MODUL 8
Jaminan Sosial
Tenaga Kerja
Purbadi Hardjoprajitno, S.H, M.Hum.
Drs. Saefulloh Tiesnawati Wahyuningsih, S.H.
P E N
DA H U L U A N
Pada modul ini kita akan mempelajari
tentang ruang lingkup Jaminan Sosial Tenaga
kerja. Tujuannya agar kita mengetahui sejauh manakah hak tenaga kerja atas
jaminan sosialnya serta mengetahui kewajiban-kewajiban pengusaha terhadap
perlindungan dan jaminan sosial terhadap tenaga kerja di lingkungan
perusahaannya. Sebelum mengetahui ruang lingkup jaminan sosial tenaga kerja,
kita perlu tahu apa itu jaminan sosial tenaga kerja.
Jaminan sosial tenaga kerja atau
JAMSOSTEK adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan
berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau
berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh
tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua, dan
meninggal dunia.
Berdasarkan pengertian di atas
dapat disimpulkan bahwa Jamsostek merupakan suatu perlindungan bagi tenaga
kerja yang karena satu dan lain hal penghasilannya hilang atau berkurang.
Selain sebagai perlindungan Jamsostek juga merupakan suatu pelayanan sebagai
akibat dari suatu peristiwa atau keadaan yang dialami tenaga kerja, misalnya
sakit, kecelakaan kerja, hamil, bersalin, memasuki hari tua sehingga tidak
dapat melakukan pekerjaan.
Ketentuan yang mengatur Jamsostek:
1.
Pasal
99 UU No 13 Tahun 2003 yang menyatakan bahwa setiap pekerja/buruh dan
keluarganya berhak memperoleh Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
2.
Peraturan
yang secara khusus mengatur Jamsostek adalah UU No. 3 Tahun 1992 tentang
Jamsostek (Jaminan Sosial Tenaga Kerja), dengan peraturan pelaksanaannya
adalah:
a.
Peraturan Pemerintah (PP) No. 14
Tahun 1993.
b. Keputusan Presiden (Keppres) No. 22 Tahun
1993.
c. Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Menaker) No.
PER-05/MEN/1993.
Untuk mengetahui lebih jauh apa
itu jaminan sosial tenaga kerja, pada modul ini akan dijabarkan ke dalam dua
kegiatan belajar.
Kegiatan Belajar 1 : Mengenal Pengertian dan Ruang
Lingkup Jamsostek.
Kegiatan
Belajar 2 : Prosedur Pendaftaran
Program Jamsostek.
KEGIATAN BELAJAR 1
Mengenal
Pengertian dan Ruang Lingkup Jamsostek
A.
KETENTUAN UMUM JAMSOSTEK
Mengacu pada Undang-undang No. 13
Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), istilah yang
digunakan adalah tenaga kerja bukan pekerja/buruh. Pertimbangannya dengan
istilah tenaga kerja, merupakan subjek yang dilindungi lebih luas ketimbang
pekerja/buruh. Hal ini terkait dengan lingkup perlindungan yang tidak hanya
diberikan pada saat di dalam hubungan kerja, tetapi juga setelah berada di luar
hubungan kerja, misalnya karena pensiun atau mengalami PHK dalam bentuk Jaminan
Hari Tua (THT).
Penggunaan
istilah tenaga kerja juga dimaksudkan karena pihak yang diberi jaminan bukan
hanya pekerja/buruh dan keluarganya, tetapi juga:
1.
Peserta magang dan murid yang
bekerja dalam rangka praktik pada perusahaan baik yang menerima upah maupun
tidak.
2.
Orang yang memborong pekerjaan, tetapi tidak termasuk perusahaan (pemborong
pekerjaan yang bukan perusahaan).
3.
Nara pidana yang dipekerjakan di
perusahaan.
Disebutkan di dalam Pasal 99 UU
No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, bahwa setiap pekerja/buruh dan
keluarganya berhak untuk memperoleh Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Dalam
ketentuan tersebut Jamsostek merupakan suatu hak yang tidak hanya dimiliki oleh
pekerja/buruh, tetapi juga keluarganya. Pemberian hak kepada keluarga
pekerjalburuh ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan pelayanan bila ada
anggota keluarga pekerjalburuh mengalami sakit atau memerlukan bantuan medis
lain, seperti hamil atau melahirkan. Selain jaminan tersebut kepada keluarga
pekerjalburuh juga diberikan santunan kematian dan biaya pemakaman bila
pekerjalburuh meninggal dunia.
B. KEWAJIBAN PERUSAHAAN DALAM
PROGRAM JAMSOSTEK
Berdasarkan Peraturan Pemerintah
No. 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan lamsostek, bagi pengusaha yang
mernpekerjakan tenaga kerja sebanyak 10 (sepuluh) orang atau lebih, atau
membayar upah paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) wajib mengikutsertakan
tenaga kerjanya dalam program lamsostek. Syarat dalam ketentuan ini bersifat
altematif dalam arti apabila salah satu syarat telah terpenuhi maka pengusaha
berkewajiban mengikutsertakan tenaga kerjanya pada program lamsostek. Sanksi
atas tidak dipenuhinya kewajiban menyelenggarakan jaminan sosial tenaga kerja
bagi perusahaan, yaitu berupa pemberian peringatan, tetapi tetap tidak
melaksanakan kewajibannya akan dikenakan sanksi adrninistrasi berupa pencabutan
izin usaha (Pasal 47 huruf a PP No. 14 Tahun 1993). Selain sanksi administrasi,
berdasarkan UU No.3 Tahun 1992 yang memberikan hukuman kurungan atas
pelanggaran dari kewajiban menyelenggarakan lamsostek selama-lamanya 6 (enam)
bulan atau denda setinggi-tingginya Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
seperti yang dapat ditafsirkan dalam Pasal 29 PP No. 14 Tahun 1993.
Selain kewajiban menyelenggarakan
jaminan sosial tenaga kerja, pengusaha diwajibkan juga untuk menyediakan
fasilitas kesejahteraan, seperti pelayanan
keluarga berencana, tempat penitipan anak, perumahan pekerja/buruh,
fasilitas olahraga, fasilitas kantin, fasilitas kesehatan, dan fasilitas
rekreasi (Pasal 100 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003).
Dalam hal program Jamsostek,
pembayaran iuran Jamsostek ditanggung oleh pengusaha dan tenaga kerja sesuai
dengan kemampuan keuangan yang tidak memberatkan kedua pihak. luran Jaminan
Kecelakaan Kerja (JKK) merupakan tanggungan sepenuhnya oleh pengusaha selaku
pemberi kerja bagi pekerja/buruh yang mengalami kecelakaan kerja dan penyakit
yang timbul akibat hubungan kerja. Besarnya iuran lKK disesuaikan dengan
tingkat risiko dari bidang usaha yang dijalankan pengusaha. Berdasarkan bidang
usaha tersebut iuran lKK yang wajib dibayar pengusaha dapat dikelompokkan dalam
5 (lima) jenis usaha dengan besar iuran antara 0,24 % hingga 1,75% dari upah
pekerja dalam sebulan. Lima jenis usaha tersebut adalah:
-
Pembayaran
Iuran Jaminan Kematian (IK) dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (IPK) juga
merupakan salah satu kewajiban pengusaha yang harus bertanggung jawab atas
kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.
Besarnya
iuran JK ditetapkan sebesar 0,3% dari upah sebulan, sedangkan untuk JPK
besarnya berbeda bagi tenaga kerja yang sudah menikah dengan yang belum
menikah. Bagi tenaga kerja yang belum menikah iuran JPK yang harus dibayarkan
sebesar 0,3% dari upah sebulan, sedangkan 0,6% dari upah sebulan untuk tenaga
kerja yang telah berkeluarga dengan dasar perhitungan iuran sebesar-besarnya Rp
l000.000,00 (satu juta rupiah).
Contoh:
Adi karyawan PT. ABADI INDAH yang bergerak di bidang garmen. Adi bekerja di
bagian jahit sebagai operator jahit, dan telah menikah dengan satu orang anak.
Adi mempunyai penghasilan sebesar Rp 1.500.000,00 + uang makan dan transpor
sehingga sebesar Rp 500.000,00; sehingga total penghasilan Adi sebulan adalah
Rp2.000.000,00
Karena
PT. ABADI INDAH peserta jamsostek maka atas penghasilan Adi dipotong 0,6% untuk
iuran JPK, 2% luran Jaminan Haru Tua dan 0,3% untuk JK.
Jadi
setiap bulan penghasilan Adi Dipotong untuk:
JK
= 0,3% x Rp2.000.000,00; = Rp 6.000,00; JPK = 0,6% x Rp2.000.000,00; =
Rp
12.000,00; JHT = 0,2% x Rp 2.000.000,00; = Rp 4.000,00; +
Penghasilan bersih Adi/bulan
|
Rp1.978.000,00;
|
Rp
22.000,00;-·
Rp
2.000.000,00;
Pembayaran
luran Jaminan Hari Tua (lHT) ditanggung bersama antara pengusaha dan tenaga
kerja karena JHT merupakan penghargaan dari pengusaha kepada tenaga kerjanya
yang telah bertahun-tahun bekerja pada perusahaan sekaligus merupakan bentuk
tanggung jawab tenaga kerja untuk hari tuanya sendiri. Besamya iuran JHT
ditetapkan sebesar 5,7% dari upah sebulan, dengan perincian 3,7% dibayar
pengusaha dan 2% dibayar oleh tenaga kerj a.
C. RUANG LINGKUP PERLINDUNGAN JAMSOSTEK
Program Jamsostek yang merupakan hak dari tenaga kerja,
meliputi berikut ini.
1.
Jaminan
Kecelakaan Kerja (lKK).
2.
Jaminan
Kematian (lK).
3.
Jaminan Hari Tua (JHT).
4.
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK).
5.
Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)
1. Jaminan
Kecelakaan Kerja
Apa yang dimaksud dengan Jaminan
Kecelakaan Kerja (JKK)? Jaminan Kecelakaan Kerja adalah jaminan pemberian
pelayanan berupa penyembuhan dan pemulihan kepada tenaga kerja yang mengalami
kecelakaan kerja dan pemberian santunan selama pekerja tidak mampu menjalankan
pekerjaan akibat kecelakaan kerja. Tenaga kerja yang dilindungi oleh program
ini tidak hanya pekerja/buruh tetap, tetapi juga peserta magang, muridlsiswa
yang sedang mengikuti praktik kerja, orang yang memborong pekerjaan dan
narapidana yang dipekerjakan di perusahaan tersebut. Pengertian kecelakaan
kerja yang dilindungi program ini adalah kecelakaan kerja yang terjadi akibat
adanya hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul karen a hubungan kerja.
Demikian pula kecelakaan yang terjadi pada pekerja yang sedang dalam perjalanan
berangkat dari rumah menuju tempat kerja dan atau pulang ke rumah melalui jalan
yang biasa atau wajar dilalui.
Perlu ditambahkan pula, bahwa
berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan
lamsostek jo. Keppres No. 22 Tahun 1993 tentang Penyakit yang Timbul karen a
Hubungan Kerja, bagi tenaga kerja yang telah berakhir hubungan kerjanya dan
mengalami sakit yang timbul dari hubungan kerja berdasarkan surat keterangan
dokter yang ditunjuk, masih berhak mernperoleh perlindungan dari program JKK.
Alasannya, mengingat penyakit yang timbul karena hubungan kerja tidak selalu
dapat segera diketahui ketika selama tenaga kerja masih terikat dalam hubungan
kerja, melainkan bisa saja timbul kapan saja setelah hubungan kerja berakhir.
Dalarn kasus ini tenaga kerja yang
bersangkutan dapat mengajukan permohonan pembayaran lKK ke PT. lamsostek
(Persero), kemudian akan langsung membayarkannya kepada tenaga kerja
bersangkutan. Hak atas JKK diberikan jika penyakit tersebut timbul dalam jangka
waktu paling lama 3 (tiga) tahun sejak hubungan kerja berakhir.
Contoh: Mulia pada Tahun 2004
telah di PHK dari perusahaan temp at bekerja sebelum bergerak di bidang alat
sanitasi. Pada Tahun 2005 Mulia menderita sakit paru-paru akut. Dengan kasus
ini Mulia sebagai bekas tenaga kerja masih berhak mengajukan permohonan
pembayaran lKK kepada PT. lamsostek, karena tenggang waktu antara waktu PHK dan
timbulnya penyakit kurang dari 3 (tiga) tahun. (lihat PP No. 14 Tahun 1993 jo.
Kepres No. 22 Tahun 1993).
Tenaga kerja yang tertimpa
kecelakaan kerja selama masih aktif bekerja berhak menerima perlindungan JKK,
meliputi penggantian:
1.
Biaya
pengangkutan ke rumah sakit atau ke rumahnya termasuk biaya pertolongan pertama
pada kecelakaan. Menurut PP No. 83 Tahun 2000, penggantian ongkos angkutan yang
diberikan adalah sebagai berikut.
a.
Apabila
menggunakan jasa angkutan darat dan/sungai, maksimum sebesar Rp150.000,00
(seratus lima puluh ribu rupiah)
b.
Apabila
menggunakan jasa angkutan laut, maksimum sebesar Rp300.000,00 (tiga ratus ribu
rupiah).
c.
Apabila
menggunakan jasa angkutan udara maksimum sebesar Rp400.000,00 (empat ratus ribu
rupiah).
2.
Biaya
pemeriksaan, pengobatan, dan/atau perawatan selama di rumah sakit termasuk
rawat jalan. Biaya pemeriksaan yang dijarnin menurut PP tersebut adalah
biaya-biaya:
a.
dokter;
b.
obat;
c.
operasi;
d.
rontgen, laboratorium;
e.
perawatan Puskesmas, rumah sakit
kelas I;
f.
gigi;
g.
mata;
h.jasa tabib/shinse/tradisional yang telah mendapatkan izin
resrni dari instansi yang berwenang.
Seluruh biaya yang diganti
tersebut untuk setiap 1 (satu) kali peristiwa kecelakaan maksimum sebesar
Rp6.400.000.00 (enam juta empat ratus ribu rupiah).
3.
Biaya
rehabilitasi berupa alat Bantu (orthese) dan/atau alat ganti (prothese)
bagi tenaga kerja yang anggota badannya hilang atau tidak berfungsi akibat kecelakaan
kerja. Biaya ini diberikan 1 (satu) kali untuk setiap kasus kecelakaan kerja
dengan patokan harga yang ditetapkan oleh Pusat Rehabilitasi Prof. Dokter
Suharso, Surakarta ditambah 40% (empat puluh persen) dari biaya tersebut.
Selain memperoleh biaya
penggantian tersebut terhadap tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja juga
diberikan santunan berupa uang, meliputi berikut ini.
a.
Santunan
semen tara tidak mampu bekerja (STMB) dengan perincian sebagai berikut:
1)
untuk 4 (empat) bulan pertama
sebesar 100% (seratus persen) dari upah;
2)
untuk 4 (empat) bulan kedua
sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dari upah;
3)
bulan seterusnya sebesar 50%
(lima puluh persen) dari upah.
b.
Santunan
cacat sebagian untuk selama-lamanya yang dibayarkan secara sekaligus (lumpsum)
sebesar persentase tertentu (sesuai tabel pada lampiran) dikalikan 70 bulan
upah.
c.
Santunan
cacat total untuk selama-lamanya baik fisik maupun mental. Santunan ini
dibayarkan secara sekaligus (lumpsum) dan secara berkala yang
masing-rnasing besarnya:
1)
santunan sekaligus besarnya 70% x
70 bulan upah;
2)
santunan berkala sebesar
Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) per bulan selama 24 bulan;
3)
santunan cacat kekurangan fungsi
dibayar secara sekaligus (lumpsum) sebesar
persentase tertentu (sesuai tabel pada lampiran).
d.
Santunan
kematian untuk ahli warisnya jika tenaga kerja meninggal duma yang dibayarkan
secara sekaligus bersama biaya pemakaman dan secara berkala masing-masing:
1)
untuk santunan sekaligus sebesar
60% x 70 bulan upah, dengan catatan
sekurang-kurangnya sebesar jaminan kematian;
2)
santunan berkala sebesar
Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) per bulan selama 24 (dua puluh empat)
bulan;
3)
biaya pemakaman sebesar
Rpl.OOO.OOO,OOO,OO (satu juta rupiah).
Besarnya penggantian biaya JKK
yang diberikan dibatasi nilai maksirnal (pIafon.)
tertentu. Apabila nilai maksimal telah tercapai dan tenaga kerja
yang mengalami kecelakaan kerja belum dinyatakan sembuh oleh dokter rnaka biaya
pengobatan dan biaya penyembuhan berikutnya ditanggung oleh pengusaha selaku
pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan kerja,
Perhitungan pernbayaran santunan
JKK bagi tenaga kerja yang bukan pekerjalburuh dilakukan sebagai berikut.
1.
Magang atau murid/siswa yang
sedang mengikuti praktik kerja atau narapidana dianggap rnenerima upah sebesar
upah sebulan pekerjalburuh yang rnelakukan pekerjaan yang sarna pada perusahaan
bersangkutan.
2.
Perorangan yang memborong
pekerjaan dianggap menerima upah sebesar upah tertinggi dari pekerjalburuh
pelaksana yang bekerja pada perusahaan yang memborongkan pekerjaan tersebut.
2. Jaminan Kematian (JK)
Tenaga kerja selarna menjadi
peserta Jarnsostek, apabila rneninggal dunia bukan karena kecelakaan kerja maka
keluarga yang ditinggalkannya berhak menerima Jaminan Kematian OK). Apa
yang dimaksud keluarga di sini? Keluarga adalah janda atau duda dari tenaga
kerja yang rneninggal dunia dalam tugas. Apabila janda atau duda tidak ada,
maka urutan yang berhak rnenerirna Jarninan Kernatian adalah anak, orang tua,
cucu, kakek atau nenek, saudara kandung atau rnertua dari tenaga kerja yang
meninggal dunia. Dalarn hal yang dimaksud keluarga tersebut tidak ada rnaka
jarninan kernatian dibayarkan sekaligus kepada pihak yang ditunjuk oleh tenaga
kerja dalam wasiatnya. Apabila tidak ada orang yang menerirna wasiat maka
pernbayaran Jarninan Kernatian diberikan kepada pengusaha atau pihak lain guna
pengurusan pernakarnan.
Besarnya
jarninan kematian rnenurut PP No. 28 Tahun 2002 adalah sebagai berikut.
a.
Santunan berupa uang sebesar Rp5.OOO.OOO,OO
(lima juta rupiah).
b.
Biaya pemakaman sebesar Rp
1.000.000,00 (satu juta rupiah).
Contoh: Mulyana pegawai yang
telah mengabdi selama 10 tahun. Tugasnya serabutan, kadang-kadang sebagai supir
dan kadang-kadang bisa rnenjadi kurir. Ketika sedang menjalankan tugas sebagai
supir pengantar pasokan barang Mulayana mengalarni kecelakaan sehingga Mulayan
meninggal dunia. Sebagai peserta Jamsostek, maka ahli waris Mulyana berhak
mernperoleh:
santunan
uang Rp5.OOO.OOO,OO;
biaya
pemakaman Rpl.OOO.OOO,OO;
Jurnlah
Rp6.000.000,OO;
Syarat pengajuan pembayaran
jaminan kematian ke PT Jamsostek (Persero) harus dilampiri bukti kartu peserta
J amsostek dan surat keterangan kematian. Bagi pekerja yang magang, murid yang
magang, orang yang memborong pekerjaan dan narapidana yang dipekerjakan apabila
meninggal dunia bukan karena kecelakaan kerja, keluarga yang ditinggalkan tidak
berhak atas jaminan kematian.
3. Jaminan
Hari Tua (JHT)
Apa yang dimaksud jaminan hari
tua (JHT)? Jaminan Hari Tua adalah penerimaan pengbasilan yang diterima sekaligus
dan atau secara berkala pada saat tenaga kerja mencapai usia 55 (lima pulub
lima) tabun atau setelab berusia 55 (lima pulub lima) tahun. Apabila pekerja
meninggal dunia sebelurn berusia 55 tahun, tetapi belum menerima JHT, maka JHT
diterima oleh janda atau duda atau anak yang ditinggalkannya secara sekaligus (lumpsum).
Besarnya JHT yang dibayarkan adalah keseluruhan iuran yang telah disetor
beserta pengembangannya. Pembayaran JHT dapat dilakukan secara sekaligus jika
seluruh jurolah JHT yang di terima kurang dari Rp3.000.000,OO (tiga juta
rupiah) atau secara berkala untuk paling lama 5 (lima) tahun jika JHT mencapai
Rp3.000.000,OO (tiga juta rupiah) atau lebih. Cara pembayaran secara berkala
atau sekaligus dilakukan atas pilihan tenaga kerja bersangkutan. Apabila tenaga
kerja bersangkutan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya maka JHT wajib
dibayarkan secara sekaligus.
Tenaga kerja yang telah mencapai
usia 55 (lima puluh lima) tahun, tetapi masih tetap bekerja dapat memilih untuk
menerima JHT pada saat berusia 55 (lima puluh lima) tahun atau pada saat
setelah berhenti bekerja. Dalam hal tenaga kerja mengalami cacat total tetap
untuk selama-Iamanya sebelum berusia 55 (lima puluh lima) tabun sehingga tidak
mungkin lagi untuk bekerja maka kepadanya diberikan JHT yang menjadi haknya.
Bagi tenaga kerja yang berhenti dari perusabaan sebelum berusia 55 (lima puluh
lima) tahun dapat menerima JHT setelah memenubi persyaratan, seperti berikut
ini.
a.
Mempunyai masa kepesertaan JHT
sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun.
b.
Telah melewati masa tunggu selama
6 (enam) bulan terhitung sejak tenaga kerja bersangkutan berhenti bekerja.
4. Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan (JPK)
Setiap tenaga kerja beserta
keluarganya, suami atau istri yang sah dan anak sebanyak-banyaknya 3 (tiga) orang,
berhak atas jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK). Paket pemeliharaan kesehatan
yang diberikan adalah pelayanan tingkat dasar, meliputi pelayanan peningkatan
kesehatan (promotij), pencegahan penyakit (preventij), penyembuhan
penyakit (kuratij), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatij). Mengingat
pelayanan kesehatan yang diberikan adalah tingkat dasar maka apabila satu dan
lain hal memerlukan pelayanan yang melebihi standar, tenaga kerja bersangkutan
harus membayar selisih biaya pelayanan yang diberikan.
Sebagai contoh, tenaga kerja
memerlukan pelayanan rawat inap selama 12 (dua bel as) hari. Penggantian biaya
rawat inap yang diberikan PT lamsostek (Persero) selaku penyelenggara JPK hanya
8 (delapan) hari sesuai standar biaya yang telah ditetapkan. Sisa selebihnya
selama 4 (empat) hari harus dibayar oleh tenaga kerja bersangkutan.
Demikian pula jika tenaga kerja
atau keluarganya memerlukan obatobatan di luar standar, selisih harga obat
tersebut dibayar sendiri oleh tenaga kerja yang menjadi peserta program JPK.
Bagi pengusaha yang telab
menyelenggarakan sendiri program pemeliharaan kesehatan dengan manfaat yang
lebih baik dari paket dasar yang diberikan PT
Jamsostek (Persero), tidak wajib mengikutsertakan tenaga kerjanya pada
program JPK. Namun demikian, pengusaha dilarang mengurangi program pemeliharaan
kesehatan yang lebih baik tersebut dengan program lain yang lebih rendah
kualitas maupun kuantitas pelayanannya.
Jaminan pemeliharaan kesehatan
yang diberikan PT Jamsostek (Persero) kepada tenaga kerja dan keluarganya,
meliputi berikut ini.
1.
Rawat
jalan tingkat pertama, yaitu semua jenis pemeliharaan kesehatan perorangan yang
dilakukan di pelayanan kesehatan tingkat pertama.
2.
Rawat
jalan tingkat lanjut, yaitu semua jenis perneliharaan kesehatan perorangan yang
merupakan rujukan (lanjutan) dari rawat jalan tingkat pertama.
3. Rawat inap, yaitu pemeliharaan
kesehatan rumah sakit di mana penderita harus tinggal atau mondok sedikitnya 1
(satu) hari berdasarkan rujukan dari pelaksana pelayanan kesehatan lain.
Rawat inap dapat diselenggarakan
di:
a.
Rumah sakit Pemerintah Pusat atau
Daerah.
b.
Rumah sakit swasta yang ditunjuk.
4. Pemeriksaan persalinan, kehamilan
dan pertolongan persalinan baik persalinan normal, tidak normal dan/atau gugur
kandungan.
5. Penunjang diagnostik, yaitu semua
pemeriksaan dalam rangka menegakkan diagnosis yang dipandang perlu oleh
pelaksana pengobatan lanjutan dan dilaksanakan pada bagian diagnostik rumah
sakit atau fasilitas khusus, untuk itu meliputi;
a.
pemeriksaan laboratorium;
b.
pemeriksaan radiologi;
c.
pemeriksaan penunjang diagnosis
lain.
6. Pelayanan khusus, yaitu
pemeliharaan kesehatan yang memerlukan perawatan khusus bagi penyakit tertentu
serta pemberian alat-alat organ tubuh agar dapat berfungsi seperti semula yang
meliputi:
a.
kacamata;
b.
prothese gigi;
c.
alat bantu dengar;
d.
prothese anggota gerak;
e.
pro these mata.
7. Gawat darurat, Gawat darurat
adalah suatu keadaan yang memerlukan pemeriksaan medis segera yang apabila
tidak dilakukan akan menyebabkan hal yang fatal bagi penderita. Tenaga kerja
dan keluarganya yang memerlukan pelayanan gawat darurat dapat langsung
memperoleh pelayanan dari pelaksana pelayanan kesehatan atau rumah sakit
terdekat dengan cara menunjukkan kartu JPK.
R
A N G K U M A N
1.
Dasar Hukum Jamsostek adalah
sebagai berikut.
a.
Undang-undang No. 13 Tahun 1992
tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek).
b.
UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
c.
Peraturan Pernerintah No. 14
Tahun 1993 ten tang Penyelenggaraan Jamsostek.
2.
Ada 4 Program Jamsostek yang
merupakan hak tenaga kerja untuk melindunginya selama bekerja, yaitu (a)
Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK); (b) Jaminan Kematian (JK); (c) Jarninan Hari
Tua (JHT); (d) Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK).
3.
Pengusaha yang mernpekerjakan
tenaga kerja sebanyak 10 (sepuluh) orang atau lebih, atau membayar upah paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah)
wajib rnengikutsertakan tenaga kerjanya dalam program Jamsostek. (Peraturan
Pemerintah No. 14 Tahun 1993).
4.
bila melanggar maka ada 2 sanksi
yang bakal dibebankan bagi pengusaha tersebut, yaitu:
a.
sanksi administrasi yang berupa
pemberian peringatan, diikuti dengan pencabutan izin usaha (Pasal 47 huruf a
P.P. No. 14 Tahun 1993);
b.
hukuman kurungan atas peJanggaran
dari kewajiban menyelenggarakan Jamsostek selama-lamanya 6 (enam) bulan atau
denda setinggi-tingginya Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) ( UU No.3
Tahun 1992 dan Pasal 29 PP No. 14 Tahun
1993).
KEGIATAN
BELAJAR 2
Program dan
Prosedur Pendaftaran Jamsostek
A. KETENTUAN UMUM
Tenaga kerja harian lepas,
borongan dan yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT)
memiliki kekhasan tersendiri terutama dalam penerimaan upah yang tidak teratur,
tidak seperti pada pekerja/buruh tetap. Oleh karen a Program Jamsostek untuk
tenaga kerja tersebut memerlukan aturan-aturan yang bersifat khusus dan
tersendiri, sebagaimana diatur dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja R.I No.
KEP- 150/MEN/1999. Hal yang
paling pokok adalah bahwa setiap tenaga kerja wajib dilindungi program
Jamsostek. Dalam hal tata cara pendaftaran kepesertaan bagi tenaga kerja harian
lepas, borongan dan tenaga kerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu
tidak berbeda dengan tata cara pendaftaran untuk tenaga kerja waktu tidak
tertentu (tetap). Demikian pula besarnya iuran untuk masing-masing program.
Perbedaannya terletak pada program-program yang wajib diikuti bagi tenaga kerja
yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT).
Ketentuannya adalah sebagai
berikut.
1.
Bagi tenaga kerja harian lepas
yang bekerja kurang dari 3 (tiga) bulan wajib diikutsertakan dalam program JKK
dan JK.
2.
Apabila tenaga kerja tersebut
dipekerjakan selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih dengan jurnlah
hari kerja sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) hari per bulan maka pengusaha wajib mengikutkan dalam program JKK,
JK, JHT, dan JPK. Kewajiban tersebut harus dilaksanakan setelah tenaga kerja
bersangkutan melewati masa kerja 3 (tiga) bulan berturut-turut. Upah untuk
menentukan besarnya iuran bagi tenaga kerja tersebut ditetapkan sebesar upah
sehari dikalikan jurnlah hari kerja dalam 1 (satu) bulan kalender.
Ketentuan program Jamsostek pada
tenaga kerja harian lepas diwajibkan pula bagi pengusaha yang mempekerjakan
tenaga kerja borongan. Perbedaannya terletak pada cara menetapkan iuran
berdasarkan upah.
Tenaga kerja yang bekerja kurang
dari 3 (tiga) bulan, upah sebulan yang dipergunakan sebagai dasar penetapan
iuran adalah upah 1 (satu) hari kerja dikalikan jumJah hari kerja dalam 1
(satu) bulan kalender.
Bagi tenaga kerja borongan yang
telah bekerja 3 (tiga) bulan berturutturut at au lebih, besarnya upah sebulan
digunakan sebagai dasar penetapan iuran, yaitu sebagai berikut.
1.
Jika upah dibayar secara borongan
atau satuan maka upah sebulan dihitung dari rata-rata upah 3 (tiga) bulan
terakhir.
2.
Jika pekerjaan tergantung dari
keadaan cuaca maka upah sebulan dihitung dari rata-rata upah 12 (dua bel as)
bulan terakhir.
Apabila upah sebulan yang didasarkan
pada perhitungan 1 dan 2 tersebut di atas lebih rendah dari upah minimum dalam
sebulan maka dasar perhitungan iuran menggunakan upah minimum yang berlaku.
Lain halnya bagi tenaga kerja
yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), apabila masa
kerja yang bersangkutan kurang dari 3 (tiga) bulan maka wajib diikutkan dalam
program JKK dan JK. Apabila perjanjian kerja tersebut kemudian diperpanjang
hingga 3 (tiga) bulan atau lebih maka wajib diikutkan dalarn JKK, JK, JPK, dan
JHT. Apabila dari semula perjanjian kerja dimaksudkan untuk bekerja selama 3
(tiga) bulan atau lebih maka pengusaha wajib mengikutkan dalam program JKK, JK,
JPK, dan JHT. Besarnya upah sebulan digunakan sebagai dasar untuk menetapkan
besamya iuran adalah upah sebagaimana tercantum dalam perjanjian kerja.
1.
Penyelenggaraan Program Jamsostek
bagi Tenaga Kerja pada Sektor J asa
Konstruksi
Tenaga kerja pada sektor jasa
konstruksi mempunyai karakteristik yang cukup unik, yaitu sering
berpindah-pindah tempat kerja tergantung pada proyek yang sedang dikerjakan.
Apabila proyek telah selesai dan ada proyek lain yang harus dikerjakan maka
tenaga kerja ikut berpindah ke proyek yang baru. Apabila tidak ada proyek yang
dikerjakan lagi maka tenaga kerja tersebut akan menganggur atau mencari
pekerjaan lain. Mengingat keunikan tersebut maka pelaksanaan program Jamsostek
pada tenaga kerja sektor konstruksi diatur secara tersendiri, yaitu dengan
Keputusan Menteri Tenaga Kerja R.I No. KEP-196/MEN/1999. Pada umumnya tenaga
kerja di sektor konstruksi terdiri atas berikut ini.
a.
Tenaga kerja harian lepas.
b.
Tenaga kerja borongan.
c.
Tenaga kerja yang bekerja
berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu (tenaga kerja kontrak).
Tenaga kerja terse but biasanya
terikat hubungan kerja hanya untuk satu proyek tertentu dan akan berakhir
hubungan kerjanya setelah proyek yang dikerjakan selesai.
Dalam sektor jasa konstruksi
dikenal istilah, seperti berikut ini.
a.
Pengguna jasa konstruksi, yaitu
orang perseorangan atau badan sebagai pemberi tugas/pekerjaan atau pemilik
pekerjaan/proyek yang memerlukan jasa konstruksi,
b.
Penyedia jasa konstruksi, yaitu
orang perseorangan atau badan yang kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa
konstruksi (pemborong pekerjaan/kontraktor).
Penyedia jasa misalnya pemborong
pekerjaan/kontraktor yang mempekerjakan tenaga kerja harian lepas, borongan,
dan waktu kerja tertentu kurang dari 3 (tiga) bulan berturut-turut wajib
mengikutkan tenaga kerjanya dalam program JKK dan JK pada PT Jamsostek
(Persero). Apabila tenaga kerja tersebut dipekerjakan selama 3 (tiga) bulan
berturut-turut atau lebih dan setiap bulannya bekerja tidak kurang dari 20 (dua
puluh) hari maka wajib diikutkan pada seluruh program pada PT Jamsostek
(Persero), yaitu program JKK, JK, JHT, dan JPK. Kewajiban ini harus
dilaksanakan terhitung setelah tenaga kerja tersebut melewati masa kerja 3
(tiga) bulan berturut-turut.
Penyedia jasa harus menyampaikan
formulir pendaftaran kepesertaan pada PT. Jamsostek (Persero) terdekat paling
lambat 14 (empat belas) hari sebelum pekerjaan konstruksi dimulai. PT Jamsostek
(Persero) dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah menerima formulir
pendaftaran harus sudah menyampaikan sertifikat kepesertaan kepada penyedia
jasa. Apabila sertifikasi tersebut belum diserahkan dalam tenggang waktu
tersebut maka penyedia jasa dapat menunda pembayaran iuran sampai sertifikat
diserahkan. Besarnya iuran kepesertaan yang harus dibayar penyedia jasa adalah
sebagai berikut.
a.
JKK sebesar 1,74% dari upah
sebulan;
b.
JK sebesar 0,3% dari upah
sebulan;
c.
JHT sebesar 5,7% dari upah
sebulan dengan rincian 3,7% ditanggung penyedia jasa dan 2% ditanggung tenaga
kerja.
d.
JPK sebesar 6% dari upah sebulan
untuk tenaga kerja yang telah berkeluarga dan 3% untuk tenaga kerja yang belum
berkeluarga, dengan ketentuan upah setinggi-tingginya yang dijadikan dasar
perhitungan sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah).
Apabila iuran kepesertaan
didasarkan pada nilai kontrak proyek konstruksi dan nilai komponen upahnya
tidak diketahui atau tidak tercantum maka besarnya iuran untuk program JKK dan
JK adalah sebagai berikut.
a.
Untuk pekerjaan konstruksi
bernilai sampai dengan RplOO.OOO.OOO,OO (seratus juta rupiah), iurannya sebesar
0,24% dari nilai kontrak kerja konstruksi.
b.
Untuk pekerjaan konstruksi di
atas RplOO.OOO.OOO,OO (seratus juta rupiah) hingga Rp500.000.000,OO (lima ratus
juta rupiah) iurannya sebesar penetapan pada angka 1 ditambah 0,19% dari
selisih nilai, yakni dari nilai kontrak kerja konstruksi dikurangi
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Contoh 1
Untuk nilai kontrak kerja
konstruksi sebesar Rp400.000.000,00 maka iuran program JKK dan JK yang harus
dibayar penyedia jasa adalah sebagai berikut.
0,24% x Rp 1 00.000.000,00 = Rp240.000,00
0,19% x Rp300.000.000,00 = Rp570.000,00+
Jumlah
iuran = Rp810.000,00
Contoh 2
Untuk pekerjaan konstruksi di
atas Rp500.000.000,00 (lima ratus juta) hingga Rpl.OOO.OOO.OOO,OO (satu miliar
rupiah) iurannya sebesar penetapan pad a angka 2 ditarnbah 0,15% (satu koma
lima per seribu) dari selisih nilai yakni nilai kontrak kerja konstruksi
dikurangi Rp500.000.000,00 (lima ratus juta).
Contoh. 3
Untuk pekerjaan konstruksi di
atas Rpl.OOO.OOO.OOO,OO (satu miliar rupiah) hingga Rp5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah) iurannya sebesar penetapan pasal angka 3 ditambah 0,12% (satu
koma dua per seribu) dari selisih ni1ai yakni nilai kontrak kerja konstruksi
dikurangi Rpl.OOO.OOO.OOO,OO (satu miliar rupiah).
Contoh 4
Untuk pekerjaan konstruksi di
atas Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) iurannya sebesar penetapan pada
angka 4 ditambah 0,10% (satu perseribu) dari selisih nilai, yakni nilai kontrak
kerja konstruksi dikurangi Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Contoh 5
Nilai kontrak kerja konstruksi
yang dipergunakan sebagai dasar perhitungan iuran adalah nilai setelah dikurangi Pajak Pertambahan
Nilai (PPN). Pembayaran iuran JKK dan JK tersebut dapat dilakukan, seperti
berikut ini.
1.
Sekaligus secara tunai pada saat
dimulainya pekerjaan konstruksi atau pada saat menerima pembayaran pertama.
2.
Bertahap sesuai fase pembayaran
dengan ketentuan, iuran harus sudah lunas pada saat penyedia jasa menerima
pernbayaran terakhir.
3.
Besar dan tata cara pembayaran
klaim Jamsostek untuk tenaga kerja di sektor ini sarna dengan besar dan tata
cara pembayaran untuk tenaga kerja dengan waktu kerja tidak tertentu
(pekerja/buruh) tetap.
2.
Prosedur
Pendaftaran Program Jamsostek
Pengusaha yang diwajibkan
mengikutsertakan tenaga kerjanya dalam program Jamsostek, wajib mendaftarkan
perusahaan dan tenaga kerjanya sebagai peserta program Jamsostek pada badan
penyelenggara dengan formulir yang disediakan. Penyelenggara program Jamsostek
dilakukan oleh badan usaha milik negara, yaitu perusahaan perseroan PT.
Asuransi Sosial Tenaga Kerja (ASTEK) sesuai ketentuan Pasal 25 UU No.3 Tahun
1992 dan PP No. 36 Tahun 1995.
Prosedur
pendaftarannya adalah sebagai berikut.
a.
Pengusaha
harus menyampaikan formulir Jamsostek kepada badan penyelenggara
selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya formulir dari badan
penyelenggara (Pasal 5 ayat (2) PP No.
14 Tahun 1993).
b.
Badan
penyelenggara dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak formulir
pendaftaran dan pembayaran iuran pertama diterima, menerbitkan dan menyampaikan
kepada pengusaha:
1)
Sertifikat kepesertaan untuk
masing-masing perusahaan sebagai tanda kepesertaan perusahaan.
2)
Kartu peserta untuk masing-masing
tenaga kerja sebagai tanda kepesertaan dalam program Jamsostek
3)
Kartu pemeliharaan kesehatan
untuk masing-masing tenaga kerja bagi yang mengikuti program jarninan
pemeliharaan kesehatan.
b.
Pengusaha
wajib menyampaikan kepada masing-masing tenaga kerja peserta program Jamsostek
dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari sejak diterima dari badan
penyelenggara. Sanksi atas tidak disampaikannya kartu peserta tersebut walaupun
telah diperingatkan adalah berupa pencabutan izin usaha (Pasal 47 huruf a PP 14 Tahun 1993)
c.
Pengusaha
wajib melaporkan kepada badan penyelenggara dalam waktu 7 (tujuh) hari sejak
terjadinya perubahan, mengenai perubahan:
1)
Alamat perusahaan.
2)
Kepernilikan perusahaan.
3)
Jenis dan bidang usaha.
4)
Jumlah tenaga kerja dan
keluarganya, tenaga kerja peserta program Jamsostek wajib menyampaikan daftar
susunan keluarga kepada pengusaha, termasuk segala perubahannya.
5)
Badan
penyelenggara wajib menerbitkan daftar bam dalam hal terjadi
perubahan jumlah tenaga kerja dan keluarganya, berupa:
a. Kartu peserta tenaga kerja baru,
kecuali tenaga kerja yang bersangkutan telah mempunyai kartu peserta.
b. Kartu pemeliharaan kesehatan yang
baru.
c. Besarnya upah setiap tenaga
kerja.
R
A N G K U M A N
1.
Dasar Hukum bagi tenaga kerja
harian lepas dan pekerja borongan adalah sebagai berikut.
a.
Undang-undang No. 13 Tahun 1992
tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek).
b.
UU No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan.
c.
Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun
1993 tentang Penyelenggaraan Jamsostek
d.
Keputusan Menteri Tenaga Kerja
R.I No. KEP- 150/MEN11999.
e.
Keputusan Menteri Tenaga Kerja
R.I No. KEP- 196/MEN11999,
khusus bagi tenaga kerja di sektor konstruksi.
2.
Ketentuan khususnya adalah (a)
tenaga kerja harian lepas yang bekerja kurang dari 3 (tiga) bulan wajib
diikutsertakan dalam program JKK dan JK; (b) tenaga kerja yang bekerja selama 3
(tiga) bulan berturut-turut atau lebih dengan jurnlah hari kerja sekurangkurangnya
20 (dua puluh) hari per bulan, maka pengusaha wajib mengikutkan dalarn program JKK, JK, JHT, dan JPK; (c)
Kewajiban seperti pada poin b harus dilaksanakan setelah tenaga kerja
bersangkutan melewati masa kerja 3 (tiga) bulan berturut-turut; (d) besarnya
iuran ditetapkan berdasarkan besar upah sehari dikalikan jumlah hari kerja
dalam 1 (satu) bulan kalender.
3.
Terdapat pengaturan yang berbeda
bagi Tenaga Kerja pada Sektor Jasa Konstruksi karen a mempunyai karakteristik
yang cukup unik, yaitu sering berpindah-pindah tempat kerja tergantung pada
proyek yang sedang dikerjakan. Ada 3 jenis tenaga kerja di sektor konstruksi,
yaitu Tenaga kerja harian lepas, Tenaga kerja borongan, dan Tenaga kerja yang
bekerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu (tenaga kerja kontrak).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar