Sabtu, 24 Agustus 2019

Pengantar Ilmu Hukum.UT. Modul 12


MODUL 12

HUKUM ACARA
PENDAHULUAN
            Hukum materiil merupakan serangkaian peraturan yang member hak dan membebani kewajiban-kewajiban. Dalam hal interaksi kehidupan sehari-hari hampir bisa dipastikan bahwa setiap orang  bersinggungan dengan hukum materiil. Karena dalam kehidupan sehari-hari, tindakan apapun yang dilakukan seseorang biasanya adalah dalam kerangka memenuhi hak dan kewajibannya.
            Untuk melaksanakan atau mempertahankan hukum materiil maka diperlukan sebuah serana yang diasumsikan bisa menjadi tool untuk itu. Hukum formal adalah seperangkat peraturan yang menjadi fasilitasi untuk melaksanakan dan mempertahankan hukum materiil. Hukum Acara Pidana, Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara PTUN , adalah beberapa hukum formal yang akan menjadi sarana mempertahankan dan menegakan hukum materiil .
            Modul ini akan menjelaskan terkait :
1.      Mendifinisikan pengertian sekaligus memahami posisi hukum acara Pidana sebagai hukum formal dari hukum Pidana materiil;
2.      Mengetahui sumber-sumber hukum acara pidana;
3.      Memahami proses dan tahapan hukum acara pidana;
4.      Mengenal secara umum konsepsi tentang bantuan hukum;
5.      Mendifinisikan pengertian sekaligus memahami posisi hukum acara Perdata sebagai hukum formal dari hukum perdata materiil;
6.      Mengetahui sumber-sumber hukum acara perdata;
7.      Memahami proses dan tahapan hukum acara perdata;
8.      Mengenal beberapa asas penting dalam hukum acara perdata;
9.      Mengidentifikasi bentuk-bentuk putusan acara perdata dan proses eksekusinya;
10.  Mendefinisikan peradilan tata usaha Negara (PTUN) sekaligus memahami posisinya sebagai hukum formal dari hukum materiil TUN;
11.  Mengetahui objek-objek sengketa yang bisa diajukan di PTUN;
12.  Kewenangan dari PTUN;
13.  Subjek hukum dari PTUN dan ketentuan beracara dari peradilan tentang permasalahan terkait tata usaha Negara.





KEGIATAN BELAJAR 1
HUKUM ACARA PERDATA
A.    PENGERTIAN

            Hukum sebagai suatu sitem yang terdiri dari peraturan perundang-undangan yang begitu komplek baik diliat dari segi tingkatan, materi pengaturan, saat pembuatan dan lain sebagainya, pada dasarnya dapat di klasifikasi. Salah satu kriteria untuk melakukan klasifikasi adalah dengan mendasarkan pada fungsi hukum yang dibagi menjadi hukum materiil (substantive law) dan hukum formal (objective law).
            Berkaitan dengan kategori hukum berdasarkan fungsinya ini, hukum acara perdata dimasukan sebagai hukum perdata formal karena ia merupakan ketentuan hukum yang mengatur bagaimana caranya mempertahankan, menjamin, sekaligus menegakan hukum perdata materiil melalui hakim dipengadilan (Sudikno Mertokusumo, 1993:2). Dengan kata lain hukum acara perdata tidak lain dan tidak bukan adalah semua kaidah hukum yang menentukan dan mengatur cara bagaimana melaksanakan hak-hak dan kewajiban-kewajiban perdata sebagaimana diatur dalam hukum perdata materiil.
            Melalui proses hukum acara perdata seperti ini, maka orang dapat memulihkan kembali haknya yang telah dirugikan dan terhindar dari tindakan main hakim sendiri (eigenrichting), sesuatu yang oleh hukum itu sendiri dilarang.
            Wirjono Prodjodikoro menyatakan bahwa hukum acara perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan dimuka pengadilan dan cara bagaimana pengadilan itu bertindak, satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan-peraturan hukum perdata (Abdul Kadir Muhammad, 1996:17).  Dalam hukum acara Perdata, inisiatif ada atau tidanya suatu perkara berada ditangan pihak-pihak yang merasa mempunyai hak atau merasa haknya dilanggar, yaitu penggugat.
            Hak ini berbeda dengan hukum acara pidana, yang umumnya tidak mengantungkan adanya inisiasi berperkara dari orang yang dirugikan atau menjadi korban suatu perbuatan criminal. Missalnya terjadi suatu perampokan, tampa menunggu pengaduanpun, pihak yang berwajib sudah bisa melakukan tindakan hukum yang diperlukan.

B.     SUMBER HUKUM ACARA PERDATA

            Ada beberapa sumber hukum acara perdata Indonesia. Sumber-sumber hukum tersebut adalah sebagai berikut :
1.      Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR) dan Rechtsreglement Buitengewesten (Rbg.) HIR untuk daerah Jawa dan Madura dan Rbg untuk daerah luar Jawa dan Madura, ini berdasarkan pada ketentuan Pasal 5 Ayat 1 UU darurat No. 1 tahun 1951 yang menentukan bahwa hukum acara perdata pada Pengadilan Negeri berdasarkan peraturan-peraturan Republik Indonesia terdahulu, yang sudah ada dan berlakuk untuk Pengadilan Negeri dalam daerah republic Indonesia (Sudikno Mertokusumo, 1993:6).
2.      Reglement tentang Organisasi Kehakiman (Reglement op de rechterlijke Organisatie in her beleid der justitie in Indonesia) yang disingkat RO.
3.      Burgerlijk wetboek voor Indonesie (disingkat BW) buku ke IV.
4.      Reglement Catatan sipil yang memuat peraturan-peraturan hukum acara perdata yang sejak semula hanya berlaku untuk golongan tertentu yang baginya berlaku hukum perdata barat.
5.      Beberapa undang-undang yang relevan, anatara lain :
a.       UU No.4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan kehakiman;
b.      UU No 1.Tahun 1974 tentang Perkawinan dan PP no 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaannya;
c.       UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dimana didalamnya ada ketentuan pemberlakuan HIR;
d.      UU No. 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dan UU No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UU No. 14 tahun1985.
e.       UU No.2 tahun 1986 tentang Peradilan Umum dan UU No. 8 tahun 2004 tentang Perubahan atas UU No. 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum;
f.       UU No. 20 Tahun 1947 tentang Pengadilan Peradilan Ulangan yang mengatur tentang Persoalan Banding khusus untuk wilayah Jawa dan Madura, sedangkan diluar Jawa dan Madura diatur dengan Rbg. (Pasal 199-205).
6.      Yurisprudensi. Misalnya Putusan MA tanggal 14 April 1974 No. 99 K/Sip?1971.
7.      Adat Kebiasaan.
8.      Perjanjian Internasional.
9.      Doktrin.
10.  Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA). Catatan untuk SEMA sepanjang mengatur hukum acara perdata dan hukum perdata materiil tidaklah mengikat hakim sebagaimana sebua Undang-undang. Akan tetapi ia merupakan sumber tempat hakim dapat menggali hukum secara perdata maupun hukum perdata materiil.

C.    ASAS-ASAS HUKUM ACARA PERDATA

            Dalam proses acara Perdata ada beberapa asas penting yang harus diperhatikan, yaitu :
1.      Beracara dengan hadir sendiri, diatur dalam pasal 123 HIR dan 147 Rbg.
2.      Beracara dikenakan biaya
3.      Pemeriksaan perkara dalam siding pengadilan terbuka. Tercantum dalam pasal 19 ayat 1 UU No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman “setiap pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum dan tidak dipenuhi asas ini berakibat putusan batal demi hukum
4.      Hakim mendengar kedua belah pihak, dalam acara perdata dikenal asas audit et alteram partem yang bearti bahwa baik pihak penggugat ataupun tergugat harus sama-sama didengar keterangan-keterangannya oleh hakim dan hakim tidak boleh memihak kepada salah satu pihak yang berperkara.
5.      Terikatnya hakim kepada alat pembuktian, ketentuan mengenai alat pembuktian diatur dalam pasal 164 HIR, dan pasal 284 Rbg, dan Pasal 1866 KUH Perdata meliputi :
a.      Alat Bukti tulisan;
b.      Alat bukti saksi;
c.       Persangkaan;
d.      Pengakuan;
e.       Sumpah. Didalam praktek masih ada alat bukti lain yang sering dipergunakan yaitu pemeriksaan setempat (decentee) dan keterangan Ahli.
6.      Putusan hakim harus memuat alasan-alasannya, berkenaan dengan hal ini Pasal 184 ayat 1 HIR dan Pasal 195 ayat 1 Rbg serta Pasal 25 ayat 1 UU No. 4 tahun 2005 menetukan bahwa semua Putusan Pengadilan harus memuat alasan-alasan yang dijadikan alasan mengadili atau memutus.

D.    SIFAT KEPUTUSAN HAKIM

            Putusan Hakim ini sebenarnya bukan satu-satunya bentuk penyelesaian perkara karena disamping putusan hakim (Penyelesaian dalam peradilan contentious) ada pula penetapan hakim yang merupakan penyelesaian dalam peradilan volunteer.
            Putusan hakin adalah pernyataan hakim sebagai pejabat Negara yang diberi wewenang untuk itu, diucapkan dipersidangan dengan tujuan untuk menyelesaikan sengketa. Putusan Hakim mempunyai kekuatan mengikat, kekuatan pembuktian dan kekuatan eksekutorial. Pada dasarnya suatu putusan hakim dapat diperinci menjadi bagian tentang kepala putusan, identitas para pihak yang berperkara, pertimbangan (considerans) dan dictum (amar).
            Ada tiga macam putusan yang bisa dijatuhkan oleh hakim dalam muara akhir proses acara perdata, yaitu :
1.      Putusan Comdemnatoir (Comdemnatoir vonnis, Condemnatory judgement), yaitu Putusan yang bersifat menghukum. Seperti  MENGADILI……
2.      Putusan Declaratoir, putusan yang bersifat menyatakan hukum, atau menegaskan suatu keadaan hukum semata-mata. Dalam Putusan ini dinyatakan bahwa keadaan hukum yang dimohonkan itu ada atau tidak ada, misalnya…..MENETAPKAN : menerima permohonan, bahwa……..
3.      Putusan Constitutief, yaitu Putusan yang bersifat menghentikan atau menimbulkan keadaan hukum baru.

E.     PELAKSANAAN PUTUSAN

            Perlu diketahui bahwa tidak semua putusan yang berkekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) harus dilaksanakan (dieksekusi), karena yang perlu dilaksanakan hanyalah putusan-putusan yang bersifat comdemnatoir, yaitu yang mengandung suatu perintah kepada salah satu pihak untuk melakukan suatu perbuatan.
            Untuk melaksanakan putusan hakim sering diperlukan upaya-upaya tertentu sebagai berikut :
1.      Eksekusi riil, yaitu sungguh-sungguh dijalankan seperti yang diputuskan.
2.      Pensitaan barang milik terhukum untuk dilelang dalam hal putusan hakim itu menghukum untuk membayar sejumlah uang.
3.      Uang pemaksa (dwangsom).
      Diluar 3 macam eksekusi diats, pasal 1155 dan Pasal 1175 (2) KUH Perdata masih mengenal satu macam eksekusi lagi yang disebut dengan istilah “parate executie” (eksekusi langsung). Menurut ketentuan Pasal 195 (1) HIR, Pasal 206 (1) Rbg disebutkan bahwa Pejabat yang memerintahkan dan memimpin eksekusi adalah Ketua Pengadilan Negeri. Wewenang ini adalah wewenang ex officio, proses eksekusi ini dumulai dengan  diajukannya permohonan oleh Penggugat baik secara lisan maupun tertulis kepada ketua PN. Atas permohonan tersebut Ketua PN akan membuat surat Penetapan untuk melakukan panggilan kepada Tergugat untuk diberikan aanmaning (tegoran) maksimal 8 hari. Dalam hal tergugat dating dan masa aanmaning sudah terlewati maka dalam eksekusi riil segera akan dikeluarkan surat Perintah Eksekusi, sedangkan dalam eksekusi pembayarn uang akan dikeluarkan Surat Perintah Sita Eksekusi (termasuk eksekusi melakukan perbuatan sepanjang digunakan penggantian prestasi sebagaimana diatur dalam Pasal 225 HIR).



KEGIATAN BELAJAR 2
HUKUM ACARA PIDANA
A.    PENGERTIAN

            Sesuai judul Undang-undang No. 8 tahun 1981, nama Hukum acara Pidana di Indonesia adalah Hukum Acara Pidana (KUHAP). Undang-undang No 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana yang diundangkan dalam Lembaran Negara Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara RI nomor 3209 ini mencabut dan menggantikan Undang-undang tentang Acara Pidana yang berlaku sebelumnya (Het Herziene Inlandsch Reglement atau H.I.R) setelah berlakunya KUHAP maka H.I.R (staatsblad Tahun 1941 Nomor 44 dihubungkan dengan Undang-undang nomor 1 Drt. Tahun  1951 (Lembaran Negara tahun 1951 Nomor 9, tambahan Lembaran Negara Nomor 81) beserta semua peraturan pelaksanaannya dinyatakan tidak berlaku.
            Berdasarkan cara kerjanya, pengertian hukum pidana meliputi hukum pidana materiil dan Formal. Hukum Pidana Materiil merupakan sekumpulan kaidah yang mengatur larangan dan keharusan yang disertai sanksi Pidana bagi pelanggarnya. Hukum Pidana Materiil juga disebut sebagai hukum in abstracto. Sedangkan Hukum Pidana Formal, merupakan sekumpulan kaidah yang mengatur tentang tata cara alat Negara (penegak huku) untuk menegakkan hukum materiil bagi pelanggarnya. Hukum Formal juga disebut hukum pidana dalam arti in konkrito atau hukum acara pidana.
            Hukum pidana identik dengan adanya saksi yang berupa pidana, oleh karena itu penerapannya harus betul-betul cermat dan sesuai dengan kejadian yang sesungguhnya. Terpidana harus benar-benar sebagai pelakunya dan dia juga hanya boleh dihukum sesuai dengan tingkat kesalahan, kebenaran yang dituju adalah kebenaran materiil, yaitu untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari sutu perkara pidana.
            Dalam proses pembuktian tersebut hakim berkewajiban menggali kebenaran yang sebenarnya, sehingga yakin bahwa terdakwa sebagai pelakunya dan dapat dipersalahkan (dipertanggung jawabkan). Berdasarkan ketentuan pasal 183 KUHAP, hakim dapat menjatuhkan putusan yang berupa sanksi pidana apabila dirinya yakin bahwa terdakwa sebagai orang yang bersalah dan terdapat minimum 2 alat bukti yang sah (negatief wetelike bewijst theorie), sedangkan alat bukti yang sah menurut KUHAP (pasal 184 KUHAP) ada 5, yaitu :
1.      Keterangan saksi.
2.      Keterangan Ahli.
3.      Surat.
4.      Petunjuk.
5.      Keterangan Terdakwa.

B.     SUMBER HUKUM ACARA PIDANA

            Peraturan perundang-undangan merupakan sumber hukum yang utama, namun demikian isi peraturan perundang-undangan kadang tidak lengkap dan oleh karena itu diperlukan sumber hukum diluar Undang-undang. KUHAP merupakan ketentuan umum yang berlaku dalam setiap pemeriksaan perkara pidana umum demikian KUHAP bukan satu-satunya sumber hukum acara pidana. Secara garis besar disebutkan dalam pasal 284 KUHAP bahwa “terhadap semua perkara diperlukan ketentuan dalam KUHAP, kecuali diberlakukan secara khusus dalam peraturan perundang-undangan tersendiri”. (Lex specialis derogate legi generalis)

C.    TUJUAN KUHAP

            Tujuan KUHAP antara lain adalah sebagai berikut :
1.      Mengganti Hukum Acara Pidana lama (HIR), yang sudah tidak sesuai lagi dengan jiwa kemerdekaan dan hak asasi manusia.
2.      Peningkatan kesadaran umum masyarakat, yaitu agar setiap anggota masyarakat dapat menghayati, melaksanakan hak dan kewajiban yang dimiliki.
3.      Meningkatkan SDM (Intelektual dan moral) para penegak hukum, yaitu berupa peningkatan manajemen penanganan perkara, profesionalisme dan sikap mental penegak hukum.
4.      Tegaknya keadilan, ketertiban dan kepastian hukum, yaitu hukum sebagai sarana untuk memberikan perlindungan kepada anggota masyarakat yang mendapat perlakuan  melawan hukum dengan sauatu penjatuhan sanksi pidana sesuai dengan hukum yang berlaku, melalui proses peradilan jujur dan adil serta terjaminnya hak-hak korban maupun tersangka.
5.      Melindungi Harkat dan Martabat manusia.

D.    PENYELIDIKAN DAN PENUNTUTAN

            Penyelidikan, adalah tindakan penyelidik, untuk mencari dan menemukan sesuatu keadaan atau peristiwa yang diduga sebagai tindakan pidana, guna menetukan dapat atau tidaknya dilakukan penyelidikan (Pasal 1 butir 5 jo Pasal 4 KUHAP). Setiap anggota polisi adalah penyelidik, jadi polisi punya kewenangan melakukan penyelidikan atas suatu peristiwa yang diduga mengandung unsure pidana. Selain POLRI kewenangan dibidang penyelidikan juga dapat dilakukan oleh Pejabat tertentu untuk melakukan penyelidikan perkara tertentu, misalnya oleh pejabat pada Pusat pelaporan dan Analisis Transaksi keuangan (PPATK) pada dugaan transaksi keuangan yang mencurigakan  (Tindak Pidana Pencucian uang), serta anggota Komnas HAM dalam pelaporan pelanggaran HAM.
            Penyidik adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengumpulkan alat bukti guna membuat terang/ menemukan tersangkanya (Pasal 1 ke 2 KUHAP). Tugas penyidikan dilakukan oleh Polri  dengan pangkat paling rendah Ajun Inspektur Polisis Dua (Aipda) dan mendapatkan atau diangkat  untuk melakukan tugas penyidikan, serta Pejabat Pegawai negeri Sipil (PPNS) yang diangkat dan mempunyai kewenangan dalam menangani perkara tertentu
            Untuk memperlancar tugas-tuganya, penyidik mempunyai hak dan kewajiban sebagai berikut :
1.      Melakukan tindakan yang menjadi kewenagan penyidik.
2.      Melakukan penangkapan, penahanan,penyitaan, penggeledahan.
3.      Mengambil sidik jari dan memotrek seseorang.
4.      Memanggil seseorang sebagai saksi atau tersangka untuk didengar keterangannya sebagai tersangka.
5.      Mendatangkan seorang ahli untuk dimintai keterangannya.
6.      Mengeluarkan surat penetapan penghentian penyidikan (SP3).
7.      Mengadakan tindakan tertentu menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan.

E.     UPAYA PAKSA

            Guna kepentingan kelancaran pemeriksaan maupun pembuktian dalam perkara Pidana, penyidik, penuntut umum maupun hakim diberi kewenangan  oleh Undang-undang untuk melakukan upaya paksa. Namun sesuai dengan asas legalitas, praduga tak bersalah maupun perlindungan hukum terhadap tersangka. Penggunaan upaya paksa tetap dibatasi oleh ketentuan Undang-undang. Jenis Upaya paksa yang dapat dilakukan oleh penegak hukum adalah penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan.

F.     PRA PENUNTUTAN

            Setelah penyidikan dinilai cukup, maka penyidik menyerahkan berkas perkara penyidikan kepada jaksa, dalam waktu 7 hari jaksa menilai tentang kelengkapan alat bukti maupun berkas perkara yang diserahkan oleh penyidik. Pemeriksaan berkas perkara oleh jaksa meliputi :
1.      Waktu dan tempat kejadian perkara (tempus dan locus delicti).
2.      Kedudukan tersangka (usia, keterlibatan dalam perkara).
3.      Perbuatan pidana yang dilakukan serta peraturan perundang-undangan maupun pasal-pasal yang dilanggar.
4.      Syarat Formal yang dibutuhkan (misalnya terhadap delik aduan).
5.      Alat bukti yang dikumpulkan dan atau diperlukan untuk pembuktian di depan pemeriksaan siding pengadilan.



G.    PENUNTUTAN

            Penuntutan adalah tindakan penuntut umum (jaksa) untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang memeriksa perkara, dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim disidang pengadilan. Surat dakwaan harus memenuhi persyaratan :
1.      Formal, yaitu berupa identitas terdakwa seperti nama lengkap, tempat tinggal, tempat dan tanggal lahir atau umur, agama dan pekerjaan.
2.      Materiil, yaitu uraian singkat namun cermat, jelas dan lengkap tentang tindak pidana yang didakwakan serta uraian tentang waktu dan tempat tidak pidana dilakukan.
Bentuk surat dakwaan dapat dibuat dalam bentuk :
1.      Tunggal, yaitu apabila hanya ada satu perbuatan pidana yang didakwakan terhadap  terdakwa, misalnya terdakwa hanya sekali membeli barang  hasil kejahatan, maka pasal  yang diterapkan 480 KUHP.
2.      Alternatif, yaitu apabila terdakwa hanya satu perbuatan pidana saja, namun kurang yakin ats penerapan pasal yang paling tepat, sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Misalnya korban mati, maka terdakwa diancam pidana pokok pembunuhan dengan sengaja (Pasal 338 KUHP), alternatifnya penganiayaan yang menyebabkan mati (Pasal 351 ayat 3).
3.      Subsider, yaitu apabila terdakwa melakukan 1 perbuatan saja namun ada beberapa pasal yang mengancam dengan sanksi pidana. Misalnya pemalsuan Ijasah, terdakwa diancam dengan sanksi pidana dalam Undang-undang SISDIKNAS (UU No. 20 Tahun 2003), subside KUHP 263.
4.      Kumulatif, yaitu apabila terdakwa melakukan beberapa perbuatan pidana, dan satu perbuatan dengan perbuatan lainnya belum diperiksa oleh badan yang berwenang. Misalnya terdakwa merampok, menyimpan bahan peledak, peledakan bom disuatu tempat dan baru ketangkap, maka kepada terdakwa didakwa atas beberapa perbuatan yang pernah dilakukan.
5.      Kombinasi antara komulatif dan subsidier atau komulatif dengan alternative.

H.    PRAPERADILAN

            Praperadilan, merupakan kewenangan peradilan untuk memeriksa dan mengadili sah atau tidaknya penangkapan, sah atau tidaknya penahanan, sah atau tidaknya penghentian penyidikan, sah atau tidaknya penghentian penuntutan serta rehabilitasi dan atau ganti rugi sebagai akibat dari :
1.      Ditangkap, ditahan, dituntut, dan diadili atau tindakan lain tampa alasan yang sah berdasarkan undang-undang.
2.      Sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan.
3.      Akibat kekeliruan mengenai orang.
      Permohonan praperadilan dapat diajukan oleh :
1.      Tersangka atau keluarganya atau kuasa hukumnya, dalam hal ada penangkapan atau penahanan atau tindakan lain tampa alasan UU atau kekeliruan mengenai orangnya, serta permohonan reabilitasi dang anti kerugian atas sahnya penghentian penyidikan, penuntutan atau karena adanya tindakan lain yang tidak berdasarkan UU.
2.      Pihak ketiga yang berkepentingan dalam hal adanya penghentian penyidikan atau penuntutan.
3.      Penyidik dalam hal dihentikan perkara oleh penuntut umum.
4.      Penuntut umum dalam hal dihentikan perkara oleh penyidik.
Acara siding praperadilan :
1.      Siding praperadilan diperiksa oleh hakim tunggal.
2.      Dalam waktu 3 hari setelah diterimanya berkas permohonan, harus sudah ditentukan waktu siding.
3.      Dalam waktu 7 hari hakim sudah harus menjatuhkan putusan.
4.      Dalam hal perkara pokoknya sudah disidangkan, maka permohonan praperadilan dinyatakan gugur.
5.      Permohonan praperadilan ditingkat penyidikan , memungkinkan untuk diajukan kembali pada tingkat penuntutan sepanjang diajukan permohonan baru.
6.      Putasan praperadilan tidak ada upaya hukum kecuali atas putusan tentang tidak sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan.



I.       PEMERIKSAAN SIDANG

            Beberapa prinsip yang harus diutamakan pada pemeriksaan sidang diantaranya sebagai berikut :
1.      Cepat, sederhana dan biaya ringan.
2.      Terbuka untuk umum, kecuali dalam perkara kesusilaan dan anak, jalannya pemeriksaan berlangsung secara tertutup, namun pada waktu pembukaan maupun pembacaan harus dinyatakan terbuka untuk umum.
3.      Mengutamakan kehadiran terdakwa, kecuali dalam perkara tertentu, dapat dilakukan tampa kehadiran terdakwa (in absentia), yaitu dalam perkara lalu lintas atau tindak pidana tertentu.
4.      Diperiksa oleh hakim majelis, kecuali dalam perkara dengan pemeriksaan cepat dan pemeriksaan permohonan praperadilan, dapat diperiksa oleh hakim tunggal.
5.      Hakim tidak boleh memiliki tali persaudaraan dengan hakim lain, penuntut umum, panitera, penasehat hukum, dan terdakwa karena pertalian darah maupun sumenda sampai derajat ke tiga, maupun hubungan suami isteri walaupun sudah bercerai.
6.      Lebih dahulu mendengarkan keterangan saksi.
7.      Pemeriksaan terhadap tersangka maupun keterangan saksi diberikan secara langsung.
8.      Keterangan terdakwa maupun saksi diberikan secara bebas.

J.      ACARA PEMERIKSAAN BIASA

            Dalam perkara pidana pada prinsipnya harus menghadirkan terdakwa, kecuali oleh Undang-undang ditentukan khusus dapat diperiksa diluar kehadiran terdakwa (pemeriksaan secara in absensia) misalnya dalam perkara korupsi, pencucian uang, penyelundupan, perkara pelanggaran lalu lintas dan lain-lain sebagainya.
            Setelah terdakwa  dihadirkan didepan persidangan, kemudian hakim memeriksa identitas terdakwa, apabila sudah sesuai dengan identitas terdakwa yang diperiksa, maka hakim akan memberikan kesempatan untuk membacakan surat dakwaannya. Berikutnya terdakwa atau penasehat hukumnya diberi kesempatan untuk membacakan nota pembelaan (Eksepsi). Apabila terdakwa atau penasehat hukumnya belum siap, maka sidang ditunda, waktu penundaan biasanya antara 3 hari sampai 2 minggu
            Materi eksepsi berkisar tentang kewenangan pengadilan (kompetensi) untuk memeriksa perkara, kejelasan tentang materi dakwaan, maupun sepintas alasan tentang adanya penghentian perkara, dakwaan yang tidak memenuhi unsure formal maupun materiil, terdapat alasan pemaaf, pembenar maupun dihentikan demi hukum.
            Giliran selanjutnya hakim member kesempatan kepa jaksa untuk membuat jawaban atas eksepsi. Berdasarkan kedua hal tersebut maka hakim akan menjatuhkan putusan sela yang berisi  penolakan atau penerimaan eksepsi. Kepada pihak yang ditolak  diberi kesempatan mengajukan upaya hukum kepengadilan tinggi, dalam waktu 7 hari, setelah putusan disampaikan kepada para pihak. Pengadilan tinggi mengambil keputusan yang dapat berisi :
1.      Menerima Putusan Pengadilan Negeri.
2.      Menolak Putusan Pengadilan Negeri.
3.      Menyerahkan langsung ke Pengadilan negeri lain yang masih dalam wilayah hukumnya.
4.      Mengembalikan berkas perkara ke Kejaksaan agar disidangkan ke Pengadilan Negeri lain diluar wilayah hukumnya.
      Dalam pemeriksaan dilanjutkan oleh pengadilan negeri, maka hakim memeriksa alat-alat bukti yang diajukan baik oleh jaksa ataupun terdakwa/ penasehat hukumnya. Alat bukti pertama yang diperiksa adalah alat bukti yang diajukan oleh penuntut umum, setelah selesai maka alat bukti yang diajukan oleh terdakwa. Apabila pemeriksaan alat bukti selesai , hakim member kesempatan kepada jaksa untuk membuat dan membacakan surat tuntutan.
      Berdasarkan surat tuntutan, hakim member kesempatan kepada terdakwa untuk mengajukan pledoi. Setelah itu hakim member kesempatan kepada jaksa untuk mengajukan jawaban atau pendapat atas adanya pledoi (replik), berikut hakim memberikan kesempatan kepada terdakwa untuk mengajukan duplik dan seterusnya, hingga menurut penuntut umum maupun hakim, persidangan dianggap cukup.
      Setelah replik-duplik selesai, acara sidang berikutnya adalah putusan. Tata cara pengambilan putusan diatur sebagai berikut :
1.      Hakim ketua majelis memberikan kesempatan pertama kepada anggota hakim majelis yang termuda untuk mengumumkan pendapat dan alasannya, dan seterusnya.
2.      Pada prinsipnya putusan diambil dengan musawarah, namun bila tidak terjadi kesepakatan dilakukan dengan pengambilan suara.
3.      Apabila masih tidak terjadi perbedaan pendapat yang seimbang, maka akan diambil keputusan yang paling menguntungkan terdakwa.

K.    ACARA PEMERIKSAAN SINGKAT

            Pemeriksaan sidang perkara pidana dengan acara pemeriksaan singkat diajukan/ dilakukan oleh jaksa maupun hakim apabila perkara pidana baik berupa kejahatan atau pelanggaran yang menurut jaksa penuntut umum cara pembuktian maupun penerapan hukum mudah dan sifatnya sederhana. Pemeriksaan perkara singkat dilakukan tampa perlu adanya surat dakwaan khusus dari jaksa.

L.     ACARA PEMERIKSAAN CEPAT

            Dilakukan terhadap perkara yang dikategorikan sebagai perkara ringan, yaitu perbuatan pidana yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lebih 3 bulan dan atau denda paling banyak Rp 7.500 penghinaan ringan, serta tindak pidana dalam pelanggaran lalu lintas.

M.   JENIS PUTUSAN

            Jenis putusan yang ada dalam hukum pidana adalah :
1.      Putusan bebas, apabila seluruh dakwaan jaksa tidak terbukti.
2.      Putusan lepas, apabila dakwaan jaksa terbukti, tetapi bukan merupakan perbuatan pidana, serta terdapat alasan penghapus pidana dan penghapus penuntutan.
3.      Putusan Pidana, apabila :
a.       Perbuatan yang dilakukan merupan perbuatan pidana.
b.      Dakwaan terbukti atau terdapat alat bukti yang cukup.
c.       Tidak ada alasan penghapus pidana.

N.    UPAYA HUKUM

            Upaya hukum diberikan kepada terdakwa, jaksa, terpidana dan keluarganya atas putusan hakim baik yang sudah berkekuatan hukum tetap maupun belum,  dalam hal terdapt alasan-alasan yang dibenarkan oleh hukum. Upaya hukum terdiri dari :
1.      Verset (perlawanan), Verset diajukan karena adanya putusan verstek
2.      Biasa.
a.       Banding, banding dapat diajukan untuk semua putusan hakim PN, kecuali untuk putusan bebas, putusan lepas dari segala tuntutan hukum, dan putusan dalam acara cepat (kecuali putusan berupa perampasan kemerdekaan). Alasan mengajukan banding bahwa hakim khilaf atau kurang perhatian, kurang sempurna dalam hal-hal yang terungkap dalam persidangan, dan jika hakim tidak tepat mempergunakan istilah atau keliru dalam menafsirkan unsure-unsur perbuatan pidana.
b.      Kasasi, putusan bebas tidak dapat diajukan banding, tetapi dapat diajukan kasasi dengan alasan demi hukum, keadilan dan kebenaran. Alasan yang dapat digunakan untuk mengajukan kasasi adalah adanya penerapan hukum yang tidak tepat, salah atau ada aturan hukum tetapi tidak diterapkan, terdapat kesalahan dalam penerapan hukum acara, maupun jika hakim dianggap telah melampaui batas wewenang.
3.      Luar biasa
a.       Peninjauan Kembali (PK) dilakukan dengan syarat : diajukan untuk semua Putusan pemidanaan, kecuali putusan bebas dan lepas dapat diajukan PK oleh terpidana atau keluarganya (penasehat hukum). Pengajuan PK hanya untuk 1 kali namun tidak ada batasan waktu. Alasan PK dapat diajukan jika ada novum (bukti baru) yang apabila diketemukan pada saat pemeriksaan sedang berlangsung akan menyebabkan : Perkara diputus bebas, perkara diputus lepas dari segala tuntutan hukum, tuntutan tidak bisa diterima, atau kemungkinan adanya pidana yang lebih ringan.
b.      Kasasi demi kepentingan hukum : dalam kasasi ini pemohon adalah jaksa Agung yang memiliki hak untuk mengajukan 1 kali dengan syarat putusan kasasi tidak boleh merugikan kepentingan pihak lain. Adapun tujuan untuk mencari atau menemukan persamaan persepsi atas ketentuan hukum positif (yang diterapkan), atau terdapat kekeliruan/ keteledoran atas keputusan yang sudah berlaku tetap.



O.    BANTUAN HUKUM

            Bantuan hukum adalah pemberian jasa hukum kepada klien (perorangan, badan hukum, lembaga lainnya) baik diluar maupun di dalam pengadilan. Jasa hukum meliputi, memberikan Konsultasi hukum, Bantuan Hukum, menjalankan Kuasa, mewakili, mendampingi, membela dan melakukan tindakan lain untuk kepentingan klien. Pemberi jasa bantuan hukum disebut Advokat, pengangkatan Advokat dilakukan oleh Organisasi Profesi Advokat (Peradi).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar