MODUL 7
Pemutusan
Hubungan Kerja
Purbadi Hardjoprajitno, S.H, M.Hum.
Drs. Saefulloh Tiesnawati Wahyuningsih, S.H.
P E N D A
H U L U A N
Di awaI Tahun 2006, dan
diperkirakan sampai beberapa Tahun ke depan, angka pengangguran dipastikan
terus berlanjut karena sejurnIah perusahaan telah dan akan melakukan kebijakan
pemutusan hubungan kerja. Di akhir 2005 lalu, industri manufaktur di wilayah Bekasi,
Batam dan Kalimantan Timur banyak yang ditutup karena sudah tidak mampu lagi
beroperasi. Di akhir Tahun 2005, tercatat di Departemen Tenaga Kerja dan
Transrnigrasi jurnIah tenaga kerja yang terkena PHK sudah mencapai 109.000
orang. Penyebab utama mengapa banyak perusahaan melakukan PHK di antaranya
karena meningkatnya beban biaya produksi yang tidak diikuti oleh peningkatan
harga jual produk yang dihasilkan. Beban biaya produksi bertambah antara lain
disebabkan naiknya harga BBM, tuntutan kenaikan upah buruh dan makin sedikitnya
bahan baku yang tersedia sehingga harga bahan baku naik. Industri yang
mengalarni kesulitan dalam beroperasi terutama pada industri manufaktur,
seperti industri baja dan besi, industri kayu, kertas, tekstil, seperti, dan
elektronik. Pukulan telak bagi industri manufaktur sebenarnya bukan hanya pada
aspek naiknya beban biaya industri tapi juga karena ketatnya persaingan pasar.
Masuknya produk Cina baik legal maupun ilegal dengan harga yang sangat murah,
telah merontokkan pertahanan industri manufaktur Indonesia. Ditambah lagi
situasi krisis sosial yang membuat tidak kondusifnya iklim investasi di
Indonesia, membuat para pernilik modal mernilih mernindahkan investasinya ke
Malaysia, Vietnam atau Cina. Pindahnya perusahaan Sony yang memproduksi barang
elektronik ke Malaysia di Tahun 2004 dan kemudian diikuti oleh berbagai
industri lainnya baik di wilayah Bekasi, Batam dan Kalimantan Timur yang
jumlahnya mencapai ratusan industri yang sengaja ditutup, makin menambah
jurnlah angka yang terkena PHK.
Mengatasi PHK rupanya selalu
tidak berjalan mulus jika PHK berlangsung massal seperti karen a tutupnya
perusahaan. Mengingat perusabaan yang dalam kondisi defisit, dan biasanya
terkena beban hutang yang besar, harus membayar uang pesangon karyawan yang menuntut
dibayar cepat. Padahal aset perusahaan harganya jatuh atau bahkan tidak bisa
dijual. Sementara masalah besaran biaya pesangon pun kerap menimbulkan
pertentangan an tara pihak pemilik perusahaan dan pihak karya wan. Konflik yang
berkepanjangan seperti tuntutan karyawan PT. Dirgantara Indonesia yang
memproduksi pesawat terbang, yang berlokasi di Bandung itu, bampir dua Tahun
tidak menemukan pemecahan yang memuaskan untuk semua pihak. Persoalan PHK dalam
kondisi ekonomi makro sangatlah kompleks dan merniliki dampak sosial yang
hebat. Sebab itu pemecaban masalah PHK sangat sensitif dan perlu disikapi dan
disiasati dengan bijak.
Pada modul ke-7 ini kita akan
mernpelajari hal-hal yang terkait dengan masalah pemutusan hubungan kerja
(PHK). Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai ketentuan PHK, kita akan
mempelajarinya dalam tiga kegiatan kelompok belajar:
Kegiatan
Belajar 1 : Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja
Kegiatan BeJajar 2 : Uang Pesangon, Uang
Penghargaan dan Uang Penggantian
Hak
Kegiatan Belajar 3
: Tinjauan Kritis Proses PHK
KEGIATAN BELAJAR 1
Prosedur
Pemutusan Hubungan Kerja
1.
Pemutusan Hubungan Kerja
Pemutusan Hubungan Kerja atau
biasa disingkat PHK adalah proses terjadinya pengakhiran hubungan kerja antara
pemberi kerja dan penerima kerja. Secara umum PHK dipandang lebih banyak
merugikan pekerja. Pada kenyataannya PHK tidak sepenuhnya membuat pekerja yang
dirugikan, tetapi pengusaha juga kerap merasa dirugikan. Namun dernikian, ada
pula PHK yang dianggap sebagai pilihan terbaik bagi kedua belah pihak dan
dianggap sebagai keputusan yang saling menguntungkan.
Secara
umum PHK dapat dikategorikan ke dalam lima kelompok:
a.
PHK yang merugikan pekerja.
b.
PHK yang merugikan pengusaha.
c.
PHK yang menguntungkan pekerja.
d.
PHK yang menguntungkan pengusaha.
e.
PHK yang menguntungkan kedua
pihak baik pekerja dan pengusaha.
Dengan demikian PHK tidak harus
dianggap sebagai stigma yang menakutkan. Akan tetapi karena PHK secara umum
dianggap sebagai hilangnya kesempatan bekerja bagi pekerja, dan terutama PHK
yang bersifat massal lebih ban yak membawa kerugian di pihak pekerja, maka
ketentuan PHK perlu diatur sedernikian rupa agar dampak PHK dapat dikendalikan
dengan baik.
2.
Prosedur Pemutusan Hubungan
Kerja.
Berikut ini adalah prosedur yang
harus ditempuh pengusaha sebelum melakukan Pemutusan Hubungan Kerja:
a.
Pengusaha terlebih dahulu
melakukan pembicaraan atau perundingan dengan pihak serikat pekerja atau wakil
pekerja tentang rencana pemutusan hubungan kerja agar menghasilkan keputusan
yang terbaik dan dapat diterima oleh pekerja.
b.
Apabila perundingan gagal,
pengusaha mengajukan permohonan penetapan pada lembaga penyelesaian
perselisihan hubungan industrial. Pemutusan hubungan kerja baru dapat dilakukan
setelah secara resmi pengusaha memperoleh penetapan perselisihan hubungan
industrial. Prosedur yang harus ditempuh pengusaha pada saat mengajukan
permohonan penetapan harus diajukan secara tertulis dengan disertai alasan
mengapa harus melakukan pemutusan hubungan kerja
c.
Permohonan penetapan dapat
diterima bila telah dirundingkan terlebih dahulu antara pengusaha dan pekerja
di depan lembaga perselisihan industrial. Jika gagal barulah lembaga
perselisihan industrial mengeluarkan penetapan. Pemutusan hubungan kerja tanpa
penetapan adalah batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan pekerja
yang bersangkutan serta membayar seluruh upah dan hak yang seharusnya diterima,
Selama putusan belum ditetapkan, baik pengusaha maupun pekerja harus tetap
melakukan apa yang menjadi kewajibannya.
d.
Pengusaha dapat rnelakukan
skorsing kepada pekerja yang sedang dalam proses PHK dengan tetap wajib
membayar upah beserta hak-hak lainnya yang bisa diterima pekerja (Pasal 155
ayat 3 UU No. 13 Tahun 2003.
Permohonan penetapan pemutusan
hubungan kerja hanya dapat dilakukan pengusaha sepanjang disertai alasan-alasan
yang diperbolehkan. Berdasarkan Pasal 153 UU No. 13 Tahun 2003, terdapat
sejurnlah alas an yang tidak boleh dijadikan dasar permohonan penetapan
pemutusan hubungan kerja oleh pengusaha yakni:
1.
Pekerjalburuh berhalangan masuk
kerja karen a sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melarnpaui 12
bulan secara terus-menerus;
2.
Pekerja/ buruh berhalangan
menjalankan pekerjaannya karen a memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan
ketentuan peraturan peruandang-undangan yang berlaku;
3.
Pekerjalburuh menjalankan ibadah
yang diperintahkan agamanya;
4.
Pekerja/buruh menikah;
5.
Pekerja/buruh perempuan hamil,
melahirkan, gugur kandungan atau menyusui bayinya;
6.
Pekerja/buruh mempunyai pertalian
darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerjaJ buruh lainnya dalam satu
perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau
perjanjian kerja bersama;
7.
Pekerja/buruh mendirikan, menjadi
anggota dan/at au pengurus Serikat Pekerja/Serikat Buruh, pekerjaJburuh
melakukan kegiatan Serikat Pekerja/Serikat Buruh di Iuar jam kerja atau di
dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang
diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja
bersama;
8.
Pekerja/buruh mengadukan
pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan
tindak pidana kejahatan;
9.
Karena perbedaan paham, agama,
aliran politik, suku, warna kuIit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau
status perkawinan;
10.
Pekerjalburuh dalam keadaan cacat
tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karen a hubungan yang menurut
surat keterangan dokter jangka waktu kesembuhannya belum dapat dipastikan.
11.
Pemutusan hubungan kerja dengan
alasan tersebut di atas adalah batal demi hukum dan pengusaha wajib
mempekerjakan kembali pekerja yang bersangkutan.
Sedangkan sejumlah alas an yang
diperbolehkan dalam pengajuan penetapan pemutusan hubungan kerja adalah:
1.
Pekerja melakukan kesalahan
berat.
2.
Pekerja ditahan pihak berwajib.
3.
Pekerja telah diberikan surat
peringatan ketiga.
4.
Terjadi perubahan status
perusahaan.
5.
Perusahaan tutup.
6.
Perusahaan pailit.
7.
Pekerja meninggal dunia.
8.
Pekerja memasuki usia pensiun.
9.
Pekerja mangkir.
10.
Pekerja melakukan perbuatan yang
tidak patut.
11.
Pekerja atas dasar kemauan diri
sendiri mengundurkan diri dari perusahaan.
12.
Pekerja sakit atau cacat akibat
kecelakaan kerja.
Dalam kondisi tertentu, pengusaha
dapat melakukan pemutusan bubungan kerja dengan tanpa memerlukan penetapan,
apabila kondisinya adalah sebagai berikut:
1.
Pekerja/buruh masih dalam masa
percobaan kerja sebagaimana telah dipersyaratkan sebelumnya secara tertulis;
2.
Pekerja Iburuh mengajukan
permohonan pengunduran diri secara tertulis atas kemauan sendiri tanpa ada
indikasi adanya tekananl intimidasi dari pengusaha;
3.
Berakhirnya hubungan kerja sesuai
dengan waktu perjanjian kerja waktu tertentu untuk pertama kali;
4.
Pekerjalburuh memasuki usia
pensiun sebagaimana ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan,
dan perjanjian kerja bersama atau peraturan perundang-undangan lainnya;
5.
Pekerja/buruh meninggal dunia;
6.
Pekerja/buruh dinyatakan bersalah
melakukan perbuatan pidana oleh pengadilan dan menjalani pidana penjara bukan
atas pengaduan pengusaha;
7.
Pekerja/buruh tidak dapat
melakukan pekerjaan karena sedang ditahan dalam proses perkara pidana selama
lebih dari 6 (enam) bulan.
3.
Ketentuan
Terjadinya PHK
Apapun permasalahan yang timbul
antara pengusaha dan pekerja, sebenarnya pemutusan hubungan kerja merupakan
upaya terakhir untuk mencari keadilan at au mungkin pembenaran bagi kedua belah
pihak.
Pemutusan hubungan kerja dapat
terjadi dengan 4 (empat) cara, yaitu:
a.
PHK demi hukum;
b.
PHK atas putusan pengadilanl ppm;
c.
PHK atas kehendak pekerjalburuh
dan
d.
PHK atas kehendak pengusaha.
Masing-masing cara pemutusan
hubungan kerja tersebut mernpunyai akibat hukum yang berbeda dalam hal
pemberian pesangon dan uang penghargaan masa kerj a.
a.
PHK Demi
Hukum
PHK derni hukum adalah PHK yang
oleh hukum dianggap sudah tidak ada dan oleh karena itu tidak ada alasan hak
yang cukup dan layak bagi salah satu pihak untuk menuntut pihak lainnya guna
tetap mengadakan hubungan kerja.
PHK demi hukum dapat terjadi
dalam tiga hal:
Pertama, perjanjian kerja jangka
waktu tertentu
Perjanjian kerja dalam waktu
tertentu, mensyaratkan adanya batas waktu dan tercapainya pekerjaan tertentu
yang diperjanjikan. Untuk PHK jenis ini masing-masing pihak bersifat pasif
dalam arti tidak perlu melakukan usahausaha tertentu untuk melakukan PHK seperti
memohon penetapan PHK ke sidang Pengadilan Perselisihan Hubungan Industrial.
Pengusaha tidak wajib memberitahukan berakhirnya jangka waktu hubungan kerja
dalam tenggang waktu tertentu kecuali bila:
1.
Telah diperjanjikan secara
tertulis atau telah diatur dalam peraturan perusahaan atau perjanjian kerja
bersama;
2.
Menurut peraturan
perundang-undangan atau kebiasaan, mengharuskan pengusaha untuk melakukan
pemberitahuan sebelumnya dalam tenggang waktu tertentu.
Apabila salah satu pihak
mengakhiri hubungan kerja sebelum jangka waktu tertentu yang diperjanjikan
berakhir dan bukan karena pekerja/buruh melakukan pelanggaran yang diatur dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, maka
pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada
pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka
waktu perjanjian kerja.
Kedua, pekerja/buruh meninggal
dunia
Menurut Pasal 61 ayat (1) a UU Ketenagakerjaan, perjanjian kerja
berakhir bila pekerjafburuh meninggal dunia. Hal ini wajar karena hubungan
kerja bersifat sangat pribadi dalam arti melekat pada pribadi pekerja/buruh dan
tidak dapat diwariskan. Sebaliknya hubungan kerja tidak berakhir karena
meninggalnya pengusaba atau beralihnya hak atas perusahaan yang disebabkan
penjualan, pewarisan atau hibab. Ahli waris pekerja/burub yang meninggal dunia
berhak alas uang pesangon sebesar 2 kali ketentuan, uang penghargaan masa kerja
1 kali ketentuan dan uang penggantian hak 1 kali ketentuan. Apabila dalam
perjanjian kerja, peraturan perusabaan, atau perjanjian kerja bersama diatur
ketentuan yang lebib baik dari ketentuan tersebut maka ahli waris pekerjafburuh
berbak atas ketentuan yang lebih baik tersebut.
Ketiga,
Pekerjalburuh memasuki usia pensiun
Pekerja/buruh yang memasuki usia
pensiun sebagaimana telah ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, atau perjanjian kerja bersama maka hubungan kerjanya berakhir demi
hukum. Apabila pengusaha telah mengikutsertakan pekerjaJ buruh pada program
pensiun yang iurannya dibayar pengusaha maka pekerjalburuh tidak berhak atas
uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja tetapi tetap berhak atas uang
penggantian hak. Apabila jaminan atau manfaat yang diterima tersebut lebih
keeil dari uang pesangon 2 kali ketentuan, uang penghargaan masa kerja 1 kali
ketentuan dan uang penggantian hak maka selisihnya harus dibayar pengusaha.
Dalam hal program pensiun iuran/preminya dibayar oleh pengusaha dan pekerja
buruh maka yang diperhitungkan dengan uang pesangon adalah uang pensiun yang
iuran/preminya dibayar oleh pengusaha.
b.
PHK atas Putusan Pengadilan
(PPHI)
Apabila perundingan yang
dilakukan pengusaha dan serikat pekerja menyangkut masalah PHK tidak
menghasilkan kesepakatan maka pengusaha mengajukan permohonan-permohonan
penetapan PHK seeara tertulis kepada Lembaga Penyelesaian Perselisihan
Industrial (PPHI) disertai alasan yang menjadi dasarnya. Lembaga PPHI setelah
menerima permohonan PHK akan rnernanggil para pihak untuk dimintai keterangan
di muka persidangan.
Berdasarkan pembuktian yang dilakukan
dalam persidangan, lembaga PPHI menetapkan keputusan yang berisi menolak atau
mengabulkan PHK yang diajukan. Apabila lembaga PPHI menolak permohonan PHK maka
terhadap pekerja/buruh bersangkutan harus tetap dipekerjakan. Apabila
permohonan PHK dikabulkan maka hubungan kerja putus terhitung sejak penetapan
tersebut mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Selama putusan oleh lembaga PPHI
belum ditetapkan, pengusaha maupun pekerjalburuh harus tetap melaksanakan
kewajiban masing-masing. Apabila pengusaha melakukan tindakan skorsing selama
proses PHK maka upah beserta hak-hak lain yang biasa diterima pekerjalburuh
wajib tetap dibayar oleh pengusaha. Pekerjalburuh yang mengalami PHK karen a
melanggar ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan,
atau perjanjian kerja bersama, berhak memperoleh pesangon sebesar 1 kali
ketentuan, uang penghargaan masa kerja 1 kali ketentuan serta uang penggantian
hak.
c.
PHK atas Kehendak Pekerja/Buruh
Buruh/pekerja yang sudah
merasakan sesuatu kerja yang tidak kondusif atau mendapatkan lebih banyak
kerugian bila diteruskan bekerja di temp at tersebut dapat mengajukan PHK
kepada manajemen perusahaan tersebut. PHK atas kehendak pekerja/buruh terdiri
atas:
Pertama,
pekerja/buruh
mengajukan permohonan pengunduran diri karena alasan pribadi.
Hak untuk mengundurkan diri
melekat pada setiap pekerja/buruh karena pekerjalburuh tidak boleh dipaksa
untuk terus bekerja bila ia sendiri tidak menghendakinya. Pekerjalburuh yang
akan mengundurkan diri harus memenuhi persyaratan:
1)
Mengajukan permohonan pengunduran
diri secara tertulis selambatlambatnya 30 hari sebelum tanggal mulai
pengunduran diri;
2)
Tidak terikat dalam ikatan dinas;
3)
Tetap melaksanakan kewajibannya
sampai tanggal mulai pengunduran diri dilakukan.
Pekerja/buruh yang mengundurkan
diri tersebut berhak atas uang penggantian hak sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan. Bagi pekerjalburuh yang tugas dan fungsinya tidak
mewakili kepentingan pengusaha secara langsung, selain menerirna uang
penggantian hak diberikan pula uang pisah yang besar dan pelaksanaannya diatur
dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Kedua,
pekerja dinyatakan
mengundurkan diri
Pekerja/buruh yang mangkir selama
5 hari kerja berturut-turut lebih tanpa keterangan tertulis yang dilengkapi
dengan bukti yang sah dan kepadanya telah dipanggil secara patut dan tertulis
oleh pengusaha sebanyak 2 kali, dapat diputus hubungan kerjanya karena
dikuantifikasikan mengundurkan diri. Keterangan tertulis dengan bukti yang sah
tersebut harus diserahkan oleh pekerja/buruh paling lambat pada hari pertama
pekerjalburuh tersebut. Dalam PHK dengan sara seperti ini, pekerja/buruh berhak
atas uang penggantian hak dan diberikan uang pisah uang besar dan
pelaksanaannya diatur dalam petjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau
perjanjian kerja bersama.
Ketiga,
pekerja/buruh yang
tidak mampu lagi bekerja.
Pekerja yang mengalami sakit
berkepanjangan, mengalami cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat
melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 (dua belas) bulan
berturut-turut, dapat melakukan pemutusan hubungan kerja dan kepadanya
diberikan uang pesangon 2 (dua) kali ketentuan, uang penghargaan masa kerja 2
(dua) kali ketentuan dan uang penggantian hak 1 (satu) kali ketentuan.
Keempat,
pekerjalburuh dapat
juga mengajukan permohonan PHK kepada lembaga PPHI.
Dasar-dasar yang bisa diajukan
pekerjalburuh pada PPHI adalah apabila pengusaha:
1)
menganiaya, mengbina secara kasar
atau mengancam pekerjalburuh;
2)
membujuk danJatau menyuruh
pekerjalburuh untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan;
3)
tidak membayar upah tepat waktu
yang telah ditentukan selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih;
4)
tidak melakukan kewajiban yang
telah dijanjikan kepada pekerja/buruh;
5)
memerintahkan pekerja/buruh untuk
melaksanakan pekerjaan di luar yang diperjanjikan , atau;
6)
memberikan pekerjaan yang
membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan dan
kesusilaan pekerjafburuh sedang pekerjaan tersebut tidak dicantumkan
pada perjanjian kerja.
Apabila permohonan PHK tersebut
dikabulkan oleh lembaga PPHI maka pekerjalburuh berhak mendapat uang pesangon 2
(dua) kali ketentuan, uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan dan
uang penggantian hak. Dalam hal pengusaha di muka persidangan PPHI tidak
terbukti melakukan perbuatan sebagaimana yang dijadikan alasan oleh
pekerjalburuh maka pengusaha dapat melakukan PHK tanpa penetapan lembaga PPHI
dan pekerjalburuh bersangkutan tidak berhak atas uang pesangon dan uang
penghargaan masa kerja sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan,
d.
PHK atas Kehendak Pengusaha
Dilain pihak pengusaha sebagai
pemilik perusahaan dapat pula melakukan PHK atas pekerjanya.
Pengusaha
dapat melakukan pemutusan hubungan kerja, antara lain didasarkan:
Pertama, karena pekerjalburuh melakukan
kesalahan berat yang didukung dengan bukti-bukti antar lain: pekerjalburuh
tertangkap tangan; ada pengakuan dari pekerjalburuh bersangkutan; dan bukti
lain berupa laporan kejadian yang dibuat oleh pihak berwenang di perusahaan
bersangkutan yang didukung oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi.
Pelanggaran yang dikategorikan
sebagai kesalahan berat berdasarkan Pasal 158 UU No. 13 Tahun 2003 adalah
sebagai berikut:
a.
melakukan penipuan, pencurian
atau penggelapan barang danlatau uang milik perusahaan;
b.
memberikan keterangan palsu atau
yang dipalsukan sehingga merugikan perusahaan;
c.
mabuk, meminum minuman keras yang
memabukkan, memakai danlatau mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat
adiktif lainnya di lingkungan kerja;
d.
melakukan perbuatan asusila dan
perjudian di lingkungan kerja, rnisalnya melakukan pencabulan terhadap pekerja
wanita;
e.
menyerang, menganiaya, mengancam
at au mengintimidasi ternan sekerja atau pengusaha di lingkungan kerja;
f.
membujuk ternan kerja atau
pengusaha untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan;
g.
dengan ceroboh atau sengaja
merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang rnilik perusahaan yang
menimbulkan kerugian bagi perusahaan;
h.
dengan ceroboh atau sengaja
membiarkan ternan sekerja at au pengusaha dalam keadaan bahaya di tempat kerja;
1.
membongkar atau membocorkan
rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan
negara; atau
J.
melakukan perbuatan Jainnya di
lingkungan perusahaan yang diancam pidana penjara 5 (lima) Tahun atau lebih.
Pekerja/buruh yang diputus
hubungan kerjanya karena melakukan kesalahan berat banya berhak atas uang
penggantian hak tetapi apabila tugas dan fungsinya dalam hubungan kerja tidak
mewakili kepentingan pengusaha secara langsung diberikan pula uang pisah yang
besar dan pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan,
atau perjanjian kerja bersama. Apabila pekerja/buruh tidak menerima PHK
tersebut maka dapat mengajukan gugatan ke lembaga PPHI dalam jangka waktu
paling lama 1 (satu) Tahun sejak tanggal dilakukan PHK.
Kedua, Pengusaha dapat pula melakukan
PHK terhadap pekerja/buruh apabila terjadi perubaban status,
penggabungan, peleburan, atau perubahan kepemilikan perusahaan dan
pekerjalburuh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja. Dalam kasus PHK yang
seperti ini pekerja/buruh berhak atas uang pesangon 1 (satu) kali ketentuan,
uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan dan uang penggantian hak
sesuai ketentuan. Apabila pihak yang tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja
adalah pengusaha, maka hak pesangon pekerjalburuh adalah 2(dua) kali ketentuan,
uang penghargaan mas a kerja 1 (satu) kali ketentuan dan uang penggantian hak 1
(satu) kali ketentuan. Hak-hak pekerjalburuh dalam hal terjadi pengalihan
perusahaan menjadi tanggung jawab pengusaha baru kecuali ditentukan lain dalam
perjanjian pengalihan yang tidak mengurangi hak-hak pekerjalburuh.
Apabila pengusaha tersebut
merupakan orang-perorangan dan meninggal dunia maka ahli waris pengusaha dapat
mengakhiri perjanjian kerja setelah merundingkannya dengan pekerjalburuh.
Apabila perusahaan tutup yang disebabkan mengalami kerugian terus-menerus
selama 2 (dua) Tahun yang dibuktikan dengan laporan keuangan yang telah
cliaudit oleh akuntan publik selama 2 (dua) Tahun terakhir, atau karen a
perusahaan pailit, atau terjadi keadaan memaksa (force majeure) maka
pengusaha dapat melakukan PHK terhadap pekerja/buruh dan pekerja/buruh berhak:
atas uang pesangon I (satu) kali ketentuan, uang penghargaan masa kerja 1
(satu) kali ketentuan dan uang penggantian hak 1 (satu) kali ketentuan. Dalam
hal PHK bukan karen a perusahaan tutup atau keadaan memaksa tetapi dilakukan
untuk efisiensi maka pekerjalburuh berhak at as pesangon 2 kali ketentuan, uang
penghargaan masa kerja 1 kali ketentuan dan uang penggantian hak 1 kali
ketentuan.
Ketiga, Pengusaha melakukan PHK karena
ditahan pihak berwajib. Apabila pekerja/buruh ditahan oleh pihak yang berwajib
karena diduga melakukan tindak pidana bukan atas pengaduan pengusaha maka
pengusaha tidak wajib membayar upah tetapi diwajibkan memberikan bantuan kepada
keluarga pekerja/buruh yang menjadi tanggungannya sebagai berikut:
1.
Untuk 1 orang tanggungan sebesar
25% dari upah;
2.
Untuk 2 orang tanggungan sebesar
35% dari upah;
3.
Untuk 3 orang tanggungan sebesar
45% dari upah;
4.
Untuk 4 orang tanggungan sebesar
50% dari upah.
Keluarga pekerjalburuh
yang menjadi tanggungan adalah istri/suami, anak atau orang yang sah menjadi
tanggungannya berdasarkan perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau
perjanjian kerja bersama. Bantuan yang diberikan tersebut untuk paling lama 6
(en am) bulan tawim terhitung sejak pekerja/buruh ditahan pihak berwajib.
Setelah 6 (enam) bulan tidak dapat melakukan pekerjaan karen a ditahan pihak
berwajib, terhadap pekerjalburuh bersangkutan dapat dilakukan PHK oleh
pengusaha. Apabila sebelum jangka waktu 6 (enam) bulan terlampaui, perkara
pidana tersebut telah diputus oleh pengadilan dan pekerjalburuh dinyatakan
tidak bersalah maka pengusaha wajib mempekerjakannya kembali. Akan tetapi jika
pekerjalburuh dinyatakan bersalah maka pengusaha dapat melakukan PHK. Terhadap
pekerjalburuh yang mengalami PHK karen a kasus pidana seperti ini, pengusaha
wajib memberikan uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan dan uang
penggantian hak 1 (satu) kali ketentuan. Pelanggaran terhadap ketentuanketentuan
tersebut merupakan perbuatan pidana dan pengusaha yang melanggarnya diancam
sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat)
tahun dan atau denda paling sedikit RplOO.OOO.OOO,OO dan paling banyak
Rp400.000.000,OO.
R A N G K
U M A N
l.
Secara umum PHK dapat
dikategorikan ke dalam 5 (lima) kelompok, yaitu PHK yang merugikan pekerja; PHK
yang merugikan pengusaha; PHK yang menguntungkan pekerja; PHK yang
menguntungkan pengusaha dan PHK yang menguntungkan kedua pihak baik pekerja dan
pengusaba.
2.
Terdapat berbagai prosedur PHK
yang diatur oleh UU No. 13 Tahun 2003 tentang PPHI, yaitu PHK yang diajukan
oleh pengusaha dan dilakukan oleh pekerjalburuh.
3.Pemutusan
hubungan kerja dapat terjadi dengan 4 cara, yaitu: a) PHK demi hukum; b) PHK
atas putusan pengadilan/Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI);
c) PHK atas kehendak pekerjalburuh, dan d) PHK alas kehendak pengusaha.
KEGIATAN
BELAJAR 2
Uang
Pesangon, Uang Penghargaan, dan Uang Penggantian Hak
A.
HAK-HAK
PEKERJA AKIBAT PHK DAN PENGUNDURAN DIRI
Pekerja atau buruh yang menjalani
PHK oleh pengusaha mempunyai hak-hak yang wajib dipenuhi oleh pengusaha.
Hak-hak
pekerja yang terkena PHK terdiri atas:
1.
uang pesangon,
2.
uang penghargaan masa kerja dan
3.
uang penggantian hak (namun jika
pekerja/buruh melakukan pelanggaran/kesalahan berat, maka pekerjafburuh hanya
berhak atas uang penggantian hak).
Sedangkan bila mengundurkan diri,
maka yang diterima oleh pekerja/buruh hanyalah uang penggantian hak. Bagi pekerja/buruh
yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri, yang tugas dan fungsinya tidak
mewakili kepentingan pengusaha secara langsung, selain menerima uang
penggantian hak, juga diberikan uang pisah yang besarnya dan pelaksanaannya
seharusnya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian
kerja bersama (lihat Pasal 162 ayat 2 UUK).
Uang
penggantian hak meliputi hak-hak di antaranya:
1.
Cuti Tahunan yang belum diambil;
2.
Ongkos pulang buruh dan keluarga
ke tempat di mana buruh diterirna bekerja;
3.
Biaya perumahan, pengobatan,
perawatan sebesar 15% dari uang pesangon; dan
4.
Hak-hak lain yang ditetapkan
dalam KKB/PKB dan peraturan
perusahaan pada perusahaan terkait.
B.
KOMPONEN UPAH DAN PERHITUNGAN UANG PESANGON
1.
Komponen Upah
Komponen upah mempunyai peranan
yang sangat penting dalam penghitungan penghasilan pegawai atau buruh. Selain
itu, komponen upah juga digunakan sebagai dasar perhitungan uang pesangon, uang
penghargaan mas a kerja, dan uang pengganti hak yang seharusnya diterima,
terdiri atas:
a.
upah
pokok;
b.
segala
macam bentuk tunjangan yang bersifat tetap yang diberikan kepada pekerja dan
keluarganya, termasuk harga pemberian dari catu yang diberikan kepada pekerja
secara cuma-curna, yang bila catu harus dibayar pekerja dengan subsidi, maka
sebagai upah dianggap selisih antara harga pembelian dengan harga yang harus
dibayar oleh pekerja.
Pekerja atau buruh rnenerima upah
sebulan dengan perhitungan sebagai berikut.
1.
bagi pekerja yang rnenerirna upah
harian, upah sebulan adalah sarna dengan 30 kali penghasilan sehari;
2.
bagi pekerja yang menerima upah
berdasarkan satuan hasil, potonganlborongan atau komisi, maka penghasilan
sehari adalah sarna pendapatan rata-rata per hart selama 12 (dua belas) bulan
terakhir, dengan ketentuan tidak boleh kurang dari ketentuan upah minimum
provinsi atau kabupaten/kota;
3.
bagi pekerja yang menerima
penghasilan/upah pada upah borongan dan tergantung pada keadaan cuaca, maka
perhitungan upah sebulan dihitung dari upah rata-rata 12 (dua belas) bulan
terakhir.
2.
Perhitungan Uang Pesangon
Untuk mengetahui secara detil ten
tang besaran uang pesangon, masa penghargaan dan cuti, silakan pelajari UU No.
13 Tahun 2003. Berikut ini informasi ringkas tentang ketentuan uang pesangon,
dan penghargaan masa kerja yang diatur dalarn Pasal156 UU No. 13 Tahun 2003.
Perhitungan Uang Pesangon Paling
Sedikit adalah:
No
|
Masa keria
|
SesarPesanQon
|
1
|
Kurano dari
1 Tahun
|
1 bulan upah
|
2
|
1 Tahun
sampai kurang dari 2 Tahun
|
2 bulan upah
|
3
|
2 Tahun
sampai kurang dari 3 Tahun
|
3 bulan upah
|
4
|
3 Tahun
sampai kurang dari 4 Tahun
|
4 bulan upah
|
5
|
4 Tahun
sampai kurang dari 5 Tahun
|
5 bulan upah
|
6
|
5 Tahun
sampai kurang dari 6 Tahun
|
6 bulan upah
|
7
|
6 Tahun
sampai kurang dari 7 Tahun
|
7 bulan upah
|
8
|
7 Tahun
sampai kurang dari 8 Tahun
|
8 bulan upah
|
9
|
8 Tahun
sampai kurang dari 9 Tahun
|
9 bulan upah
|
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
karena perusahaan hendak melakukan efisiensi dan bukan karena kesalahan pekerj
a, harus mengacu pada ketentuan dalam Pasal 164 (3) UUK. Di mana karyawan yang
mengalami PHK akan mendapatkan uang pesangon dan uang penggantian hak dan jika
karyawan tersebut masa kerjanya kurang dari 3 (tiga) tahun, maka pekerja
tersebut tidak mendapat uang penghargaan masa kerja. Perusahaan dapat
memberikan skorsing kepada karyawan yang sedang dalam proses pemutusan hubungan
kerja dengan tetap wajib membayar upah beserta hak-hak lainnya yang biasa
diterima karyawan (Pasal 155 (3) UUK).
3.
Perhitungan Dang Penghargaan Masa
Kerja
Berikut ini adalah ketentuan uang
penghargaan yang dihitung dari masa kerja.
No
|
Masa Kerja
|
Sesar Uang
|
Penghargaan
|
||
1
|
3 Tahun
sampai kurang dari 6 Tahun
|
2 bulan upah
|
2
|
6 Tahun
sampai kurang dari 9 Tahun
|
3 bulan upah
|
3
|
9 Tahun
sampai kurang dari 12 Tahun
|
4 bulan upah
|
4
|
12 Tahun
sampai kurang dan 15 Tahun
|
5 bulan upah
|
5
|
15 Tahun
sampai kurang dan 18 Tahun
|
6 bulan upah
|
6
|
18 Tahun
sampai kuranq dan 21 Tahun
|
7 bulan upah
|
7
|
21 Tahun
sampai kurang dan 24 Tahun
|
8 bulan upah
|
8
|
24 Tahun
atau lebih
|
10 bulan
upah
|
4.
Ketentuan Uang Penggantian Hak Komponen
uang penggantian hak meIiputi:
a.
Cuti Tahunan yang belum diambil
dan belum gugur.
b.
Biaya atau ongkos pulang untuk
pekerja dan keluarganya ke tempat di mana pekerja diterima bekerja.
c.
Penggantian peru mahan serta
pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% dari uang pesangon dan/atau uang
penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat.
d.
Hal-hal lain yang ditetapkan
dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
5.
Contoh Kasus- Kasus PHK
Sebut saja namanya pak Amir.
Selama 5 hari berturut-turut ia tidak mas uk kerja tanpa pemberitahuan ke
atasan maupun ke bagian personalia. Pada saat mas uk, dia dipanggil bagian
personalia dan kepadanya diberikan surat PHK yang di tanda tangani oleh
pimpinan perusahaan karena dinilai telah mangkir/bolos masuk kerja. Apakah PHK
itu sah menurut UU ketenagakerjaan? Dan hak-hak apa yang harus diterima pak
Amir?
Berdasarkan kasus tersebut,
menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pekerjalburuh
yang mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih berturut-turut dapat diputus
hubungan kerjanya dan pemutusan hubungan kerjanya itu dianggap sebagai suatu
pengunduran diri.
Namun pengusaha baru dapat
memutuskannya setelah pekerjalburuh yang bersangkutan setelah dipanggil 2 (dua)
kali secara patut dan tertulis, dan pekerja/buruh yang bersangkutan tidak dapat
memberikan keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah
(Pasal168 ayat (1) UUK).
Terhadap Pemutusan hubungan
tersebut, maka pekerjalburuh yang bersangkutan berhak menerima uang penggantian
hak sebagai berikut (Pasal 156 ayat (4) UUK):
a.
cuti Tahunan yang belum diambil
dan belum gugur;
b.
biaya atau ongkos pulang untuk
pekerja/buruh dan keluarganya ke tempat di mana pekerja/buruh diterima bekerja;
c.
penggantian peru mahan serta
pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% (lima belas perseratus) dari uang
pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat;
d.
hal-hal lain termasuk uang pisah
yang besarnya dan pelaksanaannya ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
Pertanyaan berikutnya dapat
diajukan, misalnya ada seorang karyawan terpaksa di PHK dengan alasan
efisiensi, apakah perusahaan harus membayar uang pesangon sebesar 2 kali sesuai
Pasal 22, uang penghargaan masa kerja sebesar 2 kali sesuai ketentuan Pasal 23
dan uang ganti kerugian sebesar 2 kali sesuai ketentuan Pasal 24? Dan sesuai
Pasal 24 "penggantian peru mahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan
sebesar 15% dari uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja apabila
masa kerjanya telah mernenuhi syarat untuk mendapatkan uang penghargaan mas a
kerja" , 15% tersebut apakah dari total keseluruhan uang pesangon ditambah
uang penghargaan? Apakah uang pengobatan termasuk ke dalarn yang 15% juga?
Haruskah perusahaan membayar (sesuai Pasal 24) walaupun karyawan tersebut belum
diterima kerja diperusahan lain " biaya atau ongkos pulang untuk pekerja
dan keluarganya ke tempat di mana pekerja diterima bekerja" , dan sebesar
berapa? Apakah perusahaan perlu membayar uang THR dan bagaimana penghitungannya?
Apakah THR termasuk dalam penghitungan pembayaran pesangon dan uang
penghargaan?
Berkaitan dengan sejumlah
persoalan di atas, dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.
Berkaitan dengan permasalahan PHK
karyawan dengan alasan efisiensi, maka berdasarkan Pasal 164 ayat (3) UU
Ketenagakerjaan yang pada pokoknya menyatakan bahwa perusahaan wajib memberikan
uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang
penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan
uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
2.
Berkaitan dengan permasalahan
penggantian perumahan, serta pengobatan dan perawatan ditetapkan sebesar 15%
dari uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja yang telah memenuhi
syarat, maka berdasarkan Pasal 156 ayat (4) butir c UU Ketenagakerjaan di mana
dinyatakan hal yang sama dengan sebagaimana dimaksud di atas, dapat disimpulkan
sebagai berikut:
a.
Ketentuan sebesar 15% tersebut
dihitung dari total keseluruhan uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja
yang memenuhi syarat;
b.
Ketentuan sebesar 15% tersebut
dihitung dari jumlah uang pesangon saja;
c.
Ketentuan sebesar 15% tersebut
dihitung dari jumlah uang penghargaan masa kerja yang memenuhi syarat.
d.
Sehubungan dengan hal tersebut di
atas pula, maka uang pengobatan sebagaimana dimaksud di atas, juga termasuk ke
dalam ketentuan sebesar 15% tersebut di atas.
Berkaitan
dengan ketentuan mengenai perusahaan memberikan biaya atau ongkos pulang untuk
pekerja dan keluarganya ke tempat di mana pekerja diterima bekerja, apakah jika
pekerja tersebut belum diterima bekerja perusahaan harus membayar biaya atau
ongkos sebagaimana dimaksud di atas? Sehubungan dengan hal tersebut Pasal 156
ayat (1) UU Ketenagakerjaan hanya
menyatakan bahwa dalam hal terjadi PHK, pengusaha wajib membayar uang pesangon,
danlatau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya
diterimanya, di mana permasalahan sebagaimana dimaksud di atas termasuk daJam
kategori yang dinyatakan terakhir. Selanjutnya baik bagian isi maupun
penjelasan UU Ketenagakerjaan tidak memperinei secara jelas baik ketentuan
mengenai perusahaan wajib membayar pekerja dalam hal pekerja tersebut belum
diterima bekerja maupun ketentuan mengenai besarnya biaya atau ongkos.
Berkaitan
dengan permasalahan mengenai apakah perusahaan perlu membayar uang THR dan
bagaimana ketentuan penghitungannya, maka berdasarkan ketentuan pada Pasal 6
Permenaker 0411994 dinyatakan perusahaan wajib memberikan THR kepada pekerjanya
dengan status KKWTT yang diputus hubungan kerjanya (PHK) terhitung sejak 30
hari sebelum jatuh tempo Hari Raya. Permenaker 04 Tahun 1994 tidak mengatur
lebih rinei lagi mengenai ketentuan apabila pekerja tersebut diputus hubungan
kerjanya terhitung sejak lebih dari 30 hari sebelum tanggal jatuh tempo Hari
Raya.
Selanjutnya
ketentuan mengenai penghitungan THR diatur dalam Pasal 3 Permenaker 04 Tahun
1994, antara lain sebagai berikut:
a)
Pekerja yang telah mempunyai masa
kerja 12 bulan seeara terus menerus atau lebih sebesar 1 (satu) bulan upah;
b)Pekerja
yang telah mempunyai masa kerja 3 (tiga) bulan seeara terus menerus tetapi
kurang dari 12 bulan diberikan seeara proporsional dengan masa kerja yakni
dengan penghitungan masa kerja kali 1 (satu) bulan upah.
Penghitungan
uang THR tersebut tidak termasuk dalam penghitungan pembayaran uang pesangon
dan uang penghargaan, karena berdasarkan Pasal 157 UU Ketenagakerjaan
dinyatakan bahwa komponen upah sebagai dasar penghitungan uang pesangon, uang
penghargaan masa kerja dan uang pengganti hak yang seharusnya diterima adalah
sebagai berikut:
a.
Upah pokok;
b.
Segala macam bentuk tunjangan
yang bersifat tetap yang diberikan kepada pekerjalburuh dan keluarganya,
termasuk harga pembelian dari catu yang diberikan kepada pekerjalburuh secara
cuma-cuma, yang apabila catu harus dibayar pekerjalburuh dengan subsidi, maka
sebagai upah dianggap selisih antara harga pembelian dengan harga yang harus
dibayar oleh pekerja/buruh. Selanjutnya THR berdasarkan SE (Surat Edaran) Menteri
Tenaga Kerja RI No. SE- 07/MEN/1990 ten tang Pengelompokan Komponen U pah dan
Pendapatan Non Upah menyatakan bahwa THR merupakan komponen yang termasuk
pendapatan non upah, bukan upah pokok maupun tunjangan yang bersifat tetap.
Sehingga dengan demikian penghitungan THR tidak termasuk dalam penghitungan
uang pesangon dan uang penghargaan.
Berkaitan
dengan status karyawan part time apabila
terjadi PHK, apakah karyawan tersebut tetap menerima uang pesangon, maka
berkaitan dengan permasalahan tersebut tidak diperoleh suatu ketentuan
pemerintah yang mengatur ataupun memperinci permasalahan tersebut. Namun
demikian, menu rut hemat kami ketentuan mengenai hal sebagaimana dimaksud di
atas dapat diatur dalam peraturan perusahaan at au dalam kontrak kerja karyawan
tersebut dengan perusahaan dengan tidak bertentangan dengan Pasal 1320
KUHPerdata
R A N G K U M A N
1.
Pekerja yang di PHK dan
Pengunduran Diri menurut UU No. 13 Tahun 2003 mempunyai hak-hak seperti berikut
ini: a. uang pesangon; b. uang penghargaan masa kerja dan c. uang penggantian
hak yang besarnya tergantung dari alasan pengunduran diri, apakah di paksa oleh
perusahaan atau pengunduran diri karena kepentingan sendiri secara baik-baik.
2.
Komponen Upah, pegawai yang
bekerja disuatu perusahaan berhak atas upah. Komponen upah disini mempunyai
peranan penting dalam menentukan besamya uang pesangon dan uang penghargaan
masa kerja.
3.
Perhitungan Dang Pesangon diatur
dalam Pasal 156 UndangUndang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Perhitungan uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja pada intinya diberikan
kepada pegawai yang merniliki masa kerja minimal kurang dari 1 Tahun
4.
Perhitungan Dang Penghargaan Masa
Kerja dihitung dari masa kerja pegawai dengan ketentuan uang penghargaan
diberikan hanya kepada pegawai yang telah bekerja minimal 6 Tahun.
5.
Ketentuan Dang Penggantian Hak
dihitung berdasarkan komponen berikut ini: a) Cuti Tahunan yang belum diambil
dan belum gugur; b) Biaya atau ongkos pulang untuk pekerja dan keluarganya ke
tempat di mana pekerja diterima bekerja; c) Penggantian peru mahan serta
pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% dari uang pesangon danJatau uang
penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat dan d) Hal-hal lain yang
ditetapkan dalarn perjanjian kerja, peraturan perusahaan at au perjanjian kerja
bersama.
KEGIATAN BELAJAR
3
Tinjauan Kritis Terhadap Masalah
PHK
Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja
(PHK) pada dasarnya telah diatur dalam undang-undang ketenagakerjaan, yakni UU
Nomor 13 Tahun 2003 serta UU Nomor 12 Tahun 1964 yang mengatur tentang PHK di
perusabaan swasta. Mengapa UU Nomor 13 Tahun 2003 tidak mencabut secara pasti
UU Nomor 12 Tabun 1964, pertimbangannya karena UU Nomor 13 Tabun 2003 belum
punya hukum acara. Sehingga hukum acara yang masih digunakan adalah merujuk
pada UU Nomor 12 Tabun 1964. Kedua UU tersebut secara umum sama, yaitu bahwa
PHK baru sah apabila sudah memiliki izin dari sebuah lembaga yang ditunjuk.
Lembaga yang dimaksud, sebelum berlakunya Peradilan Hubungan Industrial (yang
pada saat ini masih dipersiapkan) adalah melalui P4D (Panitia Penyelesaian
Perselisihan Perburuhan Daerab) untuk perorangan, dan P4P untuk PHK yang
jurnlahnya 10 orang ke atas.
1.
Analisa
Kritis Berdasarkan Fakta di Lapangan.
Berikut im adalah sejumlah fakta
yang sering kali tidak sejalan dengan peraturan yang berlaku. Setidaknya ada 10
masalab utama yang menyangkut mengenai PHK yang menjadi sumber perdebatan.
1)
Lembaga
P4D di lapangan mencerminkan lembaga peradilan semu (quasi peradilan). Terbukti
lembaga ini tidak terlalu efektif karen a pengaturan lembaga tersebut dalam UU
juga tidak terlalu jelas. Ketidakjelasan tersebut kerap memicu terjadinya abuse
of power serta mal administrasi dalam lembaga itu sendiri. Hallain yang
menyebabkan tidak efektifnya lembaga tersebut adalah karena adanya UU PTUN.
Sehingga putusan P4D dan P4P bisa menjadi objek TUN, dan berlanjut ke
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara CPT TUN)
terus kemudian ke MA. Dengan begitu, keberadaan peradilan Tata Usaba Negara
menyebabkan putusan P4D dan P4P menjadi blur.
2)Dalam UU yang mengatur mengenai
lembaga P4P dan P4D, dikatakan bahwa putusan dari lembaga tersebut dapat
dimintakan fiat excecutie. Namun apabila salah satu pihak tidak puas
terhadap keputusan P4D dan P4P, maka dapat mengajukan banding ke Pengadilan
Tinggi Tata Usaha Negara. Pengajuan banding tersebut menyebabkan perubahan
terhadap para pihak yang berkara, di mana dalam P4D/P4P pihak yang
beperkara adalah buruh dan pengusaha, namun pada saat diajukan banding ke PT
Tata Usaha Negara maka pihak yang berpekara menjadi buruh dengan negara atau
pengusaha dengan negara.
3)
Dalam
proses PHK ternyata ada yang tidak berimbang. UU tidak mengatur mengenai
hal-hal apa yang boleh dilakukan sehubungan dengan pemberian PHK. Namun
undang-undang justru mengatur hal-hal apa saja yang tidak boleh dilakukan.
Misalnya PHK dilarang apabila menyangkut masalah kehamilan atau menyusui. Hal
lainnya adalah bahwa pengusaha dilarang memPHK pekerja yang sedang sakit. Apabila
si pekerja sakit selama 12 bulan terus-menerus, maka pengusaha dilarang untuk
memPHK pekerja tersebut. Pertanyaannya, bagaimana hak pengusaha terhadap
pekerjanya yang sakit terus-menerus dan terlalu banyak mengajukan izin.
4)
Lembaga
P4DIP4P terdiri atas tiga elemen, yaitu wakil dari buruh, wakil dari
pengusaha, serta wakil dari pemerintah. Diharapkan akan tercipta suatu
netralitas dari lembaga itu sendiri. Namun netralitas yang diharapkan akan
kembali terbentur oleh masalah klasik yang dialami oleh sistem peradilan kita,
yaitu tidak adanya transparansi serta berlakunya KKN. Sehingga netralitas yang
diharapkan tidak pernah ada. Dalam mekanisme pemberian izin PHK oleh P4D/P4P,
di mana tahap tersebut merupakan garda terakhir perlindungan bagi buruh,
nyaris tidak ada izin yang ditolak. Jadi, tahapan tersebut hanya semata-mata
hanya untuk menjagal dan kernudian membicarakan berapakah pesangonnya tanpa
menelaah alasan-alasan PHK secara lebih mendalam.
5)
Proses
pemeriksaan dalam P4PIP4D sering kali tidak membicarakan masalah hukum
secara terperinci. Hal dikarenakan para anggotanya belum tentu berlatar
belakang hukum. Hal yang lebih diutamakan dalam proses pemeriksaan adalah
kronologi, fakta-fakta di lapangan dan pemeriksaan saksi. Dalam hukum acaranya
dinyatakan bahwa pertemuan dapat dilaksanakan maksimal tiga kali. Namun hanya
dalam sekali pertemuan para panitia akan berpendapat bahwa fakta-fakta yang ada
sudah jelas. Selain itu akomodasi kesaksian sangat jarang dilakukan.
6)Departemen Tenaga kerja tidak
punya wewenang untuk mengakui keberadaan sebuah serikat pekerja karena UU Nomor
21 Tahun 2000 Tentang Serikat buruh-Serikat pekerja mengatur bahwa lembagalembaga
serikat tersebut adalah lembaga independen yang tidak bolehdiintervensi oleh
pernerintah. Narnun (lagi-lagi) hal tersebut hanya merupakan judul besar saja.
Dalam UU itu sendiri terdapat Pasal-Pasal yang justru rnereduksi independensi
dari lernbaga buruh. Misalnya negara hanya mencatat tetapi ban yak lagi
aturan-aturan yang mengatakan negara tidak memiliki pencatatan maka lembaga
buruh tersebut tidak boleh ikut di komisi pengupahan misalnya. Sehingga
pencatatan itu jadi seperti sebuah pengesahan.
7)
Kemudian
hubungan serikat buruh dengan buruhnya tercipta apabila si buruh sudah rnenjadi
anggota serikat buruh yang bersangkutan. Sehingga pada saat si buruh menjadi
anggota serikat, maka otomatis itu serikat buruh tersebut wajib menjadi wakil
buruh dan bertindak sebagai pembela kepentingan buruh. Sedangkan untuk buruh
yang belum menjadi anggota serikat, serikat buruh tetap dapat mernbela
kepentingan buruh non anggota melalui suatu surat kuasa.
8)
Hal
lain yang patut mendapat perhatian adalah PHK yang disebabkan oLeh kejahatan
(kesalahan berat) seperti mencuri. Pada peraturan perburuhan terdahulu, PHK
bagi buruh yang melakukan kesalahan berat tetap harus mendapat izin dari
P4PIP4D. Kesalahan berat mas uk dalam lingkup pidana, oleh karena itu tetap
harus minta izin. Dengan demikian sebelum PHK diberikan, harus sudah ada
putusan pengadilan yang final dan banding sesuai dengan asas praduga tak
bersalah. Namun dalam regulasi perburuhan yang berlaku saat ini, PHK bagi buruh
yang melakukan kesalahan berat dapat langsung diberikan oleh perusahaan.
Pemberian PHK langsung tersebut dapat diberikan dengan syarat bahwa buruh
bersangkutan terbukti tertangkap tangan atau ada pengakuan atau ada bukti
berupa laporan kejadian dan didukung oleh sekurangkurangnya 2 (dua) orang
saksi. Dengan demikian, UU perburuhan terbaru tidak menghargai asas praduga
tak bersalah. Buruh yang di PHK tersebut dapat mengajukan gugatan.
9)Hubungan kerja yang berdasar atas
kontrak kerja lebih disenangi oleh pengusaha karena tidak ada keharusan bagi
pengusaha untuk memberikan pesangon. Tetapi apabila hubungan kerja kontrak
tersebut diberhentikan di tengah jalan, maka izin untuk memberikan PHK tetap
diperlukan. Salah satu pihak harus rnelakukan pernbayaran untuk menutupi
kekurangan masa kerja tersebut. Kerja Kontrak dilandasi oleh adanya syarat
waktu, yaitu apabila pekerjaan tersebut bersifat musiman, tergantung cuaca,
atau dapat dipastikan bahwa pekerjaan tersebut tidak memakan waktu lama.
Faktanya ban yak pengusaha menerapkan kontrak kerja tanpa melihat unsur waktu.
Misalnya, pekerjaan sebagai guru yang saat ini menggunakan kontrak. Padahal
pekerjaan sebagai guru bukan merupakan pekerjaan musiman. Selain itu, pekerjaan
mengajar merupakan pekerjaan yang tidak akan pernah selesai.
10)
Fakta
lain mengenai masa percobaan. Banyak pemberi kerja memberikan klausul masa
percobaan dalam kontrak kerja, yaitu masa percobaan adalah 6 (enam) bulan atau
setahun, baru kemudian pekerja diangkat sebagai pekerja tetap. Padahal masa
percobaan tidak boleh lebih dari 3 (tiga) bulan. Masa percobaan tidak boleh
diperpanjang. Sehingga, apabila masa percobaan telah lewat, maka pemberi kerja
harus memutuskan apakah akan menerima pekerja tersebut atau tidak. Namun yang
sering terjadi adalah bahwa suatu pekerja dikontrak untuk beberapa kali masa
kerja dan belum diangkat sebagai pekerja tetap. Fakta ini ternyata tidak hanya terjadi di lingkungan swasta. Di
lingkungan PNS sendiri sering diternui fakta bahwa ada pekerja yang teJah
digaji secara honorer selama lebih dari 12 tahun. Menilik bahwa pekerja PNS
saja mengalami ketidakadilan seperti itu, maka sepertinya kita tidak terlalu
berharap pengawasan dapat berjalan dengan baik. Padahal, regulasi perburuhan
itu sendiri tidak mengenal pegawai honorer.
11)
Beberapa
tahun terakhir ini banyak perusahaan yang menawarkan pensiun dini kepada
karyawannya. Penawaran ini harus dilihat dalam konteks negosiasi. Apabila
negosiasi tersebut dipandang baik oleh para pihak, maka penawaran tersebut
tidak menjadi masalah. Yang menjadi masalah adalah apabila kedudukan para pihak
dalam negosiasi itu tidak seimbang, sehingga kebijakan pensiun dini tersebut
justru menjadi hal yang dipaksakan.
R A N G K U M
A N
Fakta di Lapangan sering kali tidak sejalan dengan peraturan yang berlaku, ditemukan 10 masalah
utama yang menyangkut masalah PHK yang menjadi sumber perdebatan, yaitu
1.
Peran Lembaga P4D di lapangan
mencerminkan lembaga peradilan semu (quasi peradilan);
2.
Dalam proses PHK ternyata ada
yang tidak berimbang. UU tidak mengatur mengenai hal-hal apa yang boleh
dilakukan sehubungan dengan pemberian PHK;
3.
Lembaga P4DIP4P terdiri atas tiga elemen, yaitu wakil dari buruh, wakil
dari pengusaha, serta wakil dari pemerintah dengan harapan akan tercipta suatu
netralitas dari lembaga itu sendiri. Namun netralitas itu terbentur oleh
masalah klasik dalam sistem peradilan;
4.
Proses pemeriksaan dalam P4PIP4D sering kali tidak
membicarakan masalah hukum secara terperinci.
5.
Departemen Tenaga kerja tidak
punya wewenang untuk mengakui keberadaan sebuah serikat pekerja karena UU Nomor
21 Tahun 2000 Tentang Serikat buruh-Serikat pekerja mengatur bahwa
lernbaga-lernbaga serikat tersebut adalah lembaga independen yang tidak boleh
diintervensi oleh pemerintah;
6.
Hubungan serikat buruh dengan
buruhnya tercipta apabila si buruh sudah menjadi anggota serikat buruh yang
bersangkutan, sedangkan buruh yang belum menjadi anggota serikat, serikat buruh
tetap dapat membela kepentingan buruh non anggota melalui suatu surat kuasa;
7.
PHK yang disebabkan oleh
kejahatan atau kesalahan berat harus minta izin dengan dasar putusan pengadilan
yang final dan banding sesuai dengan as as praduga tak bersalah. Namun tidak
demikian dengan regulasi perburuhan yang berlaku saat ini.
8.
Hubungan kerja yang berdasar atas
kontrak kerja lebih disenangi oleh pengusaha karen a tidak ada keharusan bagi
pengusaha untuk memberikan pesangon.
9.
Masa percobaan yang melanggar
ketentuan di mana seharusnya hanya 3 bulan, tetapi daJam klausul sering 6 bulan
atau 1 Tahun sehingga membingungkan pekerja untuk mengambil keputusan.
10.
Pensiun dini yang dipaksakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar