Sabtu, 24 Agustus 2019

Pengantar Ilmu Hukum.UT. Modul 9



MODUL 9

Hukum Lingkungan, Hukum Agraria,
Dan Hukum Pajak

PENDAHULUAN

Pada awalnya hukum lingkungan, hukum agrarian maupu hukum pajak merupakan bagian integral dari hukum administrasi Negara. Pembagian ini dilakukan mengingat lingkup pengaturan yang ada didalam ketiga bidang hukum ini sangat erat kaitannya dengan administrasi kenegaraan.
            Hukum Lingkungan berkembang dengan sangat pesat, seiring dengan perkembangan kehidupan. Permaslahan lingkungan hidup meningkat sebanding dengan peningkatan taraf kehidupan manusia.
Hukum lingkungan meliputi pembahasan terhadap segala peraturan hukum yang mengatur kegiatan yang memiliki atau cenderung berpemgaruh pada lingkungan hidup, baik lingkungan hidup secara abiotik maupun biotic.
            Hukum agrarian dekat hubungannya dengan hukum lingkungan. Kata agrarian, bisa mepunyai arti yang sempit (tanah), dan bisa mempunyai arti yang luas (bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya).
Sedangkan Hukum Pajak adalah keseluruhan peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah sebagai pemumgut pajak dan rakyat sebagai wajib pajak. Pemungut pajak sering disebut dengan fiscus yang artinya keranjang tempat uang. Hukum pajak dibedakan menjadi dua yaitu : Hukum Pajak Materiil, yaitu norma-norma yang mengatur tentang subjek, objek dan tariff pajak; dan hukum pajak Formal yaitu Norma-norma yang mengatur tentang cara menjelmakan ketentuan pajak materiil menjadi kenyataan.
Hukum pajak erat kaitannya dengan hukum lingkungan hidup dan hukum pajak dalam hal hak dan kewajiban administrative yang timbul darinya.
Pebahasan dalam modul 9 ini bisa memahi tentang :
1.        Pengertian hukum lingkungan, hukum agrarian dan hukum pajak beserta pembagian kajian keilmuannya.
2.        Perkembangan hukum lingkungan secara internasional maupun nasional.
3.        Metode penegakan hukum lingkungan nasional.
4.        Arahan pembangunan hukum agrarian nasional.
5.        Tujuan diundangkan UUPA dan mamfaatnya bagi system hukum nasional.
6.        Beberapa hak yang timbul atas tanah.
7.        Hubungan hukum lingkungan dan hukum agrarian.
8.        Hubungan hukum Perdata dan Hukum Pajak, serta kaitannya dengan hukum lingkungan dan hukum agrarian.
9.        Asas dan ketentuan dasar perpajakan.
10.    Pembagian pajak dan tata cara pemungutannya.


            KEGIATAN BELAJAR 1
HUKUM LINGKUNGAN
A.      PENGERTIAN

Dasar pemikiran pengelolaan lingkungan hidup bersumber pada kenyataan bahwa manusia adalah sebagian dari ekosistem, manusia pula pengelola ekosistem tersebut. Kerusakan lingkungan adalah pengaruh sampingan dari tindakan manusia untuk mencapai suatu tujuan yang mempunyai konsekuiensi terhadap lingkungan hidup
Pada dasarnya hukum lingkungan hidup tidak mempunyai batasan yang jelas sebagimana hukum perbankan, hukum perjanjian dan hukum perkawinan.
Segala peraturan hukum yang mengatur kegiatan yang nampaknya berpengaruh pada lingkungan hidup tercakup dalam definisi hukum lingkungan hidup. Mungkin peraturan hukum ini berkaitan dengan perbuatan perseorangan, perusahaan,  atau pejabat pemerintah. Dalam hubungannya dengan pejabat pemerintah, hukum lingkungan hidup sesungguhnya merupakan bentuk istimewa dari hukum administrasi.
Istilah “lingkungan hidup” diambil dari istilah yang didalam bahasa inggris disebut environment, dalam bahasa belanda disebut milleu, dan dalam bahasa perancis disebut I’environment. Dalam kamus lingkungan hidup yang disusun oleh Michael Allaby, environment diartikan sebagai the physical, chemical, and biotic condition surrounding and organism.

S.J. Mcnaughton dan Larry L. wolf mengartikan istilah environment sebagai “semua factor eksternal yang bersifat biologis dan fisika yang langsung mempengaruhi kehidupan pertumbuhan, perkembangan, dan reproduksi organism

Pengertian lingkungan hidup nasional diprakarsai pemikiran dua orang ahli ilmu lingkungan dan hukum ligkungan Indonesia, Prof. Dr. Ir. Otto soemarwoto dan Prof. Dr. St. munadjat Danusaputro, SH. Otto Soemarwoto menyatakan “ lingkungan  adalah jumlah semua benda dan kondisi yang ada dalam ruangan yang kita tempati yang mempengaruhi kehidupan kita”, sedangkan Munadjat mengartikan lingkungan hidup sebagai “Semua benda dan kondisi, termasuk didalamnya manusia dan tingkah perbuatannya, yang terdapat dalam ruang tempat manusia berada dan mempengaruhi hidup serta kesejahteraan manusia dan jasad hidup lainnya”.

Penertian Yuridis tentang lingkungan hidup dicantumkan dalam Undang-undang No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan pokok Pengolaan Lingkungan Hidup (UULH) dalam Pasal 1 yang berbunyi “Lingkungan Hidup adalah kesatuan Ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk didalamnya manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya”. Pengertian ini tidak berbeda dengan pengertian yang terdapat dalam Undang-Undang nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengolahan Lingkungan Hidup (UUPLH)
Pengertian lingkungan Hidup dapat dirangkum dalam unsure-unsur sebagai berikut :
1.      Semua benda, berupa manusia, hewan, tumbuhan, organism, tanah, air, udara, ruang, dan unsure pendukungnya, yang disebut sebagai “materi”.
2.      Daya atau energy;
3.      Keadaan atau kondisi;
4.      Perilaku;
5.      Ruang atau wadah berbagai komponen berada; dan
6.      Proses interaksi dan saling mempengaruhi
            Dari unsur-unsur pengertian lingkungan hidup ini, kita dapat mengelompokanlingkungan hidup menjadi empat bagian, yaitu :
1.      Lingkungan fisik berupa benda-benda dan daya;
2.      Lingkungan biologis berupa manusia, hewan, tumbuhan, dan makhluk organis lainnya;
3.      Lingkungan social berupa tabiat, watak, dan perilaku manusia;
4.      Lingkungan institusional berupa lembaga-lembaga dalam masyarakat yang bertujuan mencapai kesejahteraan.

B.       PERKEMBANGAN HUKUM LINGKUNGAN INTERNASIONAL

Perkembangan pengaturan hukum lingkunganyang sistematis dalam lingkungan internasional dimulai dari pembicaraan dalam siding dewan Ekonomi dan Sosial PBB mengenai peninjauan terhadap hasil gerakan “Dasawarsa Pembangunan Dunia ke I (1960 – 1970) pada tanggal 28 Mei 1968. Isu lingkungan hidup menjadi krusial karena dalam dua decade terakhir 1950-1970 terdapat beberapa permasalahan lingkungan yang cukup mengejutkan dunia
Konfrensi PBB tentang Lingkungan Hidup (United nation conference on the human Environment) diselenggarakan di Stockholm pada tanggal 5-16 Juni 1972, konfrensi ini menghasilkan beberapa rumusan sebagai berikut :
1.         Deklarasi tentang lingkungan Hidup manusia (Stocholm Declaration) terdiri atas pembukaan dan 26 prinsip dasar.
2.         Rencana aksi Linkungan Hidup Manusia (action Plan)
3.         Kerangka Keraja Action Plan yang meliputi : a global assessment programme (eart Watch), Enviromental management activities, and supporting measures.
4.         Rekomendasi pembentukan UNEP (united Nations Environment Programme)
5.         Penetapan tanggal 5 Juni sebagai Hari Lingkungan Hidup dunia.

C.      PRINSIP HUKUM LINGKUNGAN

Terdapat sejumlah prinsip lingkungan hidup yang secara luas diterima sebagai bagian dari kerangka kerja pengelolaan lingkungan hidup yaitu :
1.    Pencegahan Pencemaran (the Pollution Prevention Principle). Prinsip ini dibentuk tidak hanya untuk mengendalikan pencemaran dan menghilangkan kerusakan tetapi juga untuk mencegah munculnya dampak lingkungan hidup yang negative dari kegiatan manusia yang mungkin terjadi, jika mungkin pencegahan dilakukan pada sumber dan dengan tujuan pengurangan resiko.
2.    Prinsip Pencemar Membayar (the Polluter-Pays-Principle). Prinsip ini dipahami sebagai suatu dasar pengalokasian biaya. Prinsip ini membantu menghindari distorsi ekonomi.
3.    Prinsip kehati-hatian (the precautionary Principle). Prinsip kehati-hatian berbunyi bahwa pendekatan berhati-hati akan diterapkan secara luas oleh Negara-negara bagian sesuai dengan kepabilitasnya ketika ada ancaman serius atau kerusakan yang tidak dapat dikembalikan,
4.    Pengendalian Pencemaran terpadu. Pendekatan ini berasal dari laporan Bruntland yang mengkritik pendekatan Tradisional secara bagian-bagian.
5.    Peranan penduduk asli. Undang-undang Lingkungan Hidup mengatakan Pemerintah metapkan kebijaksanaa nasional dengan tetap memperhatikan nilai-nilai agama, adat istiadat, dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat (Pasal 9 ayat (1).

D.      KONSEP PERLINDUNGAN LINGKUNGAN NASIONAL

Pragraf ke 4 pembukaan UUD 1945 berbunyi bahwa UUD 1945 bertujuan “membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpa darah Indonesia”, ahli hukum terkenal Koesnadi hardjasoemantri, telah menafsirkannya sebagai prinsip yang mendasari Negara Indonesia untuk bertanggung jawab dalam melindungi manusia dan sumber-sumber alam dilingkungan hidup Indonesia. Pembukaan itu memberikan dasar bagi ketetapan yang lebih spesifik dalam batang tubuh UUD 1945 untuk melindungi dan melestarikan lingkungan.
Dasar UUD 1945 bagi perlindungan Lingkungan hidup di Indonesia terdapat pada Pasal 33 Ayat (3) yang berbunyi “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Kelemahan dasar dari pasal 33 ayat 3 tersebut adalah menganggap pengelolaan lingkungan hidup sebagai tugas dari Negara, dan tidak memberikan hak pada perorangan. Dalam hal ini, UUD 1945 telah keluar dari jalur pembangunan secara mendunia selama lebih dari 30 tahun, yang telah mengenal hak asasi manusia atas lingkungan yang baik dan sehat.
Kelemahan ini telah diralat oleh sebuah amandemen baru yang meliputi diantaranya; ketentuan hak asasi manusia (HAM) yang baru, hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat (Pasal 28 Ayat 1 UUD 1945), Amandemen ke 2. Ketetapan ini sesuai dengan jumlah deklerasi dan pernyataan internasional yang mengakui hubungan antara perlindungan lingkungan hidup dan penghargaan HAM.




E.       PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN INDONESIA

Penegakan hukum merupakan pokok dasar peraturan system hukum secara keseluruhan. Apabila penegakan hukum tidak ada, hukum tidak akan ditaati secara serius. Tampa penekanan sanksi, penegakan peraturan menguap, dan larangan serta kewajiban hanya akan terlihat sebagai petunjuk bebas tampa batasan
Penegakan hukum lingkungan di Indonesia menganut asas subsisiaritas, dimana penegakan hukum dilakukan secara bertahap mulai dari tahapan administrative, perdata dan sanksi pidana menjadi tahapan terakhir (ultimum remidium)
Sebagian besar penegakan hukum di Indonesia adalah dengan mengnakan sanksi administrative. Sanksi administrative adalah sanksi yang dikenakan secara imformal oleh pemerintah, tampa bergantung pada system pengadilan. Undang-undang No 23 tahun 1997 menetapkan sanksi administrative dalam bagian Tiga dari bab VI yang berjudul Persyaratan Pentaatan Linkungan hidup. Peraturan ini memberikan kewenang kepad gubernur untuk “melakukan paksaan pemerintahan” untuk melakukan tindakan “mencegah dan mengakhiri terjadinya pelanggaran, serta menanggulangi akibat yang ditimbulkan oleh suatu pelanggaran, melakukan tindakan penyelamatan, penanggulangan, dan/atau pemulihan atas beban biaya penanggung jawab usaha dan/ atau kegiatan”, 9pasal 25 ayat 1).
Peranan hukum dalam perancangan sanksi administrative adalah untuk :
1.      Merancang peraturan (rules) yang member kewenangan untuk menetukan syarat-syarat kepada perorangan atau badan hukum;
2.      Menetapkan batasan pada kewenangan itu;
3.      Menetapkan prosedur yang harus diikuti dalam melaksanakan kewenangan itu; dan
4.      Menyatakan syarat-syarat yang dapat dijatuhkan.
UUPLH membebankan suatu kewajiban untuk membayar ganti rugi atas pencemaran atau perusakan lingkungan dan melakukan “tindakan tertentu”. Pasal 34         ayat     (1) UUPLH menetapkan bahwa suatu perbuatan melanggar hukum berupa        pencemaran dan/         atau pengrusakan lingkungan hidup yang menimbulkan          kerugian pada orang lain atau             lingkungan hidup, mewajibkan penanggung       jawab usaha dan/ atau kegiatan untuk            membayar ganti rugi dan/ atau    melakukan tindakan tertentu.
                        Agar sukses mengajukan perkara berdasarkan Pasal 34 tentang ganti rugi atau        pelaksanaan             tindakan-tindakan tertentu, perlu dibuktikan bahwa :
1.      Suatu hukum telah dilanggar;
2.      Pencemaran atau pengrusakan lingkungan hidup telah terjadi sebagai akibat dari pelanggran tersebut; dan
3.      Pencemaran atau pengrusakan lingkungan hidup tersebut telah menimbulkan dampak  negative pada orang lain atau lingkungan hidup atau “kerugian”(harm

KEGIATAN BELAJAR 2
HUKUM AGRARIA
A.      PENGANTAR

Kata agrarian, bisa mempunyai arti yang sempit (tanah) dan bisa mempunyai arti yang luas (bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan alam yang terkandung didalmnya).
Hukum agraria merupakan suatu kelompok berbagai bidang hukum yang masing-masing mengatur hak-hak penguasaan atas sumber-sumber daya alam tertentu yang termasuk pengertian agrarian. Kelompok tersebut terdiri atas;
1.         Hukum Tanah, yang mengatur hak-hak atas penguasaan tanah, dalam arti permukaan bumi;
2.         Hukum air, yang mengatur hak-hak penguasaan atas air;
3.         Hukum pertambangan, yang mengatur hak-hak penguasan atas bahan-bahan galian yang dimaksudkan oleh undang-undang Pokok Pertambangan;
4.         Hukum Perikanan, yang mengatur hak-hak penguasaan atas kekayaan alam yang terkandung didalam air;
5.         Hukum Penguasaan atas Tenaga dan Unsur-unsur Dalam ruang Angkasa (bukan”space Law”), yang mengatur hak-hak penguasaan atas tenaga dan unsure-unsur dalam ruang angkasa yang dimaksudkan oleh pasal 48 UUPA

B.       LATAR BELAKANG DAN TUJUAN UUPA

Latar belakang dikeluarkannya UUPA, dapat diketahui dalam bagian menimbang dan penjelasan umum angka romawi I dari Undang-undang tersebut yaitu:
1.    Untuk membangun masyarakat yang adil dan makmur.
2.    Undang-undang yang berlaku bertentangan dengan kepentingan rakyat dan Negara didalam menyelesaikan revolusi nasional sekarang ini serta pembangunan semesta.
3.    Bahwa hukum agrarian tersebut mempunyai sifat dualism, dengan berlakunya hukum adat disamping hukum agrarian yang didasarkan atas hukum barat.
4.    Bahwa bagi rakyat asli, hukum agrarian penjajahan itu tidak menjamin kepastian hukum.
Tujuan dikeluarkannya UUPA dapat diketahui dalam penjelasan umum angka romawi I, yaitu sebagai berikut :
1.         Meletakan dasar-dasar bagi penyususnan hukum agrarian nasional, yang merupakan alat untuk membawakan kemakmuran, kebahagian dan keadilan bagi Negara dan rakyat, terutama rakyat tani, dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur.
2.         Meletakan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertahanan.
3.         Meletakan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya.
                        Masing-masing tujuan tersebut, lebih lanjut dijabarkan lebih detail dalam    penjelasan        umum angka romawi II,          sebagai           dasar-dasar hukum      agrarian nasional adalah sebagai         berikut             :
1.      Dasar Kenasionalan, tercantum dalam pasal 1 ayat (1) dan (2) UUPA. Berdasarkan pasal 1 ayat (1) UUPA, seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuann tanah air dari seluruh rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa Indonesia
2.      UUPA menggunakan asas hak Menguasai Negara, menggantikan asas domein.
3.      Hak Ulayat dan hak-hak yang serupa dari masyarakat hukum adat masih tetap diakui, hak ulayat merupakan serangkaian wewenang-wewenang dan kewajiban-kewajiban suatu masyarakat hukum adat, yang berhubungan dengan tanah yang terletak dalam lingkungan wilayahnya. Berdasarkan Pasal 3 UUPA, hak ulayat dan hak-hak yang serupa dari masyarakat hukum adat diakui, tetapi pengakuan itu disertai 2 syarat, yaitu mengenai eksitensinya dan mengenai pelaksanaannya.
4.      Semua hak atas tanah mempunyai fungsi social, pengertian fungsi social dimuat pada penjelasan umum UUPA angka II.4 fungsi social mempunyai 3 unsur, yaitu (1) penggunaan atau tidak digunakan tanah itu tidak semata-mata untuk kepentingan pribadinya, apalagi kalau hal itu menimbulkan kerugian bagi masyarakat; (2) penggunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaan tanah dan sifat dari hak; dan (3) adanya keseimbangan mamfaat antara untuk pribadi dan untuk masyarakat serta Negara.
5.      Pada dasarnya hanya WNI yang mempunyai hak milik atas tanah
6.      Persamaan kesempatan bagi WNI laki-laki maupun perempuan untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah serta untuk mendapatkan mamfaat dan hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya.
7.      Atas kewajiban untuk mengerjakan sendiri bagi pemegang hak atas tanah pertanian, diatur dalam pasal 10 UUPA.
8.      Adanya perencanaan penggunaan tanah, berdasarkan pasal 14 UUPA
                        Adapun dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan hukum,         adalah  sebagai berikut :
1.      Hukum Agraria nasional menghilangkan dualism, mengadakan kesatuan hukum.
2.      UUPA tidak menutup mata masih adanya perbedaan dalam keadaan masyarakat dan keperluan hukum dari golongan rakyat.
3.      Pencapaian kesederhanaan hukum

C.      HAK PENGUASAAN ATAS TANAH DAN HAK ATAS TANAH

Boedi Harsono, memberikan pengertian hak penguasaan atas tanah dan hirarkinya dalam hukum tanah nasional sebagai berikut : hak Penguasaan atas tanah adalah serangkaian wewenang, kewajiban dan atau larangan bagi pemegang haknya untuk berbuat sesuatu dengan tanah yang dihaki.
Hak penguasaan atas tanah dalam hukum tanah nasional, ada bermacam-macam, dan berhirarki sebagi berikut :
1.      Hak bangsa Indonesia (Pasal 1 UUPA);
2.      Hak Menguasai dari Negara (Pasal  UUPA2);
3.      Hak Ulayat masyarakat-masyarakat hukum adat (Pasal 3 UUPA); dan
4.      Hak-hak perorangan.
a.      Hak atas Tanah (Pasal 4 jo Pasal 16)
b.      Wakaf (Pasal 49UUPA);
c.       Hak jaminan atas tanah : hak Tanggungan (Pasal 23,33,39,51 dan UU No.4/96)
                        Hak atas tanah, diatur dalam Pasal 4 jo, pasal 16 UUPA. Berdasarkan pasal 4         ayat (2) UUPA, hak atas tanah adalah hak member wewenang untuk mempergunakan          tanah yang bersangkutan. Berdasarkan pasal 16 UUPA, jenis-jenis hak atas tanah     adalah sebagai berikut :
1.      Hak Milik,
2.      Hak Guna Usaha,
3.      Hak Guna bangunan,
4.      Hak Pakai,
5.      Hak Sewa untuk Bangunan,
6.      Hak Membuka Tanah, dan hak Memungut Hasil Hutan
7.      Hak-hak lain yang tidak termasuk hak diatas, yang akan ditetapkan oleh undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam pasal 53 UUPA (Hak Gadai, Hak Usaha bagi Hasil, Hak Menumpang, dan Hak Sewa Tanah Pertanian).




KEGIATAN BELAJAR 3
HUKUM PAJAK
A.      PENGERTIAN

Pajak adalah gejala masyarakat artinya pajak hanya terdapat dalam masyarakat, jadi tidak ada masyarakat maka tidak ada pajak.
Pungutan adalah peralihan kekayaan dari sector swasta kesektor public berdasarkan undang-undang untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran Negara. Pungutan dibedakan menjadi 3 jenis yaitu : pajak, retribusi dan sumbangan.
-            Pajak adalah suatu pungutan tampa jasa timbale secara langsung dan hubungan antara pemerintah dengan wajib pajak bukan hubungan timbal balik yang sempurna karena pemerintah hanya mempunyai hak dan wajib pajak hanya mempunyai kewajiban.
-            Retribusi dalah suatu pungutan dengan jasa timbale secara langsung yang ditujukan kepada pembayar retribusi dan hubungan antara pemerintah dengan pembayar retribusi timbale balik sempurna.
-            Sumbangan adalah suatu pungutan dengan jasa timbale secara langsung yang ditujukan kepada sekelompok orang tertentu pembayar sumbangan timbale balik sempurna.
Hukum Pajak adalah keseluruhan aturan yang mengatur hubungan antara pemerintah sebagai pemungut pajak dan rakyat sebagai wajib pajak. Pemungut pajak sering disebut fiscus, yang artinya keranjang tempat uang. Hukum pajak dibedakan menjadi dua yaitu : Hukum Pajak materiil, yaitu norma-norma yang mengatur tentang subjek, objek dan tariff pajak; dan hukum pajak Formal yaitu norma-norma yang mengatur tentang cara menjelmakan ketentuan pajak materiil menjadi kenyataan, yang antara lain tentang :
1.      Kewajiban wajib pajak;
2.      Kewajiban Fiscus;
3.      Tata cara pemungutan dan Pembayaran Pajak;
4.      Keberatan dan banding;
5.      Sengketa perpajakan.
                        Dalam tata Hukum Indonesia hukum pajak masuk dalam bidang hukum     public, dimana hukum pajak merupakan bagian dari Hukum Administrasi Negara   (HAN). Prof, Adriani dengan teorinya  “Otonomi Hukum Pajak” berpendapat bahwa    Hukum Pajak bukan bagian dari HAN akan tetapi merupakan salah satu cabang dari      hukum Publik yang berdiri sendiri sejajar dengan hukum public yang lain, karena   hukum Pajak mempunyai tugas yang lain sifatnya dari HAN. Tugas hukum pajak        tersebut merupakan alat untuk menetukan politik perekonomian suatu Negara (fungsi   mengartur).
                        Hubungan Hukum pajak dengan hukum perdata itu sangat erat dengan       beberapa alasan :
1.      Hukum pajak mendasarkan kemungkinan pemungutan pajaknya pada peristiwa, perbuatan dan keadaan (tatbestand) yang bergerak dilingkungan hukum perdata.
2.      Pengaruh dari ajaran Prof. paul Scholten, bahwa Hukum perdata harus dipandang sebagai hukum umum yang meliputi semua ketentuan hukum kecuali jika hukum public telah menetapkan peraturan yang menyimpang (Lex specialis derogate legi generali).
3.      Pengaruh dari pendapat Prof. Prints, bahwa banyak istilah-istilah hukum perdata yang dipergunakan dalam perundang-undangan pajak walaupun pengertiannya tidak selalu dianut oleh hukum pajak.

B.       ASAS DAN DASAR PERPAJAKAN

Menurut Rochmat Soemitro, pajak adalah suatu perikatan yang timbul karena  UU yang mewajibkan seseorang atau badan hukum yang telah memenuhi syarat yang ditetapkan oleh UU, untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada Kas Negara yang dapat dipaksakan, tampa mendapat sesuatu imbalan yang secara langsung dapat ditunjuk, yang digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran Negara (rutin dan pembangunan) dan yang digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan diluar bidang keuangan.
            Berdasarkan Definisi tersebut ada beberapa catatan, yaitu :
1.      Perikatan pajak adalah perikatan yang lahir dari UU.
2.      Memenuhi syarat yang ditentukan UU:
a.       Syarat Subjektif: Penduduk Indonesia; atau WNA yang memperoleh penghasilan dari Indonesia.
b.      Syarat Objektif: memiliki Objek yang dikenai pajak.
3.      Dapat dipaksakan artinya apabila wajib pajak tidak melaksanakan kewajibannya maka ada upaya hukum yang dapat dipergunakan oleh fiscus untuk memaksa wajib pajak memenuhi kewajibannya.
4.      Fungsi Pajak:
a.       Budgeter yaitu bahwa Pajak digunakan sebagai alat untuk memasukan uang sebanyak-banyaknya kedalam Kas Negara;
b.      Mengatur yaitu bahwa Pajak dipergunakan untuk mencapai tujuan tertentu diluar bidang keuangan.
                        Menurut Adolph Wagner, pajak adalah pungutan yang dapat dipaksakan dari         suatu    masyarakat yang sebagian ditujukan untuk menutup pengeluaran –         pengeluaran yang        bersifat umum dan sebagian lagi untuk menyesuaikan   perubahan pembagian pendapatan      rakyat.


            Unsur Pajak :
1.      Ada Masyarakat, karena pajak dipungut untuk menyelenggarakan kepentingan yang bersifat umum yang ada dalam masyarakat.
2.      Ada UU, pajak merupakan suatu pungutan, yaitu peralihan kekayaan dari sector swasta ke sektor pemerintah berdasarkan UU. Setelah UU mendapat persetujuan DPR bearti sudah mendapat persetujuan dari Rakyat.
3.      Ada Fiscus/ Pemungutan Pajak, yaitu lembaga yang bertugas menyelenggarakan kepentingan umum di dalam masyarakat (Negara).
4.      Ada wajib pajak, orang atau badan yang telah memenuhi syarat subjektif maupun syarat objektif,
5.      Ada tatbestand/ objek pajak, yaitu peristiwa, perbuatan atau keadaan.
6.      Khusus untuk PBB ada surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT).
                        Selanjutnya ciri-ciri pajak adalah :
1.      Ada peralihan kekayaan dari sektor Swasta ke Sektor Pemerintah;
2.      Pungutan Pajak dapat dipaksakan secara Yuridis;
3.      Pajak dapat dipungut secara insidentil maupun secara priodik;
4.      Pajak dapat dikenakan atas orang maupun barang;
5.      Tidak dapat ditunjukan adanya jasa timbale secara langsung;
6.      Pajak mempunyai fungsi budgeter dan mengatur;

C.      PEMBAGIAN PAJAK

Pembagian pajak dilakukan dengan mendasarkan pada keriteria :
Kewenangan melakukan pemungutan pajak; Cara pemungutan dan kewajiban memikul beban pajak; sifat Pajak; dan titik Tolak Pemungutan Pajaknya.
Berdasarkan kewenangan melakukan pemungutan pajak dibedakan menjadi Pajak Pusat dan Pajak daerah. Pajak Pusat, yaitu pajak yang kewenangan pemungutannya ada pada pemerintah pusat, misalnya PPh, PPN. Sedangkan pajak daerah, yaitu pajak yang kewenangan pemungutannya ada pada pemerintah daerah. Misalnya Pajak Hotel, Pajak restoran.
Berdasarkan cara pemungutan dan kewajiban memikul beban pajak, dapat dibedakan antara pajak langsung dan pajak tidak langsung, yang dapat dipandang dari segi administrative dan dari segi ekonomis.
1.      Dari segi administrative, pajak langsung adalah pajak yang dipungut secara periodik dengan menggunakan kohir. Dan pajak tidak langsung adalah pajak yang dipungut secara insidentil dengan dengan tidak menggunakan kohir.
2.      Dari segi ekonomis, pajak langsung adalah pajak-pajak yang pembayarannya tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain. Pajak tidak langsung adalah pajak-pajak yang pembayarannya dapat dilimpahkan kepada pihak lain. Sehingga dalam pajak tidak langsung ada pembayar pajak, penanggung pajak.
                        Berdasarkan  sifatnya, pajak dapat dibedakan menjadi personlijk dan zakelijk.        Pajak yang bersifat personlijk, yaitu pajak-pajak yang dipungut berdasarkan keadaan     diri wajib pajak atau berdasarkan daya pikul wajib pajak. Pajak yang bersifat Zakelijk,      yaitu pajak-pajak yang dipungut berdasarkan keadaan objek yang dikenai pajak. Ex.       PBB.
1.      Asas Pemungutan Pajak, yaitu
a.      Asas Domisili;
b.      Asas Nasionalitas dan
c.       Asas sumber.
      Berdasarkan asas Domisili maka Negara yang berwenang memungut pajak adalah Negara tempat subjek pajak berdomisili; yang dapat dikenai pajak adalah orang/ badan usaha yang berdomisili dinegara tersebut; dan yang dapat dikenai pajak adalah keseluruhan penghasilan yang diperoleh subjek pajak dimanapun pendapatan tersebut diperolah (World Wide Income).
      Berdasarkan asas nasionalitas maka Negara yang berwenang memungut pajak adalah Negara tempat asal kebangsaan seseorang; yang dapat dikenai pajak adalah orang-orang yang berkebangsaan Negara tersebut; dan objek pajaknya adalah seluruh penghasilan yang diperolehnya.
      Berdasarkan asas sumber maka Negara yang berwenang memungut pajak adalah Negara tempat sumber penghasilan terletak; yang dapat dikenai pajak adalah orang/ badan usaha yang memiliki penghasilan tersebut dimanapun berada; dan objek yang dikenai pajak adalah yang keluar dari sumber penghasilan dinegeri tersebut (bukan WWI).
      Ada beberapa cara untuk menghindari terjadinya pajak ganda internasional yaitu :
a.      Multilateral, dimana masing-masing Negara ikut serta menanda tangani perjanjian internasional yang didalamnya diatur juga tentang perpajakan.
b.      Bilateral, Negara-negara yang bersangkutan mengadakan perjanjian pajak atau tax traty, yang tujuannya untuk menghindari pajak ganda.
c.       Unilateral, menghindari pajak ganda secara sepihak yaitu dengan caramemasukan ketentuan-ketentuan yang tujuannya untuk menghindarkan pajak ganda kedalam UU perpajakan.

2.      Asas Pelaksanaan Pengenaan Pajak

a.      Asas Yuridis
      Sesuai dengan pasal 23A UUD 1945 bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan Negara diatur dengan undang-undang, maknanya tidak lain agar pungutan berupa pajak itu mendapat ijin dari masyarakat melalui wkil-wakilnya di DPR. Pemungutan pajak boleh dengan peraturan yang lebih rendah, asalkan sudah ada pendelegasian wewenang dari UU yang bersangkutan.
      Dalam UU Pajak materiil harus termuat kepastian tentang siapa subjek pajak, objek pajak dan berapa besar tarifnya pajak. Sedangkan dalam UU pajak formal harus termuat tentang hak-hak fiscus adalah :
-          Fiscus berhak untuk melakukan pemeriksaan untuk menetapkan besarya pajak atau untuk tujuan lain dalam rangka pelaksanaan UU perpajakan;
                        Pegawai negeri sipil tertentu dilingkungan ditjen pajak diberi wewenang     khusus sebagai penyidik tindak pidana dibidang perpajakan.
Hak-hak wajib pajak :
a.      Hak atas pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi);
b.      Hak untuk mengajukan keberatan dan banding atau pengurangan;
c.       Hak atas tersimpannya rahasia mengenai diri dan perusahaan wajib pajak yang telah diberiyahukan kepada fiscus.
b.      Asas Ekonomis
            Asas ekononomis ini penekanan pada fungsi pajak yang mengatur yaitu digunakan untuk suatu tujuan tertentu yaitu sebagai alat untuk menetukan politik perekonomian suatu Negara. Dalam fungsinya sebagai berikut maka :
1)      Pemungutan pajak harus dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak memerosotkan kehidupan ekonomi suatu masyarakat;
2)      Pemungutan pajak tidak boleh menghambat produksi dan perdagangan;
3)      Pemungutan pajak tidak boleh mengganggu kepentingan umum dan menghalang-halangi rakyat dalam mencapai kebahagian.

c.       Asas Finansial
Asas ini menitik beratkan pada fungsi pajak yang badgeter yaitu memasukan uang yang sebanyak-banyaknya kedalam kas Negara guna membiayai pengeluaran-pengeluaran rutin dan pembangunan. Oleh karena itu supaya hasil yang masuk besar maka biaya-biaya untuk pemungutannya harus ditekankan sekecil mungkin. Agar tidak memberatkan wajib pajak, maka pajak harus dipungut pada saat yang menguntungkan bagi wajib pajak yaitu saat terjadinya tatbestant.

3.      Asas Pembenaran Pemungutan Pajak

a.       Teori Asuransi, Negara berhak memungut pajak karena Negara menjaga segala kepentingan, keselamatan dan keamanan jiwa dan harta benda dari seluruh rakyat, sehingga untuk keperluan tersebut rakyat harus membayar premi, dan premi itu berupa pajak.
b.      Teori Kepentingan, pemerintah sebagai lembaga yang menyelenggarakan kepentingan bersama. Dalam penyelenggaraan kepentingan bersama ini diperlukan biaya, dan biaya harus ditanggung oleh seluruh rakyat sehingga Negara berwenang memungut pajak.
c.       Teori Bakti/ Teori Kewajiban Pajak Mutlak, menurut teori ini Negara adalah persekutuan dari individu dan Negara berdiri atas individu-individu.
4.      Asas Pembagian Beban Pajak
            Pemungutan pajak harus adil, artinya bahwa beban pajak itu harus disesuaikan dengan kemampuan wajib pajak. Untuk mengetahui seberapa besar kemampuan seseorang wajib pajak, dalam hukum pajak dikenal dengan teori daya pikul. Menurut :
-          Prof. De Lagen, “Daya pikul adalah besarnya kekuatan seseorang untuk mencapai pemuasan kebutuhan setinggi-tingginya setelah dikurangi dengan yang mutlak untuk keebutuhan primer”.
-          Mr. Cohen Stuart “Menyamakan daya pikul dengan sebuah jembatan. Sebuah jembatan untuk dapat menahan beban kendaraan yang lewat diatasnya, maka terlebih dahulu harus kuat menahan bobotnya sendiri”.

D.      UTANG PAJAK

Pajak merukan suatu perikatan. Berdasarkan pasal 1233 KUH Perdata perikatan dapat timbul karena undang-undang dan karena perjanjian. Dalam hal ini pajak merupakan perikatan yang timbul karena undang-undang, selanjutnya berdasarkan pasal 1343 KUH Perdata Perikatan yang timbul karena undang-undang dapat dibedakan antara timbul karena UU melulu dan timbul karena perbuatan manusia. Ada 2 ajaran mengenai timbulnya utang pajak yaitu ajaran materiil dan ajaran formal.
            Menurut ajaran materiil utang pajak timbul dengan sendirinya pada saat dipenuhinya tatbestand yang disebut dalam undang-undang.
            Berdasarkan ajaran formal utang pajak timbul karena UU pada saat dikeluarkannya SPPT oleh direktorat Jendral Pajak.

E.       PEMUNGUTAN PAJAK

Pungutan (heffing) dapat dipungut dimuka disebut dengan voorheffing atau dipungut dibelakang disebut dengan istilah naheffing. Pemungutan dimuka artinya pajak dipungut pada awal  tahun pajak. Pemungutan dibelakang artinya pajak dipungut setelah tahun pajak berakhir.
Selanjutnya dasar pengenaan pajak ditentukan melalui stelsel atau system pemungutan pajak yang dibedakan menjadi 3 macam yaitu :
1.      Stelsel Fiksi atau anggapan, pajak dikenakan atas suatu penghasilan yang besarnya ditentukan berdasarkan suatu anggapan atau fiksi yang diberikan oleh UU Pajak yang bersangkutan. Anggapan yang dipakai adalah :
a.       Besarnya penghasilan setahun seseorang dianggap sama besarnya dengan 12 X penghasilan tetap yang diterima 1 januari tahun pajak yang bersangkutan.
b.      Besarnya penghasilan setahun adalah dianggap sama besar dengan penghasilan bersih yang diterima pada tahun pajak yang lalu.
2.      Stelsel Riil atau kenyataan, pajak dipungut berdasarkan penghasilan yang sesungguhnya diperoleh selama satu tahun pajak yang bersangkutan. Untuk menghitung pajak yang terhutang maka harus diketahui penghasilan yang sebenarnya diperoleh.
3.      Stelsel Campuran, pada permulaan tahun pajak, pajak dipungut berdasarkan suatu anggapan (fiksi), kemudian setelah tahun pajak berakhir maka besarnya pajak dihitung berdasarkan penghasilan sesungguhnya yang diterima pada tahun pajak bersangkutan.

F.     HAPUSNYA HUTANG PAJAK
            Tidak seluruh cara hapunya perikatan yang terdapat dalam Pasal 1381 KUH Perdata berlaku bagi hutang pajak. Hanya beberapa cara hapusnya perikatan yang dapat diterapkan dalam utang pajak, yaitu :
1.      Pembayaran
2.      Perjumpaan utang/ Kompensasi, dapat dilakukan hanya antara utang pajak dengan kelebihan pembayaran pajak; tidak dapat utang pajak dengan utang Perdata (kecuali hasil lelang);
3.      Pembebasan Utang
4.      Pembatalan
5.      Daluarsa

G.    HUKUM PAJAK INDONESIA

            Didalam hukum pajak dalam Pengantar Hukum Indonesia terdapat beberapa hal yang perlu kita ketahui. Pertama NPWP. NPWP adalah suatu sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak, disamping sebagai identitas, NPWP juga mempunyai fungsi sebagai :
1.      Tanda Pengenal;
2.      Sarana Administrasi;
3.      Sarana Pengawasan oleh Fiscus.

      Jika wajib pajak lalai dalam mendapatkan NPWP  maka sanksinya adalah pidana penjara selama-lamanya 6 tahun dan denda setinggi-tingginya 4 kali pajak yang tidak/ kurang dibayar
NPWP dapat dicabut apabila wajib pajak meninggal dunia, wajib pajak jatuh pailit; wanita kawin tidak pisah harta; badan usaha bubar, dan kegiatan yang dikelola selesai.

      Di dalam hukum positif Indonesia, terdapat beberapa macam pajak utama yang diterapkan bagi setiap wajib pajak meliputi Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPN dan PPn BN), dan Pajak Bumi Bangunan.
      Subjek pajak PPh adalah orang pribadi, Objek pajak adalah Penghasilan.  Subjeknya pajak PBB adalah orang atau  badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan atau memperoleh mamfaat atas bumi dan atau memiliki, menguasai dan atau memperoleh mamfaat atas bangunan, objek pajak PBB adalah bumi dan bangunan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar