatur dalam Pasal 1601 huruf j sampai dengan Pasal 1601 huruf m Buku III KUH Perdata. Peraturan Perusahaan hanya memuat syarat-syarat kerja tidak termasuk tata tertib perusahaan pada masa itu. Peraturan Perusahaan tidak merupakan hal yang diwajibkan kepada perusahaan. Buruh terikat pada peraturan perusahaan jika dalam pembuatan perjanjian kerja menyetujui secara tertulis mengenai peraturan perusahaan. Adapun agar peraturan perusahaan yang dibuat pengusaha dapat mengikat buruh, harus memenuhi beberapa ketentuan sebagai berikut:

1.             Jika buruh secara tertulis telah menyetujui peraturan perusahaan tersebut;
2.             Satu eksemplar peraturan perusahaan diberikan secara cuma-cuma kepada buruh;
3.             Satu eksemplar peraturan perusahaan diserahkan kepada Kementrian Perburuhan yang tersedia untuk dibaca oleh umum;
4.             Satu eksemplar peraturan perusahaan ditempelkan di perusahaan agar mudah dibaca oleh buruh atau pekerja.
Selanjutnya pada Tahun 1976 diterbitkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja, Transrnigrasi dan Koperasi Nomor: PER-02IMEN/1976 tanggal 11 Juli 1976 tentang Peraturan Perusahaan. Yang dimaksud dengan Peraturan Perusahaan dalam Peraturan Menteri ini adalah suatu peraturan yang dibuat oleh pimpinan perusahaan yang memuat ketentuan-ketentuan tentang syarat-­syarat kerja yang berlaku pada perusahaan yang bersangkutan. Selain ketentuan-ketentuan tentang syarat-syarat kerja, peraturan perusahaan dapat juga memuat ketentuan-ketentuan mengenai tata tertib perusahaan.
Dengan demikian, peraturan perusahaan tidak hanya memuat syarat-syarat kerja saja, namun juga dapat memuat ketentuan tentang tata tertib perusahaan.
Perusahaan yang mempekerjakan 50 orang buruh atau lebih dalam ketentuan Peraturan Menteri tersebut (Peraturan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi Nomor: PER-02/MEN/1976 tanggal l Juli 1976) diwajibkan memiliki Peraturan Perusahaan. Peraturan Perusahaan yang disusun oleh perusahaan sebelum diberlakukan harus disahkan dahulu oleh:
1.             Direktur Jenderal Perlindungan dan Perawatan Tenaga Kerja Departemen Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi jika perusahaan itu ada di wilayah beberapa Kantor Daerah Tenaga Kerja.
2.             Kepala Kantor Tenaga Kerja Departemen Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi, jika perusahaannya hanya ada di wilayah satu Kantor Daerah Tenaga Kerja.
3.             Setelah peraturan perusahaan disahkan, punpinan perusahaan mempunyai kewajiban sebagai berikut :
4.             Memberikan peraturan perusahaan kepada buruh dengan cuma-cuma.
5.             Peraturan perusahaan ditempel di perusahaan yang mudah dibaca buruh.
6.             Peraturan perusahaan diserahkan kepada Direktur lenderal Perlindungan dan Perawatan dan Kepala Kantor Daerah Tenaga Kerja tempat perusahaan itu berada.
Masa berlakunya peraturan perusahaan paling lama 2 (dua) tahun. lika masa berlakunya peraturan perusahaan telah berakhir, maka wajib dibuat peraturan perusahaan yang baru atau dibuat perjanjian perburuhan sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi Nomor: PER- 02/MEN/1976 tentang Peraturan Perusahaan dicabut oleh Peraturan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi Nomor: PER-02/MEN/1978 tentang Peraturan Perusahaan dan Perundingan Pembuatan Perjanjian Perburuhan.
Pengertian Peraturan Perusahaan menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi Nomor: PER-02/MEN/1978 tentang Peraturan Perusahaan dan Perundingan Pembuatan Perjanjian Perburuhan, ialah peraturan yang dibuat secara tertulis yang memuat ketentuan-ketentuan tentang syarat-syarat kerja serta tata tertib perusahaan.
Adanya kewajiban bagi setiap perusahaan yang mempekerjakan 25 orang buruh atau lebih untuk membuat peraturan perusahaan. Peraturan Perusahaan yang dibuat harus disahkan oleh:
a.             Direktur Jenderal Perlindungan dan Perawatan Tenaga Kerja Departemen Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi, jika perusahaan itu terdapat dalam daerah beberapa Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perlindungan dan Perawatan Tenaga Kerja.
b.             Kepala Kantor Wilayah Direktorat Perlindungan dan Perawatan Tenaga Kerja, jika perusahaan tersebut berada di daerah satu Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perlindungan dan Perawatan Tenaga Kerja.
Setelah peraturan perusahaan dinyatakan sah, maka pengusaha mempunyai kewajiban:
c.              Memberitahukan isi peraturan perusahaan yang telah disahkan kepada buruh-buruhnya di hadapan pegawai Direktorat Jenderal Perlindungan dan Perawatan Tenaga Kerja.
d.             Memberikan peraturan perusahaan kepada setiap buruhnya.
e.              Menempelkan peraturan perusahaan di tempat yang mudah dibaca buruh
Selama berlakunya peraturan perusahaan, pengusaha tidak boleh menghalang-halangi terbentuknya Serikat Buruh di perusahaan. Jika peraturan perusahaan telah berakhir masa berlakunya, pengusaha wajib membuat peraturan perusahaan yang baru. Ketentuan-ketentuan dalam peraturan perusahaan yang telah berakhir masa berlakunya masih tetap berlaku sampai disahkannya peraturan perusahaan yang baru atau kalau dibuat perjanjian perburuhan, sampai di tanda tanganinya perjanjian perburuhan tersebut.
Dengan diundangkan Undang-undang No. 13 Tahun 2003, maka Peraturan Perusahaan telah diatur dalam Bagian Keenam BAB IX Undang­undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
1.               Pengertian Peraturan Perusahaan Berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003
Peraturan perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan.
Adapun yang dimaksud dengan pengusaha adalah:
a.              Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan rnilik sendiri;
b.              Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;
c.              Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan serta berkedudukan di wilayah Indonesia.
Pengusaha yang mempekerjakan pekerja atau buruh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang wajib membuat Peraturan Perusahaan. Kewajiban membuat Peraturan Perusahaan tidak berlaku bagi perusahaan yang telah memiliki Perjanjian Kerja Bersama.
Idealnya Peraturan Perusahaan sekurang-kurangnya harus memuat:
a.              Hak dan kewajiban pengusaha;
b.             Hak dan kewajiban pekerja atau buruh;
c.              Syarat kerja;
d.             Tata tertib perusahaan;
e.              Jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan.
Sedangkan yang dimaksud dengan syarat kerja adalah hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja atau buruh yang belum diatur dalam peraturan perundang-undangan.
2.             Cara Membuat Peraturan Perusahaan
Peraturan Perusahaan disusun oleh pengusaha dan menjadi tanggung jawab Pengusaha. Pengusaha harus menyampaikan naskah rencana penyusunan peraturan perusahaan kepada wakil pekerja atau buruh atau Serikat pekerja atau Serikat buruh untuk mendapatkan saran dan pertimbangan.
Mengenai wakil pekerja atau buruh atau serikat pekerja atau serikat buruh sebagai berikut:
a.             wakil pekerja atau buruh dipilih oleh pekerja atau buruh secara dernokratis mewakili dari setiap unit kerja yang ada di perusahaan;
b.             dalam hal di perusahaan telah terbentuk serikat pekerja atau serikat buruh, maka wakil pekerja atau buruh adalah pengurus serikat pekerja atau Serikat buruh;
c.             dalam hal di perusahaan telah terbentuk serikat pekerja atau serikat buruh, tetapi keanggotaannya tidak mewakili mayoritas pekerja atau buruh di perusahaan, maka wakil pekerja atau buruh adalah pengurus serikat pekerja atau Serikat buruh dan wakil pekerja atau buruh yang tidak menjadi anggota serikat pekerja atau serikat buruh.
Adapun saran dan pertimbangan dari wakil pekerja atau buruh atau serikat pekerja atau Serikat buruh terhadap naskah rancangan Peraturan Perusahaan harus sudah di terima pengusaha dalam waktu 14 hari kerja sejak tanggal di terimanya naskah rancangan Peraturan Perusahaan oleh wakil pekerja atau buruh. Dalam hal wakil pekerja atau buruh telah menyampaikan saran dan pertimbangan maka pengusaha wajib memperhatikan saran dan pertimbangan dari wakil pekerja atau buruh. Apabila dalarn jangka waktu 14 hari, wakil pekerja atau buruh tidak memberikan saran dan pertimbangan, pengusaha dapat langsung meminta pengesahan Peraturan Perusahaan dengan melampirkan bukti bahwa telah minta saran dan pertimbangan kepada wakil pekerja atau buruh. Hal ini sesuai dengan ketentuan bahwa wakil pekerja atau buruh atau serikat pekerja atau serikat buruh dapat tidak memberikan saran dan pertimbangan terhadap Peraturan Perusahaan yang disampaikan oleh pengusaha. Dalam satu perusahaan hanya dapat dibuat satu buah Peraturan Perusahaan yang berlaku bagi seluruh pekerja atau buruh di perusahaan yang bersangkutan.
Dalam hal perusahaan memiliki cabang maka peraturan perusahaan induk berlaku juga di semua cabang perusahaan serta dapat dibuat peraturan perusahaan turunan yang berlaku di masing-rnasing cabang perusahaan. Peraturan Perusahaan induk memuat ketentuan-ketentuan yang berlaku umum di seluruh cabang perusahaan, sedangkan peraturan perusahaan turunan memuat pelaksanaan peraturan perusahaan induk yang di sesuaikan dengan kondisi cabang perusahaan masing-rnasing. Dalam hal peraturan perusahaan induk telah berlaku di perusahaan tetapi di kehendaki adanya peraturan perusahaan turunan di setiap cabang perusahaan, maka selama peraturan perusahaan turunan yang belum disahkan tetap berlaku sebagai peraturan perusahaan induk.
Jika beberapa perusahaan tergabung dalam satu grup dan masing-masing perusahaan merupakan badan hukum sendiri-sendiri, maka masing-masing perusahaan harus membuatkan Peraturan Perusahaan sendiri-sendiri.
3.            Jangka Waktu Berlakunya Peraturan Perusahaan
Masa berlakunya Peraturan Perusahaan paling lama 2 (dua) tahun dan wajib di perbaharui setelah habis masa berlakunya. Peraturan Perusahaan mulai berlaku setelah disahkan oleh instansi yang bertanggung jawab di bidang Ketenagakerjaan.
Dalam hal perusahaan akan mengadakan perubahan isi peraturan perusahaan dalam tenggang masa berlakunya peraturan perusahaan, maka perubahan harus berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dan serikat pekerja atau serikat buruh dan atau wakil pekerja atau buruh apabila di perusahaan tidak ada serikat pekerja atau serikat buruh. Perubahan peraturan perusahaan harus mendapat pengesahan dari Kepala Instansi yang bertanggung jawab di bidang Ketenagakerjaan. Apabila pengusaha tidak mengajukan permohonan pengesahan, perubahan peraturan perusahaan dianggap tidak ada.
Mengenai pembaruan peraturan perusahaan, pengusaha wajib mengajukan pembaruan peraturan perusahaan paling lama 30 hari kerja sebelum berakhir masa berlakunya peraturan perusahaan kepada Kepala Instansi yang bertanggung jawab dalam bidang Ketenagakerjaan. Apabila pembaruan peraturan perusahaan mendapat perubahan materi, maka harus di dasarkan atas kesepakatan pengusaha dengan serikat pekerja atau serikat burub dan atau wakil pekerja atau buruh apabila di perusabaan tidak terdapat serikat pekerja atau serikat buruh.
Ketentuan-ketentuan dalam peraturan perusahaan yang telah berakhir masa berlakunya masih tetap berlaku sampai disahkannya peraturan perusahaan yang baru.
Selama mas a berlakunya peraturan perusahaan, apabila serikat pekerja atau buruh menghendaki perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama, maka pengusaha wajib melayani. Dalam hal perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama tidak mencapai kesepakatan, maka peraturan perusahaan tetap berlaku sampai habis jangka waktunya. Dalam hal di perusahaan telah dilakukan perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama tetapi belum mencapai kesepakatan maka pengusaha wajib mengajukan pengesahan pembaruan Peraturan Perusahaan.
4.             Pengesahan Peraturan Perusahaan
Agar dapat berlaku di perusahaan, Peraturan Perusahaan harus disahkan.
Mengenai prosedur pengesahan Peraturan Perusahaan sebagai berikut.
1.            Pengusaha harus mengajukan permohonan pengesahan Peraturan Perusahaan kepada:
-          Kepala Instansi yang bertanggung jawab di bidang Ketenagakerjaan Kabupaten atau Kota untuk perusahaan yang terdapat hanya dalam satu wilayah Kabupaten atau Kota.
-          Kepala Instansi yang bertanggung jawab di bidang Ketenagakerjaan di provinsi untuk perusahaan yang terdapat pada lebih dari satu kabupaten atau Kota dalam satu provinsi.
2.            Permohonan pengesahan harus di lengkapi permohonan tertulis yang harus memuat :
·         Nama dan alamat perusahaan;
·         Nama pimpinan perusahaan;
·         Wilayah operasi perusahaan.
·         Status perusahaan;
·         Jenis bidang usaha;
·         Jumlah pekerja atau buruh menurut jenis kelamin;
·         Status hubungan kerja;
·         Upah tertinggi dan terendah;
·         Nama dan alamat serikat pekerja atau serikat buruh (kalau ada);
·         Nomor pencatatan serikat pekerja atau serikat buruh (kalau ada);
·         Masa berlaku peraturan perusahaan;
·         Pengesahan peraturan perusahaan untuk yang ke berapa.
·         Naskah peraturan perusahaan dibuat rangkap tiga yang telah di tanda tangani oleh pengusaha.
·         Bukti telah di mintakan saran dan pertimbangan dari serikat pekerja atau serikat buruh dan atau wakil pekerja atau buruh apabila di perusahaan tidak ada serikat pekerja atau buruh.
Kepala instansi yang bertanggung jawab di bidang Ketenagakerjaan Kabupaten/Kota setempat harus meneliti kelengkapan dokumen dan meneliti materi peraturan perusahaan yang diajukan dengan ketentuan tidak boleh lebih rendah dari peraturan perundangan yang berlaku. Kepala instansi yang bertanggung jawab di bidang Ketenagakerjaan harus mengesahkan peraturan perusahaan dengan menerbitkan surat keputusan dalam waktu paling lama 30 hari kerja sejak tanggal diterimanya permohonan pengesahan.
Dalam hal pengajuan permohonan pengesahan, peraturan perusahaan tidak memenuhi kelengkapan dan atau terdapat materi peraturan perusahaan yang bertentangan dengan peraturan perundangan, maka dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak di terimanya permohonan pengesahan, maka permohonan pengesahan di kembalikan secara tertulis untuk di lengkapi atau di perbaiki. Pengusaha wajib menyampaikan peraturan perusahaan yang telah di lengkapi atau di perbaiki dalam jangka waktu paling lama 14 hari kerja sejak peraturan perusahaan dikernbalikan. Apabila hal di atas dilanggar, maka perusahaan dinyatakan tidak mengajukan permohonan pengesahan peraturan perusahaan. Dengan demikian, dapat dianggap perusahaan tidak memiliki peraturan perusahaan.
Adapun kewajiban Pengusaha setelah peraturan perusahaan disahkan oleh Kepala Instansi yang bertanggung jawab di bidang Ketenagakerjaan adalah memberitahukan isi serta memberikan naskah peraturan perusahaan atau perubahan kepada pekerja at au buruh. Pemberitahuan di lakukan dengan cara membagikan salinan peraturan perusahaan kepada setiap pekerja atau buruh, dan menempelkan di tempat yang mudah dibaca oleh para pekerja atau buruh atau memberikan penjelasan langsung kepada pekerja atau buruh.

5.             Kerangka lsi Peraturan Perusahaan
Sisternatika peraturan perusahaan tidak memiliki standar yang baku, tergantung kepentingan masing-masing perusahaan. Untuk perusahaan besar yang padat modal dan tenaga kerja, biasanya peraturan perusahaannya lebih detil. Sedangkan untuk perusahaan dengan jumlah tenaga kerja yang tidak terlalu banyak, biasanya peraturan perusahaannya tidak demikian detil dan kompleks. Namun secara umum isi peraturan perusahaan dapat dijelaskan seperti berikut ini. Kerangka at au sistematika peraturan perusahaan biasanya disusun seperti umurnnya terlihat dalam daftar isi, meliputi uraian berupa bab-bab yang terdiri atas:
Bab I Ketentuan Umum
Pada bagian ini dijelaskan pengertian-pengertian atau definisi yang terkait dengan ruang lingkup perusahaan. Misalnya menerangkan apa itu perusahaan, direksi, karyawan, dan hal-hal teknis lainnya untuk menjadi rujukan utama. Berikut contoh pengertian istilah-istilah yang dituangkan dalam bagian ketentuan umum:
1.           PERUSAHAAN, iyalah PT. . .... Dengan anggaran Dasar seperti termaktub dalam Berita Negara RI No…….Akte Notaris No.............Akte Notaris (Perubahan) No Bulan  Tahun;
2.           DIREKSI, iyalah yang sebagaimana tersebut dalam Anggaran Dasar Perusahaan yaitu Direktur Utama, para Direktur dan atau pejabat-pejabat lainnya yang mempunyai kedudukan sederajat;
3.           COMMITTEE, iyalah kepanitiaan yang disusun oleh perusahaan dalam rangka promosi karyawan, yang terdiri dari sekurang-kurangnya karyawan senior, atasan langsung dan bagian personalia perusahaan;
4.           KARYAWAN, iyalah tenaga kerja yang bekerja pada perusahaan dengan menerima gaji atau upah:
5.           KELUARGA, iyalah seorang istri yang dinikahi secara sah menurut hukum serta anak (anak-anak) yang belum menikah dan bekerja yang diperoleh dari pernikahan atau yang diangkat secara sah menurut hukum dengan pengertian terbatas sampai anak ke-3 serta berusia setinggi­tingginya 21 atau 23 tahun bila yang bersangkutan masih sekolah dan terdaftar pada perusahaan;
6.           SEHARI, iyalah waktu sehari semalam terus menerus selama 24 (dua puluh empat) jam penuh.
7.           SEMINGGU, iyalah waktu selama 7 (tujuh) hari terus menerus.
7.             SIANG HARI, iyalah waktu antarajam 06.00 sampaijam 18.00.
8.             MALAM HARI, iyalah waktu antarajam 18.00 sampaijam 06.00.
9.             WAKTU KERJA, iyalah waktu yang ditetapkan oleh perusahaan untuk bekerja bagi karyawannya.
10.         KERJA LEMBUR, iyalah pekerjaan yang dilakukan karyawan setelah melampaui waktu kerja normalnya (7 jam/1hari atau 40 jam/l minggu maupun 8 jam/1hari atau 40 jam/l rninggu ).
11.         KERJA SHIff, iyalah waktu kerja bergiliran yang sudah ditentukan at au diatur waktunya terlebih dahulu sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
12.         CUTI. Waktu tidak bekerja karyawan dengan seizin perusahaan, sebagai hak karyawan setelah memenuhi persyaratan yang berlaku sesuai dengan uu tenaga Kerja.
13.         UIN. Waktu tidak bekerja karyawan oleh karena sesuatu hal dengan sepengetahuan dan seizin Perusahaan serta berpedoman pada peraturan yang berlaku di Perusahaan.
14.         MANGKIR. Bila karyawan tidak masuk kerja pada waktu wajib bekerja tanpa pemberitahuan ataupun alasan yang dapat diterirna oleh Perusahaan.
15.         GAJI atau UPAH, penghasilan karyawan berupa uang yang diterima dari Perusahaan pada tiap-tiap hari atau akhir bulan sesuai dengan tingkat kepangkatannya. Yang dimaksud gaji pokok adalah sarna dengan 25 kali gaji sehari atau 173 kali gaji sejam.
Bab II Maksud dan Tujuan
Pada bab ini dijelaskan maksud dan tujuan dibuatnya Peraturan Perusahaan. Tujuan utarnanya antara lain untuk menjadi pedoman dan acuan dalam pengelolaan perusahaan, di mana di dalamnya memaparkan apa yang menjadi hak dan kewajiban an tara pengusaha dan pekerja. Berikut contoh penjelasan maksud dan tujuan peraturan perusahaan: "Menjelaskan hak-hak dan kewajiban masing-rnasing pihak yaitu an tara Perusahaan dan Karyawan atau Pegawai. Menciptakan dan juga sekaligus mengembangkan suasana kerja serta hubungan kerja yang harmonis antara Direksi atau Perusahaan dengan karyawan atau pegawai. Menentukan syarat-syarat kerja karyawan atau pegawai. Dengan dernikian akan tercipta suatu pengertian yang baik serta terpeliharanya motivasi kerja karyawan guna menunjang seluruh program dan sasaran perusahaan, yang di dalamnya sudah termasuk peningkatan kesejahteraan & keterampilan karyawan.
Bab III Formasi Penerimaan dan Promosi
Pada bab ini dijelaskan kebijakan dalam hal penerimaan tenaga kerja baru dan jenjang promosi yang akan diperoleh para pekerja. Biasanya terbagi ke dalam beberapa Pasal antara lain Pasal yang menjelaskan promosi, Pasal yang menjelaskan penerimaan karyawan, Pasal syarat-syarat penerimaan karyawan, Pasal yang menjelaskan status karyawan, dan kepentingan perusahaan. Contoh isi Pasal tentang persyaratan penerimaan karyawan misalnya menyebutkan bahwa persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon karyawan ditentukan dan diatur sepenuhnya oleh Perusahaan. Sebelum dimulainya hubungan kerja kepada calon karyawan akan diberitahukan Peraturan Perusahaan dan atau Perjanjian Kerja yang harus di tanda tangani oleh calon karyawan dan Perusahaan (kedua belah pihak).
Bab IV Ketentuan Alih Tugas dan Mutasi
Pada bab ini diuraikan lebih detil apa yang menjadi tugas-tugas pokok pekerja dan kebijakan apabila ada mutasi kerja. Contoh dalarn Peraturan Perusahaan mengenai alih tugas misalnya disebutkan bahwa setiap karyawan tidak dibenarkan mengalihkan tugasnya kepada orang lain atau mengambil alih tugas karyawan lainnya tanpa seizin atau perintah atasannya. Sedang mengenai mutasi, isi Pasalnya menyebutkan bahwa apabila atas pertimbangan perusahaan, seorang karyawan perlu dimutasikan kepada jabatan atau temp at yang lain, maka karyawan tersebut harus bersedia melakukannya. Perusahaan berhak untuk menentukan penempatan dan/atau mutasi sesuai dengan kemampuan dan keterampilan karyawan menurut hasil penelitian dan pengamatan Direksi atau pejabat yang ditunjuk.
Bab V Penggajian
Pada bab ini diuraikan kebijakan mengenai sistem penggajian dan skema kenaikan gaji secara periodik. Namun ketentuan mengenai gaji ini sangat bergantung pada kondisi perusahaan. Sebab itu umumnya Pasal yang menjelaskan mengenai penggajian biasanya menggunakan istilah berikut ini, bahwa sistem penggajian disusun oleh perusahaan atas dasar golongan­golongannya yang ketentuannya diatur berdasarkan keputusan Direksi.

Bab VI Tunjangan-tunjangan dan Bantuan-bantuan
Pada bab ini terdiri atas Pasal-Pasal yang menjelaskan mengenai tunjangan kecelakaan kerja, tunjang hari raya, bonus, makan siang, bantuan duka, dan lain-lain. Pada intinya keragaman uang tunjangan dijelaskan secara detil dalam bab ini.
Berikut contoh isi PP yang menjelaskan tunjangan kecelakaan. "Dalam hal terjadinya kecelakaan selama karyawan menjalankan tugas, Perusahaan akan melaksanakan ketentuan yang berlaku yang ditetapkan oleh pemerintah mengenai kecelakaan kerja, sebagaimana diatur dalam UU No.311992 & PP No. 14/1993. Ganti kerugian atas kecelakaan kerja seperti yang dimaksud dalam ayat 1 tersebut di atas berupa; Biaya pengangkutan karyawan dari tempat kecelakaan, Biaya perawatan dan pengobatan karyawan, Biaya penguburan karyawan dan Tunjangan kecelakaan". Contoh selengkapnya lihat PP terlampir.
Bab VII Penggunaan Kendaraan Dinas & Peraturan Perjalanan Dinas
Pada bab ini dijelaskan Pasal-Pasal yang menjelaskan mengenai penggunaan kendaraan dinas, serta peraturan perjalanan dinas. Contohnya sebagai berikut:
1.              Berdasarkan keputusan Direksi, Perusahaan menyediakan kendaraan dinas bagi karyawan tertentu untuk membantu kelancaran tugasnya bila dipandang perIu.
2.              Fasilitas penggunaan kendaraan dinas dapat diberikan dan dicabut sewaktu-waktu oleh Direksi.
3.              Karyawan yang memperoleh kendaraan dinas milik perusahaan disediakan penggantian bahan bakar, pelumas, service dan penggantian suku cadang yang aus berdasarkan peraturan pelaksanaan yang berlaku.
4.              Pajak-pajak dan asuransi atas kendaraan dinas ditanggung sepenuhnya oleh perusahaan.
5.              Penggunaan kendaraan dinas akan diatur secara terperinci dalam Petunjuk Pelaksanaan Perusahaan.
6.Penggantian bahan bakar, biaya service dan suku cadang yang aus terhadap kendaraan pribadi yang oleh karena sifat kepentingannya dipergunakan untuk dinas, ditentukan oleh Direksi.
Sedangkan ketentuan mengenai perjalanan dinas, contohnya sebagai berikut:
Perusahaan berhak menugaskan karyawan melakukan perjalanan dinas berdasarkan surat tugas dari Direksi atau Kepala bagian Personalia. Yang dianggap sebagai perjalanan dinas ialah:
1.             Perjalanan yang dilakukan dalam hubungannya dengan pekerjaan ke tempat atau kota lain yang jaraknya melebihi 80 Km dari tempat kedudukan Perusahaan.
2.             Semua biaya sehubungan dengan perjalanan dinas tersebut berupa biaya penginapan, makan, transportasi dan uang saku ditanggung oleh Perusahaan yang besarnya ditentukan berdasarkan Surat Keputusan Direksi.
3.             Selama melakukan perjalanan dinas karyawan tidak berhak memperoleh uang lembur, kecuali bagi para pengemudi yang ketentuannya diatur sesuai dengan peraturan pemerintah yang berlaku.
4.            Karyawan yang akan melakukan perjalanan dinas harus mengisi formulir Perjalanan Dinas yang harus disetujui minimal oleh kepala Departemen.
Bab VIII Peraturan Kerja
Pada bab ini terdiri atas Pasal-Pasal yang menjelaskan rnengenai ketentuan waktu kerja, ketentuan berbalangan hadir, cuti dan hari istirabat. Berikut contoh ketentuan Pasal menyangkut waktu kerja dan jam kerja.
1.            Waktu kerja normal adalah pukul 08.00 - 17.00, Senin sampai dengan Jumat. Dengan masa istirahat 1 (satu) jam pada pukul 1200- 1300.
2.             Waktu kerja untuk karyawan operasional dengan sistem shift atau bergilir diatur berdasarkan keputusan Direksi dan tidak lebih dari 40 jamlminggu.
3.            Melebihi ketentuan-ketentuan dalam point 2 diperhitungkan sebagai kerja lembur.
4.            Waktu berangkat dan pulang kerja tidak diperhitungkan sebagai waktu kerja.
5.            Perusahaan memberikan waktu secukupnya bagi karyawan yang memerlukan waktu untuk menunaikan ibadah (sholat).
6.            Jam kerja Perusahaan diatur lebih lanjut oleh Perusahaan dalam ketentuan Direksi sesuai dengan kebutuhan operasional Perusahaan.
7.            Karyawan tidak akan dipekerjakan pada hari-hari Iibur resrni yang telah ditentukan oleh yang berwenang selain karena kepentingan Perusahaan di mana karyawan yang bersangkutan diwajibkan untuk masuk kerja, yang akan diperhitungkan sebagai kerja lembur.
8.             Penyimpangan waktu kerja sehubungan dengan kebutuhan Perusahaan (Lembur, Shift dan malam hari) akan dirnohonkan izin dari DEPNAKER.
Bab IX Peraturan Lembur
Pada bab ini terdiri atas Pasal-Pasal yang menjelaskan tentang lembur dan pernbayaran uang lernbur. Contoh rnengenai ketentuan lernbur rnisalnya sebagai berikut: Setiap karyawan diminta senantiasa untuk bersedia bekerja lembur menurut kebutuhan Perusahaan, dalarn hal ini:
1.             Untuk memenuhi rencana kerja perusahaan.
2.             Suatu pekerjaan yang jika tidak dilaksanakan akan menimbulkan kerugian bagi perusahaan.
3.             Jika sewaktu ada pekerjaan yang harus diselesaikan segera, serta tidak dapat ditunda atau ditangguhkan lagi.
4.             Jika seorang pekerja regu harus melanjutkan pekerjaannya karena penggantinya berhalangan masuk bekerja.
5.             Karyawan yang diminta kerja lembur, kepadanya diharuskan mengisi formulir lembur yang disetujui oleh atasannya dan diketahui atau oleh Bagian Personalia.
6.             Kerja lembur ialah pekerjaan yang dilakukan pada hari-hari libur resmi atau istirahat mingguan atau dalam waktu yang lebih dari 8 (delapan) jam sehari dan atau 40 (empat puluh) jam dalam seminggu.
7.               Untuk karyawan yang melakukan kerja lembur (yang telah mengisi formulir lembur), akan diberikan gaji lembur kecuali karyawan yang karen a kedudukannya atau jabatannya digolongkan sebagai karyawan inti atau manajernen staf, sesuai dengan ketentuan Direksi dan Surat Edaran Dirjen Binawas No. 02/M/BW/1987.
8.               Karyawan dan staf manajemen yang tidak berhak mendapat penggantian uang lembur, yang bekerja pada hari-hari libur resmi atau istirahat akan mendapat penggantian hari libur.
9.               Karyawan yang bekerja lembur melewati jam 20.00 pada hari-hari kerja biasa atau melewati jam 13.00 pada hari-hari istirahat mingguan atau hari libur resmi, diberikan waktu istirahat selama maksimurn 1 (satu) jam. Yang bersangkutan akan mendapatkan makan yang layak dan cukup memenuhi syarat kesehatan atau dapat diganti dengan uang makan yang sarna nilainya. Waktu istirahat tidak diperhitungkan sebagai jam lembur.
9.            Bagi karyawan atau grup yang mendapat giliran kerja (shift) berlaku ketentuan jam kerja biasa, kecuali pada hari-hari libur resmi.
Sedangkan mengenai perhitungan uang lembur, contohnya sebagai berikut:
a.      Perhitungan uang lembur diatur sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku yaitu sebagai berikut:
b.      Pada hari kerj a biasa Untuk jam lembur pertama dibayar 1 ½  X gaji satu jam. Untukjam lembur selebihnya dibayar        2 x gaji satu jam.
c.       Pada hari-hari istirahat mingguan atau hari libur resmi
-          Untuk tiap jam lembur sampai batas 7 jam dibayar: 2 x gaji 1 jam (atau jam pertama bila hari libur jatuh pada hari kerja terpendek di an tara 6 hari kerja).
-          Untuk kerja lembur jam ke 8 (delapan) dibayar: 3 x gaji 1 jam (atau jam ketujuh bila hari libur jatuh pada hari kerja terpendek di antara 6 hari kerja).
-          Untukjam kesembilan dibayar: 4 x gaji 1 jam (atau jam ketujuh bila had libur Jatuh pada hari kerja terpendek di antara 6 hari kerja).
d.      Waktu lembur lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 60 menit dibulatkan menjadi 1 jam.
e.       Gaji ialah jurnlah keseluruhan yang dibayarkan di dalam satuan waktu yang sarna.
f.        Untuk menghitung gaji 1 jam adalah sebagai berikut:
-          Gaji satu jam bagi karyawan bulanan : 11173 x gaji satu bulan
-          Gaji satu jam bagi karyawan harian : 3120 x gaji satu han
-          Gaji satu jam bagi karyawan borongan: 117 x rata-rata hasil kerja sehari.

Bab X Waktu Istirahat, Cuti & Lain-lain
Pada bab ini dijelaskan mengenai waktu istirahat, cuti tabunan, cuti bersalin, gugur kandungan atau haid, cuti sakit, cuti khusus, cuti besar dan ketentuan libur lain sesuai kondisi perusahaan. Contoh mengenai isi Pasal yang mengatur waktu istirahat adalah sebagai berikut:
1.            Dalam seminggu, seorang karyawan diberikan istirahat untuk tidak bekerja maksimal 2 (dua) hari.
2.             Pada hari-hari Raya atau Hari Libur resmi yang ditetapkan oleh pemerintah, karyawan diliburkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Sedangkan contoh cuti tahunan, adalah sebagai berikut:
1.            Tiap karyawan berhak atas cuti tahunan selama 12 hari kerja dengan mendapat gaji apabila telah mempunyai masa kerja 12 bulan berturut­turut dalam Perusahaan.
2.             Hak cuti tidak bisa dikumpulkan.
3.            Hak cuti tahunan akan hangus apabila dalam waktu enam bulan setelah 1 tahun sejak berlakunya hak cuti tersebut karyawan tidak mempergunakan haknya tanpa mengajukan alasan yang dapat diterima oleh Perusabaan.
4.            Karyawan yang tidak menggunakan hak cutinya, maka cuti tahunan tersebut tidak dapat diberikan penggantian uang.
5.             Untuk kepentingan Perusahaan, Direksi dapat menetapkan cuti tahunan secara mas sal.
6.            Karyawan yang terlambat masuk kerja dari cuti dengan alasan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan, kepadanya dapat diambil tindakan disiplin, antara lain dengan teguran Surat Peringatan serta tindakan disiplin lainnya.
Bab XI Syarat-syarat Perlindungan, Keselamatan dan Perlengkapan Kerja
Pada bab ini diuraikan Pasal-Pasal yang menjelaskan tentang peralatan kerja dan perlengkapan kerja. Berikut ini contoh isi PP menyangkut ketentuan tentang perlengkapan kerja.
1.      Untuk melindungi keselamatan dan kesehatan kerja karyawan selama dalam menjalankan tugasnya, dalam keadaan dan oleh karena sifatnya dibutuhkan dan diharuskan menggunakan peralatan keselamatan kerja, peralatan tersebut akan disediakan oleh Perusabaan.
2.      Karyawan diwajibkan menggunakan, memelihara, rnenjaga, serta memeriksa alat-alat perlengkapan kerja, mesin-mesin, dan sebagainya sebelum dimulai dan sewaktu meninggalkan pekerjaannya.
3.      Kehilangan atau kerusakan peralatan kerja tersebut harus segera dilaporkan kepada atasannya atau Direksi.
4.             Pelanggaran atas ketentuan tersebut di atas dapat dikenakan sangsi hukuman berupa peringatan, skorsing atau pemecatan.
Sedangkan mengenai perlengkapan kerja, contoh isi PP adalah sebagai berikut.
1.             Kepada karyawan yang karena sifat dan tempat kerjanya memerlukan perlengkapan kerja yang lain sifatnya, dari alat-alat keselamatan kerja, maka perlengkapan tersebut akan disediakan oleh perusahaan.
2.             Karyawan yang oleh karena sifat dan tugasnya memerlukan pakaian kerja atau seragam, maka karyawan tersebut mendapatkannya dari perusahaan dan harus senantiasa dipakai selama jam kerja.
3.             Ketentuan mengenai macam, bentuk, penggunaan serta jumlah perlengkapan dan pakaian kerja ditemukan oleh Direksi at au pejabat yang ditunjukkannya.
Bab XII Kesejahteraan Karyawan
Pada bab ini terdiri atas Pasal-Pasal yang menjelaskan rnengenai kesejahteraan karyawan, antara lain menyangkut penggantian biaya pengobatan, pengobatan dan perawatan yang tidak ditanggung, koperasi karyawan, dan lain-lain. Berikut contoh Pasal yang menjelaskan penggantian biaya pengobatan. Bunyi Pasalnya adalah sebagai berikut: Setiap karyawan dan keluarganya berhak menerima bantuan pengobatan dan perawatan kesehatan untuk setiap gangguan kesehatan yang memerlukan pengobatan atau perawatan dokter, dengan memperhatikan ketentuan batas maksimum yang berlaku.
a.             Untuk karyawan wanita, tunjangan pengobatan dan perawatan kesehatan hanya diberikan kepada yang bersangkutan, kecuali peraturan per Undang-undangan menentukan lain dan kebijaksanaan Khusus Direksi.
b.             Perawatan kesehatan meliputi
-          Pemeriksaan dan pengobatan dari dokter yang ditunjuk atau disetujui oleh Perusahaan.
-          Pembelian obat-obatan berdasarkan resep dokter Pengobatan, perawatan rumah sakit.
-          Perawatan hamil, kelahiran dan keluarga berencana. Pemeriksaan laboratorium.
-          Perawatan dan pengobatan gigi
-          Perawatan mata dan pembelian kacamata (khusus karyawan).
-          Frame kacamata dapat diganti 2 tahun sekali, lensa 1 tahun sekali.
-          Kacamata pecah atau rusak dalam menjalankan tugas atau dinas dan dinyatakan tertulis oleh atasannya bisa dapat pengecualian.
-          Kecelakaan di luar jam-jam dinas dan lainnya yang sejenisnya.
-          Perawatan Keguguran gugur kandung
-          General Chek-up (khusus karyawan) sekali setahun, apabila diperlukan oleh Perusahaan atas saran dokter.
c.               Biaya pengobatan yang dapat diganti oleh perusahaan adalah sebesar 100% dari bukti-bukti yang eliajukan atas pengobatan jalan bagi dirinya dan keluarganya dengan pembatasan penggantian dalam mas a 1 tahun menurut perincian sebagai berikut:
1)             Karyawan kontrak staf atau non staf yang masih lajang jurnlah pengobatan Rp850.000,- per tahun.
2)             Karyawan Kontrak Staf at au Non Staf yang sudah berkeluarga jurnlah pengobatannya berjurnlah Rp 1.000.000,- per tahun.
3)             Karyawan tetap dengan golongan I - XI jumlah pengobatan Rp1.400.000,-per tahun untuk lajang dan tambahan masing-rnasing Rp350.000 setiap tanggungannya (maksimum sId anak ke III)
4)             Karyawan tetap dan keluarga dengan golongan XII -XV jurnlah pengobatan Rp3.500.000,- per tahun.
d.              Bagi karyawan dan keluarganya telah ditutup suatu asuransi perawatan eli rumah sakit dan kelahiran anak ketiga, dengan menunjuk Perusahaan Asuransi yang baik atau dibiayai langsung oleh Perusahaan.
e.               Apabila seorang karyawan atau anggota keluarganya memerlukan perawatan di rumah sakit, biaya perawatan akan dibayar oleh perusahaan Asuransi dengan ketentuan-ketentuan dalam polisnya.
f.                Kuitansi pengobatan dan perawatan harus segera di klaim ke perusahaan, apabila lebih dari 2 (dua) bulan maka kuitansi tersebut tidak berlaku dan tidak mendapat penggantian dari perusahaan.
g.             Karyawan dalam masa percobaan dan karyawan harian tidak berhak mendapatkan penggantian biaya pengobatan dan perawatan kesehatan kecuali ditentukan lain berdasarkan kebijaksanaan Direksi.
Bab XIII Tata Tertib
Pada bab ini terdiri atas Pasal yang menjelaskan aturan tata tertib perusahaan. Berikut contoh aturan tata tertib dalam sebuah perusahaan:
1.           Setiap karyawan diwajibkan senantiasa memperhatikan kepentingan perusahaan dengan sebaik-baiknya, membaca dan menaati setiap edaran, pengumuman dan perintah yang dikeluarkan oleh Direksi.
2.            Setiap karyawan harus berada di tempat tugas pada waktunya, kecuali melaksanakan tugas-tugas di luar tempat kerjanya atau atas izin Direksi atau atasannya langsung.
3.            Setiap karyawan diwajibkan untuk mencatatkan kehadirannya pada mesin pencatat kehadiran pada waktu masuk maupun pulang kerja dan harus dilakukan oleh karyawan sendiri.
4.            Setiap karyawan akan senantiasa bersikap sopan, rajin, serta mampu bekerja sama dengan atasannya atau karyawan lainnya dalam menunaikan tugasnya.
5.            Bersikap aktif, dinamis, cermat dan teliti dalam tugas serta berusaha menjaga kualitas hasil pekerjaannya supaya tetap baik.
6.            Turut menjaga dan memelihara keutuhan milik Perusahaan serta alat-alat dan perlengkapan-perlengkapan kerja lainnya.
7.            Turut memelihara kebersihan lingkungan kerja dan menjaga kesehatan diri dari penyakit-penyakit menular.
8.            Memegang teguh rahasia-rahasia Perusahaan terhadap siapa pun, melakukan dengan baik dan secara pribadi, tugas-tugas yang diberikan di luar tugas rutin sehari-harinya.
9.            Segera melaporkan bila ada sesuatu hal yang membahayakan karyawan atau perusahaan dan atau kejadian-kejadian lainnya yang bisa menimbulkan kerugian perusahaan.
10.        Ikut memberikan cara-cara yang baik dan efektif atas pekerjaannya demi kemajuan dan perkembangan perusahaan lebih lanjut.
11.Bila diperlukan oleh perusahaan, bersedia mematuhi ketentuan pemindahan pekerjaan atau tugas, sesuai dengan pengalarnan sebelumnya atau setingkat dengan pekerjaannya yang lalu (tanpa ada penurunan gaji).
12.        setiap karyawan selarnbat-lambatnya 2 (dua) minggu harus segera melaporkan secara tertulis kepada perusahaan atau bagian Human Resources setiap perubahan akan status dirinya, susunan keluarganya, alamat temp at tinggal dsb.
Bab XIV Sanksi Atas Pelanggaran
Pada bab ini terdiri atas Pasal yang menguraikan tentang sanksi dan jenis pelanggaran. Berikut contoh ketentuan sanksi dan pelanggaran dalam sebuah perusahaan:
1.            Setiap karyawan yang melanggar peraturan perusahaan serta peraturan pelaksanaannya, khususnya mengenai ketentuan tat a tertib dapat dikenakan sanksi berupa:
a.            Peringatan lisan
b.            Sanksi Administrasi (Surat Pemberitahuan I, II, III)
c.             Pemutusan Hubungan Kerja
2.            Setiap surat peringatan tertulis berlaku untuk jangka waktu minimal 2 (dua) bulan maksimal6 (enam) bulan
3.            Setiap peringatan yang diberikan kepada seorang karyawan tidak selamanya bertabap, akan tetapi dapat diberikan secara lang sung atau bahkan mungkin surat pemberhentian, tergantung dari berat ringannya kesalahan atau pelanggaran yang dilakukan seorang karyawan.
4.            Pada hari karyawan mangkir maka padanya akan diberikan surat peringatan atau gajinya dipotong sebanyak hari-hari karyawan mangkir, bila karyawan mangkir 5 (lima) hari kerja berturut-turut, karyawan dianggap mengundurkan diri, padanya tidak berlaku pembayaran kompensasi dalam bentuk apapun dan akan diproses sesuai prosedur UU No. 12 Tahun 1964.
5.            Bagi karyawan yang mendapat surat peringatan dari perusahaan akibat kesalahan atau pelanggaran yang dibuatnya, kepada mereka dapat dikenakan pengurangan atas nilai prestasi kerja,
6.            Pengurangan atas nilai prestasi kerja karyawan berakibat:
-          Pembebasan tugas sementara (skorsing)
-          Pemindahan atau pelepasan jabatan. Penundaan kenaikan gaji.
-          Penundaan kenaikan pangkat atau jabatan.
-          Pencabutan fasilitas-fasilitas tertentu.
7.             Perbuatan atau pelanggaran yang mengakibatkan kerugian bagi perusahaan, maka penggantian kerugian akan dibebankan kepada karyawan yang bersangkutan, sedapat mungkin dengan pemotongan gajinya, namun tidak boleh lebih dari 20% dari gaji pokok.
Bab XV Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) & Pesangon, Uang Jasa & Ganti Rugi.
Pada bab ini terdiri atas Pasal-Pasal yang menjelaskan ketentuan PHK, Pesangon, Uang Jasa dan Ganti Rugi. Untuk lebih jelasnya lihat contoh ketentuan PHK berikut ini.
1)              Pemutusan hubungan kerja dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku mengenai pemutusan hubungan kerja pada perusahaan swasta yaitu berdasarkan UU No. 12 Tahun 1964 dengan pedoman pelaksanaannya PER-03IMENI1996.
2)            Pemutusan hubungan kerja tidak dapat dilaksanakan jika:
a.             Karyawan berhalangan menjalankan pekerjaan karen a sakit menurut keterangan dokter dalam waktu yang tidak melampaui 12 bulan terus menerus.
b.             Karyawan berhalangan menjalankan pekerjaannya disebabkan memenuhi kewajiban terhadap negara at au ketentuan yang ditetapkan atau disetujui oleh pernerintah.
c.             Karyawan diberikan izin atau cuti atau dispensasi lain berdasarkan persetujuan yang diberikan oleh direksi.
3)            Hubungan kerja putus demi hukum jika karyawan yang bersangkutan telah bekerja untuk suatu jangka waktu tertentu dan apabila waktu yang ditentukan tersebut telah berakhir. Dalam hal ini karyawan tersebut tidak berhak atas pesangon atau ganti rugi berupa apapun juga.
4)            Apabila karyawan bermaksud untuk memutuskan hubungan kerjanya dengan perusahaan, yang bersangkutan diharuskan mengajukan permohonan tertulis terlebih dahulu kepada Direksi dengan memperhatikan tenggang waktu paling sedikit satu bulan sebelumnya.
5)Kepada karyawan yang mengajukan permohonan pengunduran diri seperti dimaksud di atas (4.1), akan diberhentikan dengan hormat tanpa uang pesangon, uang jasa maupun ganti rugi lainnya kecuali apabila karyawan telah bekerja sekurang-kurangnya lima tahun berturut-turut dan menurut penilaian perusahaan selama waktu tersebut karyawan mempunyai prestasi kerja yang baik, maka akan diberikan uang pisah sebagai berikut:
·               Masa kerja 5 - 10 tahun : 2 bulan gaji.
·               Masa kerja > 10 - 15 tahun : 4 bulan gaji.
·               Masa kerja >15 tahun, dst : 6 bulan gaji.
6)            Apabila perusahaan bermaksud memutuskan hubungan kerja dengan karyawan karena alasan kemampuan perusahaan yang tidak mengizinkan dan atau alasan-alasan khusus lainnya, maka Direksi berhak memutuskan hubungan kerja dengan karyawan yang bersangkutan dan dilaksanakan sesuai dengan prosedur UU No. 12 Tahun 1964 dengan pedoman pelaksanaan PER -03/MENIl996.
7)             Kepada karyawan yang diberhentikan dengan hormat akan diberikan pesangon, uang jasa danJatau ganti rugi lainnya.
8)            Pada dasarnya perusahaan akan mencegah timbulnya pemutusan hubungan kerja yang dilakukan tanpa dasar atau alasan yang kuat. Apabila setelah dilakukan segala usaha ternyata pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindarkan, maka pemutusan hubungan kerja akan dilakukan secara musyawarah. Jika musyawarah tidak dapat ditempuh maka penyelesaiannya akan dilaksanakan melalui izin P4D, dan untuk pemutusan hubungan kerja secara massal (sepuluh orang lebih) pelaksanaannya akan dilakukan melalui izin P4D.
9)             Izin-izin tersebut tidak diperlukan jika:
a.             Pemutusan hubungan kerja untuk calon karyawan dalam masa percobaan;
b.             Hubungan kerja yang dilakukan untuk jangka waktu tertentu, apabila waktu yang ditentukan tersebut telah berakhir;
c.              Karyawan mengundurkan diri atas permohonan sendiri;
d.             Karyawan telah mencapai batas usia pensiun yang telah ditetapkan dalam Peraturan Perusahaan.
Bab  XVI Keluhan atau Pengaduan Karyawan
Pada bab ini terdiri atas Pasal yang menjelaskan tentang prosedur keluhan atau pengaduan karyawan. Contoh isi Pasalnya adalah sebagai berikut:
1.               Apabila karyawan menganggap bahwa perlakuan terhadapnya dirasa tidak adil atau tidak wajar serta bertentangan dengan tata tertib Perusahaan, maka yang bersangkutan dapat mengajukan keluhan atau pengaduan kepada atasan langsung.
2.               Apabila keluhan atau pengaduan tersebut belum dapat diselesaikan dengan memuaskan, maka keluhan atau pengaduan tersebut dapat diteruskan kepada Direksi melalui Bagian Personalia. Keputusan Direksi merupakan keputusan terakhir dalam perusahaan.
Bab XVII Penutup
Pada bagian penutup isi Pasalnya menekankan tentang perlunya mengetahui isi PP bagi seluruh karyawan serta masa berlakunya Peraturan Perusahaan. Berikut contoh isi penutup sebuah PP dalam sebuah perusahaan:
a.         Peraturan Perusahaan ini berlaku selama 2 (dua) tahun, terhitung sejak tang gal ditetapkan dan disahkan dalam surat pengesahan Peraturan Perusahaan ini oleh Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
b.          Segala peraturan dan ketentuan-ketentuan terdahulu yang bertentangan dengan isi peraturan perusahaan ini dinyatakan tidak berlaku lagi sejak ditetapkannya Peraturan Perusahaan ini.
c.         Segala sesuatu yang tidak atau belum diatur dalam Peraturan Perusahaan im akan diatur dan ditetapkan sewaktu-waktu kemudian dengan ketentuan bahwa Direksi berhak untuk menambah atau mengurangi serta merubah ketentuan-ketentuan dalam peraturan-peraturan ini, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah. Oleh karenanya karyawan harus tetap tunduk pada peraturan-peraturan ini beserta seluruh perubahan atau tambahan terlampir.
Demikianlah tentang ketentuan pembuatan PP. Bagi yang mgm tahu lebih dalam silakan lihat lamp iran contoh PP.

R A N G K U M A N
1.                Peraturan Perusahaan merupakan aturan tertulis yang dibuat oleh pengusaha dan komponen pegawai untuk mengatur tata tertib, tanggung jawab dan hak-hak karyawan serta tanggung jawab dan hak-hak pengusaha terhadap karyawan di perusahaan.
2.                Pembuatan Peraturan Perusahaan dilakukan oleh pihak pengusaba, dengan memperhatikan saran dan pertimbangan dari wakil pekerja atau buruh.
3.             Ada beberapa syarat yang barus dipenuhi dalam pembuatan peraturan perusahaan, yaitu:
-          dalam perusahaan telah terbentuk Serikat Pekerja atau Serikat Buruh maka wakil pekerja atau buruh adalah pengurus Serikat Pekerja atau Serikat Buruh bersangkutan.
-          Jika belum terbentuk Serikat Pekerja atau Serikat Burub, maka wakil pekerja atau buruh dipilih secara demokratis oleh pekerja atau burub agar dapat mewakili kepentingannya.
-          Perusahaan yang mempekerjakan pekerja atau buruh sekurang­kurangnya 10 orang dan belum merniliki Perjanjian Kerja Bersama, wajib membuat Peraturan Perusahaan. Sesuai dengan Pasal5 ayat (2) Undang-Undang No. 21 Tahun 2000.
4.             Peraturan Perusahaan yang dibuat pengusaha sekurang-kurangnya memuat: Hak dan kewajiban pengusaha; Hak dan kewajiban pekerja atau buruh; Syarat kerja; Tata tertib perusahaan; dan Jangka waktu berlakunya peraturan perusabaan.
5.Masa berlaku peraturan perusahaan paling lama 2 (dua) tahun dan wajib diperbaharui setelab masa berlakunya habis (tidak boleh diperpanjang). Peraturan perusahaan yang selesai dibuat, harus segera disabkan dalam waktu 30 hari dan diajukan ke menteri yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan atau pejabat lain yang ditunjuk untuk dimintakan pengesaban.

  

KEGIATAN BELAJAR 2
Mengenal Perjanjian Kerja Bersama
A.            SELAYANG PANDANG TENTANG PERJANJIAN KERJA BERSAMA
Perjanjian kerja bersama diatur dalam BAB XI Bagian Ketiga Undang-­undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Perjanjian kerja bersama dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 telah mencabut berlakunya Undang-undang Nomor 21 Tahun 1954 tentang Perjanjian Perburuhan antara Serikat Buruh dan Majikan. Ketentuan Perjanjian Kerja Bersama lebih sesuai dengan keadaan sekarang sebab sudah mengatur lebih dari satu serikat Pekerja atau Serikat Buruh pada satu Perusahaan, sedangkan perjanjian perburuhan belum mengatur lebih dari satu serikat pekerja atau serikat buruh pada satu perusahaan. Untuk mengenal lebih jauh perjanjian kerja bersama perlu diketahui sejarah perjanjian perburuhan terlebih dahulu. Perjanjian perburuhan adalah perjanjian antara serikat buruh atau serikat­serikat buruh dengan majikan atau majikan-majikan yang berlaku sebagai kebiasaan. Kemudian pada abad XIX pertengahan kedua, mengikat sebagai Hukum Kebiasaan. Pengaturan dalam perundang-undangan diadakan oleh Pemerintah Hindia Belanda. Pada Tahun 1926 yaitu dalam Pasal 1601 n ayat 2 Burgerlijk Wetboek (BW) diatur sebagai berikut:
"Yang dinamakan Persetujuan Perburuhan Kolektif adalah suatu Peraturan yang dibuat oleh seorang majikan atau lebin ataupun suatu Perkumpulan Majikan atau lebih yang berbentuk badan hukum di satu pihak dan suatu perkumpulan buruli atau lebih yang berbentuk badan hukum tentang syarat-syarat pekerjaan yang harus di indahkan sewaktu membuat persetujuan perburuhan".
Dengan adanya Undang-undang Nomor 21 Tahun 1954 tentang Perjanjian Perburuhan, maka Pasal 1601 n ayat (2) KUH Perdata dianggap tidak berlaku lagi. Pada Tahun 1985 Perjanjian Perburuhan diubah namanya menjadi Kesepakatan Kerja Bersama (KKB), namun isinya sama dengan Perjanjian Perburuhan. Hal ini dapat diketahui dari bunyi Pasal 1 huruf a Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nornor : PER-0I/MEN/1985 tentang pelaksanaan Tata Cara Pembuatan Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) sebagai berikut.
"Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) adalah Perjanjian Perburuhan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1954".
Berhubung Undang-undang Nornor 21 Tahun 1954 tentang Perjanjian Perburuhan belurn rnengatur peri hal perjanjian kerja bersarna maka undang­undang tersebut diganti dengan undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang dalam BAB Xl-nya rnengatur tentang Perjanjian Kerja Bersama.
B. PENGERTIAN PERJANJIAN KERJA BERSAMA
Perjanjian Kerja Bersama (PKB) adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara Serikat Pekerja atau Serikat Buruh atau beberapa Serikat Pekerja atau Serikat Buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang mernuat syarat-syarat kerja, serta hak dan kewajiban kedua belah pihak. Istilah yang dipergunakan sebelum berlakunya Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 untuk Perjanjian Kerja Bersama adalah Kesepakatan Kerja Bersama, sedang Undang-Undang No. 21 Tahun 1954 menggunakan istilah Perjanjian Perburuhan untuk rnenunjuk maksud yang sarna. Perjanjian Kerja Bersarna rnerupakan hasil perundingan para pihak yang terkait yaitu Serikat Pekerja atau Serikat Buruh atau beberapa Serikat Pekerja atau Serikat Buruh dengan pengusaha atau beberapa pengusaha yang rnengatur syarat­syarat kerja, serta hak dan kewajiban masing-masing pihak. Perjanjian Kerja Bersama tidak hanya mengikat para pihak yang membuatnya yaitu Serikat Pekerja atau Serikat Buruh dan pengusaha saja tetapi juga rnengikat pihak ketiga yang tidak ikut dalam perundingan yaitu pekerja atau buruh, terlepas dari apakah pekerja atau buruh tersebut menerima atau menolak isi perjanjian kerja bersarna dan apakah pekerja atau buruh rnenjadi anggota Seikat Pekerja atau Serikat Buruh yang berunding atau tidak.
Penggunaan istilah bersama dalam perjanjian kerja bersama ini rnenunjuk pada kekuatan berlakunya perjanjian yaitu mengikat pengusaha, atau beberapa pengusaha, Serikat Pekerja atau Serikat Buruh dan pekerja atau buruh itu sendiri. Penggunaan istilah tersebut bukan menunjuk bersama dalarn arti seluruh pekerja atau buruh ikut berunding dalam pernbuatan perjanjian kerja bersama karena dalam proses pembuatan perjanjian kerja bersama pekerja atau buruh bukan merupakan pihak dalam berunding.
Pembuatan perjanjian kerja bersama dilakukan secara musyawarah an tara para pihak yang berunding. Apabila musyawarah tidak mencapai Perjanjian tentang suatu hal maka penyelesaiannya dilakukan melalui mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Perjanjian kerja bersama harus dibuat dalam bentuk tertulis dengan huruf latin dan menggunakan bahasa Indonesia. Dalam hal perjanjian kerja bersama dibuat bukan dengan bahasa Indonesia maka harus diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh penerjemah resmi yang telah disumpah dan hasil terjemahan tersebut dianggap sebagai perjanjian kerja bersama yang telah memenuhi syarat perundang-undangan. Dalam satu perusahaan hanya boleh dibuat 1 (satu) perjanjian kerja bersama yang berlaku untuk pengusaha dan semua pekerja atau buruh diperusahakan tersebut.
Definisi Perjanjian Kerja Bersama
Adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja atau serikat buruh atau beberapa serikat pekerja atau serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat keria, hak dan kewajiban kedua belah pihak

C.     DASAR HUKUM PERJANJIAN KERJA BERSAMA
Dasar hukum Perjanjian Kerja Bersama seperti di bawah ini:
a.               Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
b.               Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor : KEP- 48/MEN/IV 12004 tanggal 8 April 2004 ten tang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama.
c.               Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja at au Serikat Buruh.

D.     FUNGSI DAN MANFAAT PERJANJIAN KERJA BERSAMA
Adapun Fungsi Perjanjian Kerja Bersama adalah sebagai berikut:
a.             Memudahkan pekerja atau buruh untuk membuat perjanjian kerja.
Sebelum adanya lembaga perjanjian kerja bersama, pekerja atau buruh pada waktu membuat perjanjian kerja harus merumuskan dan menentukan sendiri hak-hak dan kewajiban-kewajibannya dengan pengusaha. Dengan adanya lembaga perjanjian kerja bersama yang merupakan pedoman dan peraturan induk mengenai hak dan kewajiban bagi pekerja atau buruh dan pengusaha yang menyangkut kedudukan hukum pekerja atau buruh sebagai anggota serikat pekerja atau serikat buruh, maka pekerja atau buruh akan mudah membuat perjanjian kerja, meskipun sederhana, karena kedudukan hukurnnya telah terjamin dalarn hubungan kerja yang di timbulkan oleh Perjanjian Kerja. Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa pekerja atau buruh pada umumnya buta akan hukum untuk membuat perjanjian kerja, sehingga dengan adanya perjanjian kerja bersama, kedudukan pekerja atau buruh secara yuridis dapat di pertanggungjawabkan. Oleh karen a itu, menjadi tugas serikat pekerja atau serikat buruh kalau perlu dengan ahli hukum untuk merumuskan kedudukan hukum pekerja atau buruh sebagai anggota serikat pekerja atau serikat buruh di dalam perjanjian kerja bersama yang diadakan an tara pengusaha dengan serikat pekerja atau serikat buruh.
b.Sebagai jalan          keluar dalam hal perundang-undangan Ketenagakerjaan belum mengatur hal-hal yang baru atau menunjukkan kelemahan-kelemahan di bidang tertentu. Seperti diketahui bahwa perundang-undangan ketenagakerjaan belum mengatur selengkapnya atau kalau sudab mengatur keseluruban, ternyata terbelakang dari kemajuan masyarakat, dengan demikian masyarakat perjanjian kerja bersama dapat melengkapi atau mengaturnya.
c.              Sebagai sarana untuk menciptakan ketenangan kerja bagi pekerja atau buruh derni kelangsungan usaha bagi perusahaan.
d.             merupakan partisipasi pekerja at au buruh dalam penentuan atau pembuatan kebijaksanaan pengusaha dalam bidang ketenagakerjaan.
Manfaat disusunnya Perjanjian Kerja Bersama oleh pengusaha adalah
a.             Baik pekerja atau buruh maupun pengusaha akan lebih mengetahui dan memahami hak dan kewajibannya masing-masing.
b.             Mengurangi timbulnya perselisihan industrial atau hubungan ketenagakerjaan sehingga dapat menjamin kelancaran proses produksi dan peningkatan usaha.
c.             Membantu ketenangan kerja dan mendorong semangat para pekerja atau buruh sehingga lebih tekun, rajin, dan produktif dalam bekerja.
d.             Pengusaha dapat menyusun rencana-rencana pengembangan perusahaan selama masa berlakunya Perjanjian Kerja Bersama.
e.             Dapat menciptakan suasana musyawarah dan kekeluargaan dalam perusahaan.
E.           PARA PIHAK DALAM PEMBUATAN PERJANJIAN KERJA BERSAMA
Perjanjian Kerja Bersama dibuat dengan cara musyawarah antara pengusaha atau beberapa pengusaha dengan Serikat Pekerja atau Serikat Buruh atau beberapa Serikat Pekerja atau Serikat Buruh yang telah tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan. Apabila dalam satu perusahaan hanya terdapat 1 (satu) Serikat Pekerja atau Serikat Buruh maka Serikat Pekerja atau Serikat Buruh tersebut berhak mewakili pekerja atau buruh dalam pembuatan perjanjian kerja bersama dengan pengusaha jika memiliki anggota lebih dari 50% dari seluruh pekerja atau buruh yang ada di perusahaan bersangkutan. Keanggotaan Serikat Pekerja atau Serikat Buruh tersebut harus dibuktikan dengan kartu anggota. Apabila anggota Serikat Pekerja atau Serikat Buruh tersebut kurang dari 50% dari seluruh pekerja atau buruh yang ada di perusahaan maka Serikat Pekerja atau Serikat Buruh dapat mewakili pekerja atau buruh dalam pembuatan perjanjian kerja bersama jika memperoleh dukungan lebih dari 50% dari seluruh jumlah pekerja atau buruh yang ada di perusahaan bersangkutan melalui pemungutan suara. Apabila dukungan sebesar lebih dari 50% tidak tercapai dalam pemungutan suara maka perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama tidak dapat dilaksanakan.
Setelah melampaui waktu 6 (enam) bulan sejak pemungutan suara tersebut dilakukan, Serikat Pekerja atau Serikat Buruh bersangkutan dapat mengajukan kembali permintaan untuk berunding dengan pengusaha dalam pembuatan perjanjian kerja bersama dengan tetap disyaratkan memperoleh dukungan lebih dari 50% dari seluruh pekerja atau buruh yang dibuktikan dalam pemungutan suara ulangan. Pemungutan suara untuk memperoleh dukungan diselenggarakan oleh panitia yang terdiri wakil-wakil pekerja atau buruh, dan pengurus Serikat Pekerja atau Serikat Buruh yang disaksikan oleh pengusaha dan pejabat yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan. Sedangkan apabila di satu perusahaan terdapat lebih dari 1 (satu) Serikat Pekerja atau Serikat Buruh maka yang berhak mewakili pekerja atau buruh dalam pembuatan perjanjian kerja bersama adalah Serikat Pekerja atau Serikat Buruh yang mempunyai anggota lebih dari 50% dari seluruh pekerja atau buruh yang ada di perusahaan bersangkutan. Apabila ketentuan keanggotaan minimal ini tidak ada yang memenuhi, maka Serikat Pekerja atau Serikat Buruh yang ada di perusahaan tersebut dapat melakukan koalisi sehingga tercapai jumlah dari 50% dari seluruh pekerja atau buruh yang ada. Apabila dengan kedua prosedur tersebut jumlah keanggotaan sebesar 50% tidak terpenuhi maka Serikat Pekerja atau Serikat Buruh yang ada membentuk tim perunding yang keanggotaannya ditentukan secara proporsional berdasarkan jumlah anggota dari masing-masing Serikat Pekerja atau Serikat B uruh.
F. MATERI ATAU lSI PERJANJIAN KERJA BERSAMA
Perjanjian Kerja Bersama yang dibuat oleh para pihak sekurang­-kurangnya memuat:
a.             Hak dan kewajiban pengusaha;
b.             Hak dan kewajiban Serikat Pekerja atau Serikat Buruh serta pekerja atau buruh;
c.             Jangka waktu dan tanggal berlakunya perjanjian kerja bersama;
d.            Tanda tangan para pihak pembuat perjanjian kerja bersama.
Apabila ada ketentuan dalam perjanjian kerja bersama yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka ketentuan dalam perjanjian kerja bersama tersebut batal demi hukum dan yang diberlakukan adalah ketentuan-ketentuan yang ada dalam peraturan perundang-undangan. Baik, Pengusaha, Serikat Pekerja atau Serikat Buruh dan pekerja atau buruh wajib melaksanakan semua ketentuan-ketentuan yang ada dalam perjanjian kerja bersama. Pengusaha diwajibkan untuk mencetak dan membagikan naskah perjanjian kerja bersama kepada setiap pekerja atau buruh atas biaya perusahaan. Pelanggaran untuk mencetak dan mernbagi naskah perjanjian kerja bersama dapat berakibat pengusaha bersangkutan dikenai sanksi administratif. Pengusaha dan Serikat Pekerja atau Serikat Buruh wajib memberitahukan isi perjanjian kerja bersama kepada seluruh pekerja atau buruh yang ada di perusahaan bersangkutan.
151 PERJANJIAN KERJA BER5AMA
·                      Mukadimah
·                      Ruang lingkup
·                      Kewajiban
·                      Pengakuan hak-hak
·                      Hubungan kerja
·                      Han kerja-Jam kerja
·                      Kebebasan dan kewajiban bekerja
·                      Pengupahan
·                      Perawatan dan pengobatan
·                      Jaminan sosial dan kesejahteraan
·                      Peningkatan keterampilan
·                      Tata tertib kerja
·                      Penyelesaian keluh kesah
·                      PHK
·                      Masa berlaku, perubahan perpanjangan
·                      Ketentuan penutup
G.           JANGKA WAKTU BERLAKUNYA PERJANJIAN KERJA BERSAMA
Perjanjian Kerja Bersama dibuat untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang masa berlakunya untuk paling lama 1 (satu) tahun berdasarkan Perjanjian tertulis antara pengusaha dan Serikat Pekerja atau Serikat Buruh. Perjanjian Kerja Bersama mulai berlaku pada tanggal penandatanganan kecuali ditentukan lain dalam perjanjian kerja bersama tersebut. Setelah ditandatangani oleh para pihak yang membuatnya, Perjanjian Kerja Bersama didaftarkan oleh pengusaha ke instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan. Apabila selama masa berlakunya Perjanjian Kerja Bersama kedua pihak sepakat untuk mengadakan perubahan maka perubahan tersebut merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Perjanjian Kerja Bersama yang sedang berlaku. Jika mas a berlaku Perjanjian Kerja Bersama akan habis maka perundingan kembali untuk membuat Perjanjian Kerja Bersama berikutnya dapat dimulai paling cepat 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya Perjanjian Kerja Bersama yang sedang berlaku. Apabila perundingan ini tidak mencapai Perjanjian sampai batas waktu berlakunya Perjanjian Kerja Bersama yang sedang berjalan habis, maka Perjanjian Kerja Bersama yang sedang berlaku tetap berlaku untuk paling lama 1 (satu) tahun berikutnya.
Apabila setelah berakhirnya masa berlaku Perjanjian Kerja Bersama akan dilakukan perpanjangan atau akan diperbaharui dan di perusahaan tersebut cuma ada satu Serikat Pekerja atau Serikat Buruh maka perpanjangan atau pembaharuan tidak perlu mensyaratkan ketentuan keanggotaan atau dukungan lebih dari 50% dari seluruh jumlah pekerja atau buruh yang ada diperusahakan tersebut. Akan tetapi jika di perusahaan tersebut terdapat lebih dari 1 (satu) Serikat Pekerja at au Serikat Buruh dan Serikat Pekerja atau Serikat Buruh yang dulu berunding tidak lagi memenuhi persyaratan keanggotaan, maka perpanjangan atau pembaharuan Perjanjian Kerja Bersama dilakukan oleh Serikat Pekerja atau Serikat Buruh yang anggotanya lebih dari 50% dari seluruh jumlah pekerja atau buruh bersama­sarna dengan Serikat Pekerja atau Serikat Buruh yang membuat perjanjian kerja bersama terdahulu. Dalam hal tidak ada satupun Serikat Pekerja atau Serikat Buruh yang memenuhi syarat keanggotaan minimal, maka dilakukan koalisi Serikat Pekerja atau Serikat Buruh yang ada hingga mencapai syarat keanggotaan 50% dari seluruh pekerja atau buruh atau dibentuk tim perunding yang anggotanya ditentukan secara proporsional berdasarkan jumlah anggota masing-rnasing Serikat Pekerja atau Serikat Buruh bersangkutan.
Apabila karena satu dan lain hal terjadi pembubaran Serikat Pekerja atau Serikat Buruh atau terjadi pengalihan kepernilikan perusahaan maka Perjanjian Kerja Bersama masih tetap berlaku sampai jangka waktunya habis bila terjadi penggabungan perusahaan (merger) dan masing-masing perusahaan yang bergabung mempunyai Perjanjian Kerja Bersama maka perjanjian kerja yang berlaku adalah Perjanjian Kerja Bersama yang lebih menguntungkan pekerja atau buruh. Jika penggabungan perusahaan tersebut dilakukan antara perusahaan yang mempunyai Perjanjian Kerja Bersama dengan perusahaan yang tidak mempunyai Perjanjian Kerja Bersama maka Perjanjian Kerja Bersama masih tetap berlaku pada perusahaan hasil penggabungan sampai dengan berakhimya jangka waktu perjanjian kerja bersarna.
Selama di suatu perusahaan masih ada Serikat Pekerja atau Serikat Buruh maka pengusaha dilarang mengganti Perjanjian Kerja Bersama dengan peraturan perusahaan. Apabila Serikat Pekerja atau Serikat Burub tidak ada lagi di dalam perusahaan dan Perjanjian Kerja Bersama diganti dengan peraturan perusahaan maka ketentuan yang ada di dalam peraturan perusahaan tidak boleh lebih rendah dari ketentuan yang ada dalam Perjanjian Kerja Bersama yang digantikan.
H. TATA CARA PEMBUATAN PERJANJIAN KERJA BERSAMA
Sejak diratifikasinya Konvensi ILO No. 87 Tahun 1948 melalui Keputusan Presiden No. 83 Tahun 1998 dan ditetapkannya UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja atau Serikat Buruh sangat mempengaruhi perkembangan jumlah Serikat atau Serikat Buruh. Dalam suatu perusahaan dimungkinkan terbentuk lebih dari satu Serikat Pekerja atau Serikat Buruh, sehingga untuk pembuatan perjanjian kerja bersama mengalarni banyak perubahan.
Ketentuan yang mengatur tentang Perjanjian Kerja Bersama (PKB) seperti yang ditetapkan dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pada Bab XI tentang Hubungan Industrial, Bagian Ketujuh, tentang Perjanjian Kerja Bersama, dari Pasal 116 sampai dengan Pasal 135 dan ketentuan pelaksanaannya ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kerja dan Transmigrasi No. : Kep. 48/MEN/IV/2004, yang pengaturannya secara garis besar dapat disampaikan sebagai berikut:
a.             PKB dibuat oleh SP/SB atau beberapa SP/SB yang telah tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaba atau beberapa pengusaba dan harus dibuat secara tertulis dengan huruf latin dan menggunakan bahasa Indonesia.
c.              Penyusunan PKB dilaksanakan secara musyarawarah, dimulai dengan menyepakati tata tertib perundingan yang sekurang-kurangnya rnernuat, tujuan pembuatan tata tertib, susunan tim perunding, lamanya masa perundingan, materi perundingan, tata cara perundingan, cara penyelesaian apabila terjadi perundingan, sahnya perundingan, biaya perundingan
d.              Dalam menentukan tim perunding pembuatan PKB disesuaikan dengan kebutuhan, dengan ketentuan masing-masing paling banyak 9 (sembi Ian) orang. Dalam hal terdapat SP/SB yang tidak terwakili dalam tim perunding maka SP/SB yang bersangkutan dapat menyampaikan aspirasinya sebelum dimulai perundingan pembuatan PKB.
e.              Dalam hal perundingan PKB tidak mencapai kesepakatan dalam waktu yang disepakati dalam tata tertib maka kedua belah pihak dapat menjadwal kembali perundingan dengan waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari. Apabila perundingan masih belum mencapai kesepakatan walaupun telah dijadwal ulang maka para pihak melaporkan kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan (Disnaker) dengan melampirkan pernyataan tertulis bahwa perundingan tidak dapat diselesaikan pada waktunya yang memuat:
1)             materi PKB yang belum dicapai kesepakatan;
2)             pendirian para pihak;
3)             risalah perundingan;
4)             tempat, tanggal dan tanda tangan pihak.
Dalam satu perusahaan hanya dapat dibuat satu buah Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang berlaku bagi seluruh pekerja atau buruh di perusabaan yang bersangkutan, bila memiliki cabang, maka dibuat PKB induk yang memuat ketentuan-ketentuan yang berlaku di seluruh cabang, dan cabang dapat membuat PKB turunan yang memuat pelaksanaan masing-masing. Dalam hal beberapa perusahaan tergabung dalam satu grup dan rnasing­masing perusahaan merupakan badan hukum sendiri-sendiri, maka PKB dibuat dan dirundingkan oleh masing-rnasing perusahaan.
Dalam hal di satu perusahaan hanya terdapat satu SP/SB, maka yang berhak mewakili pekerja atau buruh dalam perundingan pembuatan PKB dengan pengusaha apabila memiliki jumlah anggota lebih 50% dari jumlah seluruh pekerja atau buruh di perusahaan yang bersangkutan. Tetapi jika memiliki jumlah anggota kurang dari 50% dan jumlah seluruh pekerja atau burub, maka SP/SB dapat mewakili pekerja atau burub dalam perundingan dengan pengusaha apabila SP/SB yang bersangkutan telah mendapat dukungan lebih 50% dari jumlah seluruh pekerja atau buruh di perusahaan melalui pemungutan suara. Pemungutan suara yang belum menjadi anggota SP/SB diselenggarakan oleh panitia yang terdiri dari wakil-wakil pekerja atau buruh dan pengurus SP/SB yang disaksikan oleh pihak pejabat yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dan pengusaha.
Panitia penyusunan PKB yang telah terbentuk kemudian mengumumkan tanggal pemungutan suara selambat-lambatnya 24 hari sebelum tanggal pemungutan suara. Sebelum pemungutan SP/SB diberi kesempatan menjelaskan program PKB dalam waktu 14 hari, dan dilaksanakan 3 (tiga) hari setelah tanggal diumumkannya di luar jam kerja pada tempat yang disepakati oleb SP/SB dan pengusaha.
Ketentuan pemungutan suara tidak berlaku apabila dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) bari sebelum dilaksanakan pemungutan suara ternyata SP/ SB dapat membuktikan keanggotaannya kepada pengusaha bahwa telah memenubi lebih dari 50% dari jumlah seluruh pekerja atau buruh.
Bagi SP/SB yang merniliki anggota kurang dari 0% pelaksanaan pemungutan suara disesuaikan dengan jadwal kerja para pekerja atau buruh sehingga tidak mengganggu proses produksi dan tempat pemungutan suara ditetapkan berdasarkan kesepakatan panitia dengan pengusaha.
Hasil pemungutan suara sah setelah ditandatangani oleh panitia dan saksi-saksi. Tetapi apabila hasil pemungutan suara dukungan dari pekerja atau buruh tidak tercapai, SP/SB dapat mengajukan kembali perrnintaan untuk merundingkan PKB setelah melampaui jangka waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak dilakukan pemungutan suara, dengan mengikuti prosedur Pasal 119 UU No. 13 Tahun 2003.
Dalam hal di satu perusahaan terdapat lebih dari satu SP/SB, yang berhak melakukan perundingan dengan pengusaha adalah SP/SB yang jumlah anggotanya lebih dari 50% dari seluruh jumlah pekerja at au buruh di perusahaan tersebut. Apabila tidak terpenuhi maka SP/SB dapat melakukan koalisi sehingga tercapai jurnlah lebih dari 50%. Jika dengan koalisi tidak terpenuhi maka membentuk tim perunding yang keanggotaannya ditentukan secara proporsional berdasarkan jumlah anggota masing-masing SP/SB.
Untuk menentukan SP/SB yang jurnlah anggotanya lebih dari 50% dilakukan melalui verifikasi keanggotaan SP/SB, maka verifikasi dilakukan oleh panitia yang terdiri dari wakil pengurus SP/SB yang ada diperusahaan dengan disaksikan oleh instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dan pengusaha. Verifikasi keanggotaan SP/SB dilakukan berdasarkan bukti kartu tanda anggota sesuai Pasal 121 UU No. 13 Tahun 2003 dan apabila terdapat kartu anggota lebih dari satu maka kartu tanda anggota yang sah adalah kartu tanda anggota yang terakhir.
Pelaksanaan verifikasi dilakukan di tempat-ternpat kerja yang diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu proses produksi dalam waktu satu hari kerja yang disepakati SP/SB dan hasil pelaksanaan verifikasi dituangkan dalam bentuk berita acara yang ditandatangani oleh panitia saksi­saksi yang hasilnya mengikat SP/SB di perusahaan.
Pengusaha maupun SP/SB dilarang melakukan tindakan yang mempengaruhi pelaksanaan verifikasi.
Masa berlakunya PKB paling lama 2 (dua) tahun, berdasarkan kesepakatan tertulis an tara pengusaha dengan SP/SB dapat diperpanjang masa berlakunya paling 1 tahun.
Perundingan PKB berikutnya dapat dimulai paling cepat 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya PKB yang sedang berlaku,. apabila tidak mencapai kesepakatan maka PKB yang sedang berlaku tetap berlaku untuk paling lama 1 (satu) tahun.

Perjanjian Kerja Bersama paling sedikit memuat :
a.             hak dan kewajiban pengusaha;
b.             hak dan kewajiban SP/SB serta pekerja atau buruh;
c.             jangka waktu dan tanggal mulai berlakunya PKB; dan tanda tangan para pihak pembuat PKB.
Ketentuan dalam PKB tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, apabila bertentangan maka ketentuan yang bertentangan tersebut batal derni hukum dan yang berlaku adalah ketentuan dalam peraturan perundangan.
Pengusaha, SP/SB dan pekerja atau buruh wajib melaksanakan ketentuan yang ada dalam PKB.
Publikasi hasil kesepakatan PKB pengusaha dan SP/SB wajib memberitahukan isi PKB atau perubahannya kepada seluruh pekerja atau buruh, mencetak dan mernbagikan naskah PKB kepada setiap pekerja atau buruh atas biaya perusahaan.
Sebagai pemilik pengusaha dilarang mengganti PKB dengan perusahaan selama di perusahaan yang bersangkutan masih ada SP/SB. Dalam hal di perusahaan tidak ada lagi SP/SB dan PKB diganti dengan Peraturan Perusahaan maka ketentuan dalam peraturan perusahaan tidak boleh lebih rendah dari PKB.
Berakhirnya PKB dalam hal PKB sudah berakhir masa berlakunya dan akan diperpanjang atau diperbarui dan diperusahaan tersebut hanya terdapat satu SP/SB, maka perpanjangan atau pembaharuan PKB tidak mensyaratkan ketentuan dalam Pasal 119 UU Nomor 13 Tahun 2003. PKB sudah berakhir masa berlakunya dan dapat diperpanjang atau diperbarui yang Perusahaan yang terdapat lebih dari satu SP/SB sedangkan SP/SB yang dulu berunding (jumlah keanggotaannya lebih dari 50%) tidak lagi memenuhi (jumlah keanggotaannya 50% atau kurang), maka perpanjangan atau pembaharuan PKB dilakukan oleh SP/SB yang anggotanya lebih 50% dari jumlah seluruh pekerja atau buruh di perusahaan, bersama-sama dengan SP/SB yang membuat PKB terdahulu dengan membentuk tim perunding secara proporsional.
Dalam hal PKB sudah berakhir masa berlakunya dan akan diperpanjang atau diperbarui dan di perusahaan tersebut terdapat lebih dari satu SP/SB dan tidak satupun SP/SB yang mempunyai jumlah keanggotaan lebih dari 50%, maka perpanjangan at au pembaharuan PKB dilakukan menurut ketentuan Pasal 120 ayat (2) dan ayat (3) UU No. 13 Tahun 2003.
PKB tetap berlaku sampai berakhirnya jangka waktu PKB walaupun terjadi pembubaran SP/SB atau pengalihan kepernilikan perusahaan.
Apabila terjadi penggabungan perusahaan (merger) dan masing-masing perusahaan mempunyai PKB, maka PKB yang berlaku adalah lebih menguntungkan pekerjalburuh. Sedangkan penggabungan antara perusahaan yang mempunyai PKB maka PKB tersebut berlaku bagi perusahaan yang bergabung sampai dengan berakhirnya jangka waktu PKB.
PKB mulai berlaku pada hari penandatanganan kecuali ditentukan lain dalam PKB tersebut dan selanjutnya didaftarkan oleh pengusaha pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
I.               PERUNDINGAN PEMBUATAN PERJANJIAN KERJA BERSAMA
Dalam proses perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama harus menjunjung tinggi prinsip-prinsip hubungan industrial, di antaranya:
a.              Pengusaha dan pekerja atau buruh, sama-sama mempunyai kepentingan atas keberhasilan dan kelangsungan perusahaan.
b.              Pekerja atau buruh adalah mitra pengusaha untuk membangun dan mengembangkan perusahaan.
c.              Pengusaha dan pekerja atau buruh mernpunyai fungsional dan masing­masing mempunyai fungsi yang berbeda dengan adanya pembagian tugas atau pekerjaan.
d.              Pengusaha dan pekerja atau buruh merupakan anggota keluarga perusahaan.
e.              Tujuan Pembinaan Hubungan Industrial adalah menciptakan ketenangan berusaha untuk meningkatkan produktivitas kerja dan produktivitas perusahaan.
f.               Peningkatan Produktivitas perusahaan harus dapat meningkatkan kesejahteraan bersama, yaitu kesejahteraan pengusaha dan kesejahteraan pekerja atau buruh.
J. TAHAP-TAHAP OPERASIONAL PENYUSUNAN PKB
Secara operasional untuk memperlancar pembuatan perjanjian kerja bersama perlu diperhatikan tahap-tahap sebagai berikut:
1.             Tahap Persiapan
Hal-hal yang penting dalam tahap persiapan ini adalah sebagai berikut:
1)             Serikat Pekerja atau Serikat Buruh dan pengusaha harus betul-betul siap untuk berunding dalam rangka pembuatan perjanjian kerja bersama.
2)             Serikat Pekerja atau Serikat Buruh dan Pengusaha mempersiapkan data dan informasi yang relevan dan berkaitan dalam perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama.
3)             Serikat Pekerja atau Serikat Buruh dan Pengusaha mempersiapkan tim perunding dan juru bicara masing-rnasing.
2.              Tahap Pelaksanaan Perundingan
Hal-hal yang dilakukan dalam tahap ini adalah terutama untuk menyepakati tata tertib perundingan yang sekurang-kurangnya memuat:
1)             Tujuan pembuatan tata tertib; susunan tim perunding; lamanya masa perundingan; materi perundingan; tempat perundingan; tata cara perundingan; cara penyelesaian apabila terjadi kebuntuan perundingan; sahnya perundingan; - biaya perundingan;
2)             Apabila sebelum perundingan dimulai, lebih dahulu telah dilakukan pertukaran konsep PKB antara Serikat Pekerja atau Serikat Buruh dan Pengusaha, maka perundingan selanjutnya sudah dapat dimulai untuk perundingan materi dari PKB.
3)             Menginventarisir pokok bahasan yang sudah disepakati dan dirumuskan secara jelas dan hasil rumusan diparaf oleh tim perundingan Serikat Pekerja atau Serikat Buruh dan Pengusaha.
4)             Dalam merundingkan pokok bahasan yang belum disepakati sebaiknya dimulai dari hal-hal apabila dimusyawarahkan segera dapat tercapai kesepakatan, setiap kesepakatan yang telah dicapai segera diparaf oleh kedua belah pihak .
5)               Dalam merundingkan hal-hal yang prinsip tetap memelihara suasana keterbukaan dan kekeluargaan agar tidak terjadi perrnasalahan yang menghambat penyelesaian perundingan PKB.
3.               Tahap Penyusunan lsi PKB.
1)               Pokok bahasan yang telah selesai dirundingkan dan telah selesai dirundingkan dan telah diparaf oleh tim perundingan dari masing­masing pihak, selanjutnya disusun menjadi konsep PKB yang sudah utuh yang formatnya sesuai dengan kebiasaan yang berlaku.
2)               Untuk penyempurnaan redaksional materi PKB, hendakinya dibentuk tim kecil yang anggota-anggotanya diambil Serikat Pekerja atau Serikat Buruh dan pengusaha.
3)               Jika dipandang perlu untuk lebih menjelaskan maksud dari Pasal­Pasal di dalam PKB, dapat dibuat penjelasan Pasal demi Pasal yang merupakan lampiran yang tidak terpisahkan dengan PKB.
4)               Hasil dari tim penyempurnaan dibawa dalam rapat pleno tim perundingan dan apabila telah ada kesepakatan untuk menyetujui konsep yang diajukan maka PKB tersebut siap untuk ditandatangani.
6)             Tahap penandatanganan, Pendaftaran dan Pelaksanaan PKB. Hal-hal yang dilakukan dalam tahap ini harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.






R A N G K U M A N

Istilah PKB sebagai pengganti istilah Kesepakatan Kerja Bersama yang dipergunakan dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 1954, kemudian diubah menjadi Perjanjian Kerja Bersama berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003.
Pengertian Perjanjian Kerja Bersama (PKB) adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara Serikat Pekerja atau Serikat Buruh atau beberapa Serikat Pekerja atau Serikat Buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, serta hak dan kewajiban kedua belah pihak.
Fungsi utama pembuatan PKB adalah:
1.                       Sebagai pedoman dan peraturan induk untuk menghindari perbedaan-perbedaan pendapat an tara pekerja dan pengusaha.
2.                         Sarana untuk menciptakan ketenangan kerja dan kelangsungan usaha
3.                         Partisipasi pekerja dalam penentuan atau pembuatan kebijakan perusahaan.
4.                         Mengisi kekosongan hukum yang belum diatur dalam peraturan undang -undang.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar