MODUL
8
HUKUM
PIDANA dan
HUKUM
INTERNASIONAL
PENDAHULUAN
Berdasarkan cara kerjanya hukum dapat digolongkan menjadi
hukum public dan hukum privat. Hukum public pada umumnya bersifat memaksa dan
dapat dipaksakan oleh alat Negara bagi yang melanggarnya atau tidak
mematuhinya, sedangkan hukum privat adalah merupakan hubungan antar anggota
masyarakat, muatan yang diatur pada umumnya bersifat pribadi.
Hukum Pidana maupun hukum Internasional berdasarkan
cirri-ciri diatas dapat digolongkan sebagi hukum public. Cirri hukum pidana
sebagai hukum public adalah materi yang diatur merupakan kepentingan masyarakat
dan Negara, kedudukan para pihak yang
terlibat dalam pemeriksaan perkara yang tidak sejajar dan cara penegakan
hukumnya apabila terjadi pelanggaran.
Hukum Pidana dalam arti sempit dapat diartikan sebagai
hukum Negara yang mengatur tentang perbuatan yang dilarang atau berdasarkan
kewajibannya harus dilakukan dengan disertai sanksi pidana bagi pelanggarnya
(Hukum Pidana Materiil), sedangkan dalam pengertian luas mencakup cara
penegakan hukumnya (hukum Pidana Formal)
Uraian dalam Modul ini dalah terkait :
1. Pengertian Hukum Pidana dan Hukum
Internasional.
2. Sumber-sumber Hukum Pidana dan
Hukum Internasional.
3. Subjek Hukum Pidana dan Hukum
Internasional.
4. Asas-asa hukum Pidana dan Hukum
Internasional.
5. Alasan Penghapusan Pidan dan
penuntutan.
6. Sejarah Hukum Internasional.
7.
Hubungan
Hukum Internasional dan Hukum Nasional.
KEGIATAN
BELAJAR 1
HUKUM
PIDANA
Hukum pidana dapatlah diartikan sebagai bagian dari
keseluruhan Hukum yang berlaku di suatu Negara yang mengadakan dasar-dasar dan
mengatur ketentuan tentang :
1. Perbuatan yang tidak boleh
dilakukan, dilarang, yang disertai ancaman pidana bagi siapa yang melakukan.
2. Kapan dan dalam hal apa kepada
mereka yang telah melanggar larangan itu dapat dikenakan sanksi pidana.
3.
Dengan
cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan.
Berdasarkan pengertian tersebut dapatlah disimpulkan
bahwa hukum pidana dalam pengertian yang sempit hanyalah menyangkut hukum
pidana materiil yakni menyangkut perbuatan-perbuatan yang dilarang atau tidak
boleh dilakukan yang disertai dengan ancaman pidana bagi barang siapa yang
melakukan dan dalam hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan itu
dapat dikenakan sanksi pidana.
Ilmu
Hukum Pidana
Secara singkat ilmu Hukum Pidana adalah ilmu pengetahuan
mengenai suatu bagian khusus dari hukum, yakni hukum pidana. Objek dari ilmu
hukum pidana tersebut adalah aturan-aturan hukum pidana yang berlaku di suatu
Negara.
Menurut gustaf radbruch dalam Vorchule der
Rechtsfilosofie, 1948, tujuan dari ilmu Pengetahuan Hukum adalah, “Rechtswissenshaft its die wissenchaft vom
obyektiven sinn des positive rechts” (Tujuan ilmu hukum adalah mempelajari
pengetahuan yang objektif dari hukum positive). Berdasarkan pengertian
tersebut, maka tujuan dari ilmu hukum pidana adalah mempelajari pengetahuan
yang objektif dari hukum pidana positif.
Perbuatan
Pidana
Perbuatan Pidana
oleh
-
Moeljatno
diartikan sebagai perbuatan yang dilarang, larangan tersebut dalam suatu
undangan-undangan dan adanya ancaman pidana bagi barang siap yang melanggar.
-
Simon
mengartikan perbuatan Pidana sebagai kelakuan yang diancam pidana, melawan
hukum, adanya kesalahan dan mampu bertanggung jawab.
-
Van
hamel mengartikan bahwa perbuatan Pidana adalah kelakuan dalam undang-undang,
bersifat melawan hukum, adanya kesalahan dan patut di Pidana.
-
Ch.J.
Enschede mengartikan perbuatan Pidana sebagai kelakuan perbuatan manusia yang
berada dalam rumusan delik, bersifat melawan hukum dan adanya kesalahan yang
dapat dicelakan.
Tujuan
Hukum Pidana
Tujuan hukum Pidana menurut aliran klasik adalah
melindungi anggota masyarakat dari tindak kesewenang-wenang. Aliran ini
dipelopori oleh Markies van Becaria dalam bukunya berjudul Dei delitte edelle
pene. Dasar pijakan dari aliran klasik ini adalah asas legalitas, asas
kesalahan dan pidana sebagai pembalasan.
Selain tujuan hukum Pidana, terdapat pula tujuan pidana
yang secara garis besar ada tiga.
1.
Tujuan
pidana yang berdasarkan pada pembalasan. Kejahatan dianggap sebagai
suatu ketidak adilan. Oleh karena itu harus melakukan pembalasan yang setimpal
terhadap pelaku kejahatan.
2.
Tujuan pidana adalah prevensi. Tujuan
pina ini dikenal dengan teori relative. Ada lima dari teori ini :
1. Generale
Preventie atau pencegahan umum oleh anselm Von Feurbach
2. Special
Preventie atau Pencegahan Hukum, dikemukan oleh Van hamel dan Von Liszt.
3. Verbetering
van de dader, memperbaiki sipenjahat menjadi manusia yang baik
4. Onschadelijk
maken van de misdadiger, tujuan menyingkirkan mereka yang tidak bisa lagi
diperbaiki dari masyarakat
5. Herstel
van geleden maatschhappelijk nadeel, tujuan untuk memperbaiki kerugian dalam
masyarakat akibat kejahatan yang dilakukan.
3.
Teori gabungan yang menyeimbangkan
antara pembalasan dan perlindungan terhadap masyarakat, teori ini dikemukan
oleh Vos, Groritius (Hugo de Groot) dan Hazewinkel Suringa, dalam teori
gabungan ini ada tiga aliran, yaitu :
1. Titik
berat pembalasan untuk melinggu masyarakat.
2. Titik
berat melindungi masyarakat tampa meninggalkan balasan.
3. Pembalasan
dan perlindungan seimbang.
Tentang
KUHP
Kitab undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang saat ini
berlaku di Indonesia adalah terjemahan dari Wetboek van Strafrecht yang selesai
dibuat di Tweede kamer (Parlemen) Belanda pada tanggal 3 Maret 1881, dinyatakan
berlaku tanggal 1 September 1886 dan ditetapkan secara konkordans di semua
wilayah jajahan Belanda, termasuk Indonesia. Namun efektif baru dihitung sejak
1918.
Setelah Indonesia Merdeka, dengan UU No 1 Tahun 1946
diubah menjadi KUHP. KUHP terdiri dari 3 buku. Buku I tentang Ketentuan Umum,
buku II tentang kejahatan-kejahatan dan buku III tentang
Pelanggaran-Pelanggaran.
Dalam ketentuan umumterdapat beberapa hal antara lain
mengenai jenis Pidana dan beberapa pengertian seperti Delik aduan, residivis
dan perbarengan perbuatan. Berdasarkan KUHP secara garis besar pidana dibagi
atas pidana pokok dan pidana tambahan, adapun Pidana pokok terdiri dari :
1. Pidana Mati.
2. Pidana Penjara.
3. Pidana Kurungan, dan
4.
Pidana
Denda
Sedangkan pidana tambahan terdiri atas :
1. Perampasan barang-barang terentu.
2. Pencabutan hak-hak tertentu.
3. Pengumuman putusan hakim
Azas
Hukum Pidana
Secara garis besar asas-asas hukum Pidana dapat dibagi
menjadi dua, yaitu asas-asas hukum Pidana dalam KUHP dan asas-asas hukum Pidana
diluar KUHP adalah :
1. Asas Legalitas
Asas
ini diciptakan oleh Anselm Von Feuerbach yang bearti tidak ada perbuatan yang
dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam peraturan
perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan itu dilaukan.
Menurut
Groenhuijsen asas legalitas
mengandung empat makna :
i.
Perbuatan undang-undang tidak boleh
memberlakukan ketentuan pidana berlaku surut.
ii.
Semua perbuatan yang dilarang harus
dimuat dalam rumusan delik yang sejelas-jelasnya.
iii.
Hakim dilarang menyatakan bahwa terdakwa
melakukan perbuatan pidana didasarkan pada hukum tidak tertulis atau hukum
kebiasaan
iv.
Terhadap peraturan hukum pidana dilarang
diterapkan analogi
Menurut
Scafneister, beberapa aspek yang terdapat dalam asa legalitas adalah :
-
Tidak ada Pida kecuali berdasarkan
ketentuan pidana menurut undang-undang.
-
Tidak boleh beranalogi.
-
Tidak ada pida hanya kebiasaan.
-
Ketentuan pidana harus jelas atau asas
lex certa.
-
Tidak berlaku surut.
-
Tidak ada pidana lain selain dari
undang-undang.
-
Penuntutan pidana hanya menurut cara
sesuai dengan undang-undang
2. Asas Teritorial, Pengecualiaan asas
Teritorial dan Perluasan Asas Teritorial
Asas Teritorial bearti hukum pidana
Indonesia berlaku bagi setiap orang yang melakukan perbuatan pidana di
Indonesia.
Pengecualian asas pidana teritorial
terhadap orang khususnya bagi kepala Negara, Duta Besar dan Konsul serta
Diplomat serta petugas lembaga Internasional., sedangkan pengecualian asas
Teritorial pada tempat yakin, wilayah kedutaan besar suatu Negara, wilayah
angkatan bersenjata suatu Negara dan kapal berbendera Negara asing.
Perluasan asas territorial dapat
berdasarkan empat prinsip yaitu :
1. Prinsip Teknis,
Tekinis subjektif dan Objektif,
perluasan teknis Subjektif adalah hukum
pidana Indonesia berlaku atas perbuatan yang mulai dilakukan di Indonesia
tetapi berakhir atau menimbulkan akibat diwilayah Negara lain. Perluasan
Teknik Objektif adaalah Hukum Pidana
Indonesia berlaku atas perbuatan yang mulai dilakukan di Negara lain tetapi
berakhir atau menimbulkan akibat di Indonesia.
2. Prinsip Kewarganegaraan,
dibagi menjadi Prinsip Kewarganegaran aktif
dan Pasif. Prinsip Kewarganegaraan aktif adalah hukum pidana Indonesia berlaku bagi warga Negara Indonesia yang
melakukan perbuatan pidana diluar wilayah Indonesia. Prinsip Negara Pasif
adalah hukum pidana Indonesia berlaku
atas orang yang melaakukan kejahatan diwilayah Negara lain yang akibatnya
merugikan pemerintah Indonesia.
3. Prinsip Proteksi
yaitu hukum pidana Indonesia berlaku atas
perbuatan pidana yang melanggar keamanaan dan integritas atau kepentingan vital
ekonomi atau kepentingan lainnya yang hendak dilindungi yang dilakukan
diwilayah Indonesia.
4. Prinsip Universal
adalah Hukum Pidana Indonesia berlaku
atas perbuatan yang melanggar kepentingan masyarakat internasional.
3. Alasan Penghapusan Pidana yang ada
dalam KUHP
Secara garis besar alasan
penghapusan pidana dibagi menjadi alasan pembenar dan alasan pemaaf. Alasan
pembenar bearti sifat melawan hukum dari suatu perbuatan dihapus. Sedangkan
alasan pemaaf bearti sifat dapat dicela pelaku dihapus.
Alasan pembenar terdiri dari keadaan
darurat, pembelaan terpaksa, menjalankan peraturan perundang-undangan dan
menjalankan perintah jabatan yang sah. Sementara alasan pemaaf terdiri dari
tidak mampu bertanggung jawab, daya paksa yang absolute, pembelaan terpaksa
yang melampaui batas dan menjalankan perintah jawatan yang tidak sah.
4. Alasan Penghapus Penuntutan yang
ada dalam KUHP
Ada beberapa alasan penghapus
penuntutan dalam KUHP yakni,
Ne
bis in idem, terdakwa meninggal dunia, verjaring, dan pembayaran sukarela atas
pelanggaran yang hanya diancam dengan sanksi pidana denda.
Ne
bis in idem artinya seseorang tidak dapat dituntut lebih dari satu kali didepan
pengadilan dengan perkara yang sama.
Sementara
Verjaring atau daluarsa adalah waktu sehingga suatu perkara pidana tidak bisa
lagi dituntut
Bebera
asa pidana diluar KUHP adalah :
a. Geen
straf zonder schuld
Asas ini juga dikenal dengan istilah
actus reus mens rea yang bearti tidak ada pidana tanpa kesalahan
b. Alasan
Penghapusan Pidana diluar KUHP, alasan penghapus pidana diluar KUHP terdiri
dari alasan Pembenar dan alasan pemaaf.
c. Alasan
Penghapus tuntutan diluar KUHP, antara lain Amnesti, abolisi dan asas
oportunitas.
KEGIATAN
BELAJAR 2
HUKUM
INTERNASIONAL
A.
PENGERTIAN
Hukum Internasional
sering juga diistilakan hukum bangsa-bangsa, hukum antar bangsa maupun hukum
antar Negara. Hukum Internasional dibedakan menjadi dua pengertian, yaitu hukum
internasional Publik dan Hukum Perdata internasional
Hukum perdata
Internasional adalah keseluruhan kaidah Hukum dan asas hukum yang mengatur
hubungan perdata yang melintasi batas Negara, sedangkan Hukum Internasional
public yaitu kumpulan aturan hukum yang berlakunya dipertahankan oleh
masyarakat internasional.
Hukum Internasional
ialah keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur hubungan dan persoalan yang
melintasi batas Negara antara :
a. Negara
dengan Negara.
b. Negara
dengan subjek hukum lain bukan Negara atau subjek hukum bukan Negara satu sama
lain.
Istilah hukum
bangsa-bangsa (law of nation) berasal dari istilah hukum Romawi “ius gentium”
dalam arti yang semula, ius gentium bukanlah bearti hukum yang berlaku antara
bangsa-bangsa saja, melainkan pula kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan
orang Romawi dengan orang bukan romawi. Dan antara orang bukan Romawi satu sama
lain.
B.
SUBJEK
HUKUM INTERNASIONAL
Secara teoritis, subjek
Hukum Internasional hanyalah Negara, dalam hal terdapat suatu konvensi
internasional yang ditunjuk untuk melindungi subjek hukum perorangan,
konstruksi yang ditunjuk secara langsung dalam konvensi tersebut adalah Negara
yang menjadi peserta konvensi tersebut.
Siapa
saja subjek hukum internasional
1.
Negara
Negara merupakan subjek hukum
internasional klasik, yang sudah dekian adanya semenjak lahirnya hubungan antar
Negara yang menciptakan hukum internasional.
2.
Tahta Suci Vatikan
Tahta Suci vatikan merupakan subjek
hukum internasional selain Negara. Hal ini merupakan peninggalan masa lalu pada
saat paus selain kepala Gereja Roma juga memiliki kekuasaan Romawi. Hingga saat
ini keberadaan vatikan sebagai subjek hukum tersendiri masih tetap ada,
terbukti dengan keberadaan perwakilan diplimatik dari tahta Suci Vatikan
dibanyak Ibukota Negara termasuk Jakarta.
3.
Palang Merah Internasional
PMI atau Internasional Commission of Red
Cross (ICRC) memiliki posisi yang unik sebagai subjek hukum internasional.
4.
Organisasi Internasional
Organisasi Internasional merupakan
subjek hukum internasional yang kuat kedudukannya selain Negara saat ini.
5.
Individu
6.
Pemberontakan atau para pihak dalam
suatu sengketa bersenjata
7.
Memperoleh kedudukan sebagai subjek
hukum internasional hanya dalam beberapa keadaan tertentu dan harus memenuhi
persyaratan tertentu pula. Kesempatan yang sama terhadap pemberontak karena
adanya hak menetukan nasib sendiri 9the right of self-determinations), adapun
batasan yang ditetapkan untuk membuktikan bahwa mereka memiliki wilayah sendiri
yang berdaulat, memiliki system pemerintahan sendiri, dan memiliki angkatan
perang sendiri
C.
SUMBER
HUKUM INTERNASIONAL
Sumber Hukum
Internasional yang utama terdapat pada Pasal 38 ayat (1) Statuta mahkamah
Internasional yang membagi sumber-sumber hukum internasional menjadi emapt,
yaitu :
1.
Perjanjian
Internasional, baik yang bersifat umum maupun khusus, yang mengandung ketentuan
hukum yang diakui secara tegas oleh Negara-negara yang bersengketa.
2.
Kebiasaan
internasional, sebagai bukti dari kebiasaan umum yang telah diterima sebagai
hukum.
3.
Prinsip
hukum umum yang diakui oleh abngsa-bangsa yang beradap
4. Keputusan pengadilan dan ajaran
para sarjana yang paling terkemuka dari berbagai Negara sebagai
sumber tambahan dalam penetapan kaidah hukum
Perjanjian
internasional adalah perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat
bangsa-bangsa dan bertujuan untuk mengakibatkan akibat hukum tertentu. Terdapat
banyak istilah yang dipakai dalam perjanjian internasional ini, meliputi :
Traktat (teaty), pakta (pact), konvensi (convention), piagam (statue), charter,
deklarasi, protocol, arrangement, accord, modus Vivendi, covenat dan beberapa
istilah lainnya.
D.
SEJARAH
HUKUM INTERNASIONAL
Sejarah hukum
internasional modern pada awal mula dirintis dengan adanya perjanjian
Westphalia yang meruntuhkan upaya Romawi membangun kembali imperiumnya dan
menempatkan hak kedaulatan bagi Negara-negara modern. Namun kejadian ini tidak
dianggap penting dari Konfrensi Perdamaian 1856 dan Konfrensi Jenewa 1864, yang
memelopori Konfrensi Perdamaian Den Haag 1899. Konfrensi inilah yang mengawali
terbentuknya sebuah konvensi yang diadopsi oleh banyak Negara.
Konfrensi yang diadakan
untuk menghentikan perang itu berlanjut dengan adanya Brian-Kellog Pact 1928
yang melarang perang sebagai cara untuk mencapai tujuan serta pendirian Liga
Bangsa-bangsa (LBB).
Perkembangan mendasar
hukum internasional dimulai dengan terbentuknya United nations atau PBB melalui
UN Charter 1945 yang ditanda tangani di San fransisco oleh 50 Negara utama. Upaya
pendirian PBB ini kemudian dilanjutkan dengan dikeluarkannya Deklarasi
Universal tentang hak Asasi Manusia 1948 dan pembentukan International Law
Commission yang diberi wewenang untuk melakukan upaya-upaya yang perlu dalam
pengembangan hukum internasional.
E.
HUBUNGAN
HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM NASIONAL
Asas mendasar dalam
penerapan hukum internasional dalam hukum nasional ini disebut asas territory
atau asas kewilayahan. Dasasrnya ialah kekuasaan Negara atas wilayah negaranya
sendiri. Negara dapat menetukan bahwa hukumnya berlaku bagi semua orang dan
barang yang ada dalam wilayah atau teritorinya.
Disamping kekuasan atas
wilayah, Negara juga memiliki kekuasaan atas warga negaranya. Dari dasar ini,
Negara dapat menentukan bahwa hukumnya berlaku bagi warga negaranya sendiri,
bagi rakyatnya atau bangsanya sendiri, dimanapun adanya. Asas pemberlakuan
hukum bagi warga Negara dimanapun ia berada disebut asas personality atau
nationality atau asas kebangsaan. Asas nasionalitas dikatakan bersifat aktif
apabila didalam penerapannya juga meliputi setiap warga Negara meskipun
kedudukannya diluar Negara, sedangkan asas nasionalitas pasif dimaksudkan bahwa
ketentuan perundang-undangan tentang kedudukan dan wewenang orang tetap
mengikat orang asing, selama mereka berada di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar