Sabtu, 24 Agustus 2019

Pengantar Ilmu Hukum.UT. Modul 2


MODUL 2
Mengenal kaidah Hukum
Kaidah Hukum mempunyai fungsi khusus untuk melindungi kepentingan-kepentingan manusia dalam hidup bermasyarakat, baik terhadap kepentingan-kepentingan manusia yang telah dilindungi ataupun yang belum dilindungi oleh ketiga kaedah sosial yang lain secara tegas.
Untuk mengetahui, memahami dan dapat menghayati hukum, kita harus mengetahui apa hukum itu, isi, sifat dan perumusan kaidah hukum. Fungsi lain dari hukum, tugas dan apa tujuan hukum tentunya juga harus dipelajari. Setelah mempelajari aspek hukum tersebut, kita juga harus mempelajari bagaimana hubungan hukum dengan keadilan,  kekuasan dan sanksi.

  

KEGIATAN BELAJAR 1
Mengenal Kaidah Hukum
A.    DEFINISI HUKUM

L.j. Van Apeldoorn berpendapat bahwa Hukum banyak seginya dan demikian luasnya, sehingga tidak mungkin orang dapat membuat definisi secara memuaskan. Lagi pula pada umumnya definisi ada ruginya, sebab sebanarnya banyak sisinya, berupa-rupa dan berganti-ganti, sedangkan definisi itu menyatukan segala-galanya dalam satu rumus, harus mengabaikan hal yang berupa dan yang banyak bentukya (Apeldorn, 1971 :13)
Kesulitan membuat definisi hukum juga dikemukan oleh G.W. Paton, yang antara lain mengatakan bahwa persoalan mengenai definisi hukum adalah tidak semudah seperti yang disangka orang semula. Secara logis haruslah lebih dahulu ditemukan genusnya yaitu pada genus mana res termasuk. Kemudian sifat-sifat khusus yang membedakannya dari species lain pada genus yang sama.
Setelah dibandingkan untuk dicari persamaan dan perbedaannya dengan kaidah-kaidah sosial yang lain, kita dapat mendapatkan ciri-ciri dari hukum yaitu :
1.         Adanya perintah dan/ atau larangan;
2.         Perintah dan/ atau larangan harus ditaati setiap orang;
3.         Adanya sanksi hukum yang tegas dan dapat dipaksakan oleh instansi yang berwenang.
Dalam bukunya Pengantar Ilmu dan Tata Hukum Indonesia, C.S.T. Kansil menyebutkan beberapa rumusan definisi Hukum dari para Ahli Hukum atau Sarjana Hukum, selanjutnya atas Definisi-defini tersebut ditarik kesimpulan, bahwa hukum meliputi beberapa unsur, yaitu (Kansil 1980:37):
1.         Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat.
2.         Peraturan itu diadakan oleh badan resmi yang berwajib.
3.         Peraturan itu bersifat memaksa.
4.         Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas.
Adanya definisi-definisi hukum yang banyak jumlahnya dan beraneka ragam, disebabkan berbedanya titik-titik berat metode pendekatan yang digunakan untuk menentukan lahirnya hukum. Ada dua cara pendekatan yang kontoversial, yaitu :
1.         Yang dipentingkan adalah norma atau aturannya (body of rulles), meskipun mereka mengetahui bahwa hukum itu ada hubungannya dengan masyarakat, tetapi tetap yang dipertimbangkan adalah normanya. Kalau kita ingin mengetahui batas-batas dari hukum, yang harus diselidiki lebih dahulu adalah aturan-aturannya. Selanjutnya, kalau kita hendak membentuk hukum maka aturan-aturannya harus dipelajari dan diselidiki secara mendalam.
2.         Yang dipentingkan adalah masyarakat, sebab hukum itu selalu berhubungan dengan masyarakat sebagai wadahnya. Kalau kita ingin mengetahui batas-batas dari hukum maka yang perlu diselidiki lebih dahulu adalah masyarakatnya, karena ini menyangkut masalah sosial.
                                    Pendapat Normatif, dalam merumuskan hukum, mendasarkan pemikirannya          pada anggapan bahwa hukum adalah apa yang datang dari atau dari pemerintah atau      penguasa yang berwenang. Hukum adalah sengaja dibuat oleh pemerintah, sebagai         norma dan sebagai kekuasaan yang biasanya berisi perintah dan/ atau larangan dan/            atau perkenan, termasuk tokoh pendapat normatif adalah Jeremy Bentham (1748-         1832), pendapatnya diikuti oleh John Austin yang menganggap bahwa hukum dibuat oleh aparatur pemerintah Negara, yaitu dibuat oleh para pembentuk undang-undang          dan dibuat oleh hakim dalam proses peradilan (judge made low)
                                    Pendapat Sosiologis, dalam merumuskan Hukum, mendasarkan pikirannya             pada anggapan bahwa hukum adalah kehidupan masyarakat itu sendiri atau         merupakan suatu proses sosial, dan merupakan perilaku yang timbul secara spontan dari bawah dan bukanlah dibuat oleh pemerintah, tetapi ditentukan dalam kehidupan   sosial, ia lahir dan berkembang dalam masyarakat yang dinamis sebagai tokoh adalah              Von Savigni yang       mengajarkan bahwa hukum tidak sengaja dibuat tetapi lahir dan             tumbuh bersama dengan masyarakat.
            Pemberian Arti Hukum
                        Definisi Hukum dapat dianggap sebagai pemberian arti umum dari hukum yang cenderung  bersifat teoritis.
            Purnadi Purbacarika dan Soerjono Soekanto menyebutkan ada 9 arti hukum, yaitu :
1.         Hukum sebagai Ilmu Pengetahuan;
2.         Hukum sebagai disiplin;
3.         Hukum sebagai kaidah;
4.         Hukum sebagai tata hukum;
5.         Hukum sebagai petugas hukum;
6.         Hukum sebagai keputusan penguasa;
7.         Hukum sebagai proses pemerintah;
8.         Hukum sebagai perilaku yang ajeg atau sikap tindak yang teratur;
9.         Hukum sebagai jalinan nilai-nilai.
                  Hukum dalam arti sebagai ilmu pengetahuan/ Ilmu Hukum/ Ilmu Kaidah           yaitu    Ilmu yang membahas Hukum sebagai kaidah, atau bagian dari sistim kaidah    dengan dogmatic hukum dan sistimatik hukum. Dalam hal ini hukum diliat      sebagai Karya manusia untuk mencapai kebenaran, yang memiliki ciri-ciri :             sistematis, logis, empiris, metodis, umum dan akumulatif.
                  Hukum dalam arti sebagai disiplin, yaitu sebagai ajaran hukum mengenai fenomena masyarakat, atau ajaran kenyataan atau gejala-gejala hukum yang ada dan           yang hidup dalam masyarakat.
                  Hukum dalam arti sebagai kaidah, yaitu sebagai peraturan hidup yang      menetapkan bagaimana seharusnya manusia bertingkah laku dalam hidup      bermasyarakat, yang berisa perintah, perkenaan dan larangan, yang tujuannya agar    tercipta masyarakat yang damai.
                  Hukum dalam arti sebagai Tata Hukum,  yaitu sebagai keseluruhan aturan   hukum yang berlaku sekarang, atau yang positif berlaku pada suatu tempat pada waktu tertentu. Tata Hukum disebut sebagai Hukum positif, atau ada juga yang      menyebutnya sebagai sistim hukum.
                  Hukum dalam arti sebagai petugas hukum, dalam kontek ini lebih banyak          merupakan anggapan dari sebagian warga masyarakat yang awam hukum (the man       the street) , mereka memanifestasikan hukum seperti apa yang diliat, yaitu petugas penegak hukum.
                  Hukum dalam arti sebagai keputusan penguasa, yaitu merupakan           keseluruhan ketentuan-ketentuan hukum yang dibuat, ditetapkan atau diputuskan oleh       pihak penguasa yang berwenang.
                  Hukum dalam arti proses pemerintahan, yaitu merupakan aktifitas dari lembaga administratif dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dalam hal ini yang    dipentingkan adalah tertib aktifitas prosesnya itu sendiri.
                  Hukum dalam arti sebagai perilaku yang ajeg atau sikap tindak yang   teratus, yaitu perilaku individu yang satu terhadap yang lain secara biasa, wajar dan          rasional, yang secara terus menerus dilakukan dalam garis sama akhirnya      menimbulkan suatu ikatan yang diterima sebagai suatu keharusan.
                  Hukum dalam arti sebagai jalinan nilai-nilai, tujuan hukum dalam           kaitannya dengan jalinan nilai adalah untuk mewujudkan keseimbangan atau   keserasian antara pasangan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat, yaitu antara nilai objektif dengan nilai subyektif.
B.       ISI, SIFAT DAN PERUMUSAN KAIDAH HUKUM

Diliat dari isinya, kaidah hukum dapat berisi perintah, perkenaan dan larangan. Dalam hukum tata negara banyak kita jumpai ketentuan-ketentuan hukum yang    berisikan perintah atau suruan untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan-          tindakan tertentu. Satjipto Raharjo berpendapat bahwa tidak setiap peraturan hukum      merupakan kaidah hukum. Suatu kaidah hukum itu isinya nerupa perintah atau       larangan. Tidak semua peraturan hukum itu mengandung Norma Hukum di dalamnya.

Beberapa peraturan
1.         Peraturan-peraturan yang termasuk kedalam hukum acara.
2.         Peraturan-peraturan yang berisi rumusan-rumusan pengertian yang dipakai dalam suatu kitab hukum.
3.         Peraturan-peraturan yang memperluas, membatasi atau merubah isi dari peraturan lain.
4.         Peraturan-peraturan yang hanya menunjuk kepada peraturan lain
Menurut sifatnya, kaidah hukum dapat dibedakan menjadi dua :
1.      Kaidah hukum yang bersifat memaksa atau imperatif, yaitu peraturan hukum yang secara a priori mengikat dan harus dilaksankan, tidak memberi wewenang lain selain dari apa yang diatur dalam undang-undang.
2.      Kaidah hukum yang bersifat pelengkap atau subsidair atau dispositif,  yaitu peraturan hukum yang tidak secara a priori mengikat, atau peraturan hukum yang sifatnya boleh digunakan, boleh tidak digunakan.
                              Soekamto mengemukakan bahwa pada umumnya bentuk perumusan kaidah           hukum ada tiga, yaitu (Soekamto, 1978 : 6):
1.         Larangan;
2.         Instruksi atau Perintah;
3.         Pernyataan Hipotesis.

C.    FUNGSI, TUGAS DAN TUJUAN HUKUM

Hukum mempunyai fungsi umum seperti ketiga kaidah sosial uang lain, yaitu melindungi kepentingan manusia. Dalam hubungannya dengan ketiga kaidah sosial yang lain, hukum mempunyai fungsi khusus, yaitu untuk mempertegas dan sekaligus juga untuk melengkapi dalam memberikan perlindungan terhadap kepentingan-kepentingan manusia.
Disamping itu masih ada fungsi-fungsi lain,  yaitu : sebagai sarana pengendalian sosial; sebagai sarana untuk melakukan social engineering; dan fungsi integratif.
Penggunaan hukum sebagai alat atau instrumen adalah untuk mengatur masyarakat, menyelenggarakan tata tertib dan keadilan didalam masyarakat, serta menyelenggarakan kebahagian material dan spritual bagi seluruh anggota masyarakat, untuk mencapai tujuan hukum terciptanya kedamaian dalam hidup bermasyarakat.
Tugas hukum untuk memberikan atau menjamin kepastian hukum (Rechtssicherheit), dan tersimpul juga tugas lain didalamnya yaitu kemamfaatan dan keadilan. Ketiga hal tersebut merupakan unsur penegakan hukum, yang dalam penerapannya tidaklah mudah.
Kepastian Hukum dapat diartikan kepastian bahwa setiap orang akan dapat memperoleh apa yang diharapkan dalam keadaan tertentu, kepastian hukum itu ada dua macam, yaitu :
1.    Kepastian oleh karena hukum, adalah kepastian yang tercapai karena hukum mengenal adanya lembaga kadaluwarsa (verjaring), misalnya adanya ketentuan hukum yang termuat dalam Pasal 1963 KUH Perdata, Pasal 78 KUH Pidana.
2.    Kepastian dalam atau dari Hukum, adalah kepastian hukum yang tercapai apabila hukum sebanyak-banyaknya berbentuk undang-undang.

Teori Etis
Tujuan Hukum adalah semata-mata untuk mencapai keadilan. Menurut teori ini, isi hukum semata-mata harus ditentukan oleh kesadaran etis kita (etika kita) mengenai apa yang adil dan apa yang tidak adil.
Yang pertama-tama mengemukakan pendapat ini adalah Aristoteles dalam karyanya “ Ethica Nicomachea” dan “Rhetorica”. Menurut Aristoteles, hukum mepunyai tugas suci, yaitu : memberi kepada tiap-tiap orang apa yang menjadi haknya (ius suum cuique tribuere), sesuai dengan jasanya masing-masing, keadilan disini bukan bearti keadilan mutlak dan tidaklah sama dengan persamaan (Sanusi, 1977: 20)

Aristoles mengajarkan ada dua macam keadilan, yaitu : Keadilan Distributif dan Keadilan komutatif.
Keadilan Distributif yaitu Keadilan yang memberikan kepada setiap orang bagian menurut jasanya masing-masing, tidak menuntut bahwa setiap orang mendapatkan bagian yang sama banyaknya, bukan persamaan, melainkan kesebandingan. Sedangkan keadilan komutatif adalah keadilan yang memberikan kepada setiap orang sama banyaknya dengan tampa mengingat jasa-jasa perseorangan (Apeldoorn, 1971 : 24 -25)
Keadilan Komutatif lebih menguasai hubungan antara masyarakat atau pemerintah dengan rakyatnya. Sebagai contoh : Pasal 27 UUD 1945, yang berbunyi :
1.      Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintah dan wajib menjunjung hukum dan pemerintah itu dengan tidak ada kecualinya.
2.      Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
3.      Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.
Keadilan komutatif lebih menguasai hubungan antara perorangan, hubungan antara orang yang satu dengan yang lain. Sebagai contoh hubungan hukum yang bersifat keperdataan : misalnya Perjanjian Jual Beli, Perjanjian Sewa Menyewa, Perjanjian Tukar Menukar, dan lain sebaginya.
Penganut Teori etis yang lain adalah Geny, yang mengajarkan bahwa tujuan hukum semata-mata keadilan, tetapi merasa terpaksa juga memasukan pengertian “Kepentingan Daya guna dan kemamfaatan” sebagai sesuatu unsur dari pengertian keadilan.
Teori Etis mengandung kelemahan sebab, bersifat berat sebelah dan bertentangan dengan kenyataan, jika hukum semata-mata mengejar keadilan dengan memberi kepada setiap orang apa yang patut diterimanya, maka hasilnya justru ketidak adilan.

Teori Utilitis
Tujuan Hukum adalah menjamin tercapainya kebahagian sebesar-besarnya untuk jumlah orang yang sebanyak-banyaknya. Penganut Teori Utilitis antara lain adalah Jeremy Benthan, yang berpendapat bahwa hukum bertujuan mewujudkan semata-mata apa yang berfaedah bagi orang, tetapi mengingat apa yang berfaedah bagi orang yang satu mungkin merugikan orang lain, maka tujuan hukum dirumuskan sebagai berikut : Hukum bertujuan menjamin adanya kebahagian yang sebesar-besarnya pada orang sebanyak-banyaknya (Utrect, 1961 : 37)

Teori Campuran
Teori Etis dan teori utilitis ternyata mengandung kelemahan-kelemahan, maka lahirlah teori ketiga yang mengambil jalan tengah antara kedua teori tersebut
Beberapa sarjana yang dapat disebut sebagai penganut teori campuran atau gabungan antara lain adalah :
1.      J.H.P Belleroid,  berpendapat bahwa isi hukum harus ditentukan menurut dua azaz, yaitu keadilan dan kefaedaan
2.      Van Apeldoorn, berpendapat bahwa tujuan hukum adalah mengatur pergaulan hidup secara damai dan adil
3.      Van Kan, berpendapat bahwa hukum bertujuan menjaga kepentingan tiap-tiap manusia supaya kepentingan itu tidak dapat di ganggu.
4.      Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, berpendapat bahwa tujuan Hukum adalah kedamaian hidup antar pribadi yang meliputi ketertiban ekstern antar pribadi dan ketenangan intern pribadi.
5.      Sudikno Mertokusumo, berpendapat bahwa tujuan hukum pokok hukum  adalah menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, menciptakan ketertiban dan keseimbangan.



KEGIATAN BELAJAR 2
Hubungan Hukum dengan Keadilan dan
Kekuasaan
A.      HUBUNGAN HUKUM DENGAN KEADILAN

Hukum dan keadilan dapat kita bedakan, sebab masing-masing mempunyai konsepsi yang berbeda, Hukum adalah apa yang benar-benar berlaku atau apa yang seharusnya berlaku sesuai dengan isi kaidah Hukum, dan tidak dipersoalkan apakah baik atau buruk, sedangkan keadilan adalah suatu cita-cita yang didasarkan pada sifat moral manusia.
Walaupun antara hukum dan keadilan dapat dibedakan, tetapi salahlah untuk beranggapan bahwa hukum dan keadilan sama sekali tidaklah berhubungan. Keadilan berlaku dalam hukum, serta memberikan ukuran lahir dengan mana hukum dapat dipertimbangkan, misalnya keadilan menganjurkan kejujuran, dan konsepsi ini sangat mempengaruhi perkembangan sistim-sistem hukum.
Konsep bahwa hukummengarah kepada keadilan, dapat kita liat pada dua hal, yaitu :
1.         Undang-undang selalu memberikan ketentuan yang bersifat umum, artinya berlaku sama terhadap setiap orang.
2.         Didalam suatu proses peradilan berlaku asas bahwa para pihak didengar dan diperlakukan sama di hadapan hakim.

B.       HUBUNGAN HUKUM DENGAN KEKUASAAN

Keistimewaan kaidah hukum terletak pada sanksinya yang tegas dan dapat dipaksakan oleh instansi yang berwenang. Untuk mewujudkan hal tersebut hukum memerlukan adanya kekuasaan. Namun demikian kekuasaan bukanlah merupakan unsur mutlak atau bukan unsur pokok/ essensiil dari hukum, artinya hukum itu dapat ada tampa kekuasaan. Kekuasaan hanya merupakan unsur pelengkap/ accessoir baru dibutuhkan apabila hukum tidak dilaksanakan dengan sukarela oleh pihak yang kalah, maka atas permintaan pihak yang menang, putusan hakim tersebut pelaksanaannya dapat dipaksakan.
Kekuasaan pada hakekatnya merupakan kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain guna menuruti kehendak dari pihak pemegang kekuasaan. Dengan kata lain dapat juga dikatakan bahwa kekuasaan adalah suatu kemampuan untuk memaksakan kehendaknya kepada orang lain. Kekuasaan dapat dibedakan : Pertama yang cenderung berbentuk perbuatan phisik atau merupakan kekuatan (power, macht); dan yang kedua kekuasaan yang bersumber pada wewenang formal atau adanya pembenaran atau pengakuan dari masyarakat atau dari penguasa yang lebih tinggi, ini dapat disebut sebagai wewenang.
Hukum dan kekuasaan mempunyai hubungan yang erat dan hubungan timbal balik. Hukum tampa didukung kekuasaan, itu hanya akan sepeti kaidah sosial yang lain, hanya merupan Anjuran atau pedoman saja tampa akibat yang tegas, bahkan dapat dikatakan hanyalah sebagai angan-angan saja.
Hukum sendiri sebenarnya juga dapat dianggap sebagai kekuasaan, yaitu apabila hukum itu dianggap patut oleh warga masyarakat.

C.      HUBUNGAN HUKUM DENGAN SANKI

Kekuasaan untuk memaksakanberlakunya hukum dalam masyarakat dapat juga diwujudkan dalam bentuk sanksi. Dalam hal tersebut, sanksi bukan merupakan unsur pokok atau esensiil dari hukum, tetapi hanyalah sebagai unsur tambahan atau pelengkap.
Sanksi yang biasa dibicarakan atau sudah dianggap sebagai pendapat umum adalah sanksi dalam arti negatif, yang baru diterapkan karena terjadi pelanggaran hukum.

D.      PENIMPANGAN KAIDAH HUKUM

Fungsi Khusus kaidah Hukum dalam hubungannya dengan ketiga kaidah sosial yang lain dan sekaligus juga merupakan keistimewaan kaidah hukum yaitu terletak pada sanksinya yang tegas dan dapat dipaksakan oleh instansi yang berwenang.
Penyimpangan terhadap kaidah hukum  dapat dibedakan menjadi dua : pertama : yang dikualifikasikan sebagai pelanggaran Hukum, dan kedua yang dikualifikasikan sebagai pengecualian atau dispensasi.
Pengecualian atau dispensasi pada hakikatnya juga termasuk pelanggarn hukum, tetapi sipelaku tidak dihukum sebab perbuatannya dibenarkan atau ada dasar pembenaran (rechtvaardigingsgrond),  atau sipelaku dibebaskan dari kesalahan (schuldopheffengsgrond), bearti perbuatan yang pada hakikatnya melanggar Hukum , tetapi undang-undang  membenarkan atau memaafkan.
Alasan Pemaaf
Menurut ketentuan Pasal 44 KUHP, tidak dapat dihukumnya terdakwa berhubung perbuatannya tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya, sebab sipelaku dianggap kurang sempurna akalnya (idiot, buta, tuli dan bisu sejak lahir).
Pasal 45 KUHP mengatur oerbuatan Pidana yang dilakukan oleh anak yang belum dewasa, yaitu perbuatan pidana yang dilakukan saat pelaku belum berumur 16 Tahun. Dalam hal ini Hakim dapat menetapkan :
1.      Yang bersalah dikembalikan kepada orang Tuanya, walinya atau pemeliharanya tampa hukuman; atau
2.      Yang bersalah diserahkan kepada pemerintah untuk dimasukan ke lembaga pendidikan khusus dan tampa dikenai hukuman; atau
3.      Yang bersalah dihukum, tetapi maksimum hukuman pokok yang akan dijatuhkan, dikurangi dengan sepertiganya, pida penjara maksimum 15 Tahun apabila ancaman pidana atas perbuatan yang dituduhkan adalah pidana mati atau pidana penjara seumur hidup.
Pasal 48 KUHP memuat ketentuan bahwa orang yang melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa/ force majeure oleh kekuasaan yang tidak dapat dihindarkan, maka ia tidak dihukum. Pengaruh daya Paksa sebagai alasan pemaaf dibedakan menjadi 2 yaitu :
1.         Yang bersifat absolut,  misal A dipegang tangannya secara paksa oleh B yang lebih kuat  untuk menulis tanda tangan palsu, atau seseorang yang dihipnotis untuk melakukan perbuatan pidan;
2.         Yang bersifat relatif, seseorang kasir ditodong pisau disuruh menyerahkan sejumlah uang tertentu. Dalam hal ini sebenarnya kasir tersebut yang melakukan perbuatan, tetapi ia tidak mungkin mengadakan perlawanan, karena ancaman terlalu kuat.
Alasan Pembenar
Termasuk perbuatan yang pada hakekatnya melanggar hukum, tetapi dikecualikan dan sipelaku tidak dihukum karena ada unsur pembenar, adalah :
1.      Perbuatan yang dilakukan dalam keadaan darurat (noodtoestand);
2.      Pembelaan terpaksa (noodweer);
3.      Melaksanakan ketentuan Undang-undang;
4.      Melaksakan perintah jabatan.
Perbuatan yang dilakukan dalam keadaan darurat (Pasal 48 KUHP) sebagai alasan pembenar itu berbeda dengan perbuatan yang dilakukan karena pengaruh daya paksa yang bersifat relatif. Perbuatan yang dilakukan itu harus           sungguh-sungguh dalam keadaan terpaksa untuk membela diri dan tidak dapat      diperhitungkan lebih dahulu (Sudikno Mertokusumo, 1986 : 22).
Pembelaan Terpaksa (Pasal 49 KUHP) atau pembelaan dalam keadaan darurat adalah alasan pembenar yang membebaskan seseorang dari hukuman, karena sipelaku terpaksa mempertahankan dirinya sendiri atau diri orang lain, mempertahankan kehormatan atau harta benda miliknya sendiri atau milik orang lain,        dari serangan  yang melawan hak dan bersifat mendadak atau datangnya sekonyong-         konyong.
      Syarat untuk adanya pembelaan terpaksa adalah :
1.      Pembelaan dilakukan harus terpaksa dan amat perlu karena tidak ada jalan lain, serta harus seimbang dengan datangnya serangan.
2.      Hanya terhadap kepentingan-kepentingan yang disebutkan dalam pasal itu ialah badan, kehormatan (berkaitan dengan soal sexual), dan barang (barang berujud termasuk juga binatang). Pembelaan dilaukan bukan hanya untuk kepentingan sendiri tetapi juga untuk orang lain.
3.      Serangan harus bersifat melawan hak dan mengancam dengan mendadak atau sekonyong-konyong.
Melaksanakan ketentuan undang-undang (Pasal 50 KUHP) sebagai alasan pembenar yang membebaskan seseorang dari hukuman, karena undang-undang menghalalkan perbuatan yang didasarkan atas ketentuan undang-undang.
Melaksanakan perintah jabatan dari kekuasaan yang berwenang (Pasal 51 KUHP)sebagai alasan pembenar yang membebaskan hukuman. Disini diisyaratkan  ada hubungan yang bersifat kepegawaian (negeri) antara yang diperintah     dan yang memerintah.




















Tidak ada komentar:

Posting Komentar