Sabtu, 24 Agustus 2019

Pengantar Ilmu Hukum.UT.Modul 8


MODUL 8
HUKUM PIDANA dan
HUKUM INTERNASIONAL
PENDAHULUAN
            Berdasarkan cara kerjanya hukum dapat digolongkan menjadi hukum public dan hukum privat. Hukum public pada umumnya bersifat memaksa dan dapat dipaksakan oleh alat Negara bagi yang melanggarnya atau tidak mematuhinya, sedangkan hukum privat adalah merupakan hubungan antar anggota masyarakat, muatan yang diatur pada umumnya bersifat pribadi.
            Hukum Pidana maupun hukum Internasional berdasarkan cirri-ciri diatas dapat digolongkan sebagi hukum public. Cirri hukum pidana sebagai hukum public adalah materi yang diatur merupakan kepentingan masyarakat dan Negara,  kedudukan para pihak yang terlibat dalam pemeriksaan perkara yang tidak sejajar dan cara penegakan hukumnya apabila terjadi pelanggaran.
            Hukum Pidana dalam arti sempit dapat diartikan sebagai hukum Negara yang mengatur tentang perbuatan yang dilarang atau berdasarkan kewajibannya harus dilakukan dengan disertai sanksi pidana bagi pelanggarnya (Hukum Pidana Materiil), sedangkan dalam pengertian luas mencakup cara penegakan hukumnya (hukum Pidana Formal)
            Uraian dalam Modul ini dalah terkait :
1.      Pengertian Hukum Pidana dan Hukum Internasional.
2.      Sumber-sumber Hukum Pidana dan Hukum Internasional.
3.      Subjek Hukum Pidana dan Hukum Internasional.
4.      Asas-asa hukum Pidana dan Hukum Internasional.
5.      Alasan Penghapusan Pidan dan penuntutan.
6.      Sejarah Hukum Internasional.
7.      Hubungan Hukum Internasional dan Hukum Nasional.



KEGIATAN BELAJAR 1
HUKUM PIDANA
            Hukum pidana dapatlah diartikan sebagai bagian dari keseluruhan Hukum yang berlaku di suatu Negara yang mengadakan dasar-dasar dan mengatur ketentuan tentang :
1.      Perbuatan yang tidak boleh dilakukan, dilarang, yang disertai ancaman pidana bagi siapa yang melakukan.
2.      Kapan dan dalam hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan itu dapat dikenakan sanksi pidana.
3.      Dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan.
            Berdasarkan pengertian tersebut dapatlah disimpulkan bahwa hukum pidana dalam pengertian yang sempit hanyalah menyangkut hukum pidana materiil yakni menyangkut perbuatan-perbuatan yang dilarang atau tidak boleh dilakukan yang disertai dengan ancaman pidana bagi barang siapa yang melakukan dan dalam hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan itu dapat dikenakan sanksi pidana.
Ilmu Hukum Pidana
            Secara singkat ilmu Hukum Pidana adalah ilmu pengetahuan mengenai suatu bagian khusus dari hukum, yakni hukum pidana. Objek dari ilmu hukum pidana tersebut adalah aturan-aturan hukum pidana yang berlaku di suatu Negara.
            Menurut gustaf radbruch dalam Vorchule der Rechtsfilosofie, 1948, tujuan dari ilmu Pengetahuan Hukum adalah, “Rechtswissenshaft its die wissenchaft vom obyektiven sinn des positive rechts” (Tujuan ilmu hukum adalah mempelajari pengetahuan yang objektif dari hukum positive). Berdasarkan pengertian tersebut, maka tujuan dari ilmu hukum pidana adalah mempelajari pengetahuan yang objektif dari hukum pidana positif.
Perbuatan Pidana
            Perbuatan Pidana  oleh
-          Moeljatno diartikan sebagai perbuatan yang dilarang, larangan tersebut dalam suatu undangan-undangan dan adanya ancaman pidana bagi barang siap yang melanggar.
-          Simon mengartikan perbuatan Pidana sebagai kelakuan yang diancam pidana, melawan hukum, adanya kesalahan dan mampu bertanggung jawab.
-          Van hamel mengartikan bahwa perbuatan Pidana adalah kelakuan dalam undang-undang, bersifat melawan hukum, adanya kesalahan dan patut di Pidana.
-          Ch.J. Enschede mengartikan perbuatan Pidana sebagai kelakuan perbuatan manusia yang berada dalam rumusan delik, bersifat melawan hukum dan adanya kesalahan yang dapat dicelakan.


Tujuan Hukum Pidana
            Tujuan hukum Pidana menurut aliran klasik adalah melindungi anggota masyarakat dari tindak kesewenang-wenang. Aliran ini dipelopori oleh Markies van Becaria dalam bukunya berjudul Dei delitte edelle pene. Dasar pijakan dari aliran klasik ini adalah asas legalitas, asas kesalahan dan pidana sebagai pembalasan.
            Selain tujuan hukum Pidana, terdapat pula tujuan pidana yang secara garis besar ada tiga.
1.      Tujuan  pidana yang berdasarkan pada pembalasan. Kejahatan dianggap sebagai suatu ketidak adilan. Oleh karena itu harus melakukan pembalasan yang setimpal terhadap pelaku kejahatan.
2.      Tujuan pidana adalah prevensi. Tujuan pina ini dikenal dengan teori relative. Ada lima dari teori ini :
1.      Generale Preventie atau pencegahan umum oleh anselm Von Feurbach
2.      Special Preventie atau Pencegahan Hukum, dikemukan oleh Van hamel dan Von Liszt.
3.      Verbetering van de dader, memperbaiki sipenjahat menjadi manusia yang baik
4.      Onschadelijk maken van de misdadiger, tujuan menyingkirkan mereka yang tidak bisa lagi diperbaiki dari masyarakat
5.      Herstel van geleden maatschhappelijk nadeel, tujuan untuk memperbaiki kerugian dalam masyarakat akibat kejahatan yang dilakukan.
3.      Teori gabungan yang menyeimbangkan antara pembalasan dan perlindungan terhadap masyarakat, teori ini dikemukan oleh Vos, Groritius (Hugo de Groot) dan Hazewinkel Suringa, dalam teori gabungan ini ada tiga aliran, yaitu :
1.      Titik berat pembalasan untuk melinggu masyarakat.
2.      Titik berat melindungi masyarakat tampa meninggalkan balasan.
3.      Pembalasan dan perlindungan seimbang.
Tentang KUHP
            Kitab undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang saat ini berlaku di Indonesia adalah terjemahan dari Wetboek van Strafrecht yang selesai dibuat di Tweede kamer (Parlemen) Belanda pada tanggal 3 Maret 1881, dinyatakan berlaku tanggal 1 September 1886 dan ditetapkan secara konkordans di semua wilayah jajahan Belanda, termasuk Indonesia. Namun efektif baru dihitung sejak 1918.
            Setelah Indonesia Merdeka, dengan UU No 1 Tahun 1946 diubah menjadi KUHP. KUHP terdiri dari 3 buku. Buku I tentang Ketentuan Umum, buku II tentang kejahatan-kejahatan dan buku III tentang Pelanggaran-Pelanggaran.
            Dalam ketentuan umumterdapat beberapa hal antara lain mengenai jenis Pidana dan beberapa pengertian seperti Delik aduan, residivis dan perbarengan perbuatan. Berdasarkan KUHP secara garis besar pidana dibagi atas pidana pokok dan pidana tambahan, adapun Pidana pokok terdiri dari :
1.      Pidana Mati.
2.      Pidana Penjara.
3.      Pidana Kurungan, dan
4.      Pidana Denda

            Sedangkan pidana tambahan terdiri atas :
1.      Perampasan barang-barang terentu.
2.      Pencabutan hak-hak tertentu.
3.      Pengumuman putusan hakim
Azas Hukum Pidana
            Secara garis besar asas-asas hukum Pidana dapat dibagi menjadi dua, yaitu asas-asas hukum Pidana dalam KUHP dan asas-asas hukum Pidana diluar KUHP adalah :
1.      Asas Legalitas
Asas ini diciptakan oleh Anselm Von Feuerbach yang bearti tidak ada perbuatan yang dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam peraturan perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan itu dilaukan.
Menurut Groenhuijsen  asas legalitas mengandung  empat makna :
i.                    Perbuatan undang-undang tidak boleh memberlakukan ketentuan pidana berlaku surut.
ii.                  Semua perbuatan yang dilarang harus dimuat dalam rumusan delik yang sejelas-jelasnya.
iii.                Hakim dilarang menyatakan bahwa terdakwa melakukan perbuatan pidana didasarkan pada hukum tidak tertulis atau hukum kebiasaan
iv.                Terhadap peraturan hukum pidana dilarang diterapkan analogi
            Menurut  Scafneister, beberapa aspek yang terdapat dalam asa legalitas adalah :
-          Tidak ada Pida kecuali berdasarkan ketentuan pidana menurut undang-undang.
-          Tidak boleh beranalogi.
-          Tidak ada pida hanya kebiasaan.
-          Ketentuan pidana harus jelas atau asas lex certa.
-          Tidak berlaku surut.
-          Tidak ada pidana lain selain dari undang-undang.
-          Penuntutan pidana hanya menurut cara sesuai dengan undang-undang

2.      Asas Teritorial, Pengecualiaan asas Teritorial dan Perluasan Asas Teritorial
            Asas Teritorial bearti hukum pidana Indonesia berlaku bagi setiap orang yang melakukan perbuatan pidana di Indonesia.
            Pengecualian asas pidana teritorial terhadap orang khususnya bagi kepala Negara, Duta Besar dan Konsul serta Diplomat serta petugas lembaga Internasional., sedangkan pengecualian asas Teritorial pada tempat yakin, wilayah kedutaan besar suatu Negara, wilayah angkatan bersenjata suatu Negara dan kapal berbendera Negara asing.
            Perluasan asas territorial dapat berdasarkan empat prinsip yaitu :
1.      Prinsip Teknis, Tekinis subjektif dan Objektif, perluasan teknis Subjektif adalah hukum pidana Indonesia berlaku atas perbuatan yang mulai dilakukan di Indonesia tetapi berakhir atau menimbulkan akibat diwilayah Negara lain. Perluasan Teknik Objektif adaalah Hukum Pidana Indonesia berlaku atas perbuatan yang mulai dilakukan di Negara lain tetapi berakhir atau menimbulkan akibat di Indonesia.
2.      Prinsip Kewarganegaraan, dibagi menjadi Prinsip Kewarganegaran aktif dan Pasif. Prinsip Kewarganegaraan aktif adalah hukum pidana Indonesia berlaku bagi warga Negara Indonesia yang melakukan perbuatan pidana diluar wilayah Indonesia. Prinsip Negara Pasif adalah hukum pidana Indonesia berlaku atas orang yang melaakukan kejahatan diwilayah Negara lain yang akibatnya merugikan pemerintah Indonesia.
3.      Prinsip Proteksi yaitu hukum pidana Indonesia berlaku atas perbuatan pidana yang melanggar keamanaan dan integritas atau kepentingan vital ekonomi atau kepentingan lainnya yang hendak dilindungi yang dilakukan diwilayah Indonesia.
4.      Prinsip Universal adalah Hukum Pidana Indonesia berlaku atas perbuatan yang melanggar kepentingan masyarakat internasional.

3.      Alasan Penghapusan Pidana yang ada dalam KUHP
            Secara garis besar alasan penghapusan pidana dibagi menjadi alasan pembenar dan alasan pemaaf. Alasan pembenar bearti sifat melawan hukum dari suatu perbuatan dihapus. Sedangkan alasan pemaaf bearti sifat dapat dicela pelaku dihapus.
            Alasan pembenar terdiri dari keadaan darurat, pembelaan terpaksa, menjalankan peraturan perundang-undangan dan menjalankan perintah jabatan yang sah. Sementara alasan pemaaf terdiri dari tidak mampu bertanggung jawab, daya paksa yang absolute, pembelaan terpaksa yang melampaui batas dan menjalankan perintah jawatan yang tidak sah.

4.      Alasan Penghapus Penuntutan yang ada dalam KUHP
            Ada beberapa alasan penghapus penuntutan dalam KUHP yakni,
Ne bis in idem, terdakwa meninggal dunia, verjaring, dan pembayaran sukarela atas pelanggaran yang hanya diancam dengan sanksi pidana denda.
Ne bis in idem artinya seseorang tidak dapat dituntut lebih dari satu kali didepan pengadilan dengan perkara yang sama.
Sementara Verjaring atau daluarsa adalah waktu sehingga suatu perkara pidana tidak bisa lagi dituntut
Bebera asa pidana diluar KUHP adalah :
a.       Geen straf zonder schuld
Asas ini juga dikenal dengan istilah actus reus mens rea yang bearti tidak ada pidana tanpa kesalahan
b.      Alasan Penghapusan Pidana diluar KUHP, alasan penghapus pidana diluar KUHP terdiri dari alasan Pembenar dan alasan pemaaf.
c.       Alasan Penghapus tuntutan diluar KUHP, antara lain Amnesti, abolisi dan asas oportunitas.

  


KEGIATAN BELAJAR 2
HUKUM INTERNASIONAL
A.      PENGERTIAN

Hukum Internasional sering juga diistilakan hukum bangsa-bangsa, hukum antar bangsa maupun hukum antar Negara. Hukum Internasional dibedakan menjadi dua pengertian, yaitu hukum internasional Publik dan Hukum Perdata internasional
Hukum perdata Internasional adalah keseluruhan kaidah Hukum dan asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang melintasi batas Negara, sedangkan Hukum Internasional public yaitu kumpulan aturan hukum yang berlakunya dipertahankan oleh masyarakat internasional.
Hukum Internasional ialah keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur hubungan dan persoalan yang melintasi batas Negara antara :
a.    Negara dengan Negara.
b.    Negara dengan subjek hukum lain bukan Negara atau subjek hukum bukan Negara satu sama lain.
Istilah hukum bangsa-bangsa (law of nation) berasal dari istilah hukum Romawi “ius gentium” dalam arti yang semula, ius gentium bukanlah bearti hukum yang berlaku antara bangsa-bangsa saja, melainkan pula kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan orang Romawi dengan orang bukan romawi. Dan antara orang bukan Romawi satu sama lain.

B.       SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL

Secara teoritis, subjek Hukum Internasional hanyalah Negara, dalam hal terdapat suatu konvensi internasional yang ditunjuk untuk melindungi subjek hukum perorangan, konstruksi yang ditunjuk secara langsung dalam konvensi tersebut adalah Negara yang menjadi peserta konvensi tersebut.
Siapa saja subjek hukum internasional
1.         Negara
Negara merupakan subjek hukum internasional klasik, yang sudah dekian adanya semenjak lahirnya hubungan antar Negara yang menciptakan hukum internasional.
2.         Tahta Suci Vatikan
Tahta Suci vatikan merupakan subjek hukum internasional selain Negara. Hal ini merupakan peninggalan masa lalu pada saat paus selain kepala Gereja Roma juga memiliki kekuasaan Romawi. Hingga saat ini keberadaan vatikan sebagai subjek hukum tersendiri masih tetap ada, terbukti dengan keberadaan perwakilan diplimatik dari tahta Suci Vatikan dibanyak Ibukota Negara termasuk Jakarta.
3.         Palang Merah Internasional
PMI atau Internasional Commission of Red Cross (ICRC) memiliki posisi yang unik sebagai subjek hukum internasional.
4.         Organisasi Internasional
Organisasi Internasional merupakan subjek hukum internasional yang kuat kedudukannya selain Negara saat ini.
5.         Individu
6.         Pemberontakan atau para pihak dalam suatu sengketa bersenjata
7.         Memperoleh kedudukan sebagai subjek hukum internasional hanya dalam beberapa keadaan tertentu dan harus memenuhi persyaratan tertentu pula. Kesempatan yang sama terhadap pemberontak karena adanya hak menetukan nasib sendiri 9the right of self-determinations), adapun batasan yang ditetapkan untuk membuktikan bahwa mereka memiliki wilayah sendiri yang berdaulat, memiliki system pemerintahan sendiri, dan memiliki angkatan perang sendiri

C.      SUMBER HUKUM INTERNASIONAL

Sumber Hukum Internasional yang utama terdapat pada Pasal 38 ayat (1) Statuta mahkamah Internasional yang membagi sumber-sumber hukum internasional menjadi emapt, yaitu :
1.    Perjanjian Internasional, baik yang bersifat umum maupun khusus, yang mengandung ketentuan hukum yang diakui secara tegas oleh Negara-negara yang bersengketa.
2.    Kebiasaan internasional, sebagai bukti dari kebiasaan umum yang telah diterima sebagai hukum.
3.    Prinsip hukum umum yang diakui oleh abngsa-bangsa yang beradap
4.    Keputusan pengadilan dan ajaran para sarjana yang paling terkemuka dari berbagai Negara sebagai sumber tambahan dalam penetapan kaidah hukum
Perjanjian internasional adalah perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan untuk mengakibatkan akibat hukum tertentu. Terdapat banyak istilah yang dipakai dalam perjanjian internasional ini, meliputi : Traktat (teaty), pakta (pact), konvensi (convention), piagam (statue), charter, deklarasi, protocol, arrangement, accord, modus Vivendi, covenat dan beberapa istilah lainnya.

D.      SEJARAH HUKUM INTERNASIONAL

Sejarah hukum internasional modern pada awal mula dirintis dengan adanya perjanjian Westphalia yang meruntuhkan upaya Romawi membangun kembali imperiumnya dan menempatkan hak kedaulatan bagi Negara-negara modern. Namun kejadian ini tidak dianggap penting dari Konfrensi Perdamaian 1856 dan Konfrensi Jenewa 1864, yang memelopori Konfrensi Perdamaian Den Haag 1899. Konfrensi inilah yang mengawali terbentuknya sebuah konvensi yang diadopsi oleh banyak Negara.
Konfrensi yang diadakan untuk menghentikan perang itu berlanjut dengan adanya Brian-Kellog Pact 1928 yang melarang perang sebagai cara untuk mencapai tujuan serta pendirian Liga Bangsa-bangsa (LBB).
Perkembangan mendasar hukum internasional dimulai dengan terbentuknya United nations atau PBB melalui UN Charter 1945 yang ditanda tangani di San fransisco oleh 50 Negara utama. Upaya pendirian PBB ini kemudian dilanjutkan dengan dikeluarkannya Deklarasi Universal tentang hak Asasi Manusia 1948 dan pembentukan International Law Commission yang diberi wewenang untuk melakukan upaya-upaya yang perlu dalam pengembangan hukum internasional.

E.       HUBUNGAN HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM NASIONAL

Asas mendasar dalam penerapan hukum internasional dalam hukum nasional ini disebut asas territory atau asas kewilayahan. Dasasrnya ialah kekuasaan Negara atas wilayah negaranya sendiri. Negara dapat menetukan bahwa hukumnya berlaku bagi semua orang dan barang yang ada dalam wilayah atau teritorinya.
Disamping kekuasan atas wilayah, Negara juga memiliki kekuasaan atas warga negaranya. Dari dasar ini, Negara dapat menentukan bahwa hukumnya berlaku bagi warga negaranya sendiri, bagi rakyatnya atau bangsanya sendiri, dimanapun adanya. Asas pemberlakuan hukum bagi warga Negara dimanapun ia berada disebut asas personality atau nationality atau asas kebangsaan. Asas nasionalitas dikatakan bersifat aktif apabila didalam penerapannya juga meliputi setiap warga Negara meskipun kedudukannya diluar Negara, sedangkan asas nasionalitas pasif dimaksudkan bahwa ketentuan perundang-undangan tentang kedudukan dan wewenang orang tetap mengikat orang asing, selama mereka berada di Indonesia.

























Tidak ada komentar:

Posting Komentar