MODUL 2
Serikat
Pekerja dan Pengusaha
Purbadi
Hardjoprajitno, S. H, M. Hum.
Drs. Saefulloh
Purwaningdyah, MW, S.H, M.Hum.
P E N D A H U L U A N
Pada modul sebelumnya, kita telah
mempelajari sejarah perkembangan hukum ketenagakerjaan di Indonesia
hingga pada babak terakhir ditandai dengan terbitnya UU No. 13 Tahun 2003.
Selanjutnya, mari kita kenali kedudukan pekerja, serikat pekerja, pengusaha,
dan pemerintah dalam hukum ketenagakerjaan.
Pada modul ini kita akan membahas kedudukan serikat
pekerja dan pengusaha sebagaimana diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003. Untuk
mengetahui lebih jauh tentang kedudukan serikat pekerja dan pengusaha kita akan
mengkajinya dalam tiga kegiatan belajar.
Kegiatan Belajar 1 membahas Pengertian dan Ruang
Lingkup Pekerja Buruh, yang
terdiri atas Pekerja/Buruh Dewasa, Pekerja/Buruh Perempuan, Pekerja/Buruh Anak,
dan PekerjaIBuruh Tenaga Kerja Asing.
Kegiatan
Belajar 2 membahas
Pengertian dan Ruang Lingkup Serikat pekerjaIBuruh, Prosedur Pendirian Serikat
Pekerja, Prosedur Pembubaran Serikat Pekerja/Buruh, Keanggotaan dan Kekayaan
Serikat Pekerja/Buruh.
Kegiatan
Belajar 3 membahas Kedudukan
Pengusaha dalam Hukum Ketenagakerjaan.
KEGIATAN
BELAJAR 1
Kedudukan Pekerja/Buruh dalam
Hukum Ketenagakerjaan
A. PENGERTIAN PEKERJA/ BURUH
Pekerja Pekerja/ Buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan rnenerirna
upah atau irnbalan dalarn bentuk lain. Dalarn definisi tersebut terdapat dua
unsur, yaitu unsur orang bekerja dan
unsur menerima upah atau imbalan dalam
bentuk lain.
B. PENGERTIAN TENAGA KERJA
Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan
guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri
maupun masyarakat.
Bagi pekerja/buruh, hubungan
hukum dengan pemberi kerja bersifat keperdataan, yaitu dibuat di antara
para pihak yang mempunyai kedudukan perdata. Hubungan hukum an tara kedua pihak
selain diatur dalam perjanjian kerja yang mereka tanda tangani (hukum
otonom) juga diatur dalam peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh
instansi/lembaga yang berwenang untuk itu (hukum heteronomy. Bagi
Pegawai Negeri Sipil dan tentara, hubungan hukum dengan pemerintah didasarkan
pada hukum publik yang bersifat heteronom.
Pekerja/buruh merupakan bagian
dari tenaga kerja yaitu tenaga kerja yang bekerja dalam hubungan kerja, di
bawah perintah pemberi kerja (bisa perseorangan, pengusaha, badan hukum atau
badan Jainnya) dan atas jasanya dalam bekerja yang bersangkutan menerima upah
atau imbalan dalam bentuk lain.
C. PEKERJA/BURUH PEREMPUAN
Masalah pekerja/buruh perempuan
dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 mendapatkan perhatian khusus. Di antara
perhatian khusus yang dimaksud adalah sebagai berikut:
a.
Pekerja/buruh perempuan yang
berusia kurang dari 18 Tahun dilarang dipekerjakan antara puku123.00 hingga
pukul 07.00;
b.
pekerja/buruh perempuan yang hamil
yang menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan diri
dan kandungannya jika bekerja malam hari, dilarang dipekerjakan an tara pukul
23.00 hingga pukuI07.00;
c.
pengusaha yang mempekerjakan
pekerja/buruh perempuan antara pukul 23.00 hingga pukul 07.00 wajib:
1)
memberikan
makanan dan minuman bergizi;
2)
menjaga
kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja.
d.
Pengusaha wajib menyediakan
angkutan antar jemput bagi pekerja/buruh perempuan yang berangkat dan pulang
kerja antara pukul 23.00 hingga pukul 05.00.
Pelanggaran terhadap ketentuan
iru merupakan tindak pidana pelanggaran yang diancam pidana kurungan
sekurang-kurangnya 1 bulan penjara dan paling lama 12 bulan penjara danJatau
denda paling sedikit RplO.OOO.OOO,OO (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak
RplOO.OOO.OOO,OO (seratus juta rupiah).
D. PEKERJA/BURUH
ANAK
Selain masalah pekerja/buruh
perempuan yang mendapatkan perhatian khusus adalah pekerja/buruh anak. Apa yang
dimaksud pekerja/buruh anak adalah berdasar pada kategori umur. Batasan anak
dalam hukum ketenagakerjaan adalah setiap orang yang berumur di bawah 18 Tahun.
Pada dasarnya pengusaha dilarang
mempekerjakan anak, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 68 Undang-undang No. 13
Tahun 2003. Tujuannya untuk melindungi anak agar tidak terganggu pertumbuhan
dan kesehatannya. Larangan mempekerjakan anak dapat dikecualikan apabila anak
yang bekerja tersebut berusia antara 13 Tahun hingga 15 Tahun dan hanya
melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan
kesehatannya. Syarat-syarat anak dapat dipekerjakan apabila:
a.
ada izin tertulis dari orang
tua/wali;
b.
ada perjanjian kerja antara
pengusaha dengan orang tua atau wali;
c.
waktu kerja maksimum 3 jam per
hari;
d.
dilakukan siang hari dan tidak
mengganggu waktu sekolah;
e.
kesehatan dan keselamatan
kerjanya diutamakan;
f.
adanya hubungan kerja yang jelas;
g.
menerima upah sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Pelanggaran terhadap ketentuan di
atas merupakan tindak pidana kejahatan yang dapat dipidana penjara
sekurang-kurangnya 1 Tahun dan paling lama 4 Tahun dan/atau denda paling
sedikit RplOO.OOO.OOO,OO (seratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp400.000.000,OO (empat ratus juta rupiah). Ketentuan
tentang pekerjalburuh anak tersebut tidak berlaku bagi anak yang bekerja pada
usaha keluarga.
Pekerja/buruh anak dilarang
dipekerjakan dan dilibatkan dalam pekerjaan-pekerjaan terburuk, meliputi:
a.
segala pekerjaan dalam bentuk
perbudakan dan sejenisnya;
b.
segala pekerjaan yang
memanfaatkan, menyediakan dan melibatkan anak dalam pelacuran, produksi
pornografi, pertunjukan porno atau perjudian;
c.
segala pekerjaan yang
memanfaatkan, menyediakan atau melibatkan anak untuk produksi dan perdagangan
minuman keras, narkotika, psikotropika dan zat adiktif Iainnya;
d.
semua pekerjaan yang membahayakan
kesehatan, keselamatan atau moral anak.
Pelanggaran terhadap larangan ini
merupakan tindak pidana kejahatan yang diancam pidana penjara
sekurang-kurangnya 2 Tahun dan paling lama 5 Tahun dan atau denda paling
sedikit Rp200.000.000,OO (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp500.000.000,OO (lima ratus juta rupiah).
Anak dianggap bekerja bilamana
berada di tempat kerja, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya. Apabila anak
dipekerjakan bersama-sama pekerja/buruh dewasa maka tempat kerja anak harus
dipisahkan dengan tempat kerja pekerja/buruh dewasa.
Ketentuan tambahan yang mengatur
tentang pekerja/buruh anak adalah sebagai berikut.
Apabila anak melakukan pekerjaan
di tempat kerja yang merupakan bagian dari kurikulum pendidikan dan pelatihan,
dipersyaratkan:
a.
paling sedikit berusia 14 Tahun;
b.
diberi petunjuk yang jelas
tentang cara melaksanakan pekerjaan, serta memperoleh bimbingan dan pengawasan
dalam melaksanakan pekerjaan;
c. diberi alat perlindungan keselamatan dan
kesehatan kerja.
Apabila anak melakukan pekerjaan
dalam rangka mengembangkan bakat dan minatnya maka pengusaha dapat
mempekerjakannya sepanjang:
a.
di bawah pengawasan langsung
orang tua atau wali;
b.
waktu kerja paling lama 3 jam per
hari;
c.
kondisi serta lingkungan kerja
tidak mengganggu perkembangan fisik, mental, so sial dan waktu sekolah.
Pelanggaran terhadap ketentuan tnt merupakan tindak pidana pelanggaran yang
diancam pidana kurungan paling singkat 1 bulan dan paling lama 12 bulan dan
atau denda paling sedikit RplO.OOO.OOO,OO (sepuluh juta rupiah) dan paling
banyak RpIOO.OOO.OOO,OO (seratus juta rupiah).
E. PEKERJA/BURUH TENAGA KERJA ASING
Apa yang dimaksud tenaga kerja
asing adalah warga negara asing pemegang visa dengan maksud untuk bekerja di
wilayah Indonesia. Setiap pemberi kerja yang akan mempekerjakan tenaga kerja
asing wajib memiliki izin tertulis dari instansi yang berwenang di bidang ketenagakerjaan.
Pemberi kerja perseorangan dilarang mempekerjakan tenaga kerja asing. Tenaga kerja asing dapat dipekerjakan di
Indonesia hanya dalam hubungan kerja untuk jabatan-jabatan tertentu dan waktu
tertentu. Bila masa kerja tersebut habis dan karena satu dan lain hal tidak
dapat diperpanjang maka dapat digantikan tenaga kerja asing lainnya. Kewajiban
untuk memiliki izin penggunaan tenaga kerja asing ini tidak berlaku bagi
perwakilan negara asing yang mempergunakan tenaga kerja asing sebagai pegawai
diplomatik dan konsuler.
Izin penggunaan tenaga kerja
asing tersebut harus sesuai dengan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing
(RPTKA) yang telah disahkan oleh pejabat yang ditunjuk dan sekurang-kurangnya
memuat:
a.
alasan
penggunaan tenaga kerja asing;
b.
jabatan
danlatau kedudukan tenaga kerja asing dalam struktur organisasi perusahaan;
jangka waktu penggunaan tenaga
kerja asing;
c.
penggunaan
tenaga kerja warga negara Indonesia sebagai pendamping (counter part) tenaga
kerja asing yang dipekerjakan. Tenaga kerja pendamping ini tidak secara
otornatis menggantikan atau menduduki jabatan tenaga kerja asmg yang
didampinginya, tetapi lebih dititikberatkan untuk alih teknologi dan alih
keahlian agar tenaga pendamping memiliki kemampuan sehingga pada waktunya diharapkan
dapat menggantikan tenaga kerja asing yang didampingi.
RPTKA tidak berlaku bagi instansi
pemerintah, badan-badan internasional dan perwakilan negara asing. Badan
internasional yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah badan-badan
internasional yang tidak mencari keuntungan, seperti lembaga-lembaga yang
bernaung di bawah PBB, misalnya ILO, UNICEF, dan WHO.
Selain wajib menunjuk tenaga
kerja pendamping (counter part), pemberi kerja tenaga kerja asing juga
wajib melaksanakan pendidikan dan pelatihan kerja bagi tenaga kerja Indonesia
sesuai dengan kualifikasi jabatan yang diduduki oleh tenaga kerja asing.
Ketentuan tenaga kerja asing ini tidak berlaku bagi tenaga kerja asing yang
menduduki jabatan dan/atau komisaris.
R A N G K U M A N
Istilah
pekerja dan buruh secara yuridis sebenarnya sarna
dan tidak ada pembedaan di antara keduanya. Menurut UU No. 13 Tahun 2003
pembedaan pekerja/buruh hanya didasarkan pada jenis kelamin dan usia. Pembedaan
ini dilakukan untuk melindungi pekerjalburuh yang lemah daya tahan tubuhnya dan
untuk menjaga norma-norma kesusilaan.
Pekerjalburuh
merupakan bagian dari tenaga kerja yaitu tenaga kerja yang bekerja dalam
hubungan kerja di bawah perintah pemberi kerja dan atas jasanya dalam bekerja,
yang bersangkutan menerima upah atau imbalan dalam bent uk lain.
Tenaga
kerja asing dapat dipekerjakan di Indonesia hanya dalam hubungan kerja untuk
jabatan dan waktu tertentu. Izin penggunaan tenaga kerja asing harus sesuai
dengan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja asing (RPTKA) yang telah di sahkan oleh
pejabat yang ditunjuk. RPTKA tidak berlaku bagi instansi pemerintah,
badan-badan internasional dan perwakilan negara asing. Adapun badan
internasional yang dirnaksud dalam ketentuan ini adalah badan-badan
internasional yang tidak mencari keuntungan seperti lernbaga-lembaga yang
bernaung di bawah PBB.
KEGIATAN BELAJAR
2
Kedudukan Serikat Pekerja
SERIKAT PEKERJAlSERlKAT BURUH
1.
Pengertian
Umum Serikat Pekerja/Serikat Buruh
Serikat Pekerja/Serikat Buruh
adalah organisasi yang dibentuk dari,
oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan yang
bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna
memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh,
serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.
Serikat Pekerja/serikat Buruh
dibagi ke dalam dua jenis meliputi Serikat
Pekerja/serikat Buruh di Perusahaan dan Serikat
Pekerja/Buruh di luar Perusahaan.
Serikat pekerja/serikat buruh di
perusahaan adalah serikat pekerja/serikat buruh yang didirikan oleh para
pekerja/buruh di perusahaan atau di beberapa perusahaan, contohnya Serikat
Pekerja/Serikat Buruh Pabrik Tekstil, Serikat Pekerja/Serikat Buruh Keramik,
dan Serikat Pekerja/Serikat Buruh Pabrik Baja.
Sedangkan serikat pekerja/serikat
buruh di luar perusahaan adalah serikat pekerja/serikat buruh yang didirikan
oleh pekerja/buruh yang bekerja di luar perusahaan, misalnya serikat buruh
angkutan kota atau pembantu rumah tangga.
Sebagai organisasi, serikat
pekerja/serikat buruh bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan
bertanggung jawab.
2.
Serikat Pekerja/Serikat Buruh
dalam UU No. 21 Tahun 2000
Undang-undang No. 21 Tahun 2000
menggunakan istilah Serikat Pekerja/Serikat Buruh bukan Serikat Pekerja saja
atau Serikat Buruh saja.
Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000
menganut multiunion system, yaitu memberikan kebebasan kepada pekerja/buruh
untuk membentuk Serikat Pekerja/ Serikat Buruh.
Diundangkannya UU No. 21 Tabun
2000 merupakan konsekuensi dari ratifikasi konvensi ILO (International
Labour Organization) No. 98 tentang dasar-dasar hak untuk berorganisasi dan
berunding (Convention concerning the application of the principles of the
right to organize and to bargain coliectivelly) yang disahkan dengan Undang-undang
No. 18 Tahun 1956 pada tanggal 29 Agustus 1956 dan Konvensi ILO No. 87 tentang
kebebasan berserikat dan perlindungan hak untuk berorganisasi. Materi kedua
Konvensi ILO tersebut menjiwai seluruh isi Undang-undang No. 21 Tahun 2000
tentang Serikat Pekerja Serikat Buruh.
3.
Tujuan
Pendirian Serikat Pekerja/Serikat Buruh
Tujuan didirikannya serikat
pekerja/serikat buruh adalah untuk memberikan perlindungan, pembelaan hak, dan
kepentingan, serta meningkatkan kesejahteraan yang layak bagi pekerja/buruh dan
keluarganya. Guna mencapai tujuan tersebut, serikat pekerja/serikat buruh
mempunyai fungsi sebagai:
a.
Pihak dalam pembuatan perjanjian
kerja bersama dan penyelesaian perselisihan hubungan industrial;
b.
Wakil pekerja/ buruh dalam lembaga
kerja sama di bidang ketenagakerjaan sesuai dengan tingkatannya;
c.
Sarana menciptakan hubungan
industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
d.
Sarana penyalur aspirasi dalam
memperjuangkan hak dan kepentingan anggotanya;
e.
Perencana, pelaksana dan
penanggung jawab pemogokan pekerja/buruh sesuai dengan peraturan perundangan
yang berlaku;
f. Wakil
pekerja/buruh dalam memperjuangkan kepemilikan saham perusahaan.
4.
Prosedur
Pendirian Serikat Pekerja/Buruh
Serikat Pekerja/Serikat Buruh
dapat dibentuk oleh sekurang-kurangnya 10 pekerja/buruh. Pembentukan Serikat
PekerjaiSerikat Buruh adalah atas kehendak bebas dari pekerja/buruh tanpa
tekanan dan campur tang an pengusaha, pemerintah, partai politik atau pihak
manapun. Setiap Serikat PekerjaiSerikat Buruh yang dibentuk harus merniliki
anggaran dasar dan anggaran rumah tangga yang sekurang-kurangnya memuat:
a.
nama
dan lambang;
b.
dasar,
asas dan tujuan;
c.
tanggal
pendirian;
d.
temp
at kedudukan;
e.
keanggotaan
dan kepengurusan;
f.
sumber
dan pertanggungjawaban keuangan;
g.
Ketentuan
perubahan anggaran dasar dan! atau anggaran rumah tangga.
Serikat Pekerja/Serikat Buruh
dapat dibentuk berdasarkan kesamaan sektor usaha, jenis usaha atau lokasi
tempat kerja dan dapat berafiliasi dengan Serikat Pekerja/Serikat Buruh
Internasional dan atau organisasi internasional lainnya sepanjang tidak
bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. Undang-undang
No. 21 Tabun 2000 memberi jaminan kepada pekerjalburuh untuk berorganisasi
membentuk Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Siapa pun dilarang menghalang-halangi
atau memaksa pekerja/buruh untuk membentuk atau tidak membentuk, menjadi
pengurus atau tidak menjadi pengurus, menjadi anggota atau tidak menjadi
anggota dan atau menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan Serikat
PekerjaiSerikat Buruh dengan cara:
a.
melakukan pemutusan hubungan
kerja, memberbentikan sementara,
menurunkan
jabatan atau melakukan mutasi;
b.
tidak membayar atau mengurangi
upab pekerjalburub;
c.
melakukan intimidasi dalam bentuk
apa pun;
d.
melakukan kampanye anti
pembentukan Serikat PekerjaiSerikat Buruh;
Tindakan-tindakan tersebut
menurut Pasal 43 UU No. 21 Tabun 2000 dikategorikan sebagai kejahatan yang
diancam pidana penjara minimal 1 Tahun dan maksimal 5 Tahun dan atau denda
paling sedikit RplOO.OOO.OOO,OO (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp500.000.000,00
(lima ratus juta rupiab).
5.
Keanggotaan
Serikat Pekerja/Buruh
Serikat Pekerja/Serikat Buruh
harus terbuka untuk menerima anggota tanpa membedakan aliran politik, agama,
suku bangsa, dan jenis kelamin. Syarat untuk menjadi anggota Serikat Pekerja/Serikat
Buruh biasanya telah ditetapkan dalam AD/ART Serikat Pekerja/Serikat Buruh
bersangkutan. Seorang pekerja/buruh hanya dapat menjadi anggota pada satu
Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Apabila ada pekerja yang temyata menjadi anggota
lebih dari satu Serikat Pekerja/Serikat Buruh maka yang bersangkutan barus
menyatakan secara tertulis untuk memilih salah satu Serikat Pekerja/Serikat Buruh
yang diinginkan atau bahkan sama sekali tidak memilih salah satu di antaranya.
Pekerja/buruh yang menduduki
jabatan tertentu dalam suatu perusahaan di mana jabatan tersebut dapat
menimbulkan pertentangan kepentingan antara perusahaan dengan Serikat Pekerja/Serikat
Buruh atau dengan diri sendiri, maka pekerja buruh yang menduduki jabatan
tersebut dilarang menjadi anggota dan pengurus Serikat Pekerja/Serikat Buruh di
perusahaan bersangkutan. Pekerja/buruh dimaksud adalah manajer sumber daya
manusia, manajer personalia, dan manajer keuangan sebagaimana disepakati dalam
perjanjian kerja bersama.
6.
Federasi dan
Konfederasi Serikat Pekerja/Serikat Buruh
Federasi Serikat Pekerja/Serikat
Buruh adalah gabungan beberapa Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Sedangkan
Konfederasi Serikat Pekerja/Serikat Buruh adalah gabungan beberapa federasi
Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Federasi Serikat Pekerja/Serikat Buruh dapat
dibentuk oleh sekurang-kurangnya lima Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Sedang
konfederasi Serikat Pekerja/Serikat Buruh dapat dibentuk oleh sekurang-kurangnya
tiga Federasi Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
7.
Keuangan dan
Harta Kekayaan Serikat Pekerja
Keuangan Serikat Pekerja/Serikat
Buruh bersumber dari berikut ini.
a.
Iuran anggota yang besarnya
ditetapkan dalam AD dan ART.
b.
Hasil dari usaha yang sah.
c. Bantuan dari anggota atau pihak lain yang sah.
Apabila bantuan dari pihak lain
tersebut berasal dari luar negeri maka pengurus Serikat Pekerja/Serikat Buruh
harus memberitahukan secara tertulis kepada instansi yang bertanggung jawab di
bidang ketenagakerjaan dan harus digunakan untuk meningkatkan kualitas dan
kesejahteraan anggota. Keuangan dan harta kekayaan Serikat Pekerja/Serikat
Buruh harus terpisah dari keuangan dan harta kekayaan pengurus dan anggotanya.
8.
Serikat Pekerja dan Instansi
Pemerintah
Serikat
Pekerja/Serikat Buruh yang telah terbentuk harus memberitahukan secara tertulis
kepada instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan
setempat untuk dicatat dengan melampirkan berikut ini.
a.
Daftar nama anggota pembentuk.
b.
Anggaran dasar dan anggaran rumah
tangga.
c.
Susunan dan nama pengurus.
Pencatatan Serikat
Pekerja/Serikat Buruh ini merupakan perkembangan baru dalam kebebasan
berserikat. Istilah semula dalam RUU adalah pendaftaran yang mendapat kritik
dari berbagai kalangan masyarakat karena berkonotasi adanya campur tangan
pemerintah dalam pembentukan Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Keharusan mendaftar
selalu dianggap sebagai usaha menghalangi atau mengurangi kemerdekaan
berserikat.
Pasal 15 ayat (2) UU No. 21 Tahun
2000 yang hanya mensyaratkan pencatatan dengan melampirkan nama
pembentuk/pendiri, AD dan ART serta susunan dan nama pengurus, jelas bahwa UU
ini sangat memudahkan pelaksanaan hak berserikat bagi pekerja/buruh.
Pencatatan bukan merupakan bentuk
pengakuan (recognition) bagi Serikat Pekerja/Serikat Buruh karena
keberadaan Serikat Pekerja/Serikat Buruh tentunya diakui sendiri oleh
anggotanya sehingga tanpa dicatat pun Serikat Pekerja/Serikat Buruh tetap ekses
bagi anggotanya. Pemberitahuan dan pencatatan adalah untuk kepentingan Serikat
Pekerja/Serikat Buruh tersebut. Buku pencatatan tersebut harus dapat dilihat
setiap saat dan terbuka untuk umum.
Setelah memperoleh nomor bukti
pencatatan dari instansi yang berwenang maka pengurus Serikat Pekerja/Serikat
Buruh harus memberitahukan secara tertulis keberadaannya kepada mitra kerjanya
sesuai dengan tingkatannya.
Serikat Pekerja/Serikat Buruh
yang telah mempunyai nomor bukti pencatatan berhak untuk berikut ini.
a.
Membuat perjanjian kerja bersama
dengan pengusaha.
b.
Mewakili pekerja/buruh dalam
menyelesaikan perselisihan hubungan industrial.
c.
Mewakili pekerja/buruh dalam
lembaga ketenagakerjaan.
d.
Membentuk lembaga atau melakukan
kegiatan yang berkaitan dengan usaha peningkatan kesejahteraan pekerja/ buruh,
seperti mendirikan koperasi, yayasan atau bentuk usaha lain.
e.
Melakukan kegiatan lain di bidang
ketenagakerjaan yang tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang
berlaku.
Hak-hak Serikat Pekerja/Serikat
Buruh tersebut dapat hilang atau dicabut apabila nomor bukti pencatatan dicabut
oleh instansi yang berwenang di bidang ketenagakerjaan sebagai sanksi
administrasi jika terbukti berikut ini.
a.
Jumlah pendiri kurang dari yang
ditetapkan.
b.
Tidak melaporkan adanya bantuan
dati luar negeri sebagaimana diharuskan.
c.
Tidak melaporkan perubahan AD dan
ART dan perubahan pengurus kepada instansi pemerintah yang berwenang dalam
jangka waktu 30 hari terhitung sejak terjadinya perubahan tersebut.
Sedang kewajiban Serikat
PekerjalSerikat Buruh kepada anggotanya setelah memperoleh nomor bukti
pencatatan adalah sebagai berikut.
a.
Melindungi dan membela anggota
dari pelanggaran hak-hak dan memperjuangkan kepentingannya.
b.
Memperjuangkan peningkatan
kesejahteraan anggota dan keluarganya.
c.
Mempertanggung jawabkan kegiatan
organisasi kepada anggotanya sesuai dengan AD dan ART.
Agar dapat menjalankan roda
organisasi dengan baik sesuai dengan fungsi dan tujuan maka pengusaha harus
memberikan kesempatan kepada pengurus atau anggota Serikat Pekerja/Serikat
Buruh untuk menjalankan organisasi dalam jam kerja. Ketentuan dispensasi
penggunaan jam kerja untuk menjalankan kegiatan Serikat Pekerja/Serikat Buruh
ini biasanya telah ditetapkan dalam perjanjian kerja bersama yang mengatur
tentang berikut ini.
a.
Jenis
kegiatan yang diberi kesempatan.
b.
Tata
cara pemberian kesempatan.
c.
Pemberian
kesempatan yang mendapat upah dan yang tidak mendapat upah.
9.
Pembubaran
Serikat Pekerja/Serikat Buruh
Serikat PekerjalSerikat Buruh
bubar apabila berikut ini.
a.
Dinyatakan sendiri oleb
anggotanya sesuai dengan ketentuan AD dan ART.
b.
Perusahaan di mana dibentuk
Serikat Pekerja/Serikat Buruh tersebut ditutup atau menghentikan kegiatannya
untuk selama-Iamanya yang mengakibatkan terputusnya hubungan kerja dengan
seluruh pekerja/buruh setelah hak-hak pekerja/buruh dipenuhi.
c.
Dinyatakan bubar dengan putusan
pengadilan.
Pengadilan dapat memutuskan
untuk membubarkan
serikat Pekerja/Serikat Buruh setelah ada
gugatan dari instansi pemerintah jika terbukti Serikat Peketja/Serikat Buruh
tersebut mempunyai asas yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945 atau
apabila pengurus dan atau anggota atas nama Serikat Pekerja/Serikat Buruh
terbukti melakukan kejahatan terhadap keamanan negara dan dijatuhi pidana
minimal 5 Tahun penjara. Gugatan untuk membubarkan Serikat Pekerja/Serikat
Buruh karena pengurus dan atau anggota tersangkut masalah pidana tersebut baru
dapat dilakukan setelah vonis hakim pada kasus pidana mempunyai kekuatan hukum
tetap.
Pengurus atau anggota Serikat
PekerjaiSerikat Buruh yang terbukti bersalah menurut keputusan pengadilan
negeri yang menyebabkan Serikat Pekerja/Serikat Buruh dibubarkan tidak boleh
lagi membentuk dan menjadi pengurus Serikat Pekerja/Serikat Buruh selama 3
Tahun sejak putusan pengadilan mengenai pembubaran Serikat Pekerja/Serikat
Buruh mempunyai kekuatan hukum tetap. Ketentuan ini bukanlah untuk membatasi hak seseorang untuk berserikat tetapi
dilandasi pernikiran untuk melindungi Serikat Pekerja/Serikat Buruh secara
keseluruhan yaitu untuk mencegah orang yang kualitas mentalnya tidak baik
mengendalikan Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang dapat menjerumuskan Serikat
Pekerja/Serikat Buruh kembali digugat untuk dibubarkan. Bubarnya Serikat
PekerjaiSerikat Buruh tidak melepaskan para pengurus dari tanggung jawab dan
kewajibannya baik terhadap anggota maupun pihak ketiga. Maksud ketentuan Ill) adalah tanggung jawab dalam bidang
administrasi, misalnya menyelesaikan utang-piutang.
KEGIATAN
BELAJAR 3
Kedudukan
Pengusaha
A. KEDUDUKAN PENGUSAHA
Pengusaha dalam hukum
ketenagakerjaan memiliki posisi yang sangat strategis. Bahkan lahirnya UU
Ketenagakerjaan pada dasarnya adalah untuk mengatur atau mengendalikan pengusaha
agar posisi pekerja tidak hanya dianggap sebagai alat produksi semata dan
dihargai sepanjang pencapaian produktivitasnya, melainkan juga didasarkan atas
hubungan timbal balik yang saling memiliki ketergantungan dan didasarkan atas
perspektif kemanusiaan.
Lalu, siapa yang dimaksud sebagai
pihak yang disebut pengusaha?
Dalam UU No. 13 Tahun 2003 apa
yang dimaksud dengan pengusaha ialah sebagai berikut.
1.
Orang perseorangan, persekutuan,
atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri.
2.
Orang perseorangan, persekutuan
atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan
miliknya.
3.
Orang perseorangan, persekutuan
atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di Indonesia.
Maksud dari definisi tersebut
adalah sebagai berikut.
1.
Orang
perseorangan adalah orang pribadi yang menjalankan atau mengawasi operasional
perusahaan.
2.
Persekutuan
adalah suatu bentuk usaha yang tidak berbadan hukum, seperti CV, Firma,
Maatschap, yayasan (stiching). Baik yang bertujuan untuk mencari
keuntungan maupun tidak.
Badan
hukum (recht persoon) adalah suatu badan yang oleh hukum dianggap
sebagai orang, dapat mempunyai harta kekayaan secara terpisah, mempunyai hak
dan kewajiban hukum dan berhubungan hukum dengan pihak lain. Contoh badan hukum
adalah Perseroan Terbatas (PT), koperasi, pemerintah daerah, dan negara.
Pada prinsipnya pengusaha adalah
pihak yang menjalankan perusahaan baik milik sendiri maupun bukan milik
sendiri. Secara umum istilah pengusaha adalah orang yang melakukan
suatu usaha (enterpreneur). Istilah yang digunakan dalam peraturan
perundang-undangan sebelumnya adalah majikan, yakni orang atau badan yang
mempekerjakan buruh. (lihat UU No.
21 Tahun 1954 jo. No.22 Tahun 1957).
Sebagai pemberi tugas, pengusaha
adalah seorang majikan dalam hubungannya dengan pekerja/buruh. Pada sisi lain
pengusaha yang menjalankan perusahaan bukan miliknya adalah seorang
pekerja/buruh dalam hubungannya dengan pemilik perusahaan atau pemegang saham
karena bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.
Perlu pula dibedakan antara
pengusaha dan perusahaan karena ada pengusaha sekaligus pemilik perusahaan dan
ada yang tidak. Menurut UU No. 13 Tahun 2003 yang dimaksud dengan perusahaan
adalah sebagai berikut.
a.
Setiap
bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik perseorangan, milik
persekutuan atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang
mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk
lain.
b.
Usaha-usaha
sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang
lain dengan membayar upah atau irnbalan dalam bentuk lain.
B. ORGANISASI PENGUSAHA
Organisasi
Pengusaha di Indonesia sebenarnya telah tumbuh sejak zaman Belanda. Beberapa
organisasi pengusaha yang telah ada saat itu, misalnya Nederlandsche
lndische maatschappij Vool' Nijverheid yang didirikan Tahun 1853, Indische
Landbow Genootschap didirikan Tahun 1871 dan Kamers Van Koophandel en
Nijverheid in Nederlandsche Indische didirikan Tahun 1863. Sejalan dengan
pertumbuhan ekonomi setelah proklarnasi kemerdekaan, organisasi pengusaha
tumbuh dan berkembang sangat pesat. Pada sektor-sektor atau bidang tertentu
selalu dibentuk organisasi pengusaha sendiri-sendiri, misalnya organisasi
pengusaha yang bergerak di bidang tekstil, sepatu, pulp dan kertas, dan
konstruksi. Keseluruhan organisasi pengusaha tersebut berafiliasi atau
merupakan bagian dari
Kamar Dagang dan Industri (KADIN) yang dibentuk berdasarkan Undang-undang No.
49 Tahun 1973.
Organisasi pengusaha yang
bergerak di bidang sosial ekonomi termasuk ketenagakerjaan adalah Asosiasi
Pengusaha Indonesia (APINDO). Semula APINDO adalah organisasi di bidang sosial
ekonomi yang bernama Stichting Centraal Sociaal Werkgevers Overleg (SCSWO)
yang kemudian namanya diubah menjadi Yayasan Badan Permusyawaratan Urusan
Sosial Pengusaha di Indonesia (YBPUSPI) dengan Akta Notaris Raden Meester
Soewandi Nomor 62 Tahun 1952. Melalui Musyawarah Nasional di Yogyakarta Tahun
1982. YBPUSPI diubah rnenjadi Permusyawaratan Urusan Sosial Ekonomi Pengusaha
Indonesia (PUSPI). Nama PUSPI, kemudian diubah menjadi Asosiasi Pengusaha
Indonesia (APINDO) pada Musyawarah
Nasionalnya di Surabaya tanggal 29-31 Januari 1985.
APINDO rnerupakan wakil pengusaha
dalam Lernbaga Kerja sarna Tripartit, sebuah wadah kerja sarna antara
pemerintah, pengusaha dan Serikat Pekerjal Serikat Buruh yang bertujuan untuk
memecahkan rnasalah-masalah sosial ekonomi terutama di bidang ketenagakerjaan
dan dibentuk pada tanggal 1 Mei 1968.
Kegiatan-kegiatan APINDO, antara
lain advokasi kepada anggota, pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia
Indonesia, khususnya di bidang ketenagakerjaan dan hubungan industrial. Dalam
menjalankan aktivitasnya, APINDO juga menjalin kerja sama dengan mitranya baik
dari dalam maupun luar negeri.
C. KEDUDUKAN PEMERINTAH
Pemerintah selaku penguasa negara
berkepentingan agar roda perekonomian
nasional dan pendistribusian penghasilan dapat berjalan dengan tertib dan
lancar sehingga tidak membahayakan keamanan negara. Oleh karena itu, pemerintah
berkewajiban agar peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan dapat
berjalan dengan adil bagi para pihak sebagaimana mestinya.
Pada masa penjajahan Belanda,
instansi yang menangani masalah ketenagakerjaan disebut Kantoor van arbeids yang
dibentuk dengan Stb1.l921 Nomor 813 dan berada di bawah Departemen Kehakiman (Departement
van justitiey. Pada awal masa
kemerdekaan RI, masalah ketenagakerjaan ditangani oleh Bagian Perburuhan pada
Kementrian Sosial. Akhirnya, pada tanggal 3 Juli 1947 dengan Ny. S.K. Trimurti
sebagai menteri pertama yang menangani masalah perburuhan. Dalam perkembangan
lebih lanjut ketika instansi pemerintah di bawah menteri tidak lagi disebut
kementerian, tetapi diganti departemen maka Kementerian Perburuhan diubah
menjadi Departemen Tenaga Kerja. Dalam bidang ketenagakerjaan, pemerintah
melalui Departemen Tenaga Kerja mempunyai fungsi pembinaan, pengawasan, dan
penyidikan.
Pembinaan yang dilakukan
pemerintah terhadap unsur-unsur dan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan
ketenagakerjaan dilaksanakan secara terpadu dan berkoordinasi dengan
rnengikutsertakan organisasi pengusaha, Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan
organisasi profesi terkait, baik melalui kerja sarna nasional maupun
internasional. Pembinaan dimaksud dilakukan pemerintah melalui
kebijakan-kebijakan sesuai wewenang yang diberikan undang-undang sehingga
tujuan pembangunan ketenagakerjaan dapat tercapai, yaitu sebagai berikut.
1. Memberdayakan
dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan rnanusiawi.
2.
Mewujudkan pemerataan kesempatan
kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan
nasional dan daerah.
3.
Mernberikan perlindungan kepada
tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan.
4.
Meningkatkan kesejahteraan tenaga
kerja dan keluarganya.
Sedangkan pengawasan yang
dilakukan pemerintah melalui Departemen Tenaga Kerja dimaksudkan untuk menjamin
pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan. Dalam
praktiknya pengawasan dilakukan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan yang
ditetapkan oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk. Pegawai pengawas
ketenagakerjaan dalam melaksanakan tugasnya wajib untuk:
a.
merahasiakan segala sesuatu yang
menurut sifatnya wajib dirahasiakan;
b. tidak
menyalahgunakan kewenangannya.
Pengawasan biasanya dilakukan di
tempat kerja dengan melihat dan memeriksa secara langsung syarat-syarat kerja, waktu kerja, waktu kerja lembur, upah minimal,
pekerja/buruh wanita dan anak, serta aspek-aspek keselamatan dan kesehatan
kerja. Bagi pekerja/buruh pengawasan menjamin terlaksananya hak-hak
pekerja/buruh yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan, dan bagi
pengusaha pengawasan merupakan sarana untuk memperoleh penjelasan dari pihak
yang berwenang dan kompeten tentang kewajibannya menurut peraturan
perundang-undangan dan petunjuk cara melaksanakannya.
Peraturan perundang-undangan di
bidang ketenagakerjaan memuat ketentuan-ketentuan pidana bagi pihak yang
melanggarnya. Guna mengetahui apakah telah terjadi pelanggaran pidana di bidang
ketenagakerjaan maka ditunjuk pegawai atau badan yang berwenang dan kompeten
melakukan penyidikan.
Pasal 182 Undang-undang No. 13
Tahun 2003 memberikan wewenang kepada pejabat polisi negara RI dan pegawai
pengawas ketenagakerjaan selaku Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk berikut ini.
a. Melakukan pemeriksaan atas
kebenaran laporan serta keterangan tentang tindak pidana di bidang
ketenagakerjaan.
b. Melakukan pemeriksaan terhadap
orang yang diduga melakukan tindak pidana di bidang ketenagakerjaan.
c. Meminta keterangan dan bahan
bukti dari orang atau badan hukum sehubungan dengan tindak pidana di bidang
ketenagakerjaan.
d. Melakukan pemeriksaan atau
penyitaan bahan atau barang bukti dalam perkara tindak pidana di bidang
ketenagakerjaan.
e. Melakukan pemeriksaan atas surat
dan/atau dokumen lain tentang tindak pidana di bidang ketenagakerjaan.
f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam
rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang ketenagakerjaan.
g. Menghentikan penyidikan apabila
tidak terdapat cukup bukti yang
membuktikan tentang adanya tindak pidana di bidang ketenagakerjaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar