Sabtu, 24 Agustus 2019

Pengantar Ilmu Hukum UT. Modul 10

MODUL 10

HUKUM ADMINISTRASI
DAN HUKUM TATA NEGARA
PENDAHULUAN
            Di kalangan ahli hukum dan berbagai peraturan perundang-undangan terdapat beberapa istilah yang berbeda, yaitu : Hukum Tata Pemerintahan, Hukum Tata Usaha Negara, dan Hukum Administrasi Negara. Perbedaan istilah tersebut boleh jadi disebabkan karena perbedaan terjemahan atas istilah asal dan kecenderungan memilih istilah yang berbeda-beda dari istilah belanda “Administratief Recht”. Dengan Pokok kata “administrasi”, “Pemerintahan: dan Tata Usaha (Administrasi dalam Arti sempit)
            Hukum Tata Negara termasuk rumpun Hukum Publik, merupakan sekumpulan peraturan hukum yang mengatur mengenai organisasi Negara meliputi : Pembagian Kekuasaan Negara, hubungan antar Lembaga Negara baik secara Horizontal maupun Vertikal, system pemerintahan Negara, serta kedudukan warga Negara dan hak-hak asasinya. Hukum Tata Negara lahir akibat adanya Negara. Oleh karena itu dalam hukum tata Negara disamping membicarakan pembagian kekuasaan Negara, system pemerintahan daerah, hubugan antar  lembaga Negara, kewarganegaraan dan hak asasi manusia, juga dibicarakan pula syarat-syarat adanya Negara.
            Pada awalnya Hukum Administrasi Negara merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Hukum Tata Negara. Dengan kata lain Hukum Tata Negara dalam arti luas meliputi Hukum Administrasi Negara, sedangkan dalam arti sempit tidak termasuk hukum Administrasi  Negara.
            Hukum Administrasi Negara lebih menitik beratkan pada hal-hal yang teknis, menyangkut aturan-aturan mengenai Negara dalam keadaan “Bergerak”
            Dari pembelajaran tentang Hukum Tata Administrasi Negara dan Hukum Tata Negara, maka kita akan memahami hal-hal sebagai berikut :
1.      Pengertian  Hukum Administrasi Negara dan Hukum Tata Negara.
2.      Perbedaan Prinsipiil antara Hukum Administrasi Negara dengan Hukum Tata Negara.
3.      Hubungan antara Hukum Administrasi Negara dengan Hukum Tata Negara.
4.      Asas-asas pemerintahan dan penyelenggaraan administrasi Negara yang baik.
5.      Unsure dan ruang lingkup dari Hukum Tata Negara.
6.      Pembagaian dan perbedaan rakyat antara warga Negara dengan penduduk.
7.      Sifat dan pembatasan dari hak dan kedaulatan Negara. Teori dan system pemerintahan Negara.
8.      Hubungan kerja antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

KEGIATAN BELAJAT 1
HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
A.  PENGERTIAN
            Administrasi dalam arti sempit adalah semua kegiatan tulis menulis, ketik mengetik, catat mencatat, surat menyurat serta pengurusan yang berkaitan dengan ketatausahaan. Oleh karena itu administrasi dalam arti sempit sama dengan tata usaha.
            E.Utrecht memberikan  Definisi administrasi Negara  sebagai complex ambten/ apparaat atau gabungan jabatan administrasi yang berada dibawah pimpinan pemerintah melaksanakan tugas yang tidak ditugaskan kepada badan pengadilan dan badan legislative.
            C.S.T. Kansil mengemukakan ada tiga arti administrasi Negara, yaitu :
1)      sebagai aparatur pemerintah, atau instant politik (kenegaraan) meliputi organ yang ada dalam pemerintah, mulai dari presiden, menteri (termasuk sekjen, dirjen, irjen, gubernur, bupati/ walikota dan sebagainya) pokoknya semua organ yang menjalankan administrasi Negara.
2)      Sebagai fungsi atau aktifitas, yakni sebagai kegiatan pemerintahan yaitu mengurus Negara.
3)      Sebagai proses teknis penyelenggaraan undang-undang, meliputi segala tindakan aparatur Negara dalam menjalankan undang-undang.
            Dalam peraturan perundang-undangan, Undang-undang dasar Sementara Tahun 1950 memakai istilah Hukum Tata Usaha (Pasal 108 dan 142). Istilah Hukum Tata Usaha Negara dipakai secara resmi dalam Undang-Undang No. 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok kekuasaan Kehakiman, maupun dalam Undang-undang N0. 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara

B.       HUBUNGAN HUKUM TATA NEGARA DAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

     Pada mulanya Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara merupakan satu cabang ilmu yang bernama “Staats en Administratief Recht” dimana Hukum administrasi Negara dianggap sebagai Pelengkap Hukum Tata Negara. Kemudian pada tahun 1946 diadakan pemisah antara Hukum Tata Negara Dengan Hukum Administrasi Negara. Ada yang berpendapat bahwa Hukum Tata Negara degan hukum Administrasi Negara mempunyai perbedaan Prinsip, tetapi ada juga yang berpendapat bahwa Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara tidak mempunyai perbedaan prinsip.
     Hukum Tata Negara mempelajari hal-hal yang sifatnya Fundamental yakni tentang dasar-dasar dari Negara dan menyangkut langsung setiap warga Negara. Sedangkan Hukum administrasi Negara lebih menitik beratkan pada hal-hal yang teknis.

C.      PERBUATAN ADMINISTRASI NEGARA

     Pemerintah dalam arti sempit adalah hanya meliputi bidang eksekutif (pelaksana peraturan), sedangkan dalam arti luas mencakup semua bidang kekuasaan dalam Negara. Kedua pengertian ini akan berimplementasi dalam cakupan tugas administrasi Negara.
      Sondang P siagian mengemukan bahwa ada tiga bentuk Negara yang memberikan peranan dan fungsi yang berbeda bagi pemerintah, yaitu : bentuk political state (semua kekuasaan dipegang oleh raja sebagai pemerintah), dan bentuk welfare state (tugas pemerintah diperluas untuk menjamin kesejahteraan umum) dengan discreationary power dan freis ermessen.
1.    Bentuk political State, kekuasaan Raja hanya terbatas pada masalah menjalankan peraturan (eksekutif) sedangkan kekuasan legislative dan yudikatif diserahkan kepada badan tersendiri.
2.    Bentuk Legal state, dalam Legal state tugas pemerintahan disamping porsi kewenangannya sempit juga bersifat pasif, artinya Negara hanya bertugas sebagai wasit dan melaksanakan berbagai keinginan masyarakat yang telah disepakati bersama. “Negara hukum Formal”
-          Ada perlindungan hak-hak asasi manusia;
-          Ada pemisah/ pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak asasi manusia;
-          Ada pemerintahan berdasarkan peraturan-peraturan;
-          Ada peralihan administrasi Negara;
3.    Bentuk Welfare State, yaitu konsep Negara hukum modern. Cirri-ciri atau syarat-syarat Negara hukum Modren :
-          Perlindungan Konstitusional, dalam arti konstitusi menjamin hak-hak individu juga mengatur cara untuk memperoleh perlindungan hak-hak tersebut;
-          Kekuasaan peradilan yang bebas;
-          Pemilihan umum yang bebas;
-          Kebeasan untuk menyatakan pendapat;
-          Kebebasan berserikat/ berorganisasi dan beroposisi;
-          Pendidikan kewarganegaraan.
            Dalam Welfare Stae Tugas administrasi Negara tidak hanya melaksanakan undang-undang saja, tetapi lebih luas lagi yaitu menyelenggarakan kesejahteraan umum. Oleh karena itu administrasi Negara diberi kebebasan untuk bertindak atas inisiatif sendiri dalam menyelesaikan semua permasalahan yang ada pada warga negaranya demi untuk kepentingan (kesejahteraan) umum. Hal demikian disebut dengan istilah “Fries Ermessen”.
            Perbuatan administrasi Negara Negara menurut hukum dapat digolongkan dua macam, yaitu :
1.      Perbuatan Hukum menurut Hukum privat, dalam hal ini administrasi Negara tunduk  pada ketentuan hukum perdata.
2.      Perbuatan hukum menurut hukum Publik, dalam hal ini akan timbul hubungan hukum public yang dapat digolongkan menjadi dua :
a.         Perbuatan Hukum Publik bersegi dua
b.         Perbuatan hukum public bersegi satu

D.      ASAS-ASAS HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

1.      Asas Kepastian Hukum, asas ini menghendaki adanya penghormatan terhadap hak yang telah dimiliki seseorang berdasarkan suatu keputusan badab/ pejabat administrasi Negara, setelah yang bersangkutan memenuhi syarat materiil maupun syarat formol untuk memperoleh hak tersebut.
2.      Asas Keseimbangan, asas ini menghendaki keseimbangan yang wajar dalam menjatuhkan sanksi hukum terhadap pegawai yang melakukan kesalahan. Artinya sanksi yang dijatuhkan tidak boleh berlebihan sehingga tidak seimbang dengan kesalahan yang dilakukan oleh pegawai yang bersangkutan.
3.      Asas kesamaan dalam mengambil keputusan, dengan asas ini dimaksudkan bahwa dalam menghadapi kasus dan fakta yang sama, administrasi Negara mengambil tindakan yang sama.
4.      Asas Bertindak Cermat, asas ini menghendaki administrasi Negara dalam menjalankan fungsinya bertindak secara hati-hati agar tidak menimbulkan kerugian bagi warga negaranya.
5.      Asas Motivasi untuk semua Keputusan, asas ini dimaksudkan setiapm keputusan yang diambil administrasi Negara, bersandar pada cakupan alasan (motivasi), yang benar, adil, dan jelas. Sehingga Administrable dapat memahami atas keputusan yang dijatuhkan kepadanya, selanjutnya dijadikan bahan untuk naik banding atau menerimanya.
6.      Asas larangan mencampur adukan kewenangan, asas ini menghendaki agar dalam mengambil keputusan pejabat administrasi Negara tidak memahami kewenangan diluar maksud pemberian kewenangan itu. Penggunaan kewenangan diluar maksud pemberian kewenangan tersebut dalam hukum dikenal dengan istilah “detournement de puvoir”, (penyalahgunaan wewenang).
7.      Asas permainan yang layak (Perlakuan Yang Jujur), asas ini menghendaki agar pejabat pemerintah dapat memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada warga masyarakat untuk mendapatkan imformasi yang benar dan adil.
8.      Asas Keadilan dan Kewajaran.
9.      Asas  Menanggapi Pengharapan Yang wajar, asas ini menghendaki agar tindakan pemerintah dapat menimbulkan harapan-harapan wajar bagi yang berkepentingan.
10.  Asas Meniadakan Akibat Suatu Keputusan yang Batal, asas ini menghendaki jika terjadi pembatalan suatu keputusan, maka akibat dari keputusan yang dibatalkan tersebut harus dihilangkan sehingga yang bersangkutan (terkena) harus diberi ganti rugi atau rehalibitasi.
11.  Asas Perlindungan Atas Pandangan (Cara) hidup. Asas ini menghendaki agar setiap pegawai mempunyai hak atas kehidupan pribadinya sesuai dengan pandangan (cara) hidup yang dianutnya, dan pemerintah harus menghormatinya.
12.  Asas Kebijaksanaan, asas ini menghendaki agar dalam menjalankan fungsinya pemerintah diberi kebebasan untuk melakukan kebijaksanaan tampa harus menunggu instruksi.
13.  Asas Penyelenggaraan Kepentingan Umum, asas ini menghendaki agar dalam menyelenggarakan fungsinya pemerintah selalu mengutamakan kepentingan umum. Kepentingan Umum adalah Kepentingan nasional (bangsa), oleh karena itu menjadi tugas seluruh aparat pemerintah untuk mewujudkannya.





KEGIATAN BELAJAR 2
HUKUM TATA NEGARA
A.    PENGERTIAN

            Dalam Kepustakaan Indonesia, istilah lain yang dpakai untuk menyebut Hukum Tata Negara adalah Hukum Negara. Kedua istilah tersebut merupakan terjemahan dari Bahasa Belanda “Staatsrecht”, dalam Bahasa Belanda “staatsrecht” mempunyai  dua arti, yaitu dalam arti Luas dan dalam arti sempit. Dalam arti luas Hukum Tata Negara meliputi Hukum Administrasi Negara (Administratief recht).
            Di Inggris dipakai istilah “State Law” dan Konstitutional Law” dalam arti Hukum Negara dan Hukum Tata Negara. Di Jerman terdapat istilah “Verfasungrecht” dan di Perancis dipakai istilah “Droit Constitutionnel” kedua istilah tersebut untuk menyebut Hukum Tata Negara.

B.     RUANG LINGKUP

            Pokok pangkal Hukum Tata Negara adalah karena ada Negara. Syarat- syarat adanya Negara yaitu : ada wilayah/ daerah, ada rakyat, dan ada pemerintahan yang berdaulat. Negara merupakan suatu organisasi kekuasaan. Dalam suatu Negara selalu terdapat pembagian kekuasaan baik secara horizontal maupun pertikal, serta bagaimana masing-masing berhubungan
            Pembagian kekuasan horizontal minimal akan melahirkan lembaga legislative, eksekutif dan yudikatif. Sedangkan bagaimana masing-masing Negara saling berhubungan, khususnya hubungan antara lembaga legislative dan eksekutif akan melahirkan berbagai bentuk system pemerintahan antara lain : system pemerintahan presidential, parlementer, campuran presidential dan parlementer dan referendum.

C.    RAKYAT

            Rakyat suatu Negara merupakan masyarakat manusia yang dalam pengertian ini sering dikatakan bangsa (nationality). Rakyat merupakan yang diperintah, sedangkan yang memerintah sering disebut pemerintah/ penguasa.
            Tiap-tiap Negara secara universal (menurut hukum internasional) mempunyai kewenangan sendiri untuk menentukan siapa yang menjadi warga negaranya. Dengan demikian kemungkinan terjadi bahwa seseorang memperoleh kewarganegaraan rangkap atau bahkan sebaliknya tidak mempunyai kewarganegaraan.
            Ada dua asas dalam penetuan kewarganegaraan yaitu : ius sanguinis (asas keturunan) yakni kewarganegaraan seseorang ditentukan berdasarkan kewarganegaraan orang tuanya, dan ius soli (asas kelahiran)  yakni kewarganegaraan seseorang ditentukan  dinegara mana mereka dilahirkan.
            Dalam penetuan kewarganegaraan dikenal “stelsel aktif” dan “Stelsel pasif”, dikatakan stelsel aktif karena untuk memperoleh status kewarganegaraan seseorang harus melakukan tindakan-tindakan tertentu, sedangkan stelsel pasif tidak mengharuskan seseorang untuk melakukan tindakan tertentu untuk memperoleh kewarganegaraan.
1.      Warga Negara Indonesia
Setiap yang menjadi warga Negara Indonesia, dalam Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang sudah diamamdemen diatur dalam BAB X Warga Negara dan Penduduk, pasal 26 sebagai berikut :
1.      Yang menjadi warga Negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga Negara.
2.      Penduduk ialah warga Negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.
3.      Hal-hal yang mengenai warga Negara dan penduduk diatur dengan undang-undang.
          Undang-undang yang diamanatkan oleh Pasal 26 UUD 1945 tersebut belum dibentuk, oleh karena itu untuk menjaga jangan sampai terjadi kekosongan hukum dalam hal penentuan kewarganegaraaan Indonesia digunakan UU No. 62 Tahun 1958 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Undang-undang ini disahkan tanggal 29 Juli 1958 diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia 1958 Nomor 113
          Menurut undang-undang tersebut, Warga Negara Indonesia ialah orang-orang yang berdasarkan perundang-undangan dan atau perjanjian-perjanjian dan atau peraturan-peraturan yang berlaku sejak proklamasi 17 Agustus 1945 sudah warga Negara Republik Indonesia.
          Dalam Undang-undang ini diatur tentang memperoleh Kewarganegaraan dan kehilangan kewarganegaraan,
a.      Memperoleh kewarganegaraan
Kewarganegaraan Republik Indonesia diperoleh karena :
1.      Kelahiran berdasarkan keturunan.
2.      Pengangkatan
3.      Permohonan dikabulkan
4.      Pewarganegaraan
5.      Akibat perkawinan
6.      Turut ayah dan ibu pernyataan
b.      Kehilangan Kewarganegaraan, Kewarganegaraan Indonesia diatur dalam Pasal 17 Undang-Undang No. 62 Tahun 1958, sebab-sebab hilangnya kewarganegaraan Indonesia selain akibat perkawinan dan turut ayah dan ibunya juga dapat disebabkan karena orang yang bersangkutan memperoleh kewarganegaraan baru dengan kemauannya sendiri atau karena ingin mempunyai satu kewarganegaraan saja.

2.      Penduduk
      Dalam Pasal 26 ayat 2 UUD 1945 ditentukan bahwa penduduk ialah warga Negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.
      Didalam Undang-undang darurat tahun 1955 LN No. 33 ditentukan bahwa orang asing menjadi penduduk  Negara Indonesia jika  dan selama menetap di Indonesia. Orang asing menetap di Indonesia jika ia mendapat ijin bertempat tinggal dari pemerintah Indonesia (Pasal 2 dan 3 ayat (1).

D.    WILAYAH NEGARA

            Unsur berikutnya untuk adanya Negara adalah wilayah/ daerah Negara. Di dalam hukum internasional yang berlaku secara universal bahwa hak Negara untuk menjalankan kekuasan diwilayah/ daerahnya bersifat mutlak dan tidak boleh dicampuri oleh Negara lain. Hak ini mempunyai implikasi hak Negara :
1.      Atas penghormatan wilayah/ daerahnya oleh Negara lain.
2.      Untuk mengatur wilayah/ daerahnya.
3.      Untuk menjalankan tindakan-tindakan penguasa dalam wilayah/ daerahnya.


                        Dalam Undang-undang Dasar Negara  Republik Indonesia Tahun 1945      naskah asli       sebelum diamandemenkan, tidak ada satu pasalpun yang menentukan           tentang wilayah Negara. Baru amandemen keempat tahun 2002 ditambahkan      ketentuan Bab IX A tentang Wilyah Negara, Pasal 25 A sebagai berikut :
                        “Negara Kesatuan Republik adalah sebuah Negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan             dengan            undang-undang”

E.     PEMERINTAH YANG BERDAULAT

            Pemerintah yang berdaulat artinya pemerintah yang mempunyai keuasan tertinggi di Negara, artinya tidak ada lagi kekuasaan yang lebih tinggi lagi. Jean Bodin merumuskan kedaulatan (souvereiniteit) sebagai kekuasan tertinggi untuk menetukan hukum dalam suatu Negara yang sifatnya : tunggal, asli, abadi, dan tidak dapat dibagi-bagi.
1.      Pembagian Kekuasaan Negara
      Menurut Teori Trias Politika sebagaimana diajarkan  Montesquieu kekuasaan Negara dibagi menjadi tiga, yaitu : Kekuasaan Legislatif (melaksanakan Undang-undang), dan kekuasaan Yudikatif (mengadili pelanggar undang-undang). Ketiga ekuasan tersebut dalam menjalankan fungsi dan kewenangannya harus terpisah dan tidak boleh saling mempengaruhi.
      Pembagian kekuasaan Negara kedalam lemaga-lembaga Negara sesuai dengan fungsinya bertujuan  untuk memperlancar upaya mencapai tujuan Negara. Dalam Undang-undang dasar yang sudah diamandemenkan, kekuasaan Negara tidak hanya dibagi dalam tiga lembaga Negara yaitu Lembaga Legislatif (DPR dan Presiden), eksekutif (Presiden), Yudikatif (MA dan MK), melainkan  didistribusikan kepada MPR,  DPR, DPD, BPK, Komisi Yudisial dan lain-lainnya. Dalam penyelenggaraan pemerintahan masing-masing lembaga Negara ada yang terpisah dalam menjalankan fungsinya, tetapi dalam hal-hal tertentu mereka dituntut untuk saling bekerja sama.
2.      Sistem Pemerintahan
Terdapat cirri-ciri yang membedakan system pemerintahan presidensial dengan system pemerintahan parlementer.
Cirri-ciri pemerintahan presidential :
a.       Presiden berkedudukan sebagai kepala pemerintahan dan kepala Negara.
b.      Presiden dipilih langsung oleh rakyat atau dewan pemilih.
c.       Pemerintah (eksekutif) tidak ikut dalam pembuatan undang-undang.
d.      Menteri-menteri sebagai pembantu presiden dan bertanggung jawab kepada presiden.
e.        Presiden tidak bertanggung jawab kepada badan Perwakilan Rakyat, dan tidak dapat membubarkan badan perwakilan rakyat.
Cirri-ciri pemerintahan parlementer:
a.       Cabinet (dewan menteri) dipilih oleh Perdana menteri, dan dibentuk berdasarkan kekuatan yang menguasai parlemen.
b.      Anggota cabinet mungkin sebagian atau seluruhnya berasal dari parlemen.
c.       Perdana menteri bersama cabinet bertanggung jawab kepada parlemen.
d.      Jika terjadi mosi tidak percaya, Kepala Negara atas saran Perdana menteri dapat membubarkan parlemen dan pemerintahan diadakan pemilihan umum.
e.       Kepa Negara tidak dapat diganggu gugat.

F.     HUBUNGAN PUSAT DAN DAERAH

            Hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah adalah hubungan atasan dengan bawahan, artinya pemerintah daerah bersifat administrative sebagai pelaksa urusan pusat. Oleh karena itu sebagai bawahan harus tunduk  pada pemerintah pusat.
            Pada Negara Serikat (Federal) terdapat pembagian kewenangan yang jelas dalam Konstitusinya, hal-hal yang menjadi urusan pemerintah Pusat (Federal) dan hal-hal yang merupakan kewenangan pemerintah Negara bagian. Lazimnya hal-hal yang menjadi kewenangan pemerintah pusat (Federal) ditentukan secara rinci, sedangnkan sisanya menjadi kewenangan pemerintah Negara bagian.
            Dalam Negara kesatuan (unitary) yang menganut asas sentralisasi pada prinsipnya semua urusan milik pemerintah pusat, sedang dalam pelaksanaannya didaerah dibentuk pemerintah yang bersifat administrative. Pemerintah Pusat menempatkan aparatnya didaerah untuk  melaksanakan pemerintahannya. Dengan kata lain, aparat/ pejabat yang ada didaerah adalah kepanjangan tangan pemerintah pusat.
            Sedangkan dalam Negara kesatuan (unitary) yang menganut asas Desentralisasi terdapat pembagian kewenangan (urusan) seperti dalam Negara serikat. Dengan peraturan perundang-undangan ditentukan kewenangan pemerintah pusat dan kewenangan pemerintah daerah. Daalm rangka pelaksanaan asas desentralisasi ini didaerah dibentuk pemerintah daerah yang bersifat otonom, yaitu pemerintah daerah yang berhak dan berwenang mengatur urusan rumah tangganya sendiri.

G.    HUBUNGAN PUSAT DAN DAERAH MENURUT UUD 1945

            Untuk mengetahui bagaimana hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah perlu dicermati ketentuan-ketentuan dalam UUD 1945 setelah diamandemenkan maupun undang-undang yang mengaturnya, terdapat tiga pasal dalam  undang-undang dasar yang mengatur tentang pemerintahan daerah, yaitu : Pasal 18, 18A dan 18B.
Pasal 18
a.        Ayat (1) “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan pemerintah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintah daerah, yang diatur dengan undang-undang.
b.      Ayat (2) “Pemerintah daerah Provinsi, daerah Kabupaten, dan Kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan”
c.       Ayat (3) “ Pemerintah daerah Provinsi, daerah kabupaten dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui Pemilihan umum.
d.      Ayat (4) “Gubernur, Bupati, Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintah Provinsi, kabupaten dan Kota dipilih secara Demokrasi”
e.       Ayat (5) “Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat.
Ayat (6) “Pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar