MODUL 9
Hukum Lingkungan, Hukum Agraria,
Dan Hukum Pajak
PENDAHULUAN
Pada awalnya hukum
lingkungan, hukum agrarian maupu hukum pajak merupakan bagian integral dari
hukum administrasi Negara. Pembagian ini dilakukan mengingat lingkup pengaturan
yang ada didalam ketiga bidang hukum ini sangat erat kaitannya dengan
administrasi kenegaraan.
Hukum
Lingkungan berkembang dengan sangat pesat, seiring dengan perkembangan
kehidupan. Permaslahan lingkungan hidup meningkat sebanding dengan peningkatan
taraf kehidupan manusia.
Hukum lingkungan
meliputi pembahasan terhadap segala peraturan hukum yang mengatur kegiatan yang
memiliki atau cenderung berpemgaruh pada lingkungan hidup, baik lingkungan
hidup secara abiotik maupun biotic.
Hukum
agrarian dekat hubungannya dengan hukum lingkungan. Kata agrarian, bisa
mepunyai arti yang sempit (tanah), dan bisa mempunyai arti yang luas (bumi,
air, ruang angkasa, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya).
Sedangkan Hukum Pajak
adalah keseluruhan peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah sebagai
pemumgut pajak dan rakyat sebagai wajib pajak. Pemungut pajak sering disebut
dengan fiscus yang artinya keranjang tempat uang. Hukum pajak dibedakan menjadi
dua yaitu : Hukum Pajak Materiil, yaitu norma-norma yang mengatur tentang
subjek, objek dan tariff pajak; dan hukum pajak Formal yaitu Norma-norma yang
mengatur tentang cara menjelmakan ketentuan pajak materiil menjadi kenyataan.
Hukum pajak erat
kaitannya dengan hukum lingkungan hidup dan hukum pajak dalam hal hak dan
kewajiban administrative yang timbul darinya.
Pebahasan
dalam modul 9 ini bisa memahi tentang :
1.
Pengertian
hukum lingkungan, hukum agrarian dan hukum pajak beserta pembagian kajian
keilmuannya.
2.
Perkembangan
hukum lingkungan secara internasional maupun nasional.
3.
Metode
penegakan hukum lingkungan nasional.
4.
Arahan
pembangunan hukum agrarian nasional.
5.
Tujuan
diundangkan UUPA dan mamfaatnya bagi system hukum nasional.
6.
Beberapa
hak yang timbul atas tanah.
7.
Hubungan
hukum lingkungan dan hukum agrarian.
8.
Hubungan
hukum Perdata dan Hukum Pajak, serta kaitannya dengan hukum lingkungan dan
hukum agrarian.
9.
Asas
dan ketentuan dasar perpajakan.
10. Pembagian pajak dan tata cara
pemungutannya.
KEGIATAN
BELAJAR 1
HUKUM
LINGKUNGAN
A.
PENGERTIAN
Dasar pemikiran
pengelolaan lingkungan hidup bersumber pada kenyataan bahwa manusia adalah
sebagian dari ekosistem, manusia pula pengelola ekosistem tersebut. Kerusakan
lingkungan adalah pengaruh sampingan dari tindakan manusia untuk mencapai suatu
tujuan yang mempunyai konsekuiensi terhadap lingkungan hidup
Pada dasarnya hukum
lingkungan hidup tidak mempunyai batasan yang jelas sebagimana hukum perbankan,
hukum perjanjian dan hukum perkawinan.
Segala peraturan hukum
yang mengatur kegiatan yang nampaknya berpengaruh pada lingkungan hidup
tercakup dalam definisi hukum lingkungan hidup. Mungkin peraturan hukum ini
berkaitan dengan perbuatan perseorangan, perusahaan, atau pejabat pemerintah. Dalam hubungannya
dengan pejabat pemerintah, hukum lingkungan hidup sesungguhnya merupakan bentuk
istimewa dari hukum administrasi.
Istilah “lingkungan
hidup” diambil dari istilah yang didalam bahasa inggris disebut environment,
dalam bahasa belanda disebut milleu, dan dalam bahasa perancis disebut I’environment.
Dalam kamus lingkungan hidup yang disusun oleh Michael Allaby, environment
diartikan sebagai the physical, chemical, and biotic condition surrounding and
organism.
S.J. Mcnaughton dan
Larry L. wolf mengartikan istilah environment sebagai “semua factor eksternal yang bersifat biologis dan fisika yang langsung
mempengaruhi kehidupan pertumbuhan, perkembangan, dan reproduksi organism”
Pengertian lingkungan
hidup nasional diprakarsai pemikiran dua orang ahli ilmu lingkungan dan hukum
ligkungan Indonesia, Prof. Dr. Ir. Otto soemarwoto dan Prof. Dr. St. munadjat
Danusaputro, SH. Otto Soemarwoto menyatakan “
lingkungan adalah jumlah semua benda dan
kondisi yang ada dalam ruangan yang kita tempati yang mempengaruhi kehidupan
kita”, sedangkan Munadjat mengartikan lingkungan hidup sebagai “Semua benda dan kondisi, termasuk didalamnya
manusia dan tingkah perbuatannya, yang terdapat dalam ruang tempat manusia
berada dan mempengaruhi hidup serta kesejahteraan manusia dan jasad hidup
lainnya”.
Penertian Yuridis tentang
lingkungan hidup dicantumkan dalam Undang-undang No. 4 Tahun 1982 tentang
Ketentuan-ketentuan pokok Pengolaan Lingkungan Hidup (UULH) dalam Pasal 1 yang
berbunyi “Lingkungan Hidup adalah
kesatuan Ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk
didalamnya manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan
dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya”. Pengertian ini
tidak berbeda dengan pengertian yang terdapat dalam Undang-Undang nomor 23
Tahun 1997 tentang Pengolahan Lingkungan Hidup (UUPLH)
Pengertian
lingkungan Hidup dapat dirangkum dalam unsure-unsur sebagai berikut :
1. Semua
benda, berupa manusia, hewan, tumbuhan, organism, tanah, air, udara, ruang, dan
unsure pendukungnya, yang disebut sebagai “materi”.
2. Daya
atau energy;
3. Keadaan
atau kondisi;
4. Perilaku;
5. Ruang
atau wadah berbagai komponen berada; dan
6. Proses
interaksi dan saling mempengaruhi
Dari unsur-unsur pengertian lingkungan hidup ini, kita
dapat mengelompokanlingkungan hidup menjadi empat bagian, yaitu :
1. Lingkungan fisik berupa benda-benda
dan daya;
2. Lingkungan biologis berupa manusia,
hewan, tumbuhan, dan makhluk organis lainnya;
3. Lingkungan social berupa tabiat,
watak, dan perilaku manusia;
4.
Lingkungan
institusional berupa lembaga-lembaga dalam masyarakat yang bertujuan mencapai
kesejahteraan.
B.
PERKEMBANGAN
HUKUM LINGKUNGAN INTERNASIONAL
Perkembangan pengaturan
hukum lingkunganyang sistematis dalam lingkungan internasional dimulai dari
pembicaraan dalam siding dewan Ekonomi dan Sosial PBB mengenai peninjauan
terhadap hasil gerakan “Dasawarsa Pembangunan Dunia ke I (1960 – 1970) pada
tanggal 28 Mei 1968. Isu lingkungan hidup menjadi krusial karena dalam dua
decade terakhir 1950-1970 terdapat beberapa permasalahan lingkungan yang cukup
mengejutkan dunia
Konfrensi PBB tentang
Lingkungan Hidup (United nation conference on the human Environment)
diselenggarakan di Stockholm pada tanggal 5-16 Juni 1972, konfrensi ini
menghasilkan beberapa rumusan sebagai berikut :
1.
Deklarasi
tentang lingkungan Hidup manusia (Stocholm Declaration) terdiri atas pembukaan
dan 26 prinsip dasar.
2.
Rencana
aksi Linkungan Hidup Manusia (action Plan)
3.
Kerangka
Keraja Action Plan yang meliputi : a global assessment programme (eart Watch),
Enviromental management activities, and supporting measures.
4.
Rekomendasi
pembentukan UNEP (united Nations Environment Programme)
5.
Penetapan
tanggal 5 Juni sebagai Hari Lingkungan Hidup dunia.
C.
PRINSIP
HUKUM LINGKUNGAN
Terdapat sejumlah
prinsip lingkungan hidup yang secara luas diterima sebagai bagian dari kerangka
kerja pengelolaan lingkungan hidup yaitu :
1.
Pencegahan Pencemaran (the
Pollution Prevention Principle).
Prinsip ini dibentuk tidak hanya untuk mengendalikan pencemaran dan
menghilangkan kerusakan tetapi juga untuk mencegah munculnya dampak lingkungan
hidup yang negative dari kegiatan manusia yang mungkin terjadi, jika mungkin
pencegahan dilakukan pada sumber dan dengan tujuan pengurangan resiko.
2.
Prinsip Pencemar Membayar (the
Polluter-Pays-Principle).
Prinsip ini dipahami sebagai suatu dasar pengalokasian biaya. Prinsip ini
membantu menghindari distorsi ekonomi.
3.
Prinsip kehati-hatian (the
precautionary Principle).
Prinsip kehati-hatian berbunyi bahwa pendekatan berhati-hati akan diterapkan
secara luas oleh Negara-negara bagian sesuai dengan kepabilitasnya ketika ada
ancaman serius atau kerusakan yang tidak dapat dikembalikan,
4.
Pengendalian Pencemaran terpadu. Pendekatan ini berasal dari
laporan Bruntland yang mengkritik pendekatan Tradisional secara bagian-bagian.
5.
Peranan penduduk asli. Undang-undang Lingkungan Hidup
mengatakan Pemerintah metapkan kebijaksanaa nasional dengan tetap memperhatikan
nilai-nilai agama, adat istiadat, dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat
(Pasal 9 ayat (1).
D.
KONSEP
PERLINDUNGAN LINGKUNGAN NASIONAL
Pragraf ke 4 pembukaan
UUD 1945 berbunyi bahwa UUD 1945 bertujuan “membentuk suatu pemerintahan Negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpa darah
Indonesia”, ahli hukum terkenal Koesnadi hardjasoemantri, telah menafsirkannya
sebagai prinsip yang mendasari Negara Indonesia untuk bertanggung jawab dalam
melindungi manusia dan sumber-sumber alam dilingkungan hidup Indonesia.
Pembukaan itu memberikan dasar bagi ketetapan yang lebih spesifik dalam batang
tubuh UUD 1945 untuk melindungi dan melestarikan lingkungan.
Dasar UUD 1945 bagi
perlindungan Lingkungan hidup di Indonesia terdapat pada Pasal 33 Ayat (3) yang
berbunyi “Bumi dan air dan kekayaan alam
yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat”.
Kelemahan dasar dari
pasal 33 ayat 3 tersebut adalah menganggap pengelolaan lingkungan hidup sebagai
tugas dari Negara, dan tidak memberikan hak pada perorangan. Dalam hal ini, UUD
1945 telah keluar dari jalur pembangunan secara mendunia selama lebih dari 30
tahun, yang telah mengenal hak asasi manusia atas lingkungan yang baik dan
sehat.
Kelemahan ini telah
diralat oleh sebuah amandemen baru yang meliputi diantaranya; ketentuan hak
asasi manusia (HAM) yang baru, hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat
(Pasal 28 Ayat 1 UUD 1945), Amandemen ke 2. Ketetapan ini sesuai dengan jumlah
deklerasi dan pernyataan internasional yang mengakui hubungan antara
perlindungan lingkungan hidup dan penghargaan HAM.
E.
PENEGAKAN
HUKUM LINGKUNGAN INDONESIA
Penegakan hukum
merupakan pokok dasar peraturan system hukum secara keseluruhan. Apabila
penegakan hukum tidak ada, hukum tidak akan ditaati secara serius. Tampa
penekanan sanksi, penegakan peraturan menguap, dan larangan serta kewajiban
hanya akan terlihat sebagai petunjuk bebas tampa batasan
Penegakan hukum
lingkungan di Indonesia menganut asas subsisiaritas, dimana penegakan hukum
dilakukan secara bertahap mulai dari tahapan administrative, perdata dan sanksi
pidana menjadi tahapan terakhir (ultimum remidium)
Sebagian besar
penegakan hukum di Indonesia adalah dengan mengnakan sanksi administrative.
Sanksi administrative adalah sanksi yang dikenakan secara imformal oleh
pemerintah, tampa bergantung pada system pengadilan. Undang-undang No 23 tahun
1997 menetapkan sanksi administrative dalam bagian Tiga dari bab VI yang
berjudul Persyaratan Pentaatan Linkungan hidup. Peraturan ini memberikan
kewenang kepad gubernur untuk “melakukan paksaan pemerintahan” untuk melakukan
tindakan “mencegah dan mengakhiri terjadinya pelanggaran, serta menanggulangi
akibat yang ditimbulkan oleh suatu pelanggaran, melakukan tindakan
penyelamatan, penanggulangan, dan/atau pemulihan atas beban biaya penanggung
jawab usaha dan/ atau kegiatan”, 9pasal 25 ayat 1).
Peranan
hukum dalam perancangan sanksi administrative adalah untuk :
1. Merancang
peraturan (rules) yang member kewenangan untuk menetukan syarat-syarat kepada
perorangan atau badan hukum;
2. Menetapkan
batasan pada kewenangan itu;
3. Menetapkan
prosedur yang harus diikuti dalam melaksanakan kewenangan itu; dan
4. Menyatakan
syarat-syarat yang dapat dijatuhkan.
UUPLH
membebankan suatu kewajiban untuk membayar ganti rugi atas pencemaran atau
perusakan lingkungan dan melakukan “tindakan tertentu”. Pasal 34 ayat (1)
UUPLH menetapkan bahwa suatu perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan/ atau pengrusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup, mewajibkan
penanggung jawab usaha dan/ atau kegiatan
untuk membayar ganti rugi dan/
atau melakukan tindakan tertentu.
Agar
sukses mengajukan perkara berdasarkan Pasal 34 tentang ganti rugi atau pelaksanaan tindakan-tindakan tertentu, perlu dibuktikan bahwa :
1. Suatu hukum telah dilanggar;
2. Pencemaran atau pengrusakan lingkungan
hidup telah terjadi sebagai akibat dari pelanggran tersebut; dan
3.
Pencemaran
atau pengrusakan lingkungan hidup tersebut telah menimbulkan dampak negative pada orang lain atau lingkungan
hidup atau “kerugian”(harm
KEGIATAN
BELAJAR 2
HUKUM
AGRARIA
A.
PENGANTAR
Kata agrarian, bisa
mempunyai arti yang sempit (tanah) dan bisa mempunyai arti yang luas (bumi,
air, ruang angkasa, dan kekayaan alam yang terkandung didalmnya).
Hukum agraria merupakan
suatu kelompok berbagai bidang hukum yang masing-masing mengatur hak-hak
penguasaan atas sumber-sumber daya alam tertentu yang termasuk pengertian
agrarian. Kelompok tersebut terdiri atas;
1.
Hukum
Tanah, yang mengatur hak-hak atas penguasaan tanah, dalam arti permukaan bumi;
2.
Hukum
air, yang mengatur hak-hak penguasaan atas air;
3.
Hukum
pertambangan, yang mengatur hak-hak penguasan atas bahan-bahan galian yang
dimaksudkan oleh undang-undang Pokok Pertambangan;
4.
Hukum
Perikanan, yang mengatur hak-hak penguasaan atas kekayaan alam yang terkandung
didalam air;
5.
Hukum
Penguasaan atas Tenaga dan Unsur-unsur Dalam ruang Angkasa (bukan”space Law”),
yang mengatur hak-hak penguasaan atas tenaga dan unsure-unsur dalam
ruang angkasa yang dimaksudkan oleh pasal 48 UUPA
B.
LATAR
BELAKANG DAN TUJUAN UUPA
Latar belakang
dikeluarkannya UUPA, dapat diketahui dalam bagian menimbang dan penjelasan umum
angka romawi I dari Undang-undang tersebut yaitu:
1. Untuk
membangun masyarakat yang adil dan makmur.
2. Undang-undang
yang berlaku bertentangan dengan kepentingan rakyat dan Negara didalam menyelesaikan
revolusi nasional sekarang ini serta pembangunan semesta.
3. Bahwa
hukum agrarian tersebut mempunyai sifat dualism, dengan berlakunya hukum adat
disamping hukum agrarian yang didasarkan atas hukum barat.
4. Bahwa
bagi rakyat asli, hukum agrarian penjajahan itu tidak menjamin kepastian hukum.
Tujuan dikeluarkannya
UUPA dapat diketahui dalam penjelasan umum angka romawi I, yaitu sebagai
berikut :
1.
Meletakan dasar-dasar bagi penyususnan
hukum agrarian nasional, yang merupakan alat untuk membawakan kemakmuran, kebahagian
dan keadilan bagi Negara dan rakyat, terutama rakyat tani, dalam rangka
masyarakat yang adil dan makmur.
2.
Meletakan dasar-dasar untuk mengadakan
kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertahanan.
3.
Meletakan dasar-dasar untuk memberikan
kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya.
Masing-masing tujuan tersebut, lebih lanjut
dijabarkan lebih detail dalam penjelasan
umum angka romawi II, sebagai
dasar-dasar hukum agrarian nasional adalah sebagai berikut :
1.
Dasar Kenasionalan, tercantum dalam
pasal 1 ayat (1) dan (2) UUPA. Berdasarkan pasal 1 ayat (1) UUPA, seluruh
wilayah Indonesia adalah kesatuann tanah air dari seluruh rakyat Indonesia yang
bersatu sebagai bangsa Indonesia
2.
UUPA menggunakan asas hak Menguasai Negara,
menggantikan asas domein.
3.
Hak Ulayat dan hak-hak yang serupa dari
masyarakat hukum adat masih tetap diakui, hak ulayat merupakan serangkaian
wewenang-wewenang dan kewajiban-kewajiban suatu masyarakat hukum adat, yang
berhubungan dengan tanah yang terletak dalam lingkungan wilayahnya. Berdasarkan
Pasal 3 UUPA, hak ulayat dan hak-hak yang serupa dari masyarakat hukum adat
diakui, tetapi pengakuan itu disertai 2 syarat, yaitu mengenai eksitensinya dan
mengenai pelaksanaannya.
4.
Semua hak atas tanah mempunyai fungsi
social, pengertian fungsi social dimuat pada penjelasan umum UUPA angka II.4
fungsi social mempunyai 3 unsur, yaitu (1) penggunaan atau tidak digunakan
tanah itu tidak semata-mata untuk kepentingan pribadinya, apalagi kalau hal itu
menimbulkan kerugian bagi masyarakat; (2) penggunaan tanah harus disesuaikan
dengan keadaan tanah dan sifat dari hak; dan (3) adanya keseimbangan mamfaat
antara untuk pribadi dan untuk masyarakat serta Negara.
5.
Pada dasarnya hanya WNI yang mempunyai
hak milik atas tanah
6.
Persamaan kesempatan bagi WNI laki-laki
maupun perempuan untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah serta untuk
mendapatkan mamfaat dan hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya.
7.
Atas kewajiban untuk mengerjakan sendiri
bagi pemegang hak atas tanah pertanian, diatur dalam pasal 10 UUPA.
8.
Adanya perencanaan penggunaan tanah,
berdasarkan pasal 14 UUPA
Adapun
dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan hukum, adalah
sebagai berikut :
1.
Hukum Agraria nasional menghilangkan
dualism, mengadakan kesatuan hukum.
2.
UUPA tidak menutup mata masih adanya
perbedaan dalam keadaan masyarakat dan keperluan hukum dari golongan rakyat.
3.
Pencapaian kesederhanaan hukum
C.
HAK
PENGUASAAN ATAS TANAH DAN HAK ATAS TANAH
Boedi Harsono,
memberikan pengertian hak penguasaan atas tanah dan hirarkinya dalam hukum
tanah nasional sebagai berikut : hak Penguasaan atas tanah adalah serangkaian
wewenang, kewajiban dan atau larangan bagi pemegang haknya untuk berbuat
sesuatu dengan tanah yang dihaki.
Hak penguasaan atas tanah
dalam hukum tanah nasional, ada bermacam-macam, dan berhirarki sebagi berikut :
1.
Hak
bangsa Indonesia (Pasal 1 UUPA);
2.
Hak
Menguasai dari Negara (Pasal UUPA2);
3.
Hak
Ulayat masyarakat-masyarakat hukum adat (Pasal 3 UUPA); dan
4.
Hak-hak
perorangan.
a.
Hak
atas Tanah (Pasal 4 jo Pasal 16)
b.
Wakaf
(Pasal 49UUPA);
c. Hak jaminan atas tanah : hak
Tanggungan (Pasal 23,33,39,51 dan UU No.4/96)
Hak atas
tanah, diatur dalam Pasal 4 jo, pasal 16 UUPA. Berdasarkan pasal 4 ayat (2) UUPA, hak atas tanah adalah hak
member wewenang untuk mempergunakan tanah
yang bersangkutan. Berdasarkan pasal 16 UUPA, jenis-jenis hak atas tanah adalah sebagai berikut :
1. Hak Milik,
2. Hak Guna Usaha,
3. Hak Guna bangunan,
4. Hak Pakai,
5. Hak Sewa untuk Bangunan,
6. Hak Membuka Tanah, dan hak Memungut
Hasil Hutan
7.
Hak-hak
lain yang tidak termasuk hak diatas, yang akan ditetapkan oleh undang-undang
serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam pasal 53
UUPA (Hak Gadai, Hak Usaha bagi Hasil, Hak Menumpang, dan Hak Sewa Tanah
Pertanian).
KEGIATAN
BELAJAR 3
HUKUM
PAJAK
A.
PENGERTIAN
Pajak adalah gejala
masyarakat artinya pajak hanya terdapat dalam masyarakat, jadi tidak ada
masyarakat maka tidak ada pajak.
Pungutan adalah
peralihan kekayaan dari sector swasta kesektor public berdasarkan undang-undang
untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran Negara. Pungutan dibedakan menjadi 3
jenis yaitu : pajak, retribusi dan sumbangan.
-
Pajak adalah suatu pungutan tampa jasa
timbale secara langsung dan hubungan antara pemerintah dengan wajib pajak bukan
hubungan timbal balik yang sempurna karena pemerintah hanya mempunyai hak dan
wajib pajak hanya mempunyai kewajiban.
-
Retribusi dalah suatu pungutan dengan
jasa timbale secara langsung yang ditujukan kepada pembayar retribusi dan
hubungan antara pemerintah dengan pembayar retribusi timbale balik sempurna.
-
Sumbangan adalah suatu pungutan dengan
jasa timbale secara langsung yang ditujukan kepada sekelompok orang tertentu
pembayar sumbangan timbale balik sempurna.
Hukum
Pajak adalah keseluruhan aturan yang mengatur hubungan antara pemerintah
sebagai pemungut pajak dan rakyat sebagai wajib pajak. Pemungut pajak sering
disebut fiscus, yang artinya keranjang tempat uang. Hukum pajak dibedakan
menjadi dua yaitu : Hukum Pajak materiil, yaitu norma-norma yang mengatur
tentang subjek, objek dan tariff pajak; dan hukum pajak Formal yaitu
norma-norma yang mengatur tentang cara menjelmakan ketentuan pajak materiil
menjadi kenyataan, yang antara lain tentang :
1. Kewajiban wajib pajak;
2. Kewajiban Fiscus;
3. Tata cara pemungutan dan Pembayaran
Pajak;
4. Keberatan dan banding;
5.
Sengketa
perpajakan.
Dalam
tata Hukum Indonesia hukum pajak masuk dalam bidang hukum public, dimana hukum pajak merupakan bagian
dari Hukum Administrasi Negara (HAN).
Prof, Adriani dengan teorinya “Otonomi
Hukum Pajak” berpendapat bahwa Hukum
Pajak bukan bagian dari HAN akan tetapi merupakan salah satu cabang dari hukum Publik yang berdiri sendiri sejajar
dengan hukum public yang lain, karena hukum
Pajak mempunyai tugas yang lain sifatnya dari HAN. Tugas hukum pajak tersebut merupakan alat untuk menetukan
politik perekonomian suatu Negara (fungsi mengartur).
Hubungan
Hukum pajak dengan hukum perdata itu sangat erat dengan beberapa alasan :
1.
Hukum pajak mendasarkan kemungkinan
pemungutan pajaknya pada peristiwa, perbuatan dan keadaan (tatbestand) yang
bergerak dilingkungan hukum perdata.
2.
Pengaruh dari ajaran Prof. paul
Scholten, bahwa Hukum perdata harus dipandang sebagai hukum umum yang meliputi
semua ketentuan hukum kecuali jika hukum public telah menetapkan peraturan yang
menyimpang (Lex specialis derogate legi generali).
3.
Pengaruh dari pendapat Prof. Prints,
bahwa banyak istilah-istilah hukum perdata yang dipergunakan dalam
perundang-undangan pajak walaupun pengertiannya tidak selalu dianut oleh hukum
pajak.
B.
ASAS
DAN DASAR PERPAJAKAN
Menurut Rochmat
Soemitro, pajak adalah suatu perikatan yang timbul karena UU yang mewajibkan seseorang atau badan hukum
yang telah memenuhi syarat yang ditetapkan oleh UU, untuk membayar sejumlah
uang tertentu kepada Kas Negara yang dapat dipaksakan, tampa mendapat sesuatu
imbalan yang secara langsung dapat ditunjuk, yang digunakan untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran Negara (rutin dan pembangunan) dan yang digunakan
sebagai alat untuk mencapai tujuan diluar bidang keuangan.
Berdasarkan Definisi tersebut ada
beberapa catatan, yaitu :
1. Perikatan
pajak adalah perikatan yang lahir dari UU.
2. Memenuhi
syarat yang ditentukan UU:
a. Syarat Subjektif:
Penduduk Indonesia; atau WNA yang memperoleh penghasilan dari Indonesia.
b. Syarat Objektif:
memiliki Objek yang dikenai pajak.
3. Dapat
dipaksakan artinya apabila wajib pajak tidak melaksanakan kewajibannya maka ada
upaya hukum yang dapat dipergunakan oleh fiscus untuk memaksa wajib pajak
memenuhi kewajibannya.
4. Fungsi Pajak:
a. Budgeter
yaitu bahwa Pajak digunakan sebagai alat untuk memasukan uang
sebanyak-banyaknya kedalam Kas Negara;
b. Mengatur
yaitu bahwa Pajak dipergunakan untuk mencapai tujuan tertentu diluar bidang
keuangan.
Menurut Adolph Wagner, pajak adalah pungutan
yang dapat dipaksakan dari suatu masyarakat yang sebagian ditujukan untuk
menutup pengeluaran – pengeluaran
yang bersifat umum dan sebagian
lagi untuk menyesuaikan perubahan
pembagian pendapatan rakyat.
Unsur Pajak :
1.
Ada Masyarakat, karena pajak dipungut
untuk menyelenggarakan kepentingan yang bersifat umum yang ada dalam
masyarakat.
2.
Ada UU, pajak merupakan suatu pungutan,
yaitu peralihan kekayaan dari sector swasta ke sektor pemerintah berdasarkan
UU. Setelah UU mendapat persetujuan DPR bearti sudah mendapat persetujuan dari
Rakyat.
3.
Ada Fiscus/ Pemungutan Pajak, yaitu
lembaga yang bertugas menyelenggarakan kepentingan umum di dalam masyarakat
(Negara).
4.
Ada wajib pajak, orang atau badan yang
telah memenuhi syarat subjektif maupun syarat objektif,
5.
Ada tatbestand/ objek pajak, yaitu
peristiwa, perbuatan atau keadaan.
6.
Khusus untuk PBB ada surat Pemberitahuan
Pajak Terhutang (SPPT).
Selanjutnya ciri-ciri pajak adalah :
1. Ada peralihan kekayaan dari sektor
Swasta ke Sektor Pemerintah;
2. Pungutan Pajak dapat dipaksakan
secara Yuridis;
3. Pajak dapat dipungut secara
insidentil maupun secara priodik;
4. Pajak dapat dikenakan atas orang
maupun barang;
5. Tidak dapat ditunjukan adanya jasa
timbale secara langsung;
6.
Pajak
mempunyai fungsi budgeter dan mengatur;
C.
PEMBAGIAN
PAJAK
Pembagian
pajak dilakukan dengan mendasarkan pada keriteria :
Kewenangan melakukan pemungutan pajak;
Cara pemungutan dan kewajiban memikul beban pajak; sifat Pajak; dan titik Tolak
Pemungutan Pajaknya.
Berdasarkan kewenangan
melakukan pemungutan pajak dibedakan menjadi Pajak Pusat dan Pajak daerah.
Pajak Pusat, yaitu pajak yang kewenangan pemungutannya ada pada pemerintah
pusat, misalnya PPh, PPN. Sedangkan pajak daerah, yaitu pajak yang kewenangan
pemungutannya ada pada pemerintah daerah. Misalnya Pajak Hotel, Pajak restoran.
Berdasarkan cara
pemungutan dan kewajiban memikul beban pajak, dapat dibedakan antara pajak
langsung dan pajak tidak langsung, yang dapat dipandang dari segi
administrative dan dari segi ekonomis.
1. Dari
segi administrative, pajak langsung adalah pajak yang dipungut secara periodik
dengan menggunakan kohir. Dan pajak tidak langsung adalah pajak yang dipungut
secara insidentil dengan dengan tidak menggunakan kohir.
2. Dari
segi ekonomis, pajak langsung adalah pajak-pajak yang pembayarannya tidak dapat
dilimpahkan kepada pihak lain. Pajak tidak langsung adalah pajak-pajak yang
pembayarannya dapat dilimpahkan kepada pihak lain. Sehingga dalam pajak tidak
langsung ada pembayar pajak, penanggung pajak.
Berdasarkan sifatnya, pajak dapat dibedakan menjadi
personlijk dan zakelijk. Pajak yang
bersifat personlijk, yaitu pajak-pajak yang dipungut berdasarkan keadaan diri wajib pajak atau berdasarkan daya pikul
wajib pajak. Pajak yang bersifat Zakelijk, yaitu
pajak-pajak yang dipungut berdasarkan keadaan objek yang dikenai pajak. Ex. PBB.
1.
Asas
Pemungutan Pajak, yaitu
a.
Asas
Domisili;
b.
Asas
Nasionalitas dan
c. Asas sumber.
Berdasarkan
asas Domisili maka Negara yang berwenang memungut pajak adalah Negara tempat
subjek pajak berdomisili; yang dapat dikenai pajak adalah orang/ badan usaha
yang berdomisili dinegara tersebut; dan yang dapat dikenai pajak adalah
keseluruhan penghasilan yang diperoleh subjek pajak dimanapun pendapatan
tersebut diperolah (World Wide Income).
Berdasarkan
asas nasionalitas maka Negara yang berwenang memungut pajak adalah Negara
tempat asal kebangsaan seseorang; yang dapat dikenai pajak adalah orang-orang
yang berkebangsaan Negara tersebut; dan objek pajaknya adalah seluruh
penghasilan yang diperolehnya.
Berdasarkan
asas sumber maka Negara yang berwenang memungut pajak adalah Negara tempat
sumber penghasilan terletak; yang dapat dikenai pajak adalah orang/ badan usaha
yang memiliki penghasilan tersebut dimanapun berada; dan objek yang dikenai
pajak adalah yang keluar dari sumber penghasilan dinegeri tersebut (bukan WWI).
Ada
beberapa cara untuk menghindari terjadinya pajak ganda internasional yaitu :
a.
Multilateral,
dimana masing-masing Negara ikut serta menanda tangani perjanjian internasional
yang didalamnya diatur juga tentang perpajakan.
b.
Bilateral,
Negara-negara yang bersangkutan mengadakan perjanjian pajak atau tax traty,
yang tujuannya untuk menghindari pajak ganda.
c. Unilateral, menghindari pajak ganda
secara sepihak yaitu dengan caramemasukan ketentuan-ketentuan yang tujuannya
untuk menghindarkan pajak ganda kedalam UU perpajakan.
2. Asas Pelaksanaan Pengenaan Pajak
a.
Asas
Yuridis
Sesuai
dengan pasal 23A UUD 1945 bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk
keperluan Negara diatur dengan undang-undang, maknanya tidak lain agar pungutan
berupa pajak itu mendapat ijin dari masyarakat melalui wkil-wakilnya di DPR.
Pemungutan pajak boleh dengan peraturan yang lebih rendah, asalkan sudah ada
pendelegasian wewenang dari UU yang bersangkutan.
Dalam
UU Pajak materiil harus termuat kepastian tentang siapa subjek pajak, objek
pajak dan berapa besar tarifnya pajak. Sedangkan dalam UU pajak formal harus
termuat tentang hak-hak fiscus adalah :
-
Fiscus berhak untuk melakukan
pemeriksaan untuk menetapkan besarya pajak atau untuk tujuan lain dalam rangka
pelaksanaan UU perpajakan;
Pegawai negeri sipil tertentu dilingkungan
ditjen pajak diberi wewenang khusus
sebagai penyidik tindak pidana dibidang perpajakan.
Hak-hak wajib pajak :
a.
Hak
atas pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi);
b.
Hak
untuk mengajukan keberatan dan banding atau pengurangan;
c. Hak atas tersimpannya rahasia
mengenai diri dan perusahaan wajib pajak yang telah diberiyahukan kepada fiscus.
b. Asas Ekonomis
Asas ekononomis ini penekanan pada
fungsi pajak yang mengatur yaitu digunakan untuk suatu tujuan tertentu yaitu
sebagai alat untuk menetukan politik perekonomian suatu Negara. Dalam fungsinya
sebagai berikut maka :
1) Pemungutan
pajak harus dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak memerosotkan kehidupan
ekonomi suatu masyarakat;
2) Pemungutan
pajak tidak boleh menghambat produksi dan perdagangan;
3) Pemungutan
pajak tidak boleh mengganggu kepentingan umum dan menghalang-halangi rakyat
dalam mencapai kebahagian.
c. Asas Finansial
Asas
ini menitik beratkan pada fungsi pajak yang badgeter yaitu memasukan uang yang
sebanyak-banyaknya kedalam kas Negara guna membiayai pengeluaran-pengeluaran
rutin dan pembangunan. Oleh karena itu supaya hasil yang masuk besar maka
biaya-biaya untuk pemungutannya harus ditekankan sekecil mungkin. Agar tidak memberatkan
wajib pajak, maka pajak harus dipungut pada saat yang menguntungkan bagi wajib
pajak yaitu saat terjadinya tatbestant.
3. Asas Pembenaran Pemungutan Pajak
a. Teori
Asuransi, Negara berhak memungut pajak karena
Negara menjaga segala kepentingan, keselamatan dan keamanan jiwa dan harta
benda dari seluruh rakyat, sehingga untuk keperluan tersebut rakyat harus
membayar premi, dan premi itu berupa pajak.
b. Teori
Kepentingan, pemerintah sebagai lembaga yang
menyelenggarakan kepentingan bersama. Dalam penyelenggaraan kepentingan bersama
ini diperlukan biaya, dan biaya harus ditanggung oleh seluruh rakyat sehingga
Negara berwenang memungut pajak.
c. Teori
Bakti/ Teori Kewajiban Pajak Mutlak, menurut teori ini
Negara adalah persekutuan dari individu dan Negara berdiri atas
individu-individu.
4. Asas Pembagian Beban Pajak
Pemungutan pajak harus adil, artinya
bahwa beban pajak itu harus disesuaikan dengan kemampuan wajib pajak. Untuk
mengetahui seberapa besar kemampuan seseorang wajib pajak, dalam hukum pajak
dikenal dengan teori daya pikul. Menurut :
-
Prof. De Lagen, “Daya pikul adalah
besarnya kekuatan seseorang untuk mencapai pemuasan kebutuhan
setinggi-tingginya setelah dikurangi dengan yang mutlak untuk keebutuhan
primer”.
-
Mr. Cohen Stuart “Menyamakan daya pikul dengan
sebuah jembatan. Sebuah jembatan untuk dapat menahan beban kendaraan yang lewat
diatasnya, maka terlebih dahulu harus kuat menahan bobotnya sendiri”.
D.
UTANG
PAJAK
Pajak merukan suatu
perikatan. Berdasarkan pasal 1233 KUH Perdata perikatan dapat timbul karena
undang-undang dan karena perjanjian. Dalam hal ini pajak merupakan perikatan
yang timbul karena undang-undang, selanjutnya berdasarkan pasal 1343 KUH
Perdata Perikatan yang timbul karena undang-undang dapat dibedakan antara
timbul karena UU melulu dan timbul karena perbuatan manusia. Ada 2 ajaran
mengenai timbulnya utang pajak yaitu ajaran materiil dan ajaran formal.
Menurut ajaran materiil utang pajak
timbul dengan sendirinya pada saat dipenuhinya tatbestand yang disebut dalam
undang-undang.
Berdasarkan ajaran formal utang
pajak timbul karena UU pada saat dikeluarkannya SPPT oleh direktorat Jendral
Pajak.
E.
PEMUNGUTAN
PAJAK
Pungutan (heffing) dapat dipungut dimuka disebut
dengan voorheffing atau dipungut
dibelakang disebut dengan istilah naheffing.
Pemungutan dimuka artinya pajak dipungut pada awal tahun pajak. Pemungutan dibelakang artinya
pajak dipungut setelah tahun pajak berakhir.
Selanjutnya dasar
pengenaan pajak ditentukan melalui stelsel atau system pemungutan pajak yang
dibedakan menjadi 3 macam yaitu :
1. Stelsel
Fiksi atau anggapan, pajak dikenakan atas suatu penghasilan yang besarnya
ditentukan berdasarkan suatu anggapan atau fiksi yang diberikan oleh UU Pajak
yang bersangkutan. Anggapan yang dipakai adalah :
a. Besarnya
penghasilan setahun seseorang dianggap sama besarnya dengan 12 X penghasilan
tetap yang diterima 1 januari tahun pajak yang bersangkutan.
b. Besarnya
penghasilan setahun adalah dianggap sama besar dengan penghasilan bersih yang
diterima pada tahun pajak yang lalu.
2. Stelsel
Riil atau kenyataan, pajak dipungut berdasarkan penghasilan yang sesungguhnya
diperoleh selama satu tahun pajak yang bersangkutan. Untuk menghitung pajak
yang terhutang maka harus diketahui penghasilan yang sebenarnya diperoleh.
3. Stelsel
Campuran, pada permulaan tahun pajak, pajak dipungut berdasarkan suatu anggapan
(fiksi), kemudian setelah tahun pajak berakhir maka besarnya pajak dihitung
berdasarkan penghasilan sesungguhnya yang diterima pada tahun pajak bersangkutan.
F. HAPUSNYA HUTANG PAJAK
Tidak seluruh cara hapunya perikatan
yang terdapat dalam Pasal 1381 KUH Perdata berlaku bagi hutang pajak. Hanya
beberapa cara hapusnya perikatan yang dapat diterapkan dalam utang pajak, yaitu
:
1.
Pembayaran
2.
Perjumpaan
utang/ Kompensasi, dapat dilakukan hanya antara utang pajak dengan kelebihan
pembayaran pajak; tidak dapat utang pajak dengan utang Perdata (kecuali hasil
lelang);
3.
Pembebasan
Utang
4.
Pembatalan
5.
Daluarsa
G. HUKUM PAJAK INDONESIA
Didalam hukum pajak dalam Pengantar
Hukum Indonesia terdapat beberapa hal yang perlu kita ketahui. Pertama NPWP.
NPWP adalah suatu sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan
sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak, disamping sebagai
identitas, NPWP juga mempunyai fungsi sebagai :
1.
Tanda
Pengenal;
2.
Sarana
Administrasi;
3.
Sarana
Pengawasan oleh Fiscus.
Jika
wajib pajak lalai dalam mendapatkan NPWP
maka sanksinya adalah pidana penjara selama-lamanya 6 tahun dan denda
setinggi-tingginya 4 kali pajak yang tidak/ kurang dibayar
NPWP dapat dicabut apabila wajib pajak
meninggal dunia, wajib pajak jatuh pailit; wanita kawin tidak pisah harta;
badan usaha bubar, dan kegiatan yang dikelola selesai.
Di
dalam hukum positif Indonesia, terdapat beberapa macam pajak utama yang
diterapkan bagi setiap wajib pajak meliputi Pajak Penghasilan (PPh), Pajak
Pertambahan Nilai barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPN dan PPn
BN), dan Pajak Bumi Bangunan.
Subjek
pajak PPh adalah orang pribadi, Objek pajak adalah Penghasilan. Subjeknya pajak PBB adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak
atas bumi dan atau memperoleh mamfaat atas bumi dan atau memiliki, menguasai
dan atau memperoleh mamfaat atas bangunan, objek pajak PBB adalah bumi dan
bangunan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar