MODUL
10
HUKUM
ADMINISTRASI
DAN
HUKUM TATA NEGARA
PENDAHULUAN
Di kalangan ahli hukum dan berbagai peraturan
perundang-undangan terdapat beberapa istilah yang berbeda, yaitu : Hukum Tata
Pemerintahan, Hukum Tata Usaha Negara, dan Hukum Administrasi Negara. Perbedaan
istilah tersebut boleh jadi disebabkan karena perbedaan terjemahan atas istilah
asal dan kecenderungan memilih istilah yang berbeda-beda dari istilah belanda
“Administratief Recht”. Dengan Pokok kata “administrasi”, “Pemerintahan: dan
Tata Usaha (Administrasi dalam Arti sempit)
Hukum Tata Negara termasuk rumpun Hukum Publik, merupakan
sekumpulan peraturan hukum yang mengatur mengenai organisasi Negara meliputi :
Pembagian Kekuasaan Negara, hubungan antar Lembaga Negara baik secara
Horizontal maupun Vertikal, system pemerintahan Negara, serta kedudukan warga
Negara dan hak-hak asasinya. Hukum Tata Negara lahir akibat adanya Negara. Oleh
karena itu dalam hukum tata Negara disamping membicarakan pembagian kekuasaan
Negara, system pemerintahan daerah, hubugan antar lembaga Negara, kewarganegaraan dan hak asasi
manusia, juga dibicarakan pula syarat-syarat adanya Negara.
Pada awalnya Hukum Administrasi Negara merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari Hukum Tata Negara. Dengan kata lain Hukum Tata
Negara dalam arti luas meliputi Hukum Administrasi Negara, sedangkan dalam arti
sempit tidak termasuk hukum Administrasi
Negara.
Hukum Administrasi Negara lebih menitik beratkan pada
hal-hal yang teknis, menyangkut aturan-aturan mengenai Negara dalam keadaan
“Bergerak”
Dari pembelajaran tentang Hukum Tata Administrasi Negara
dan Hukum Tata Negara, maka kita akan memahami hal-hal sebagai berikut :
1. Pengertian Hukum Administrasi Negara dan Hukum Tata
Negara.
2. Perbedaan Prinsipiil antara Hukum
Administrasi Negara dengan Hukum Tata Negara.
3. Hubungan antara Hukum Administrasi
Negara dengan Hukum Tata Negara.
4. Asas-asas pemerintahan dan
penyelenggaraan administrasi Negara yang baik.
5. Unsure dan ruang lingkup dari Hukum
Tata Negara.
6. Pembagaian dan perbedaan rakyat
antara warga Negara dengan penduduk.
7. Sifat dan pembatasan dari hak dan
kedaulatan Negara. Teori dan system pemerintahan Negara.
8.
Hubungan
kerja antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
KEGIATAN
BELAJAT 1
HUKUM
ADMINISTRASI NEGARA
A. PENGERTIAN
Administrasi dalam arti sempit adalah semua kegiatan
tulis menulis, ketik mengetik, catat mencatat, surat menyurat serta pengurusan
yang berkaitan dengan ketatausahaan. Oleh karena itu administrasi dalam arti
sempit sama dengan tata usaha.
E.Utrecht memberikan
Definisi administrasi Negara sebagai complex ambten/ apparaat atau gabungan
jabatan administrasi yang berada dibawah pimpinan pemerintah melaksanakan tugas
yang tidak ditugaskan kepada badan pengadilan dan badan legislative.
C.S.T. Kansil mengemukakan ada tiga arti administrasi
Negara, yaitu :
1)
sebagai
aparatur pemerintah, atau instant politik (kenegaraan) meliputi organ yang ada
dalam pemerintah, mulai dari presiden, menteri (termasuk sekjen, dirjen, irjen,
gubernur, bupati/ walikota dan sebagainya) pokoknya semua organ yang
menjalankan administrasi Negara.
2)
Sebagai
fungsi atau aktifitas, yakni sebagai kegiatan pemerintahan yaitu mengurus
Negara.
3) Sebagai proses teknis
penyelenggaraan undang-undang, meliputi segala tindakan aparatur Negara dalam
menjalankan undang-undang.
Dalam peraturan perundang-undangan, Undang-undang dasar
Sementara Tahun 1950 memakai istilah Hukum Tata Usaha (Pasal 108 dan 142).
Istilah Hukum Tata Usaha Negara dipakai secara resmi dalam Undang-Undang No. 14
tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok kekuasaan Kehakiman, maupun dalam
Undang-undang N0. 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
B.
HUBUNGAN
HUKUM TATA NEGARA DAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
Pada
mulanya Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara merupakan satu cabang
ilmu yang bernama “Staats en
Administratief Recht” dimana Hukum administrasi Negara dianggap sebagai
Pelengkap Hukum Tata Negara. Kemudian pada tahun 1946 diadakan pemisah antara
Hukum Tata Negara Dengan Hukum Administrasi Negara. Ada yang berpendapat bahwa
Hukum Tata Negara degan hukum Administrasi Negara mempunyai perbedaan Prinsip,
tetapi ada juga yang berpendapat bahwa Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi
Negara tidak mempunyai perbedaan prinsip.
Hukum
Tata Negara mempelajari hal-hal yang sifatnya Fundamental yakni tentang
dasar-dasar dari Negara dan menyangkut langsung setiap warga Negara. Sedangkan
Hukum administrasi Negara lebih menitik beratkan pada hal-hal yang teknis.
C.
PERBUATAN
ADMINISTRASI NEGARA
Pemerintah
dalam arti sempit adalah hanya meliputi bidang eksekutif (pelaksana peraturan),
sedangkan dalam arti luas mencakup semua bidang kekuasaan dalam Negara. Kedua
pengertian ini akan berimplementasi dalam cakupan tugas administrasi Negara.
Sondang P siagian mengemukan bahwa ada
tiga bentuk Negara yang memberikan peranan dan fungsi yang berbeda bagi
pemerintah, yaitu : bentuk political state (semua kekuasaan dipegang oleh raja
sebagai pemerintah), dan bentuk welfare state (tugas pemerintah diperluas untuk
menjamin kesejahteraan umum) dengan discreationary power dan freis ermessen.
1. Bentuk
political State, kekuasaan Raja hanya terbatas pada masalah menjalankan
peraturan (eksekutif) sedangkan kekuasan legislative dan yudikatif diserahkan
kepada badan tersendiri.
2. Bentuk
Legal state, dalam Legal state tugas pemerintahan disamping porsi kewenangannya
sempit juga bersifat pasif, artinya Negara hanya bertugas sebagai wasit dan
melaksanakan berbagai keinginan masyarakat yang telah disepakati bersama.
“Negara hukum Formal”
-
Ada perlindungan hak-hak asasi manusia;
-
Ada pemisah/ pembagian kekuasaan untuk
menjamin hak-hak asasi manusia;
-
Ada pemerintahan berdasarkan
peraturan-peraturan;
-
Ada peralihan administrasi Negara;
3. Bentuk
Welfare State, yaitu konsep Negara hukum modern. Cirri-ciri atau syarat-syarat
Negara hukum Modren :
-
Perlindungan Konstitusional, dalam arti
konstitusi menjamin hak-hak individu juga mengatur cara untuk memperoleh
perlindungan hak-hak tersebut;
-
Kekuasaan peradilan yang bebas;
-
Pemilihan umum yang bebas;
-
Kebeasan untuk menyatakan pendapat;
-
Kebebasan berserikat/ berorganisasi dan
beroposisi;
-
Pendidikan kewarganegaraan.
Dalam Welfare Stae Tugas administrasi Negara tidak hanya
melaksanakan undang-undang saja, tetapi lebih luas lagi yaitu menyelenggarakan
kesejahteraan umum. Oleh karena itu administrasi Negara diberi kebebasan untuk
bertindak atas inisiatif sendiri dalam menyelesaikan semua permasalahan yang
ada pada warga negaranya demi untuk kepentingan (kesejahteraan) umum. Hal
demikian disebut dengan istilah “Fries Ermessen”.
Perbuatan administrasi Negara Negara menurut hukum dapat
digolongkan dua macam, yaitu :
1.
Perbuatan Hukum menurut Hukum privat,
dalam hal ini administrasi Negara tunduk
pada ketentuan hukum perdata.
2.
Perbuatan hukum menurut hukum Publik,
dalam hal ini akan timbul hubungan hukum public yang dapat digolongkan menjadi
dua :
a.
Perbuatan Hukum Publik bersegi dua
b.
Perbuatan hukum public bersegi satu
D.
ASAS-ASAS
HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
1. Asas
Kepastian Hukum, asas ini menghendaki adanya penghormatan terhadap hak yang
telah dimiliki seseorang berdasarkan suatu keputusan badab/ pejabat
administrasi Negara, setelah yang bersangkutan memenuhi syarat materiil maupun
syarat formol untuk memperoleh hak tersebut.
2. Asas
Keseimbangan, asas ini menghendaki keseimbangan yang wajar dalam menjatuhkan
sanksi hukum terhadap pegawai yang melakukan kesalahan. Artinya sanksi yang
dijatuhkan tidak boleh berlebihan sehingga tidak seimbang dengan kesalahan yang
dilakukan oleh pegawai yang bersangkutan.
3. Asas
kesamaan dalam mengambil keputusan, dengan asas ini dimaksudkan bahwa dalam
menghadapi kasus dan fakta yang sama, administrasi Negara mengambil tindakan
yang sama.
4. Asas
Bertindak Cermat, asas ini menghendaki administrasi Negara dalam menjalankan
fungsinya bertindak secara hati-hati agar tidak menimbulkan kerugian bagi warga
negaranya.
5. Asas
Motivasi untuk semua Keputusan, asas ini dimaksudkan setiapm keputusan yang
diambil administrasi Negara, bersandar pada cakupan alasan (motivasi), yang
benar, adil, dan jelas. Sehingga Administrable dapat memahami atas keputusan
yang dijatuhkan kepadanya, selanjutnya dijadikan bahan untuk naik banding atau
menerimanya.
6. Asas
larangan mencampur adukan kewenangan, asas ini menghendaki agar dalam mengambil
keputusan pejabat administrasi Negara tidak memahami kewenangan diluar maksud
pemberian kewenangan itu. Penggunaan kewenangan diluar maksud pemberian
kewenangan tersebut dalam hukum dikenal dengan istilah “detournement de
puvoir”, (penyalahgunaan wewenang).
7. Asas
permainan yang layak (Perlakuan Yang Jujur), asas ini menghendaki agar pejabat
pemerintah dapat memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada warga
masyarakat untuk mendapatkan imformasi yang benar dan adil.
8. Asas
Keadilan dan Kewajaran.
9. Asas Menanggapi Pengharapan Yang wajar, asas ini
menghendaki agar tindakan pemerintah dapat menimbulkan harapan-harapan wajar
bagi yang berkepentingan.
10. Asas
Meniadakan Akibat Suatu Keputusan yang Batal, asas ini menghendaki jika terjadi
pembatalan suatu keputusan, maka akibat dari keputusan yang dibatalkan tersebut
harus dihilangkan sehingga yang bersangkutan (terkena) harus diberi ganti rugi
atau rehalibitasi.
11. Asas
Perlindungan Atas Pandangan (Cara) hidup. Asas ini menghendaki agar setiap
pegawai mempunyai hak atas kehidupan pribadinya sesuai dengan pandangan (cara)
hidup yang dianutnya, dan pemerintah harus menghormatinya.
12. Asas
Kebijaksanaan, asas ini menghendaki agar dalam menjalankan fungsinya pemerintah
diberi kebebasan untuk melakukan kebijaksanaan tampa harus menunggu instruksi.
13. Asas
Penyelenggaraan Kepentingan Umum, asas ini menghendaki agar dalam
menyelenggarakan fungsinya pemerintah selalu mengutamakan kepentingan umum.
Kepentingan Umum adalah Kepentingan nasional (bangsa), oleh karena itu menjadi
tugas seluruh aparat pemerintah untuk mewujudkannya.
KEGIATAN
BELAJAR 2
HUKUM
TATA NEGARA
A. PENGERTIAN
Dalam Kepustakaan Indonesia, istilah
lain yang dpakai untuk menyebut Hukum Tata Negara adalah Hukum Negara. Kedua
istilah tersebut merupakan terjemahan dari Bahasa Belanda “Staatsrecht”, dalam
Bahasa Belanda “staatsrecht” mempunyai
dua arti, yaitu dalam arti Luas dan dalam arti sempit. Dalam arti luas
Hukum Tata Negara meliputi Hukum Administrasi Negara (Administratief recht).
Di Inggris dipakai istilah “State
Law” dan Konstitutional Law” dalam arti Hukum Negara dan Hukum Tata Negara. Di
Jerman terdapat istilah “Verfasungrecht” dan di Perancis dipakai istilah “Droit
Constitutionnel” kedua istilah tersebut untuk menyebut Hukum Tata Negara.
B. RUANG LINGKUP
Pokok pangkal Hukum Tata Negara
adalah karena ada Negara. Syarat- syarat adanya Negara yaitu : ada wilayah/
daerah, ada rakyat, dan ada pemerintahan yang berdaulat. Negara merupakan suatu
organisasi kekuasaan. Dalam suatu Negara selalu terdapat pembagian kekuasaan
baik secara horizontal maupun pertikal, serta bagaimana masing-masing
berhubungan
Pembagian kekuasan horizontal
minimal akan melahirkan lembaga legislative, eksekutif dan yudikatif. Sedangkan
bagaimana masing-masing Negara saling berhubungan, khususnya hubungan antara
lembaga legislative dan eksekutif akan melahirkan berbagai bentuk system
pemerintahan antara lain : system pemerintahan presidential, parlementer,
campuran presidential dan parlementer dan referendum.
C. RAKYAT
Rakyat suatu Negara merupakan
masyarakat manusia yang dalam pengertian ini sering dikatakan bangsa
(nationality). Rakyat merupakan yang diperintah, sedangkan yang memerintah
sering disebut pemerintah/ penguasa.
Tiap-tiap Negara secara universal
(menurut hukum internasional) mempunyai kewenangan sendiri untuk menentukan
siapa yang menjadi warga negaranya. Dengan demikian kemungkinan terjadi bahwa
seseorang memperoleh kewarganegaraan rangkap atau bahkan sebaliknya tidak
mempunyai kewarganegaraan.
Ada dua asas dalam penetuan kewarganegaraan
yaitu : ius sanguinis (asas keturunan) yakni kewarganegaraan seseorang
ditentukan berdasarkan kewarganegaraan orang tuanya, dan ius soli (asas
kelahiran) yakni kewarganegaraan
seseorang ditentukan dinegara mana
mereka dilahirkan.
Dalam penetuan kewarganegaraan
dikenal “stelsel aktif” dan “Stelsel pasif”, dikatakan stelsel aktif karena
untuk memperoleh status kewarganegaraan seseorang harus melakukan
tindakan-tindakan tertentu, sedangkan stelsel pasif tidak mengharuskan
seseorang untuk melakukan tindakan tertentu untuk memperoleh kewarganegaraan.
1.
Warga
Negara Indonesia
Setiap yang menjadi warga Negara
Indonesia, dalam Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang
sudah diamamdemen diatur dalam BAB X Warga Negara dan Penduduk, pasal 26
sebagai berikut :
1.
Yang
menjadi warga Negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang
bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga Negara.
2.
Penduduk
ialah warga Negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di
Indonesia.
3. Hal-hal yang mengenai warga Negara
dan penduduk diatur dengan undang-undang.
Undang-undang
yang diamanatkan oleh Pasal 26 UUD 1945 tersebut belum dibentuk, oleh karena
itu untuk menjaga jangan sampai terjadi kekosongan hukum dalam hal penentuan
kewarganegaraaan Indonesia digunakan UU No. 62 Tahun 1958 Tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia. Undang-undang ini disahkan tanggal 29 Juli
1958 diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia 1958 Nomor 113
Menurut
undang-undang tersebut, Warga Negara Indonesia ialah orang-orang yang
berdasarkan perundang-undangan dan atau perjanjian-perjanjian dan atau
peraturan-peraturan yang berlaku sejak proklamasi 17 Agustus 1945 sudah warga
Negara Republik Indonesia.
Dalam
Undang-undang ini diatur tentang memperoleh Kewarganegaraan dan kehilangan
kewarganegaraan,
a.
Memperoleh
kewarganegaraan
Kewarganegaraan Republik Indonesia
diperoleh karena :
1. Kelahiran
berdasarkan keturunan.
2. Pengangkatan
3. Permohonan
dikabulkan
4. Pewarganegaraan
5. Akibat
perkawinan
6. Turut
ayah dan ibu pernyataan
b. Kehilangan Kewarganegaraan,
Kewarganegaraan Indonesia diatur dalam Pasal 17 Undang-Undang No. 62 Tahun
1958, sebab-sebab hilangnya kewarganegaraan Indonesia selain akibat perkawinan
dan turut ayah dan ibunya juga dapat disebabkan karena orang yang bersangkutan
memperoleh kewarganegaraan baru dengan kemauannya sendiri atau karena ingin
mempunyai satu kewarganegaraan saja.
2.
Penduduk
Dalam
Pasal 26 ayat 2 UUD 1945 ditentukan bahwa penduduk ialah warga Negara Indonesia
dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.
Didalam
Undang-undang darurat tahun 1955 LN No. 33 ditentukan bahwa orang asing menjadi
penduduk Negara Indonesia jika dan selama menetap di Indonesia. Orang asing
menetap di Indonesia jika ia mendapat ijin bertempat tinggal dari pemerintah
Indonesia (Pasal 2 dan 3 ayat (1).
D. WILAYAH NEGARA
Unsur berikutnya untuk adanya Negara
adalah wilayah/ daerah Negara. Di dalam hukum internasional yang berlaku secara
universal bahwa hak Negara untuk menjalankan kekuasan diwilayah/ daerahnya
bersifat mutlak dan tidak boleh dicampuri oleh Negara lain. Hak ini mempunyai
implikasi hak Negara :
1. Atas
penghormatan wilayah/ daerahnya oleh Negara lain.
2. Untuk
mengatur wilayah/ daerahnya.
3. Untuk
menjalankan tindakan-tindakan penguasa dalam wilayah/ daerahnya.
Dalam
Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 naskah asli sebelum
diamandemenkan, tidak ada satu pasalpun yang menentukan tentang wilayah Negara. Baru amandemen keempat tahun 2002
ditambahkan ketentuan Bab IX A
tentang Wilyah Negara, Pasal 25 A sebagai
berikut :
“Negara
Kesatuan Republik adalah sebuah Negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan
hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang”
E. PEMERINTAH YANG BERDAULAT
Pemerintah yang berdaulat artinya
pemerintah yang mempunyai keuasan tertinggi di Negara, artinya tidak ada lagi
kekuasaan yang lebih tinggi lagi. Jean Bodin merumuskan kedaulatan
(souvereiniteit) sebagai kekuasan tertinggi untuk menetukan hukum dalam suatu
Negara yang sifatnya : tunggal, asli, abadi, dan tidak dapat dibagi-bagi.
1. Pembagian
Kekuasaan Negara
Menurut
Teori Trias Politika sebagaimana diajarkan
Montesquieu kekuasaan Negara dibagi menjadi tiga, yaitu : Kekuasaan
Legislatif (melaksanakan Undang-undang), dan kekuasaan Yudikatif (mengadili
pelanggar undang-undang). Ketiga ekuasan tersebut dalam menjalankan fungsi dan
kewenangannya harus terpisah dan tidak boleh saling mempengaruhi.
Pembagian
kekuasaan Negara kedalam lemaga-lembaga Negara sesuai dengan fungsinya
bertujuan untuk memperlancar upaya
mencapai tujuan Negara. Dalam Undang-undang dasar yang sudah diamandemenkan,
kekuasaan Negara tidak hanya dibagi dalam tiga lembaga Negara yaitu Lembaga Legislatif
(DPR dan Presiden), eksekutif (Presiden), Yudikatif (MA dan MK), melainkan didistribusikan kepada MPR, DPR, DPD, BPK, Komisi Yudisial dan
lain-lainnya. Dalam penyelenggaraan pemerintahan masing-masing lembaga Negara
ada yang terpisah dalam menjalankan fungsinya, tetapi dalam hal-hal tertentu
mereka dituntut untuk saling bekerja sama.
2. Sistem
Pemerintahan
Terdapat cirri-ciri yang membedakan
system pemerintahan presidensial dengan system pemerintahan parlementer.
Cirri-ciri pemerintahan presidential :
a. Presiden
berkedudukan sebagai kepala pemerintahan dan kepala Negara.
b. Presiden
dipilih langsung oleh rakyat atau dewan pemilih.
c. Pemerintah
(eksekutif) tidak ikut dalam pembuatan undang-undang.
d. Menteri-menteri
sebagai pembantu presiden dan bertanggung jawab kepada presiden.
e. Presiden tidak bertanggung jawab kepada badan
Perwakilan Rakyat, dan tidak dapat membubarkan badan perwakilan rakyat.
Cirri-ciri pemerintahan parlementer:
a. Cabinet
(dewan menteri) dipilih oleh Perdana menteri, dan dibentuk berdasarkan kekuatan
yang menguasai parlemen.
b. Anggota
cabinet mungkin sebagian atau seluruhnya berasal dari parlemen.
c. Perdana
menteri bersama cabinet bertanggung jawab kepada parlemen.
d. Jika
terjadi mosi tidak percaya, Kepala Negara atas saran Perdana menteri dapat
membubarkan parlemen dan pemerintahan diadakan pemilihan umum.
e. Kepa
Negara tidak dapat diganggu gugat.
F. HUBUNGAN PUSAT DAN DAERAH
Hubungan antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah adalah hubungan atasan dengan bawahan, artinya pemerintah
daerah bersifat administrative sebagai pelaksa urusan pusat. Oleh karena itu
sebagai bawahan harus tunduk pada
pemerintah pusat.
Pada Negara Serikat (Federal)
terdapat pembagian kewenangan yang jelas dalam Konstitusinya, hal-hal yang
menjadi urusan pemerintah Pusat (Federal) dan hal-hal yang merupakan kewenangan
pemerintah Negara bagian. Lazimnya hal-hal yang menjadi kewenangan pemerintah
pusat (Federal) ditentukan secara rinci, sedangnkan sisanya menjadi kewenangan
pemerintah Negara bagian.
Dalam Negara kesatuan (unitary) yang
menganut asas sentralisasi pada prinsipnya semua urusan milik pemerintah pusat,
sedang dalam pelaksanaannya didaerah dibentuk pemerintah yang bersifat
administrative. Pemerintah Pusat menempatkan aparatnya didaerah untuk melaksanakan pemerintahannya. Dengan kata
lain, aparat/ pejabat yang ada didaerah adalah kepanjangan tangan pemerintah
pusat.
Sedangkan dalam Negara kesatuan
(unitary) yang menganut asas Desentralisasi terdapat pembagian kewenangan
(urusan) seperti dalam Negara serikat. Dengan peraturan perundang-undangan ditentukan
kewenangan pemerintah pusat dan kewenangan pemerintah daerah. Daalm rangka
pelaksanaan asas desentralisasi ini didaerah dibentuk pemerintah daerah yang
bersifat otonom, yaitu pemerintah daerah yang berhak dan berwenang mengatur
urusan rumah tangganya sendiri.
G. HUBUNGAN PUSAT DAN DAERAH MENURUT
UUD 1945
Untuk mengetahui bagaimana hubungan
pemerintah pusat dengan pemerintah daerah perlu dicermati ketentuan-ketentuan
dalam UUD 1945 setelah diamandemenkan maupun undang-undang yang mengaturnya,
terdapat tiga pasal dalam undang-undang
dasar yang mengatur tentang pemerintahan daerah, yaitu : Pasal 18, 18A dan 18B.
Pasal
18
a. Ayat (1) “Negara Kesatuan Republik Indonesia
dibagi atas daerah-daerah provinsi dan pemerintah provinsi itu dibagi atas
kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai
pemerintah daerah, yang diatur dengan undang-undang.
b. Ayat
(2) “Pemerintah daerah Provinsi, daerah Kabupaten, dan Kota mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan”
c. Ayat
(3) “ Pemerintah daerah Provinsi, daerah kabupaten dan kota memiliki Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui Pemilihan
umum.
d. Ayat
(4) “Gubernur, Bupati, Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintah
Provinsi, kabupaten dan Kota dipilih secara Demokrasi”
e. Ayat
(5) “Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan
pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah
pusat.
Ayat (6) “Pemerintah
daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk
melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar